Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MANDIRI Putri Nurfaadhilah Basari 1102013232

1. Memahami dan Menjelaskan Peran Oksigen dalam Tubuh 1.1 Mekanisme Metabolisme 1.1.1 Respirasi Aerob Respirasi aerob adalah reaksi katabolisme yang membutuhkan suasana aerobik sehingga dibutuhkan oksigen, dan reaksi ini menghasilkan energi dalam jumlah besar. Energi ini dihasilkan dan disimpan dalam bentuk energi kimia yang siap digunakan, yaitu ATP. Pelepasan gugus posfat menghasilkan energi yang digunakan langsung oleh sel untuk melangsungkan reaksi-reaksi kimia, pertumbuhan, transportasi, gerak, reproduksi, dll. Terbagi menjadi tiga tahap yaitu: a. GLIKOLISIS (respirasi aerob) Glikolisis merupakan reaksi tahap pertama secara aerob (cukup oksigen) yang berlangsung dalam mitokondria. Tahap ini merupakan awal terjadinya respirasi sel. Glikolisis terjadi dalam sitoplasma dan hasil akhirnya berupa senyawa asam piruvat. Glikolisis memiliki sifat-sifat, antara lain: glikolisis dapat berlangsung secara aerob maupun anaerob, glikolisis melibatkan enzim ATP dan ADP, serta peranan ATP dan ADP pada glikolisis adalah memindahkan (mentransfer) fosfat dari molekul yang satu ke molekul yang lain. Pada sel eukariotik, glikolisis terjadi di sitoplasma (sitosol). Glikolisis terjadi melalui 10 tahapan yang terdiri dari 5 tahapan penggunaan energi dan 5 tahapan pelepasan energi. Berikut ini reaksi glikolisis secara lengkap: Molekul glukosa akan masuk ke dalam sel melalui proses difusi. Agar dapat bereaksi, glukosa diberi energi aktivasi berupa satu ATP. Hal ini mengakibatkan glukosa dalam keadaan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat yang dibantu oleh enzim heksokinase.Glikolisis ini terjadi pada saat sel memecah molekul glukosa yang mengandung 6 atom C (6C) menjadi 2 molekul asam piruvat yang mengandung 3 atom C (3C) yang melalui dua rangkaian reaksi yaitu rangkaian I (pelepasan energi) dan rangkaian II (membutuhkan oksigen) dengan uraian sebagai berikut.

