Anda di halaman 1dari 45

1

Putri Nurfaadhilah B
1102013232
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi dan Histologi Organ Reproduksi Wanita
1.1. Anatomi
Genitalia
Gambar
1.
intera
wanita
(Netter, 2014)
Uterus
Suatu
seperti

Makroskopis
Intera
Organ

organ
muskular berbentuk
buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa).
Selama kehamilan

berfungsi
tempat
nutrisi
Pada saat

adanya

sebagai
implatansi,
retensi dan
konseptus.
persalinan
dengan

kontraksi
dinding
uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Uterus memiliki bentuk seperti buah pir
dengan panjang 7-8 cm, dan terdiri dari corpus (fundus dan isthmus), serta cervix. Pada potongan
coronal, terlihat bahwa cavitas uteri berbentuk segitiga, namun pada potongan sagittal, cavitasnya hanya
terlihat seperti jalur tipis. Posisi normal uterus pada tubuh adalah anteflexi. (Snell, 2012)
Cervix Uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan / menembus dinding dalam vagina)
dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen
dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi 7 epitel skuamokolumnar
mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum). Sebelum melahirkan
(nullipara/primigravida) lubang ostium externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-posterior,
setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang

mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air.
Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi
siklus haid. (Snell, 2012)
Corpus Uteri
Terdiri dari, paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada ligamentum latum uteri di
intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam
arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang
melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormonhormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi ke anterior, fundus uteri
berada di atas vesica urinaria. Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi
selama pertumbuhan dan perkembangan wanita. (Snell, 2012)
Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum cardinale, ligamentum ovarii,
ligamentum sacrouterina propium, ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina,
ligamentum rectouterina. (Snell, 2012)
Suplai Darah Ateri
Suplai darah ke uterus yang utama adalah dari arteri uterina (cabang dari arteri iliaca interna).
Pembuluh darah ini dapat mencapai uterus dengan cara menembus secara medial pada bagian basal
dari ligamentum latum uteri. Arteri uterina ini kemudian bersilangan di atas ureter dan mencapai
cervis. Mulai dari cervix, arteri uterina berjalan ke atas sepanjang dinding lateral uterus. Pada
akhirnya, ateri uterina beranastomosis dengan arteri ovarica. (Snell, 2012)

Drainase Darah Vena

Vena uterina berjalan beriringan dengan arteri uterina, dan bermuara ke vena iliaca interna

Gambar 2. Perdarahan uterus, ovarium, dan vagina (Netter, 2014)


Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm,
berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga
lapisan : serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari
pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria, dengan
karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda- beda pada setiap bagiannya. (Snell, 2012)
Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba pengendali transfer gamet.
Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula / infundibulum, dan pada hamil ektopik
(patologik) sering juga terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini.
Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada ujungnya, melekat dengan
permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi menangkap ovum yang keluar saat ovulasi dari
permukaan ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.
(Snell, 2012)

Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi
mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula.
Fungsi
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel
germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi (pengeluaran ovum),
sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh
korpus luteum pascaovulasi).
Ligamen Penggantung
a. Ligamentum suspensorium ovarii: menghubungkan mesovarium dengan dinding lateral pelvis
b. Ligamentum propium ovarii: menghubungkan ovarium dengan bagian lateral uterus
Suplai Darah Arteri
Ovarium mendapat suplai darah arteri dari Arteri Ovarica yang merupakan percabangan langsung
dari aorta abdominalis (percabangannya berada setinggi lumbal 1 vertebrae).
Drainase Darah Vena
Vena ovarica dextra bermuara langsung dengan vena cava inferior, sementara vena ovarica sinistra
bermuara dahulu pada vena renalis, baru menuju vena cava inferior.
Persarafan
Suplai saraf ovarium didapatkan dari plexus aorta yang beriringan dengan arteri ovarica
(Snell, 2012)

Gambar 3. Perdarahan ovarium (Netter, 2014)


Genitalia Externa
Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora,
labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, ostium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding
vagina.
Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai
ditumbuhi rambut pubis. (Snell, 2012)

Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus
vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada
batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura
posterior).
Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat
pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf. (Snell, 2012)
Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus clitoridis yang
tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat
juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat
sensitif. (Snell, 2012)
Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari
sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/ostium, yaitu ostium urethrae externum, introitus vaginae,
ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina
terdapat fossa navicularis. (Snell, 2012)
Introitus / ostium vaginae
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu
selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah
menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat
coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan
robekan(misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae
myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan /
para. (Snell, 2012)

Gambar

4.

Anatomi
vulva
(Netter,
2014)
Vagina
Vagina merupakan rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian
kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi
dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki
dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti
siklus haid. Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas
dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. (Snell, 2012)
Fungsi
vagina yaitu untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi
(persetubuhan).
Suplai Darah Arteri
Vagina mendapatkan suplai darah dari arteria vaginalis (cabang dari arteri iliaca interna), dan ramus
vaginalis arteri uterina.

Drainase Darah Vena


Vena vaginalis bermuara ke vena iliaca interna.

Gambar 5.

Potongan
uterus dan organ di sekitarnya (Netter, 2014)

sagittal

Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani,
m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada
persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
(Snell, 2012)

Gambar 6. Perineum wanita (Agur & Daley, 2013)


1.2. Histologi
Ovarium
Ovarium merupakan organ dengan jumlah sepasang yang
dibungkus oleh mesothelium (epitel germinal) dan tunica
albuginea. Ovarium dibagi menjadi dua bagian, yaitu cortex
dan medulla. Pada cortex, terdapat berbagai macam stadium

folikel: folikel primordial, folikel primer, folikel sekunder, dan folikel graaf. Selain itu, pada cortex juga
dapat ditemukan corpus luteum. Corpus luteum merupakan glandula endokrin sementara yang terbentuk
setelah terjadinya ovulasi. Corpus luteum kemudian berdegenerasi dan menetap di ovarium membentuk
corpus albicans. Folikel juga ada yang mengalami degenerasi (atresia) sebelum terjadinya ovulasi, inilah

yang disebut folicel atretis. Pada medulla terdapat jaringan ikat, pembuluh darah, serabut saraf, dan
pembuluh limfatik.
(Cui, 2011)
Gambar 7. Histologi ovarium (Cui, 2011)

Folikel

10

Gambar 8. Histologi folikel ovarium (Cui, 2011)


Pada ilustrasi di atas, tergambar stadium-stadium pematangan folikel: folikel primordial (resting),
folikel primer unilaminar, folikel primer multilaminar (growing follicle), folikel sekunder (antral atau
vesicular), dan folikel graaf (preovulatory). Oosit yang ada pada tiap-tiap folikel ini merupakan oosit
primer (oosit yang immature). Oosit sekunder terbentuk
sesaat sebelum ovulasi (yaitu pada
saat
oosit
telah
selesai
mengalami pembelahan meiosis).
Oosit sekunder
ini tidak lagi mengalami
pembelahan
meiosis,
kecuali apabila oosit
dibuahi. (Cui, 2011)

Gambar 9. Proses pematangan folikel di dalam ovarium (Huether & Rote, 2014)
Folikel Primordial
Folikel primordial merupakan tipe folikel yang paling banyak dan paling kecil, terletak di cortex
ovarium. Oosit primer dikelilingi oleh sel epitel selapis
gepeng (sel folikuler). Pada saat lahir, jumlah folikel
primordial sekitar 1 juta di dalam ovarium. Hanya ratusan
dari folikel primordial ini yang mengalami maturasi.

11

Gambar 10. Histologis folikel primordial (Cui, 2011)


Folikel Primer
Di dalam folikel primer, terdapat oosit primer dan sel folikel kuboidal. Folikel ini merupakan
pertambahan tinggi dari folikel sebelumnya (dari selapis gepeng menjadi kuboid). Pada tahap ini,
sel-sel folikel disebut sebagai sel granulosa. Folikel primer terbagi menjadi 2 tipe: folikel primer
unilaminar dan folikel primer multilaminar.
Folikel unilaminar: folikel yang memiliki 1 lapis sel granulosa kuboid, dan memiliki oosit yang
lebih kecil.
Folikel multilaminar: folikel yang memiliki beberapa lapis sel granulosa, dan ada oosit yang lebih
besar.
Ketika oosit semakin bertambah besar, terbentuk zona pellucida, yaitu lapisan amorphus antara
permukaan oosit dengan sel granulosa. Pada bagian luar
membrana basalis sel granulosa, terdapat theca folliculi.

Gambar 11. Histologis folikel primer (Cui, 2011)


Folikel Sekunder
Khas pada folikel sekunder adalah adanya cairan folikuler (liquor folliculi) yang mengisi ronggarongga sel granulosa. Rongga ini kemudian bersatu membentuk daerah yang sangat luas yaitu
antrum. Theca folliculi (yang sebelumnya ada di folikel primer) berdiferensiasi menjadi theca
interna dan theca externa.
Theca interna: sel sekretori berbentuk kuboid, dan berfungsi untuk menghasilkan androgen
(steroid). Androgen ini kemudian berdifusi menuju sel granulosa dan dikonversi menjadi estrogen
(sebagai respon terhadap FSH).

12

Theca externa:
lapisan
jaringan ikat
yang
terdiri
atas kolagen,
sel
epitel
gepeng kecil,
dan
juga
bercampur dengan
sel otot polos.

Gambar 12. Histologis folikel sekunder (Cui, 2011)


Folikel Graaf

13

Folikel graaf merupakan folikel matur (disebut juga folikel preovulatory). Oosit terdorong ke arah
perifer folikel sebagai akibat dari
bertambah

banyaknya volume cairan di antrum, serta sel granulosa yang jumlahnya berkurang. Pada tahap ini,
oosit masih dalam bentuk oosit primer, dan hampir selesai mengalami pembelahan meiosis 1.
Gambar 13. Histologis folikel Graaf (Cui, 2011)

Corpus Luteum
Setelah ovulasi, dinding folikel graaf yang tersisa membentuk corpus luteum. Dinding dari corpus
luteum berlipat-lipat dan mengandung 2 jenis sel: sel lutein granulosa (berasal dari sel granulosa),
dan sel lutein theca (berasal dari sel theca interna).
Sel lutein granulosa berukuran besar dan warna sitoplasmanya pucat. Sel ini berfungsi untuk
menghasilkan progesterone.
Sel lutein theca berukuran lebih
kecil dan memiliki fungsi untuk
mengashilkan hormon steroid:
progesteron serta androgen.

14

Gambar 14. Histologis corpus luteum (Cui, 2011)


Corpus albicans
Apabila tidak terjadi fertilisasi, corpus luteum hanya bertahan pada periode yang singkat (10-14
hari). Corpus luteum berdegenerasi, mengecil, dan membentuk corpus albicans. Corpus albicans
terdiri atas jaringan ikat yang padat; ukurannya akan semakin mengecil di ovarium selama beberapa
bulan hingga beberapa tahun.
Apabila terjadi fertilisasi dan implantasi, corpus luteum dicegah degenerasinya oleh hormon human
chorionic gonadotropin (hCG) yang
dihasilkan plasenta. Pada masa
kehamilan, corpus luteum akan terus
aktif selama 6 bulan kehamilan, setelah
itu corpus luteum berdegenerasi
menjadi corpus albicans. Pembentukan
corpus luteum distimulasi oleh LH
surge.

Gambar 15. Histologis corpus albicans (Cui, 2011)


Tuba Uterina (Falopii)

15

Gambar 16. Histologis tuba uterina (Cui, 2011)


Tuba fallopi dibagi menjadi 4 bagian yaitu: infundibulum, ampulla, isthmus, dan intramural
portion. Infudibulum merupakan jalan keluar dengan bentuk seperti corong. Ampulla memiliki lumen
berlabirin yang cukup besar, karena di tempat inilah fertilisasi biasanya terjadi. Isthmus merupakan
bagian sempit dari tuba fallopi, posisinya dekat dengan uterus. Intramural portion merupakan segmen
terakhir dan terletak di dinding uterus.
Dinding dari tuba fallopi terdiri atas mucosa (epitel selapis silindris dan lamina propria), muscularis
(otot polos inner circular dan outter longitudinal), dan serosa. Pada epitel tuba fallopi, terdapat sel silia
dan sel peg. Sel silia berfungsi untuk mendorong oocyte menuju uterus. Sel peg merupakan sel sekretori
yang berfungsi untuk menutrisi dan menjaga oocyte, serta dapat membantu fertilisasi.
Uterus
Uterus manusia adalah organ berbentuk buah pir dengan dinding berotot tebal. Badan atau korpus
membentuk bagian uterus. Bagian atas uterus yang membulat dan terletak diatas pintu masuk tuba
uterina disebut fundus. Bagian bawah uterus yang lebih sempit dan terletak dibawah korpus adalah
serviks. Serviks menonjol dan bermuara ke dalam vagina.
Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan :
1. Perimetrium : bagian luar yang dilapisi oleh serosa atau adventitia
2. Miometrium : terdapat 3 lapisan otot yang batas-batasnya kurang jelas. Tiga lapisan otot tersebut
adalah
Lapisan Sub vascular : serat-serat otot tersusun memanjang
Lapisan Vaskular : lapisan otot tengah tebal, serat tersusun melingkar dan serong dengan banyak
pembuluh darah.
Lapisan Supravaskular : lapisan otot luar memanjang tipis.
3. Endometrium : dilapisi oleh epitel selapis silindris yang turun kedalam lamina propia untuk
membentuk banyak kelenjar uterus. Umunya endometrium dibagi menjadi dua lapisan fungsional,
Stratum functionale di luminal, dan stratum basale di basal. Pada wanita yang tidak hamil , stratum
functionale superfisial dengan kelenjar uterus dan pembuluh darah terlepas atau terkelupas selama

16

menstruasi, meninggalkan stratum basale yang utuh dengan sisa-sisa kelenjar uterus basal sebagai
sumber untuk regenerasi stratum functionale yang baru.
Arteri uterina di ligamentum latum membentuk arteri arkuata. Arteri ini menembus dan berjalan
melingkari miometrium uterus. Pembuluh darah aruata membentuk arteri rectae (lurus) dan spiralis yang
mendarahi endometrium.
Fase Menstruasi
Dinding uterus terdiri atas endometrium, myometrium, dan serosa. Endometrium dan mucosa uterus
dilapisi oleh sel-sel epitel dan glandula uterina pada bagian stroma dari jaringan pengikatnya.
Endometrium terdiri atas basalis (lapisan basal) dan functionalis (lapisan fungsional). Lapisan
fungsionalis adalah bagian terdekat dari lumen dan pada siklus menstruasi, mengalami beberapa
perubahan. Pada saat fase menstruasi, lapisan fungsionalis ini meluruh akibat dari iskemi dan

nekrosis (karena adanya kontraksi dari arteri). Hal ini terjadi ketika tidak ada fertilisasi, dan corpus
luteum mengalami atropi, sehingga menurunkan kadar estrogen serta progesteron.
Gambar 17. Fase menstruasi endometrium, uterus (hari 1-4 dari siklus) (Cui, 2011)
Fase Proliferative
Fase proliferative merupakan fase setelah terjadinya fase menstruasi. Pada fase ini, terjadi
pembentukan epitel, glandula uterina, dan jaringan penyambung, namun hanya sebatas di lapisan

basal. Pada tahap ini, glandula uterina berbentuk lurus dan memiliki lumen yang sempit; permukaan
dari endometrium masih halus.

17

Gambar 18. Fase proliferatif endometrium, uterus (hari 5-14 dari siklus) (Cui, 2011)

Fase Sekretori
Fase sekretori terjadi sesaat setelah terjadinya ovulasi. Fase ini dipengaruhi oleh progesterone yang
diproduksi di corpus luteum. Pada tahap ini, endometrium menjadi sangat tebal (6-7 mm), dan
glandula uterina terlihat menggulung. Selain itu, terlihat arteri juga menggulung. Arteri-arteri yang
menggulung ini dapat disebut juga spiral artery, yang mana menjalar dari endometrium lapisan
basal ke lapisan fungsional.

Gambar 19. Fase sekretori endometrium (hari 15-28 dari siklus) (Cui, 2011)
Cervix Uteri
Bagian inferior dari uterus membentuk canalis cervicalis. Permukaan endocervix dilapisi oleh epitel
selapis silindris dan sel-sel pensekresi mucus. Ectocervix dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis. Pada
cervix, terdapat glandula mucus yang bercabang-cabang, dinamakan glandula cervicalis. Apabila
glandula ini mengalami obstruksi, dapat menyebabkan cervical cyst (Nabothian cyst).
Sekresi cervix tergantung dari siklus menstruasi, namun permukaan mucosanya tidak meluruh seperti
endometrium pada fase menstruasi. Stroma cervicalis terdiri atas jaringan ikat padat dan sedikit otot
polos.