Rangkaian I Rangkaian I Reaksi Glikolisis (pelepasan energi) berlangsung di dalam sitoplasma (dalam kondisi anaerob) yaitu diawali dari reaksi penguraian molekul glukosa menjadi glukosa-6-fosfat yang membutuhkan (-1) energi dari ATP dan melepas 1 P. Jika glukosa-6-fosfat mendapat tambahan 1 P menjadi fruktosa-6-fosfat kemudian menjadi fruktosa 1,6 fosfat yang membutuhkan (-1) energi dari ATP yang melepas 1 P. Jadi untuk mengubah glukosa menjadi fruktosa 1,6 fosfat, energi yang dibutuhkan sebanyak (-2) ATP. Selanjutnya fruktosa 1,6 fosfat masuk ke mitokondria dan mengalami lisis (pecah) menjadi dehidroksik aseton fosfat dan fosfogliseraldehid. Rangkaian II Rangkaian II Reaksi Glikolisis (membutuhkan oksigen) berlangsung di dalam mitokondria (dalam kondisi awal), molekul fosfogliseraldehid yang mengalami reaksi fosforilasi (penambahan gugus fosfat) dan dalam waktu yang bersamaan, juga terjadi reaksi dehidrogenasi (pelepasan atom H) yang ditangkap oleh akseptor hidrogen, yaitu koenzim NAD. Dengan lepasnya 2 atom H, fosfogliseraldehid berubah menjadi 21,3-asam difosfogliseral kemudian berubah menjadi 23-asam fosfogliseral yang menghasilkan (+2) energi ATP. Selanjutnya 23-asam fosfogliseral tersebut berubah menjadi 2xasam piruvat dengan menghasilkan (+2) energi ATP serta H2O (sebagai hasil sisa). Jadi, energi hasil akhir bersih untuk mengubah glukosa menjadi 2 x asam piruvat, adalah: Energi yang dibutuhkan Tahap I : (-2) ATP Energi yang dihasilkan Tahap II : (+4) ATP Energi hasil akhir bersih : 2 ATP Pada perjalanan reaksi berikutnya, asam piruvat tergantung pada ketersediaan oksigen dalam sel. Jika oksigen cukup tersedia, asam piruvat dalam mitokondria akan mengalami dekarboksilasi oksidatif yaitu mengalami pelepasan CO2 dan reaksi oksidasi dengan pelepasan 2 atom H (reaksi dehidrogenasi). Selama proses tersebut berlangsung, maka asam piruvat akan bergabung dengan koenzim A (KoASH) yang membentuk asetil koenzim A (asetyl KoA). Dalam suasana aerob yang berlangsung di membran krista mitakondria terbentuk juga hasil yang lain, yaitu NADH2 dari NAD yang menangkap lepasnya 2 atom H yang berasal dari reaksi dehidrogenasi. Kemudian kumpulan NADH2 diikat oleh rantai respirasi di dalam mitokondria. Setelah asam piruvat bergabung dengan koenzim dan membentuk asetil Co-A kemudian masuk dalam tahap siklus Krebs. Proses pembentukan ATP disebut fosforilasi. Pada tahapan glikolisis tersebut, enzim mentransfer gugus fosfat dari substrat (molekul organik dalam glikolisis) ke ADP sehingga prosesnya disebut fosforilasi tingkat substrat. Keseluruhan reaksi glikolisis, dapat dibuat persamaaan reaksi sebagai berikut: Glukosa + 2ADP + 2Pi + 2NAD+ 2 Piruvat + 2H2O + 2ATP + 2NADH + 2H+ Maltosa, sukrosa, dan laktosa terlebih dahulu diubah menjadi monomer penyusunnya yaitu glukosa dan gula sederhana yang lain yaitu fruktosa atau galaktosa. Selanjutnya, glukosa atau gula-gula sederhana akan masuk siklus glikolisis seperti biasa. Glukosa akan diubah menjadi glukosa 6P dan seterusnya sehingga dapat dihasilkan 2 asam piruvat. Fruktosa dan manosa dapat langsung diubah menjadi fruktosa 6P.

b. SIKLUS KREBS Siklus Krebs berasal dari nama penemuannya yaitu Sir Hans Krebs (1980-1981), seorang ahli biokimia Jerman yang mengemukakan bahwa glukosa secara perlahan dipecah di dalam mitokondria sel dengan suatu siklus dinamakan siklus Krebs. Asetil koenzim A masuk siklus Krebs melalui reaksi hidrolisis dengan melepas koenzim A dan gugus asetil (mengadung 2 atom C), kemudian bergabung dengan asam oksaloasetat (4 atom C) membentuk asam sitrat (6 atom C). Energi yang digunakan untuk pembentukan asam sitrat berasal dari ikatan asetil koenzim A. Selanjutnya, asam sitrat (C6) secara bertahap menjadi asam oksaloasetat (C4) lagi yang kemudian akan bergabung dengan asetil KoA. Peristiwa pelepasan atom C diikuti dengan pelepasan energi tinggi berupa ATP yang dapat langsung digunakan oleh sel. Selama berlangsungnya reaksi oksigen yang diambil dari air untuk digunakan mengoksidasi dua atom C menjadi CO2, proses tersebut disebut dekarboksilasi oksidatif. Dalam setiap oksidasi 1 molekul asetil koenzim A akan dibebaskan 1 molekul ATP, 8 atom H, dan 2 molekul CO2. Atom H yang dilepaskan itu kemudian ditangkap oleh Nikotinamid Adenin Dinukleotida (NAD) dan Flavin Adenin Dinukleotida (FAD) untuk dibawa menuju sistem transpor yang direaksikan dengan oksigen menghasilkan air. Skema Siklus Krebs

(CO2) terbentuk asam -Ketoglutamat yang disertai dengan pelepasan hidrogen dan elektron yang ditangkap NAD membentuk NADH. Selanjutnya asam Ketoglutamat juga melepaskan gugus karboksit (CO2 disertai dengan pelepasan hidrogen dan elektron yang ditangkap NAD membentuk NADH. Asam Ketoglutamat lalu berikatan dengan molekul Ko-A membentuk suksinat KoA. KoA kemudian dilepas dan digantikan oleh fosfat (P) berasal dari GTP, terikat pada ADP membentuk ATP, menyebabkan suksinil Ko-A berubah menjadi asam suksinat. Asam suksinat melepaskan 2 hidrogen (2H) dan elektron yang ditangkap FAD membentuk FADH2, asam suksinat berubah menjadi asam fumarat. Kemudian asam fumarat dapat menggunakan air (H2O) menjadi asam malat, selanjutnya asam malat melepaskan hidrogen dan elektron ditangkap oleh NAD+ membentuk NADH. Dan akhirnya asam malat berubah menjadi asam oksaloasetat. Asam aksaloasetat yang

mendapat transfer 2 atom karbon (2C) dari asetil Ko-A akan menjadi siklus Krebs kembali. Hasil Siklus Krebs Pada akhir siklus Krebs ini akan terbentuk kembali asam oksaloasetat yang berikatan dengan molekul asetil koenzim A yang lain dan berlangsung kembali siklus Krebs, karena selama reaksi oksidasi pada molekul glukosa hanya dihasilkan 2 molekul asetil koenzim A, maka siklus Krebs harus berlangsung sebanyak dua kali. Jadi hasil bersih dari oksidasi 1 molekul glukosa akan dihasilkan 2 ATP dan 4 CO2 serta 8 pasang atom H yang akan masuk ke rantai transpor elektron. c. SISTEM TRANSPORT ELEKTRON

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi aerob. Transpor elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transpor elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen, koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a.

Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP.

Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini lagi-lagi menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP. Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH sebanyak 10 dan FADH2 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.

Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP Dan kira-kira 2 ATP untuk setiap oksidasi FADH2. Jadi, dalam transpor elektron dihasilkan kira-kira 34 ATP. Ditambah dari hasil Glikolisis (2ATP) dan siklus Krebs (2 ATP), maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP Jadi dari satu molekul glukosa menghasilkan total 38 ATP. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP. (lihat gambar)

http://id.scribd.com/doc/79544835/Respirasi-aerob

1.2.1

Respirasi Anaerob.

Respirasi anaerob: C6H12O6 2 C2 H5OH + 2 CO2 + 28 kkal + 2 ATP Respirasi anaerob terjadi bila tidak ada oksigen. Respirasi aerob oksigen berperan sebagai penerima elektron terakhir. Bila peran oksigen digantikan oleh zat lain, terjadilah respirasi anaerob. Organelaorganela dan reaksi-reaksi yang terlibat dalam proses respirasi aerob sama dengan respirasi anaerob. Adapun zat lain yang dapat menggantikan peran oksigen antara lain NO3 dan SO4. Sejauh ini baru diketahui bahwa yang dapat menggunakan zat pengganti oksigen merupakan golongan mikroorganisme. Apabila tidak tersedia oksigen, organisme tingkat tinggi mengubah energi potensial kimia menjadi energi kinetik melalui proses fermentasi. Pada kebanyakan tumbuhan dan hewan, respirasi yang berlangsung adalah respirasi aerob, namun demikian dapat saja terjadi respirasi aerob terhambat karena sesuatu hal, maka hewan dan tumbuhan tersebut melangsungkan proses fermentasi yaitu proses pembebasan energi tanpa adanya oksigen, yang disebut respirasi anaerob. Respirasi anaerob merupakan reaksi pemecahan karbohidrat untuk mendapatkan energi tanpa menggunakan oksigen. Apabila kita melakukan konstraksi otot terlalu kuat misalnya berlari-lari, maka sel-sel jaringan otot kita juga melakukan respirasi anaerob. Pada keadaan oksigen yang tidak mencukupi untuk respirasi maka terjadi penimbunan asam laktat di dalam sel dan akan menimbulkan kelelahan. Proses penguraian pada respirasi anaerob disebut fermentasi. Dari hasil akhir fermentasi, jenis fermentasi dibedakan menjadi fermentasi asam laktat/asam susu, dan fermentasi alkohol. Pada respirasi anaerob, jalur yang ditempuh meliputi: a. Lintasan glikolisis. b. Pembentukan alkohol (fermentasi alkohol) atau pembentukan asam laktat (fermentasi asam laktat). c. Akseptor elektron terakhir bukan oksigen, tetapi molekul alkohol dan atau asam laktat. d. Energi dihasilkan hanya 2 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa. Jenis-Jenis Permentasi 1) Fermentasi Asam Laktat Fermentasi asam laktat adalah fermentasi glukosa yang menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat dimulai dengan glikolisis yang menghasilkan asam piruvat, kemudian berlanjut dengan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat. Pada fermentasi asam laktat, asam piruvat bereaksi secara langsung dengan NADH membentuk asam laktat. Fermentasi asam laktat dapat berlangsung ketika pembentukan keju dan yoghurt. Pada sel otot manusia yang bersifat fakultatif anaerob, terbentuk ATP dari fermentasi asam laktat jika kondisi kandungan oksigen sangat sedikit. Pada pembentukan