18

Gambar 20. Histologis cervix uteri (Cui, 2011)

Vagina

19

Gambar 21. Histologis vagina (Cui, 2011)


Vagina
merupakan
organ
berbentuk
tubuler yang

menghubungan
genital externa. Dinding vagina terdiri atas mucosa, muscularis, dan adventitia.

cervix

dengan

Mucosa terdiri atas sel epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk, dan bagian bawahnya terdapat
lamina propria (jaringan ikat padat ireguler). Muscularis terdiri atas otot polos longitudinal dan sel-sel
otot polos oblique. Adventitia terdiri atas jaringan ikat padat (yang dekat dengan muscularis) dan
jaringan ikat longgar (bagian terluar). Vagina lembab karena sekresi cervical, dan memiliki banyak
ujung-ujung saraf pada bagian inferior (dekat dengan lubang masuknya).
2. Memahami dan Menjelaskan Keputihan (Fluor Albus)
1.1. Definisi
Keputihan merupakan masalah klinis yang umum dengan banyak penyebab. Dalam terminologi
terdahulu seperti non spesifik vaginitis atau non spesifik infeksi saluran kelamin bawah sering
digunakan untuk menggambarkan kondisi yang menyebabkan keputihan. Baru-baru ini, definisi cermat
dari sindrom klinis dan peningkatan pengetahuan tentang agen khusus yang menyebabkan infeksi
genital pada wanita telah membuat kemungkinan diagnosis yang tepat (Puri, Madan, & Bajaj, 2003).
1.2. Epidemiologi
Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia
reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya,
meskipun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi
yang rendah. Fluor albus patologis sering disebabkan oleh infeksi, salah satunya bakteri vaginosis (BV)
adalah penyebab tersering (40-50% kasus terinfeksi vagina), vulvovaginal candidiasis (VC) disebabkan
oleh jamur candida species, 80-90% oleh candida albicans, trichomoniasis (TM) disebabkan oleh
trichomoniasis vaginalis, angka kejadiannya sekitar 5-20% dari kasus infeksi vagina (Haryadi, 2011)

20

1.3. Etiologi
Keputihan disebabkan oleh beberapa hal yaitu infeksi, benda asing, penyakit organ kandungan,
kelelahan, gangguan hormon, pola hidup tidak sehat dan stres akibat kerja. Keputihan disebabkan oleh
adanya perubahan flora normal yang berdampak terhadap derajat keasaman (pH) organ reproduksi
wanita (Setyana, 2013)
Beberapa patogen dan penyebab keputihan lainnya tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Patogen dan Penyebab Keputihan Lainnya (Saxena, 2010)


Bakteri
Gonococcus
Penyebab Gonococcus adalah coccus gram negative Neisseria gonorrhoeae ditemukan oleh Neisser in
1879. N. gonorrhoeae adalah diplokok berbentuk biji kopi, bakteri yang tidak dapat bergerak, tidak
memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran 0,8 1,6 mikro, bersifat tahan asam.
Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang cenderung mempengaruhi transmisi
seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam
pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi untuk tumbuh dan mendapatkannya
melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin. Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan
suhu rendah, tumbuh optimal pada suhu 35-37C dan pH 7.2-8.5 untuk pertumbuhan yang optimal.
Pada sediaan langsung dengan gram bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan
gram bersifat gram negative, terlihat diluar dan dalam leukosit, kuman ini tidak tahan lama diudara
bebas, cepat mati dalam keadaan kering, dan tidak tahan zat desinfektan.
Secara morfologik gonokok terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili dan bersifat
virulen, serta 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menyebabkan reaksi radang. Organisme ini menyerang membran mukosa, khususnya
epitel kolumnar yang terdapat pada uretra, servik uteri, rectum, dan konjungtiva.Gambaran tersebut
dapat terlihat pada pemeriksaan Pap Smear, tetapi biasanya bakteri ini diketahui pada pemeriksaan
sedian apus dengan pewarnaan Gram. Cara penularan penyakit ini adalah dengan senggama.
Chlamidia trachomatis

21

Chlamydiasis genital adalah infeksi yang disebakan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, berukuran 0,2
-1,5 mikron, berbentuk sferis, tidak bergerak, dan merupakan parasite intrasel obligat. Terdapat 3
spasies yang pathogen terhadap manusia yaitu, c. pneumonia, c. psittaci, dan c. trachomiasis. C.
trachomiasis sendiri mempunyai 5 macam serovar, serovar A,B,Bs, dan C merupakan trachoma
endemic, serovar B,D,E,F,G,H,I,J dan K dan M merupakan penyebab infeksi traktus genitouranius serta
pneumonia pada neonates. Sementara itu, serovar L1,L2,L3 menyebabkan limfogranuloma verereum.
Yang menjadi dasar pembagian serovar CT adalah ekspresi major outer membrane protein (MOMP).
Masa inkubasi berkisar antara 1-3 minggu. Manifestasi klinis infeksi CT merupakan efek gabungan
beberapa factor, yaitu kerusakan jaringan akibat replikasi CT, respon inflamasi terhadap CT dan bahan
nekrotik dari sel pejamu yang rusak. Sebagian besar CT asimptomatik dan tidak menunjukan gejala
klinis spesifik. [endoservik merupakan organ pada perempuan yang paling sering terinfeksi CT.
walaupun umumnya infeksi CT asimtomatik, 37 % perempuan memberi gambaran klinik duh
mukopurulen dan 19% ektopi hipertrofi. Servisitis dapat ditegakkkan bila ditemukan duh servik yang
mukopurulen, ektopi serviks, edema, dan perdarahan serviks baik spontan maupun dengan hapusan
ringan lidi kapas. Infeksi paada serviks dapat menyebar melalui rongga endometrium hingga mencapai
tuba fallopi. Secara klinis dapat memberi gejala menoragia dan metroragia.
Sebanyak 10% CT pada serviks akan menyebar secara ascendens dan menyebabkan penyakit radang
panggul (PRP). Infeksi CT yang kronis dan/atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba.
Komplikasi jangka panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas akibat obstruksi.
Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti artritis reaktif dan perihepatitis.
Gardanerrella vaginalis
Gardanerrella menyebabkan peradangan vagina yang tidak spesifik dan kadang dianggap sebagai bagian
dari mikroorganisme normal dalam vagina karena seringnya ditemukan. Bakteri ini biasanya mengisi
penuh sel epitel vagina dengan membentuk bentukan khas dan disebut clue cell. Pertumbuhan yang
optimal pada pH 5.0-6.5. Gardanerrella menghasilkan asam amino yang diubah menjadi senyawa amin
yang menimbulkan bau amis seperti ikan.
Treponema Pallidum (Spirochaeta pallida)
Bakteri ini merupakan penyebab penyakit sifilis. Pada perkembangan penyakit dapat terlihat sebagai
kutil-kutil kecil di vulva dan vagina yang disebut kondiloma lata. Bakteri berbentuk spiral P: 6 15 ,
L: 0,25 , lilitan: 9 24 dan tampak bergerak aktif (gerak maju & mundur, Berotasi undulasi sisi ke
sisi) pada pemeriksaan mikroskopis lapangan gelap. Mati pada kekeringan, panas, antiseptik ringan,
hidup beberapa lama di luar tubuh. Penularan dapat secara kontak langsung yaitu melalui coital STD
dan dapat juga melalui non-coital (jarum suntik) sulit terjadi.
Jamur
Candida albicans
Cairan yang dikeluarkan biasanya kental, berwarna putih susu seperti susu pecah atau seperti keju, dan
sering disertai gatal, vagina tampak kemerahan akibat proses peradangan. Dengan KOH 10% tampak sel
ragi (blastospora) dan hifa semu (pseudohifa).

22

Beberapa keadaan yang dapat merupakan tempat yang subur bagi pertumbuhan jamur ini adalah
kehamilan, diabetes mellitus, pemakai pil kontrasepsi. Pasangan penderita juga biasanya akan menderita
penyakit jamur ini. Keadaan yang saling menularkan antara pasangan suami-istri disebut sebagai
phenomena ping-pong.
Parasit
Trichomonas vaginalis
Parasit ini berbetuk lonjong dan mempuyai bulu getar dan dapat bergerak berputar-putar dengan cepat.
Gerakan ini dapat dipantau dengan mikroskop. Cara penularan penyakit ini dengan senggama.
Walaupun jarang dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi, seperti handuk atau bibir kloset.

Virus
Virus Herpes simpleks
Virus herpes yang paling sering > 95% adalah virus herpes simpleks tipe 2 yang merupakan penyakit
yang ditularakan melalui senggama. Namun 15-35% dapat juga disebabkan virus herpes simpleks tipe
1.Pada awal infeksi tampak kelainan kulit seperti melepuh seperti terkena air panas yang kemudian
pecah dan meimbulkan luka seperti borok. Pasien merasa kesakitan.
Human Papilloma Virus
Papovavirus merupakan virus kecil ( diameter 45-55 nm ) yang mempunyai genom beruntai ganda yang
sirkuler diliputi oleh kapsid (kapsid ini berperan pada tempat infeksi pada sel) yang tidak
berpembungkus menunjukkan bentuk simetri ikosahedral. Berkembang biak pada inti sel.
Human Papilloma Virus merupakan penyebab dari kondiloma akuminata. Kondiloma ditandai dengan
tumbuhnya kutil-kutil yang kadang sangat banyak dan dapat bersatu membentuk jengger ayam
berukuran besar. Cairan di vagina sering berbau tanpa rasa gatal. Penyakit ini ditularkan melalui
senggama dengan gambaran klinis menjadi lebih buruk bila disertai gangguan sistem imun tubuh seperti
pada kehamilan, pemakain steroid yang lama seperti pada pasien dengan gagal ginjal atau setelah
transplantasi ginjal, serta penderita HIV AIDS
1.4. Klasifikasi
Keputihan dapat dibedakan antara keputihan yang fisiologis dan patologis. Keputihan fisiologis terdiri
atas cairan yang terkadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang.
Sedangkan pada keputihan yang patologis terdapat banyak leukosit.
Keputihan fisiologis ditemukan pada:
A. Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari; di sini sebabnya ialah pengaruh estrogen dari
plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
B. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen; leukore di sini hilang sendiri,
akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang
C. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran
transudasi dari dinding vagina.
D. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar servik uteri menjadi lebih encer.