ATP yang berlangsung secara aerob, oksigennya berasal dari darah. Sel mengadakan perubahan dari respirasi aerob menjadi fermentasi. Hasil fermentasi berupa asam laktat akan terakumulasi dalam otot sehingga otot menjadi kejang. Asam laktat dari darah akan diangkut ke dalam hati yang kemudian diubah kembali menjadi asam piruvat secara aerob. Fermentasi pada sel otot terjadi jika kandungan O2 rendah dan kondisi dapat pulih kembali setelah berhenti melakukan olahraga. Proses fermentasi asam laktat merupakan suatu pemborosan karena sebagian besar energi bebas masih berada dalam 2 molekul asam laktat ( 639 kkal dari 686 kkal yang terkandung di dalam 1 molekul glukosa).

2) Fermentasi alkohol Setiap reaksi dalam metabolisme memerlukan bahan baku sebagi substrat awal. Nah, seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa glikolisis dapat menggunakan bahan seperti karbohidrat, baik kompleks (maltosa) maupun sederhana (glukosa). Demikian juga pada fermentasi alkohol maupun asam laktat. Pada fermentasi alkohol, piruvat hasil glikolisis akan mengalami dekarboksilasi (melepas CO2) sehingga membentuk asetaldehid. Anda tentu masih mengingat bahwa glikolisis memerlukan NAD untuk diubah menjadi NADH, bukan? Nah, pada fermentasi alkohol ini, NADH yang dihasilkan tersebut digunakan untuk mereduksi asetaldehid menjadi etanol. Oleh karena itu, asetaldehid merupakan senyawa organik sebagai penerima hidrogen terakhir pada fermentasi alkohol. Beberapa organisme bersel satu yang berperan dalam fermentasi alkohol adalah ragi (khamir) dan bakteri. Saccharomyces cereviceae merupakan khamir yang berperan dalam pembuatan tape. Alkohol merupakan hasil fermentasi larutan gula oleh khamir. Untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas fermentasi alkohol pada bahan, dapat dilihat berdasarkan gas CO2 yang dihasilkan (dilihat dari ada tidaknya gelembung udara) dan ada tidaknya alkohol yang dihasilkan (dapat dicium bau alkoholnya). Tingkat efisiensi fermentasi jauh lebih rendah dibandingkan tingkat efisiensi respirasi. 3) Fermentasi Asam Cuka Fermentasi asam cuka merupakan fermentasi yang berlangsung dalam keadaan aerob. Fermentasi ini dilakukan oleh bakteri asam cuka (Acetobacter aceti) dengan substrat etanol. Energi yang dihasilkan 5 kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh fermentasi alkohol secara anaerob. http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-xii-biologi/pengertian-respirasianaerob-fermentasi/

2. Memahami dan Menjelaskan Peran Hemoglobin di dalam Tubuh 2.1 Struktur

Hemoglobin adalah metalprotein pengangkut oksigen yang mengandung besi dalam sel merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi (Wikipedia, 2007). Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paruparu ke jaringan-jaringan (Evelyn, 2009). Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hemoglobin adalah kompleks protein-pigmen yang mengandung zat besi. Kompleks tersebut berwarna merah dan terdapat didalam eritrosit. Sebuah molekul hemoglobin memiliki empat gugus haeme yang mengandung besi fero dan empat rantai globin (Brooker, 2001). Hemoglobin adalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka protoperphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah merah karena Fe ini. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengantarkan oksigen dari paru-paru ke jaringan di seluruh tubuh dan mengambil karbondioksida dari jaringan tersebut dibawa ke paru untuk dibuang ke udara bebas. Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Mutasi pada gen protein hemoglobin mengakibatkan suatu golongan penyakit menurun yang disebut hemoglobinopati, di antaranya yang paling sering ditemui adalah anemia sel sabit dan talasemia. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama. Tiap subunit memiliki berat molekul kurang lebih 16,000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi sekitar 64,000 Dalton.