23

E. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelanjar servik uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit
menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion porsionis uteri.
(Setyana, 2013)
Penyebab keputihan patologis yang paling penting adalah infeksi. Di sini cairan mengandung banyak
leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau.
Radang vulva, vagina, serviks, dan cavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik; pada adneksitis
gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas,
apabila tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alatalat genital. (Setyana, 2013)
Keputihan patologis digolongkan lagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan patogen infeksiusnya:
Bacterial vaginosis (BV), Candidiasis, Trichomoniasis, infeksi bakterial lainnya (streptococcal,
staphylococcal, E. coli).
1.5. Patofisiologi
Flora Normal Vagina dan pH Normal Vagina
Flora normal yang ada pada vagina wanita asimptomatik antara lain bakteri aerob dan anaerob. Selain
bakteri, juga dapat ditemukan jamuar anaerob. Spesies bakteri dan jamur tersebut tertera pada tabel 2.
Tabel 2. Spesies flora normal vagina wanita asimptomatik (Hoffman, et al., 2012)
Jumlah flora normal anaerob yang ada pada vagina wanita lebih banyak dibandingkan aerob dengan
rasio 10:1. Bakteri ini hidup dan bersimbiosis dengan host.
Umumnya, keasaman vagina bervariasi antara 4-4,5. Meskipun keasaman ini masih belum diketahui
penyebabnya, namun pada vagina terdapat spesies bakteri Lactobacillus yang memproduksi asam laktat,
asam lemak, dan beberapa asam organik lainnya. Spesies bakteri lainnya juga berkontribusi terhadap
pembentukan asam-asam organik seperti produk katabolisme dari protein, sementara bakteri anaerob
berkontribusi dengan cara fermentasi asam amino.
Vaginitis terjadi akibat dari perubahan flora vagina (oleh karena masuknya/introduksi patogen, ataupun
oleh karena perubahan dari lingkungan vagina itu sendiri yang dapat menyebabkan proliferasi patogen).
pH vagina dapat meningkat seiring dengan bertambahnya usia, fase-fase siklus menstruasi, aktivitas
seksual, terapi hormon, pemilihan kontrasepsi, kehamilan, adanya jaringan nekrosis, adanya benda
asing, dan menggunakan produk-produk higenitas atau antibiotik. Perubahan pH vagina ini dapat
menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme patogenik. (Saxena, 2010)
Perubahan lingkungan vagina, misalnya peningkatan produksi glikogen pada wanita hamil, ataupun
gangguan kadar estrogen/progesterone karena penggunaan kontrasepsi oral, dapat menyebabkan
pertumbuhan C. albicans. (Saxena, 2010)
Perubahan Flora Normal Vagina
Apabila terjadi perubahan ekologi (lingkungan) di vagina, maka spesies flora normal akan terganggu.
Contohnya pada remaja perempuan, atau wanita postmenopausal yang tidak menerima replacement
estrogen > mereka memiliki speses Lactobacillus yang lebih rendah daripada wanita produktif.

24

(Hoffman, et al., 2012)


Siklus menstruasi juga berperan terhadap perubahan flora normal vagina. Hal ini terkait dengan
perubahan hormonal. Selain itu, sekret menstruasi yang keluar juga dapat menutrisi spesies bakteri
tertentu > menyebabkan overgrowth dari bakteri tersebut. Meskipun demikian, masih belum jelas
kaitan antara siklus menstruasi dengan infeksi saluran reproduksi wanita bagian atas. (Hoffman, et al.,
2012)
Apabila wanita sedang menjalani terapi antibiotik broad-spectrum, maka dapat terjadi eradikasi spesies
flora normal di vagina. Akibatnya, dapat terjadi inflamasi oleh karena infeksi Candida albicans atau
spesies Candida lainnya. (Hoffman, et al., 2012)
Histerektomi (pengangkatan cervix) dapat menyebabkan perubahan flora di saluran reproduksi.
Umumnya, dapat ditemukan peningkatan jumlah spesies anaerob pasca operasi, terutama peningkatan
Bacteroides fragilis. Selain anaerob, juga dapat ditemukan peningkatan bakteri aerob seperti
Escherichia coli dan spesies Enterococcus. (Hoffman, et al., 2012)
___________________________________________________________________________________
__
Bacterial Vaginosis, Vaginal Candidiasis, Trichomoniasis
Bacterial Vaginosis (Non STD)
Bacterial vaginosis merupakan sindroma yang menandakan adanya abnormalitas flora pada vagina. Saat
ini bacterial vaginosis masih belum diketahui dengan jelas perjalanan klinisnya. Sebelunya, bacterial
vaginitis disebut sebagai Haemophilus vaginitis, Corynebacterium vaginitis, Gardenella atau anaerobic
vaginitis, dan nonspecific vaginitis. (Hoffman, et al., 2012)
Tanpa alasan yang jelas, simbiosis yang terjadi pada flora di vagina menyebabkan overgrowth hanya
pada spesies bakteri tertentu, yaitu Gardenerella vaginalis, Ureaplasma urealyticum, Mobiluncus,
Mycoplasma hominis, dan Prevotella. Bacterial vaginosis juga seringkali diasosiasikan dengan
menurunnya (atau tidak adanya) spesies bakteri yang memproduksi hidrogen peroksida (salah satunya
spesies Lactobacillus). Apapun ekosistem yang terjadi sehingga menyebabkan hilangnya Lactobacillus
pada kasus bacterial vaginosis, masih belum diketahui secara jelas. (Hoffman, et al., 2012)

Normalnya, pada epitel vagina terdapat banyak sekali Lactobacillus acidophilus. Bakteri ini dapat
menghasilkan hidrogen peroksida yang toksik pada bakteri aerob maupun anaerob. Bakteri seperti
Haemophilus vaginalis, Gardnerella mobilicus, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, dan
Peptostreptococcus dapat menghasilkan produk metabolik sampingan seperti amine. Senyawa amine ini
dapat menyebabkan peningkatan pH vagina dan menyebabkan tergerusnya (exfoliasi) sel epitel vagina.
(Hoffman, et al., 2012)
Beberapa faktor risiko bacterial vaginosis antara lain tertera pada tabel 3.
Tabel 3. Faktor risiko bacterial vaginosis (Hoffman, et al., 2012)
Vulvovaginal Candidiasis (Non STD)

25

Beberapa spesies Candida dapat menyebabkan candidiasis. Candida sebetulnya merupakan bagian dari
flora normal kulit, membran mukosa, dan traktus gastrointestinalis. Spesies Candida mengkolonisasi
permukaan mukosa dari manusia sesaat setelah lahir, sehingga risiko infeksi endogen selalu ada. Spesies
candida yang berperan sebagai patogen antara lain C. albicans, C. parapsilosis, C. glabrata, C.
tropicalis, C. guiliermondii, dan C. dubliniensis.
Candidiasis superficialis (baik cutaneous maupun mucosal) terjadi karena peningkatan jumlah Candida
pada daerah tersebut. Peningkatan jumlah Candida ini menyebabkan invasi lokal jamur atau
pseudohyphae ke dalam kulit ataupun lapisan epitel. Candidiasis sistemik terjadi karena Candida masuk
ke dalam aliran darah dan pertahanan fagositik host tidak cukup kuat untuk melawan jamur. Dari
sirkulasi ini, Candida dapat menginfeksi ginjal, katup jantung, dan dapat menyebabkan infeksi candida
dimanapun. Apabila infeksi terjadi di kulit atau mukosa, maka akan terlihat lesi yang ditandai dengan
reaksi inflamasi. Lesi dapat berupa abses piogenik, hingga terjadi granuloma kronik. (Jawetz, et al.,
2013)
Tahap awal terjadinya vulvovaginal candidiasis adalah kolonisasi sel epitel vagina. Perlekatan ke sel
epitel host terjadi karena adanya adhesin ataupun adanya peranan protease. Supaya dapat menembus
perumakaan jaringan dan menyebabkan infeksi yang invasif, Candida albicans harus menginvasi sel
yang normalnya tidak bersifat fagositik seperti epitel dan sel endotel. Temuan histopatologis yang
umum didapat pada kasus candidiasis adalah adanya dinding fungal pada jaringan tersebut.
Terdapat dua mekanisme seluler yang menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan host: (1) invasi
dengan cara mendegradasi dinding sel target secara hidrolitik; (2) menginduksi sel-sel yang normalnya
nonfagositik untuk memakan patogen. Apabila patogen dapat menembus jaringan vagina, maka patogen
akan masuk dalam aliran darah. Penyebaran hematogen sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
infeksi Candidia sistemik.