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah. HB02 adalah oksihemoglobin yg membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termaksud otak. 2.2 Fungsi Keadaan tersebut dapat dijelaskan berdasarkan sistem reaksi kesetimbangan pengikatan oksigen oleh hemoglobin: Hb(aq) + O2(aq) HbO2(aq) Reaksi pengikatan O2 terjadi secara bertahap: 1. 2. 3. 4. Hb + O2 = HbO2 Hb02 + 02 = Hb(O2)2 Hb02 + 02 = Hb(O2)3 HbO3 + 02= Hb(O2)4

Reaksi keseluruhan: Hb + 4O2 Hb(O2)4 HbO2 merupakan oksihaemoglobin yang berperan dalam membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh termasuk otak. Tetapan kesetimbangan dari reaksi tersebut adalah:

Kc=

Kesetimbangan akan bergeser ke kiri Berdasarkan azas Le-Chatelier, dengan berkurangnya gas oksigen berati kesetimbangan akan bergeser ke kiri, dan berakibat kadar HbO2 di dalam darah menurun. Akibat yang ditimbulkan dari keadaan tersebut, suplai oksigen ke seluruh jaringan akan berkurang. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa mual dan pusing, serta perasaan tidak nyaman pada tubuh. Kondisi tersebut akan mengakibatkan tubuh berusaha beradaptasi dengan memproduksi hemoglobin sebanyak-banyaknya. Dengan meningkatnya konsentrasi

hemoglobin akan menggeser kembali kesetimbangan ke kanan dan HbO2 akan meningkat kembali seperti semula. Penyesuaian ini berlangsung kurang lebih 2-3 minggu. Dari penelitian, diketahui bahwa kadar hemoglobin rata-rata penduduk yang bertempat tinggal di dataran tinggi akan memiliki hemoglobin lebih tinggi daripada penduduk yang bertempat tinggal di dataran rendah. 3. Memahami dan Menjelaskan Hipoksia 3.1 Definisi Hipoksia adalah kandungan oksigen abnormal rendah pada organ dan jaringan tubuh. http://kamuskesehatan.com/arti/hipoksia/ 3.2 Macam-macam Hipoksia Berdasarkan penyebabnya hipoksia dibagi menjadi 4 kelompok, yakni : hipoksia hipoksik, hipoksia anemic, hipoksia stagnan dan hipoksia histotokik. Jenis Hipoksia hipoksik, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru. Sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah, dan gagal untuk masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan / obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah atau oleh trauma/ kekerasan yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya. Jenis kedua adalah hipoksia anemic, yakni keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme seluler. Seperti, pada keracunan karbon monoksida (CO), karena afinitas CO terhadap hemoglobin jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas oksigen dengan hemoglobin. Jenis hipoksia stagnan, adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak mampu membawaoksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi, seperti pada heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak. Sedangkan hipoksia histotokik, ialah keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan yang tidak mampu menyerap oksigen, salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sinida dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen yang dibawa darah. http://lampung.tribunnews.com/2012/04/25/hipoksia-terbagi-menjadi-empat-jenis

3.3 Penyebab dan Gejala Gejala Hipoksia Penurunan Kesadaran (Tahap Lanjutan) Mual Euforia Kelelahan Sesak Nafas Sakit kepala Kebiruan - Kulit (Ditemukan dalam Kasus Tertentu) Kejang (Tahap Lanjutan) Kehilangan Kesadaran (Tahap Lanjutan) Kelelahan - Otot Rasa Geli Gangguan Visual Nafas Cepat Kehilangan Konsentrasi http://medisato.com/id/hipoksia-gejala/#ixzz2FTXjAcFV

Penyebab hipoksia Hipoksia bisa disebabkan oleh perpindahan dari dataran rendah ke dataran tinggi. Udara dataran tinggi tidak banyak mengandung oksigen sehingga orang yang terbiasa hidup di dataran rendah bisa mengalami hipoksia. Kekurangan oksigen juga bisa disebabkan oleh suatu penyakit. Kondisi ini dikenal dengan nama iskemik hipoksia. Penyakit yang menjadi biang keladi iskemik hipoksia ini beragam jenisnya. Misalnya karena diabetes, kolesterol tinggi, ataupun penyakit yang berhubungan dengan jantung. Akibatnya penyakit tersebut membuat tubuh merasa kekurangan pasokan oksigen meski sebenarnya jumlah oksigen yang dihirup dari udara sama banyaknya seperti orang lain. Tubuh selalu merasa kekurangan oksigen. Padahal jumlah oksigen yang dihirup sama banyaknya dengan orang normal. Ini karena penyakit-penyakit tersebut berpotensi membuat sumbatan pada pembuluh dimana darah dan oksigen mengalir. Jika aliran darah terhalang, otomatis pasokan oksigen di dalam berkurang. Bahkan, iskemik hipoksia ini bisa menimbulkan penyakit lain yang tidak kalah serius. Mulai dari jaringan kulit hingga jaringan otak pun bisa terkena efeknya. Sel-sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melemah, bahkan bisa saja sampai mati. Bukan tidak mungkin pula jika kondisi kekurangan oksigen ini dibiarkan bisa mengakibatkan kematian. Itu disebabkan karena oksigen sudah tidak bisa mengalir

lagi ke jaringan tubuh. Kondisi tersebut disebut anoksia. Kondisi ini sudah lebih sulit untuk ditangani lagi.

3.4 Mekanisme Bila orang naik ke tempat yang tinggi dari permukaan laut, maka gaya fisiologi akan terjadi. Tekanan barometer ( udara lingkungan ) menjadi berkurang. Penurunan barometer ini akan menyebabkan terjadinya mekanisme hipoksia. Secara beruntun tekanan barometer turun dan membuat tekanan oksigen ikut pula turun dan berkurang jumlahnya, sehingga pernapasan yang dilakukan paru - paru terganggu. Selanjutnya, unsur racun karbon monoksida ikut menumpuk dan berusaha 'memanggil' susunan pernapasan di medulla oblongata ( batang otak ). Lalu karbon monoksida dilepaskan dari darah paru - paru ke dalam alveolus ( penyaring di paru - paru ). Bila racun karbon monoksida itu menumpuk di paru - paru, maka tubuh otomatis menjadi lemas. Artinya, cadangan udara bersih sudah tertutup oleh karbon monoksida. Keadaan ini tentu saja membuat orang menjadi panik. Pendaki gunung yang mengalami hal seperti itu tentunya akan cepat pingsan. Keadaan fatal ( kematian ) akan dipercepat jika sebelumnya pendaki gunung ini mengidap penyakit asma, bronchitis kronis, disebabkan defisit metabolik di dalam sel saraf. Efek hipoksia yang paling dini terhadap fisiologi tubuh adalah menurunnya ketajaman penglihatan di malam hari. Kecepatan paru - paru meningkat. Bila keadaan lebih tinggi lagi, ditemukan gejala seperti: rasa mengantuk, kelesuan, kelelahan mental, sakit kepala, mual dan kadang - kadang euforia atau rasa yaman yang semu. Gejala sakit kepala memang tampak dominan. Jika berlebihan, membuat kejang clan mengakibatkan koma clan mati rasa. Pertimbangan daya ingat terhadap lingkungan menjadi berkurang, sehingga menvebabkan kurangnya kontrol terhadap gerakan motorik terganggu. Akibatnya, kemungkinan kecelakaan jauh lebih besar. TINGKAT HIPOKSIA Hipoksia Fulminan. Dimana terjadi pernapasan yang sangat cepat. Paru - paru menghirup udara tanpa adanya udara bersih ( oksigen ). Sering dalam waktu satu menit akan jatuh pingsan. Hipoksia Akut. Terjadi pada udara yang tertutup akibat keracunan karbon monoksida. Misalnya, seorang pendaki gunung tiba - tiba panik takkala udara belerang datang menyergap. Udara bersih tergantikan gas racun, akhirnya paru paru tak kuasa menyedot udara bersih. Mendadak ia pingsan. DAMPAK DARI HIPOKSIA Dampak dari hipoksia adalah : - kesulitan dalam koordinasi, berbicara, dan konsentrasi