Gambar 22. Proses kolonisasi dan invasi Candida albicans (Ericson, et al., 2007)
Trichomoniasis (STD)
Trichomonas vaginalis adalah parasit protozoa yang memiliki flagel. Organisme ini berukuran (panjang)
10-20m (lebar) 2-14m. Terdapat axostyle yang memanjang dari bagian posterior organisme tersebut.
Organisme ini hanya memiliki stadium trophozoite (tidak memiliki stadium kista). T. vaginalis
ditularkan melalui hubungan seksual, dan pada umumnya, infeksi bersifat asimptomatik ataupun
menimbulkan gejala yang ringan (baik pada wanita maupun pria).

26

Gambar 23. Morfologi trophozoite Trichomonas vaginalis. (Farrar, et al., 2014)


T. vaginalis umumnya menginfeksi sel epitel gepeng pada saluran genital. Waktu inkubasinya adalah
antara 4-28 hari. T. vaginalis hidup di saluran genital bawah wanita dan di urethra serta prostat pada
pria. Penularan T. vaginalis adalah dari manusia ke manusia melalui hubungan seksual. Saat ini hanya
manusia yang diketahui sebagai host T. vaginalis. Parasit ini tidak memiliki bentuk kista dan sangat sulit
bertahan hidup di lingkungan eksternal. T. vaginalis dapat hidup di luar tubuh manusia pada lingkungan
yang lembab selama >3 jam. Infeksi T. vaginalis dapat menyebabkan peningkatan resepon imunitas
seluler lokal, ditandai dengan adanya inflamasi dari epitel vagina dan exocervix pada wanita; pada pria,
terjadi inflamasi epitel urethra. Pada studi meta-analisis, diketahui bahwa infeksi Trichomonas vaginalis
dapat meningkatkan risiko terkena neoplasia cerix sebanyak 1,9 kali lipat. (Farrar, et al., 2014)

Gambar 24. Daur hidup Trichomonas vaginalis (Saxena, 2010)


Niesseria gonorrhoeae (STD)
Gonorrhea adalah penyakit menular seksual (Sexually Transmitted Disease/STD). Gonorrhea menyebar
melalui kontak dengan penis, vagina, mulut, atau anus. Gonorrhea juga dapat menyebar melalui ibu
pada saat melahirkan anaknya. Penyakit ini memiliki karakteristik yaitu adhesi gonococcus pada
permukan urethra ataupun permukaan mukosa. Gonococcus dapat melakukan penetrasi ke rongga

27

interseluler dan dapat mencapai jaringan ikat subepitel pada hari ke-3 infeksi.
Gejala yang paling umum ditemui adalah urethritis akut yang mengakibatkan dysuria, dan discharge
penis yang purulen. Infeksi dapat menjalar dari urethra hingga ke prostat, vesica seminalis, dan
epididimis sehingga dapat menyebabkan komplikasi seperti epididymitis, prostatitis, periurethral
abscess dan chronic urehtritis. Infeksi juga dapat menyebak melalui jaringan periurethral, sehingga
dapat terbentuk abscess.
Pada wanita, tempat utama infeksi gonorrhea adalah pada endocervix, dan infeksinya dapat menyebar
ke urethra serta vagina. Gonorrhea menyebabkan discharge mucopurulen pada wanita. Gejala yang
umumnya dikeluhkan pasien adalah keputihan, dysuria, dan nyeri abdomen. Infeksi juga dapat menjalar
ke glandula Barholin, endometrium, dan tuba fallopi.
Penyebab Keputihan Lainnya
Selain karena infeksi mikrobiologi dan parasit, keputihan juga dapat disebabkan oleh benda asing
(kondom, tampon yang menyangkut di vagina), polyp cervical, keganasan saluran genital, fistula, dan
reaksi alergi. Apabila ada bukti kuat bahwa pasien tidak mengalami infeksi, maka dapat dikonfirmasi
bahwa pasien tersebut mengalami keputihan fisiologis. Diketahui bahwa beberapa metode kontrasepsi

juga dapat menyebabkan keputihan. Pasien yang mengeluh adanya keputihan harus ditanyakan
mengenai kontrasepsi yang saat ini dipakai dan yang pernah dipakai.
1.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang umumnya dikeluhkan pasien antara lain rasa gatal, dysuria, perdarahan
abnormal, nyeri perut atau panggul, dan demam

28

1.7. Diagnosis & Diagnosis Banding


Anamnesis
Pada wanita yang datang dengan keluhan keputihan (terutama apabila pasien merasakan bahwa
keputihan yang saat itu dikeluhkan berbeda dengan keputihan biasanya), maka hal yang paling penting
untuk diketahui adalah riwayat klinisnya. Pasien dapat datang dengan kekhawatiran terkena STI
(Sexually transmitted infection = STD) atau keganasan, sehingga harus dieksplorasi lebih lanjut.
Adanya keputihan saja sebetulnya bukan merupakan prediktor yang baik untuk STI. Sehingga perlu
dipastikan lagi dengan menanyakan ke pasien mengenai riwayat hubungan seksualnya (misalnya jumlah
pasangan seksualnya, aktivitas seksualnya, penggunaan kondom, dan gender partnernya). Wanita yang
aktif secara seksual memiliki risiko terkena STI lebih tinggi apabila berusia <25 tahun. Selain itu,
wanita yang memiliki pasangan seksual lebih dari 1, atau yang sering berganti-ganti selama 12 bulan,
juga memiliki risiko yang tinggi terkena STI.
Pertanyaan yang perlu ditanyakan antara lain mengenai:
a. Apa perubahan yang dirasakan
b. Onset terjadinya keputihan
c. Durasi terjadinya keputihan
d. Bau yang dikeluarkan dari sekret
e. Warna sekret
f. Konsistensi sekret
g. Faktor eksaserbasi (misalnya muncul setelah coitus, atau lainnya)
h. Perubahan siklus menstruasi
(Management of Vaginal Discharge in Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)
Selain itu, penting juga untuk menanyakan gejala klinisnya:
a. Rasa gatal
b. Dispaerunia superficial
c. Dysuria
d. Perdarahan abnormal (berat, saat intermenstrual ataupun postcoital)
e. Dispareunia dalam
f. Nyeri perut atau panggul
g. Demam
(Management of Vaginal Discharge in Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)
Pemeriksaan Fisik
Apabila dari anamnesis dugaannya ke arah candidiasis atau bacterial vaginosis, maka risiko terkena STI
rendah. Apabila tidak ada gejala-gejala indikatif infeksi saluran genital atas, maka terapi untuk
candidiasis ataupun bacterial vaginosis dapat dilakukan tanpa pemeriksaan fisik (manajemen
sindromik). Pasien direkomendasi untuk dilakukan pemeriksaan fisik apabila gejala tidak mereda, atau
gejalanya berulang.
Pemeriksaan STI harus direkomendasi untuk wanita yang aktif secara seksual. Apabila wanita menolak
untuk dilakukan pemeriksaan fisik, maka vulvovaginal swab (VVS) dapat dilakukan sendiri untuk

29

mengetes chlamydia +/- gonorrhoea dengan cara nucleic acid amplification test (NAAT). Tes urine
direkomendasikan untuk pria, namun pada wanita, sebaiknya dilakukan tes NAAT VVS atau swab
endocervical.
Wanita yang setuju untuk dilakukan pemeriksaan fisik, diukur keasaman vagina nya dengan
menggunakan kertas indikator pH dengan range yang sempit (pH 4-7). Sekret dari dinding lateral vagina
ditampung dengan menggunakan swab atau loop. Pemeriksaan pH penting dilakukan untuk mengetahui
adanya candida (pH<4.5), ataupun Bacterial Vaginosis/Trichomonas Vaginalis (pH > 4.5). Namun
pemeriksaan pH tidak dapat membedakan BV dan TV. Apabila ada dugaan STI, ataupun apabila ada
permintaan dari pasien untuk tes STI, maka dilakukan swab endocervical untuk memeriksa adanya
chlamydia dan gonorrhea.
(Management of Vaginal Discharge in Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)
a. Inspeksi vulva (untuk melihat adanya discharge dalam jumlah banyak, vulvitis, ulkus, ataupun lesilesi lainnya)
b. Pemeriksaan dengan menggunakan speculum (pemeriksaan internal)
Pemeriksaan harus dilakukan dengan kondisi pencahayaan yang terang, penggunaan spekulum

vagina dengan ukuran yang tepat, pelumas water-soluble, dan peralatan untuk pemlakukan Pas
smear, kultur bakteri, tes DNA, ataupun diagnostik lain seperti KOH dan NaCl fisiologis.
Gambar 25. Spekulum dengan berbagai macam ukuran dan bentuk (Bickley, 2013)

30

Pilih spekulum dengan ukuran dan bentuk yang tepat. Basahi spekulum dengan air hangat (pelumas
atau gel dapat memengaruhi tes-tes sitologi, kultur virus, dan kultur bakteri, sehingga perlu
diperhatikan saat menggunakan pelumas). Pasien diberitahu apabila spekulum akan dimasukan.
Spekulum dimasukkan dengan mendorong ke arah bawah secara perlahan. Miringkan spekulum saat
dimasukkan, kemudian luruskan kembali apabila spekulum sudah berada di dalam vagina.