- kesulitan bernapas, mengantuk, kelelahan dan sianosis - penurunan penglihatan, pendengaran dan fungsi sensorik lainnya - keringat dingin bila berlanjut dapat mengakibatkan ketidaksadaran dan akhirnya meninggal. hal ini tergantung pada ketinggian dan kondisi pendaki. Proses hipoksia timbul secara perlahan. Biasanya pendaki gunung yang terlalu lama dalam perjalanan pendakian, sesampainya di rumah tubuhnya tidak bisa menerima perubahan suhu. Hipoksia yang terjadi berjalan agak lama. Tentu saja hal ini akan mengganggu proses pernapasan yang dilakukan paru - paru. Untuk mencegah dampak buruk dari hipoksia, para pendaki gunung yang sebelumnya mengidap penyakit jantung, pernapasan clan sirkulasi darah dianjurkan untuk tidak mencapai ketinggian yang melebihi daya tahan tubuh, Dengan demikian, sebelum mendaki gunung periksa keadaan diri. 3.5 Bahayanya Terhadap Aktivitas Sel 1.Kelelahan Otot Sel tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk mendapatkan energy. Tubuh kita membutuhkan oksigen sebagai bahan bakar reaksi kimia antara gula dan oksigen dan menghasilkan ATP . Bila oksigen tersedia di dalam tubuh secara normal , maka mitokondria akan memproduksi ATP , tapi apabila tidak ada mitokondria tidak dapat membuat ATP kekurangan oksigen akan menurunkan cadangan energy tubuh , dan akan kekurangan ATP akan menggangu sinyal elektris dari otak ke otot , sehingga membuat otot lelah. Tapi ATP dapat diproduksi juga melalui proses glikolisis di sitosol , tapi ATP yang dihasilkan tidak sebanyak yang dihasilkan di dalam mitokondria. 2.Kematian Sel Sel manusia mengalami metabolism aerob yang membutuhkan oksigen didalam prosesnya,apabila kekurangan oksigen maka tubuh akan mengganti proses metabolism aerob dengan anaerob , yang menghasilkan energy lebih sedikit daripada metabolism aerob. Sehingga energy tersebut tidak cukup utnuk mempertahankan membrane sel, yang menyebabkan sel mengalami kerusakan dan kematian . 3.6 Penanganan Sebenarnya, untuk mengatasi masalah kekurangan oksigen ini cukup mudah. Cukup dengan memberi oksigen kepada penderita. Masalahnya, tidak semudah itu masalah kekurangan oksigen bisa diatasi. Jika kekurangan oksigen disebabkan oleh penyakit, maka pemberian oksigen hanyalah bersifat pertolongan sementara. Penanganan untuk iskemik hipoksia didasari dari penyakit yang menyebabkan kondisi tersebut. Misalnya jika kekurangan oksigen disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah, maka penanganan yang utama bisa dengan memberi stent pada pembuluh darah. Sehingga aliran darah lebih lancar dalam mengalirkan oksigen ke seluruh

jaringan tubuh. Selain itu bisa juga diberikan obat-obatan penunjang sesuai dengan kondisi pasien. 1. Terapi Oksigen Hiperbarik Oksigen hiperbarik (HBO2) secara signifikan meningkatkan kekuatan difusi oksigen, sehingga meningkatkan ketersediaan oksigen ke jaringan. Hal ini membantu untuk memperbaiki efek negatif dari hipoksia dan mengembalikan oksigenasi jaringan normal. Suatu bentuk terapi dengan cara memberikan 100% O2 kepada pasien dalam suatu hyperbaric chamber yaitu ruangan yang memiliki tekanan lebih dari udara atmosfir normal. 2. Terapi Oksigen (O2) Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2 adalah untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, dan untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard. Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol,Tidak terjadi penumpukan CO2, mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah, efisien dan ekonomis, dan nyaman untuk pasien. Metode-metode yang digunakan dalam terapi oksigen: a. Kateter nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Keuntungan : Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat. b. Kanula nasal Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran 1 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. Keuntungan : Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir. c. Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 8 L/mnt dengan konsentrasi O2 40 60%. Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 80% dengan aliran 8 12 L/mnt Keuntungan : Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir Kerugian : Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat. e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugian : Kantong O2 bisa terlipat. 3. Pemberian Asetozolamid Obat ini menghambat karbonat anhidrase menyebabkan peningkatan ekresi Hco3- di urin merangsang pernapasan, meningkatkan PCO2 dan mengurangi pembentukan cairan serebrospinal.

Anda mungkin juga menyukai