Gambar 26. Memasukkan


spekulum dengan arah ke
bawah (Bickley, 2013)

Gambar 27. Posisi spekulum saat dimasukkan dan saat spekulum sudah berada di dalam vagina
(Bickley, 2013)

31

Apabila spekulum sudah berada di dalam vagina dan dalam posisi yang tegak, buka spekulum secara
perlahan. Putar dan sesuaikan spekulum
hingga terlihat portio cervix. Apabila
discharge
mengganggu
pandangan cervix, bersihkan
secara perlahan dengan
menggunakan swab besar.

Gambar 28. Gambaran portio cervix pada saat spekulum dibuka (Bickley, 2013)

Apabila ada indikasi infeksi saluran genital atas, maka dapat dilakukan palpasi abdominal, dan
pemeriksaan bimanual pelvis.
Gambar 29. Gambaran khas dari organisme yang berbeda pada keputihan vagina (Saxena, 2010)
Hasil pemeriksaan fisik lainnya tertera pada tabel 5.
Pada infeksi herpes simplex virus, kelainan klinis yang khas dijumpai berupa vesikel yang berkelompok
di atas kulit yang semam dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta yang kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perbaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehingga

32

memberikan gambaran yang tidak jelas. Umumnya diapatkan pada orang yang kekurangan antibodi
herpes simplex virus.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kriteria Amsel (pemeriksaan discharge, Whiff test, pemeriksaan mikroskopis, pH
vagina)
Pemeriksaan discharge
Gambarakan klinis dari keputihan yang umum ditemui adalah bau yang khas, dan pemeriksaan fisik
lainnya normal. Terlihat sekret yang putih seperti susu, encer, dan melekat pada dinding vagina
(biasanya pH dari sekret > 4.5).
Whiff Test
Tercium bau amis apabila sekret
dilarutkan pada solusi KOH 10%. Hal
ini
diakibatkan
oleh
produksi
(metabolisme) amino dari berbagai
macam organisme.

Gambar 30. Gambaran Whiff test (Saxena, 2010)

Pemeriksaan Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan clue cell. Tanda khas pada bacterial vaginosis adalah
ditemukannya sel-sel vagina yang tidak biasa, dan dinamakan clue cell. Clue cell diyakini sebagai
tanda yang paling relaible untuk mendiagnosis bacterial vaginosis. Clue cell merupakan sel epitel
yang dikelilingi oleh bakteri pada permukaannya. Karena banyak bakteri yang mengelilingi sel
tersebut, maka terjadi obstruksi pada dinding-dinding sel epitel tersebut. Selain itu, wanita yang
mengalami bacterial vaginosis terlihat lebih sedikit memiliki bakteri Lactobacillus pada gambaran
mikroskopis. pH vagina yang lebih dari 4.5 mengindikasikan adanya bacterial vaginosis ataupun
Trichomonas vaginalis. (Saxena, 2010)

33

Gambar 31. Gambaran mikroskopis clue cell pada bacterial vaginosis (Saxena, 2010)
b. Pemeriksaan mikroskopis candidiasis vulvovaginal
Pemeriksaan mikroskopik dengan sediaan basah ataupun KOH menunjukkan hasil positif pada 5070% pasien yang terinfeksi Candida. Pada pasien yang gejala klinisnya sangat mengindikasikan
adanya candidiasis vulvovaginalis namun hasil mikroskopiknya negatif, perlu dilakukan pewarnaan
Gram atau kultur dengan medium Nickerson/Sabaouraud dextrose agar. Pada infeksi candidial,
sediaan KOH yang diperiksa secara
mikroskopis
dapat
menunjukkan
budding
filament,
mycelia,
dan
pseudohyphae.

Gambar 32. Gambaran mikroskopis sediaan basah Candida albicans (Saxena, 2010)

34

c. Pemeriksaan mikroskopis Trichomoniasis


Pada pemeriksaan mikroskopis sediaan basah didapatkan trichomonas motil. Apabila pemeriksaan

mikroskopis menunjukkan hasil negatif namun dari gejala dan pemeriksaan fisik sangat indikatif
trichomoniasis, maka dilakukan kultur dengan medium Diamond.
Gambar 33. Gambaran mikroskopis trophozoite Trichomonas vaginalis. (Saxena, 2010)
d. Pemeriksaan kultur & mikroskopis Gonorrhea
Pada pemeriksaan kultur Gonorrhea di media diperkaya (modified Thayer-Martin, Martin-Lewis,
GC-Lect, dan New York City), terlihat koloni yang berkonveksi, elevasi, mukoid dengan diameter 15 mm. Warna koloni agak transparan atau putih, nonpigmen, dan nonhemolitik. Sampel kultur
didapat dari sekresi dan pus, diambil dari urethra cervix, rectum ataupun conjunctiva.
Pada pemeriksaan sediaan apus, akan terlihat
bakteri dengan bentuk diplococcus di antara
sel-sel pus.

35

Gambar 34. Gambaran N. gonorrhoeae (dua pandah di bawah menunjukkan bakteri Gonorrhae yang
berada pada dalam sel) (Jawez, 2013)

Tabel 5.
Differential diagnosis vaginal discharge
(Saxena, 2010)
1.8.

Tatalaksana

Bacterial Vaginosis
Tiga
regimen
direkomendasi
Centers for Disease

oleh
Contorl
(CDC) untuk terapi bacterial vaginosis, dan regimen ini untuk wanita yang

tidak sedang hamil. Regimen tersebut tertera pada tabel 6.


Tabel 6. Rekomendasi terapi pada bacterial vaginosis (Hoffman, et al., 2012)
Alternatif dari terapi di atas adalah tinidazole 2g oral setiap hari untuk 3 hari, atau clindamycin 300mg
oral 3 kali sehari selama 7 hari. Angka kesembuhan berkisar antara 80-90% setelah 1 minggu diterapi,
namun dalam kurun waktu 3 bulan kemudian, sebanyak 30% wanita kembali mengalami perubahan
flora rekurens. Terapi lainnya seperti introduksi lactobacillus ke ekosistem vagina, gel vagina yang
bersifat asam, dan penggunaan probiotik menunjukkan hasil yang inkonsisten. (Hoffman, et al., 2012)
Pada ibu hamil, bacterial vaginosis meningkatkan risiko janin lahir preterm. Terapi bacterial vaginosis
sebelum 20 minggu kehamilan dapat mengurangi risiko tersebut. Namun, screening rutin dan terapi BV
untuk seluruh ibu hamil tidak direkomendasi. Kasus yang perlu diterapi adalah apabila telah terbukti BV
sebagai penyebab keputihan. Rekomendasi terapi untuk BV pada ibu hamil adalah metronidazole oral

36

400 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari, atau terapi intravaginal. Dosis metronidazole 2g tidak
direkomendasi pada ibu hamil dan menyusui. (Management of Vaginal Discharge in Non-genitourinary
Medicine Settings, 2012)
Gonorrhae
Rekomendasi yang diberikan CDC untuk terapi Gonorrhae adalah ceftriaxone, azithromycin, dan
doxycycline dengan regimen seperti pada tabel 7.
Tabel 7. Rekomendasi CDC untuk infeksi
Gonococcus (Hoffman, et al., 2012)

Herpes Simplex Virus


Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan penyembuhan radikal, artinya tidak ada pengobatan
yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal
berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin dengan cara aplikasi yang sering dengan
interval beberapa jam. Preparat asiklovir yang dipakai secara topikal tampaknya memberikan masa
depan yang lebih cerah. Asiklovir ini cara kerjanya mengganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya
bermanfaat bila penyakit sedang aktif. Jiak timbul ulserasi, dapat dilakukan kompres.
Pengobatan oral berupa preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang lebih baik, penyakit
berlangsung lebih singkat dan masa rekurensnya lebih panjang. Dosisnya 5 x 200 mg sehari selama 5
hari. Pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan kepada penyakit yang lebih berat atau
jika timbul komplikasi pada alat dalam.
Untuk mencegah rekurens, macam-macam usaha yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan imunitas
seluler, misalnya memberikan preparat lupidon H (untuk HSV-I) dan lupidon G (untuk HSV-II) dalam
satu seri penobatan. Pemberian levamisol dan isoprinosin atau asiklovir secara berkala menurut
beberapa penyelidik memberikan hasil yang baik.
Tabel 7. Algoritma tatalaksana pasien wanita dengan keluhan vaginal discharge (Management of
Vaginal Discharge in Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)

37

Vulvovaginal
Candidiasis
Tabel

8.
Agen
topikal
direkomendasi CDC untuk
candidiasis (Hoffman, et al., 2012)

yang
terapi

38

Vulvovaginal candidiasis sering ditemui pada ibu hamil. Tidak ada bukti bahwa candidiasis
mengganggu kehamilan. Imidazol topikal (misalnya clotrimazole, econazole, miconazole,
fenticonazole) diketahui sangat efektif untuk wanita yang mengalami vulvovaginal candidiasis.
Antifungal oral harus dihindari pada saat kehamilan karena kurangnya data tentang efek
teratogenitasnya. Regimen terapi sebaiknya diberikan selama 7 hari. (Management of Vaginal Discharge
in Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)
Trichomoniasis
Tabel 9. Regimen terapi oral yang direkomendasi CDC untuk trichomoniasis (Hoffman, et al., 2012)

39

Meskipun kedua regimen tersebut sama efektifnya, namun terdapat beberapa laporan bahwa regimen
metronidazole selama 7 hari lebih efektif pada pasien yang patuh minum obat. Compliance pasien untuk
terapi metronidazole bisa saja rendah karena efek samping yang dihasilkan metronidazole yaitu rasa
metalik (seperti besi), dan mual muntah apabila dikombinasi dengan alkohol. Pasien harus berhenti
minum alkohol pada saat terapi, dan 24 jam setelah terapi metronidazole atau setelah 72 jam untuk
tinidazole.
Beberapa strain Trichomonas diketahui resisten terhadap metronidazole, namun sensitif terhadap
tinidazole. Pada kasus ini, tinidazole diberikan dengan dosis 500 mg oral sebanyak 3 kali sehari selama
7 hari, atau empat kali sehari selama 14 hari. (Hoffman, et al., 2012)
Trichomonas vaginitis dapat menyebabkan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah. Efek
metronidazole saat ini belum diketahui terhadap kehamilan. (Management of Vaginal Discharge in
Non-genitourinary Medicine Settings, 2012)
Tatalaksana Non Farmakologis
1. Perubahan Tingkah Laku
Keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang di lingkungan yang
hangat dan basah maka untuk membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan
sebaiknya menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan pakaian
dalam yang ketat (Jones,2005). Keputihan bisa ditularkan melalui hubungan seksual dari pasangan
yang terinfeksi oleh karena itu sebaiknya pasangan harus mendapat pengobatan juga.
2. Personal Hygiene
Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat kelamin sangat membantu
penyembuhan, dan menjaga tetap bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah atau produk
panty liner harus betul-betul steril.Bahkan, kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai
menyimpan sembarangan, misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang
lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut sudah
terkontaminasi.Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil.Setelah bersih,
mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus.Alat kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan
lembab.
3. Pengobatan Psikologis
Pendekatan psikologik penting dalam pengobatan keputihan.Tidak jarang keputihan yang

40

mengganggu, pada wanita kadang kala pemeriksaan di laboratorium gagal menunjukkan infeksi,
semua pemgujian telah dilakukan tetapi hasilnya negatif namun masalah atau keluhan tetap ada.
Keputihan tersebut tidak disebabakan oleh infeksi melainkan karena gangguan fsikologi seperti
kecemasan, depresi, hubungan yangburuk, atau beberapa masalah psikologi yang lain yang
menyebabkan emosional. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan konsultasi dengan ahli
psikologi.Selain itu perlu dukungan keluarga agar tidak terjadi depresi.

Pencegahan Keputihan
Menjaga kesehatan reproduksi untuk pencegahan keputihan pada wanita diawali dengan menjaga
kebersihan organ kewanitaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan organ
kewanitaan, yaitu :
1. Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin dan anus dengan seksama. Membersihkan
dilakukan dari depan kebelakang (dari daerah kemaluan ke arah anus) secara satu arah. Hal ini
dilakukan untuk mencegah kotoran dari anus masuk kedalam vagina.
2. Membasuh secara teratur bagian bibir vagina secara hati-hati menggunakan air bersih dan sabun
yang lembut setiap habis BAK , BAB, dan ketika mandi. Yang terpenting adalah membersihkan
bekas keringat dan bakteri yang ada disekitar bibir vagina.
3. Gunakan sabun lembut tanpa pewangi saat mandi untuk menjaga keasaman vagina. Normalnya
vagina berbau asam dan kecut dengan pH keasaman sekitar 4-4,5. Terlalu sering membasuh vagina
dengan cairan kimia dan menggunakan deodoran disekitar vagina akan merusak keseimbangan
organisme dan cairan vagina sehingga memungkinkan terjadinya infeksi pada vagina (vaginitis).
4. Mengeringkan alat kelamin dengan tisu atau handuk agar tidak lembab setiap kali setelah mandi atau
buang air. Usahakan agar daerah kemaluan dan selangkangan selalu kering, lebih lebih bila
tergolong gemuk karena suasana lembab sangat disukai oleh jamur. Selalu keringkan bagian vagina
sebelum berpakaian.
5. Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar vagina kering sepanjang hari.
Bedak memiliki partikel partikel halus yang mudah terselip disana sini yang akhirnya mengundang
jamur dan bakteri bersarang.
6. Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari setelah mandi, terutama bagi wanita aktif dan
mudah berkeringat. Gunakan celana dalam yang kering dan bila celana dalam keadaan basah segera
mengganti celana dalam yang bersih dan belum dipakai.
7. Tidak memakai celana dalam yang terlalu ketat , karena celana dalam yang terlalu ketat
menyebabkan permukaan vagina menjadi lebih mudah berkeringat. Gunakan celana dalam yang
bahannya menyerap keringat seperti katun. Celana dalam dari satin atau bahan sintetik lain membuat
suasana disekitar vagina panas dan lembab.
8. Pakaian luar juga harus diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori porinya sangat rapat,
pilihlah seperti rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi udara disekitar organ intim bergerak
leluasa.
9. Ketika sedang haid dianjurkan sering mengganti pembalut terutama pada hari hari pertama haid.
Pembalut perlu diganti 4-5 kali dalam sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri pada pembalut
yang digunakan dan mencegah masuknya bakteri kedalam vagina. Pembalut yang baik yaitu
pembalut yang berdaya serap baik dan tidak berparfum.

41

10. Gunakan panty liner disaat perlu dan jangan terlalu lama. Misalnya saat berpergian keluar rumah
dan lepaskan sekembalinya dirumah.
11. Dianjurkan untuk mencukur rambut kemaluan karena rambut kemaluan dapat ditumbuhi sejenis
jamur atau kutu.
12. Hindari pemakaian barang barang yang dapat memudahkan penularan seperti meminjam
perlengkapan mandi. Dianjurkan tidak duduk diatas kloset di wc umum atau biasakan mengelap
dudukan kloset sebelum menggunakannya.
13. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olahraga rutin, istirahat yang cukup , hindari rokok, dan
alkohol serta hindari stress yang berkepanjangan.
2.9

Komplikasi
Infertilitas/masalah kesuburan atau gangguan haid dan penyakit radang panggul, pelvic inflamatori
disease, eczema dan condylomata acuminata sekitar vulva, vulvovaginitis, uretritis, pada wanita hamil
dapat menyebabkan bayi prematur, gangguan perkembangan dan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama akibat bacterial vaginosis dan infeksi Trichomonas, serta dapat memfasilitasi terjadinya HIV.

2.10 Prognosis
Biasanya kondisi-kondisi yang menyebabkan fluor albus memberikan respon terhadap pengobatan dalam
beberapa hari. Kadang-kadang infeksi akan berulang. Dengan perawatan kesehatan akan menentukan
pengobatan yang lebih efektif
Vaginosis bakterial mengalami kesembuhan rata rata 70 80% dengan regimen pengobatan.
Kandidiasis mengalami kesembuhan rata rata 80 -95 %.Trikomoniasis mengalami kesembuhan rata rata
95 %

3. Memahami dan Menjelaskan Pap Smear


Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian
diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan tes yang aman dan murah dan telah dipakai bertahuntahun lamanya untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada sel- sel leher rahim. Tujuan
dilakukannya tes pap smear antara lain adalah untuk:
a. Diagnosis dini keganasan
Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba
fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b. Perawatan ikutan dari keganasan
Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan
radiasai.
c. Interpretasi hormonal wanita
Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan
maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran pada hamil muda.
d. Menentukan proses peradangan
Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur.

42

Syarat yang harus dipenuhi agar pengambilan sampel sesuai standar, maka perlu diperhatikan:
1. Bahan pemeriksaan harus berasal dari portio serviks (sediaan servikal) dan mukosa endoserviks
(sediaan endoservikal)
2. Pengambilan Pap Smear dapat dilakukan setiap waktu di luar masa haid yaltu sesudah hari sikius haid
ke tujuh sampai masa premenstruasi.
3. Apabila penderita mengalami gejala perdarahan di luar masa haid dan dicuriigai disebabkan oleh kanker
serviks maka sediaan Pap Smear harus dibuat saat itu juga.
4. Alat-alat yang digunakan sedapat mungkin yang memenuhi syarat untuk menghindari hasil pemeriksaan
negatif palsu.
Teknik pengambilan sampel
1. Siapkan peralatan dan bahan.
2. Cuci tangan aseptik dengan langkah seperti pada cuci tangan rutin dengan menuangkan kira-kira 5 ml
larutan antiseptik pada tangan dan mengeringkan dengan mengangin-anginkan.
3. Pasang sarung tangan steril.
4. Pemeriksa duduk pada kursi yang telah disediakan, menghadap ke aspekus genitalis.
5. Lakukan periksa pandang (inspeksi) pada daerah vulva dan perineum.
6. Ambil spekulum dengan tangan kanan, masukkan ujung telunjuk kiri pada introitus vagina (agar
terbuka), masukkan ujung spekulum dengan arah sejajar introitus
7. Setelah masuk setengah panjang bilah, putar spekulum 90 derajat hingga tangkainya ke arah bawah.
Atur bilah atas dan bawah dengan membuka kunci pengatur bilah atas bawah (hingga masing-masing
bila menyentuh dinding atas dan bawah vagina).
8. Tekan pengungkit bilah sehingga lumen vagina dan serviks tampak jelas (perhatikan ukuran dan wama
porsio, dinding dan sekret vagina dan forniks).
9. Jika sekret vagina ditemukan banyak, bersihkan secara hati-hati (supaya pengambilan epitel tidak
terganggu)
10. Pengambilan sampel pertama kali dilakukan pada porsio diusahakan di daerah squamo-columnair
junction. Sampel diambil dengan menggunakan spatula Ayre yang diputar 360.
11. Oleskan sampel pada gelas objek diusahakan tidak terlalu tebal/terlalu tipis.
12. Sampel segera difiksasi sebelum mengering. Fiksasi ini dapat menggunakan spray yang disemprotkan
dari jarak 20-25 cm, atau dengan merendam pada wadah yang mengandung etil alkohol 95% selama 15
menit yang kemudian dibiarkan mengering kemudian diberi label.
13. Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan pengungkit dan pengatur jarak bilah, kemudian keluarkan
spekulum.
14. Letakkan spekulum pada tempat yang telah disediakan. Beritahukan pada ibu bahwa pemeriksaan sudah
selesal dan persilahkan ibu untuk mengambil tempat duduk.
15. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan kedalam baskom berisi larutan klorin 0,5%, gosokkan
kedua tangan untuk membersihkan bercak-bercak darah yang menempel pada sarung tangan.
16. Lepaskan sarung tangan.

43

Gambar 33. Pengambilan sediaan dengan menggunakan spatula Ayre


Intrepertasi Hasil
Saat ini, sistem intrepertasi hasil pap smear yang paling sering digunakan adalah Bethesda system 2001.
Lebih dari 90% laboratorium di Amerika Serikat menggunakan metode Bethesda ini. Beberapa hal yang
menjadi perhatian pada intrepertasi sistem Bethesda 2001 antara lain tertera pada tabel 8.
Tabel 8. Intrepertasi hasil pap smear berdasarkan Bethesda system 2001 (Saxena, 2010)

44

Adekuasi spesimen
Terdapat
3
kategori adekuasi spesimen: memuaskan, memuaskan namun terbatas karena sampling yang tidak baik, dan
tidak memuaskan. Hasil yang termasuk kategori kedua adalah apabila sediaan apus (smear) tidak
mengandung sel endocervical ataupun sel metaplastik, yang mana merupakan bukti sampling dari area
transformasi. Namun kategori ini dihapuskan karena pada akhirnya klinisi harus mengulang pengambilan
sampel.
Apabila sediaan dikatakan inadekuat, alasannya harus diberikan. Sebanyak 8.000-12.000 sel epitel gepeng
harus ada pada sediaan apus.
Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy
Kelainan akibat inflamasi, irradiasi, ataupun adanya IUD diklasifikasikan ke dalam normal smear. Apabila
ditemukan adanya mikroorganisme, maka harus ditulis pada hasil intrepertasi.
Epithelial squamous cell abnormalities
a. Atypical squamous cells (ASC)
b. Squamous intraepithelial lesion
Low grade intraepithelial squamous lesion dan high grade intraepithelial squamous lesion dikaitkan
pada virus yang bersifat onkogenik. Low grade intraepithelial squamous lesion dapat regresi secara
spontan dan berevolusi secara perlahan menjadi high grade intraepithelial squamous lesion.
High grade intraepithelial lesion dikaitkan dengan infeksi virus persisten.

45

Epithelial glandular cells abnormalities


a. Atypical glandular cells
Sel glandular adalah sel yang memproduksi mucus dan banyak terdapat pada daerah uterus serta daerah
sekitar ostium uteri externum. Atypical glandular cell dapat terlihat sedikit abnormal, namun tidak
dikteahui sifat kanker nya.
b. Endocervical adenocarcinoma in situ
Abnormalitas yang dimaksud Endocervical adenocarcinoma in situ adalah abnromalitas morfologi
spesifik.
c. Adenocarcinoma
(Bergeron, 2003)
4. Memahami dan Menjelaskan Bersuci Saat Mengalami Keputihan (Kaitannya dengan Thaharah)
Keputihan ini umum dialami oleh wanita. Dalam kitab shahih Bukhari disebutkan, suatu ketika ada
beberapa sahabat perempuan datang bertanya kepada Aisyah radhiallahu anha tentang batasan berakhirnya
haidh. Beliau menjawab :
Jangan kalian tergesa-gesa (menetapkan akhir haidh) hingga kalian melihat cairan putih
Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya fathul bari menjelaskan bahwa cairan putih sebagaimana di sebut
hadits di atas menjadi salah satu tanda akhir masa haidh.
Selain jenis keputihan di atas, ada pula keputihan yang terjadi dalam keadaan tidak normal, yang umumnya
dipicu kuman penyakit dan menyebabkan infeksi. Akibatnya, timbul gejala-gejala yang sangat
mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga kehijauan, jumlah berlebih,
kental, lengket, berbau tidak sedap, terasa sangat gatal atau panas. Dalam khazanah Islam, keputihan jenis
ini biasa disebut dengan cairan putih kekuningan (sufrah )atau cairan putih kekeruhan (kudrah ).
Terkait dengan kedua hal ini, di kitab shahih Bukhari disebutkan bahwa Sahabat bernama Ummu Athiyyah
radhiallahuanha berkata:


Kami tidak menganggap al-kudrah (cairan keruh) dan as-sufrah (cairan kekuningan) sama dengan haidh
Berdasarkan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan :
1. Hukum orang yang mengalami keputihan tidak sama dengan hukum orang yang mengalami menstruasi.
Orang yang sedang keputihan tetap mempunyai kewajiban melaksanakan shalat dan puasa, serta tidak
wajib mandi.
2. Cairan keputihan tersebut hukumnya najis, sama dengan hukumnya air kencing. Oleh karenanya,
apabila ingin melaksanakan shalat, sebelum mengambil wudhu, harus istinjak (cebok), dan
membersihkan badan atau pakaian yang terkena cairan keputihan terlebih dahulu.
Sedangkan apabila cairan keputihan keluar terus-menerus, maka orang yang mengalaminya dihukumi
dharurah/terpaksa, artinya orang tersebut tetap wajib melaksanakan shalat walaupun salah satu syarat
sahnya shalat tidak terpenuhi, yakni sucinya badan dan pakaian dari najis. Menurut ulama Syafiiyah,
ketentuan tersebut bisa dilaksanakan dengan syarat diawali dengan proses membersihkan, istinjak, wudhu
dan kemudian shalat dilakukan secara simultan setelah waktu shalat masuk.

Anda mungkin juga menyukai