Anda di halaman 1dari 0

7

BAB II
LANDASAN TEORI


II.1 Pengendalian Internal
II.1.1 Pengertian Pengendalian Internal dan Ruang Lingkup
Setiap perusahaan memerlukan pengendalian internal untuk mengendalikan
seluruh fungsi di dalamnya. Pengendalian ini berguna untuk mengarahkan laju
perusahaan agar tetap mengikuti tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian dianggap
penting karena akan mempengaruhi setiap aspek operasional perusahaan.
Pengendalian internal merupakan alat bantu bagi manajemen dalam
melaksanakan fungsi pengendalian, baik langsung maupun yang tidak langsung.
Pengendalian diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengetahui apakah kegiatan telah
berjalan sesuai dengan rencana dan kemudian hasil dari pengawasan tersebut dapat
digunakan sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan.
Boynton, J ohnson, dan Kell yang diterjemakan oleh Rajoe, P.A., Gania, G., dan
Budi, I.S. (2002) mendefinisikan, Pengendalian internal (internal control) sebagai suatu
proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam
suatu entitas yang dirancang untuk menyediakan keyakinan memadai berkenaan dengan
pencapaian tujuan dalam kategori berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
3. Efektivitas dan efisiensi operasi. (h.373).
8
Berdasarkan definisi pengendalian internal di atas, terdapat beberapa konsep
dasar yaitu:
Pengendalian internal merupakan suatu proses; Pengendalian internal merupakan
suatu rangkaian tindakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan, bukan sebagai
tambahan, dari infrastruktur entitas untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengendalian internal dijalankan oleh orang; Pengendalian internal dijalankan
oleh orang dari setiap jenjang organisasi, yang mencakup dewan komisaris,
manajemen, dan personel lain.
Pengendalian internal dapat diharapkan mampu memberikan keyakinan
memadai, bukan keyakinan mutlak, bagi manajemen dan dewan komisaris
entitas. Keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian internal
dan pertimbangan manfaat dan pengorbanan dalam pencapaian tujuan
pengendalian menyebabkan pengendalian internal tidak dapat memberikan
keyakinan yang mutlak.
Pengendalian internal ditujukan untuk mencapai tujuan yang saling berkaitan:
pelaporan keuangan, kepatuhan, dan operasi. Dari beberapa pengertian dan
definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu
sistem untuk:
- Menjaga keamanan harta milik suatu organisasi
- Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi
- Memajukan efisiensi dalam operasi
- Membantu agar tidak ada yang menyimpang dari kebijaksanaan manajemen
yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
9
II.1.2 Tujuan Pengendalian Internal
Berdasarkan dari definisi pengendalian internal yang dikemukakan oleh
Boynton, J ohnson, dan Kell (2002), disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal
adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kategori
berikut ini :
1. Keandalan pelaporan keuangan
2. Efektivitas dan efisiensi operasi
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Dari ketiga tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Keandalan pelaporan keuangan
Artinya pengendalian internal memberikan keyakinan yang memadai bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dimaksudkan untuk mendorong sumber daya secara
efektif dan efisien untuk pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini berkaitan
dengan pengalokasian sumber-sumber milik perusahaan, sehingga dapat
dicegah kegiatan yang tidak perlu dan pemborosan dari semua aspek
organisasi.
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal adalah alat untuk memberikan jaminan bahwa prosedur
dan peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan diikuti oleh
seluruh karyawan perusahaan.

10
Sedangkan menurut Suharli (2006), dalam pengendalian internal terdapat
berbagai tujuan. Tujuan pengendalian internal tersebut adalah :
1. Otoritas ( wewenang)
Setiap transaksi harus mendapat otoritasi semestinya berdasarkan struktur dan
kebijakan perusahaan. Dalam keadaan atau masalah-masalah tertentu sangat
mungkin diperlukan otorisasi khusus.
2. Pencatatan
Pencatatan atas transaksi harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dan pada
waktu yang tepat dengan uraian yang wajar. Transaksi yang dicatat adalah
transaksi yang benar-benar terjadi dan lengkap.
3. Perlindungan
Harta fisik berwujud tidak boleh berada di bawah pengawasan / penjagaan dari
mereka yang bertanggung jawab. Dalam hal ini pengendalian internal
memperkecil resiko terjadinya kecurangan oleh karyawan atau manajemen
sekalipun.
4. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi secara berkelanjutan dan periodik antar pencatatan dengan harta
fisik harus dilakukan misalnya mencocokkan jumlah persediaan barang antara
kartu persediaan dengan persediaan fisik di gudang.





11
II.1.3 Pihak Yang Bertangung Jawab Atas Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2002), Pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian internal yaitu sebagai berikut ini :
1. Manajemen
Manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menyelenggarakan
secara efektif pengendalian internal organisasinya.
2. Dewan komisaris dan komite audit
Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen
memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan
menyelenggarakan pengendalian internal.
Fungsi komite audit yang secara langsung berdampak terhadap auditor adalah:
- Menunjuk auditor yang melaksanakan audit tahunan terhadap laporan
keuangan perusahaan.
- Membicarakan lingkup audit dengan auditor.
- Meminta auditor untuk melakukan komunikasi langsung mengenai masalah-
masalah besar yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya.
- Me-review laporan keuangan dan laporan audit pada saat audit selesai
dilakukan.
3. Auditor intern
Bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi mamadai atau tidaknya
pengendalian internal entitas dan membuat rekomendasi peningkatannya.



12
4. Personel lain entitas
Peran dan tanggung jawab semua personel lain yang menyediakan informasi atau
menggunakan informasi yang dihasilkan oleh pengendalian internal harus
ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik.
5. Auditor Independen
Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan, auditor dapat
menemukan kelemahan pengendalian internal kliennya, sehingga ia dapat
mengkomunikasikan temuan auditnya tersebut kepada manajemen, komite audit,
atau dewan komisaris.
6. Pihak luar lain
Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian internal entitas adalah
badan pengatur, seperti Bank Indonesia dan Bapepam. (h.183).
II.1.4 Komponen Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau unsur-
unsur. Pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang saling terkait. Komponen
pengendalian internal telah dikemukakan oleh Committee of Sponsoring Organizations
of the Treatway Commissin (COSO) seperti yang tertera dalam laporan COSO.
Adapun lima komponen pengendalian internal tersebut adalah:
1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian)
Menurut IAI (2001), Lingkungan pengendalian yaitu menetapkan corak suatu
organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian internal,
menyediakan disiplin dan struktur. (h.319.2).
13
Sedangkan menurut Boyton, J ohnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe,
P.A., Gania, G., dan Budi, I.S. (2002), Lingkungan Pengendalian menetapkan
suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian
dari orang-orangya. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dari semua
komponen pengendalian internal lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur.
Adapun unsur-unsur lingkungan pengendalian, yaitu :
a. Integritas dan Nilai Etika
Dalam rangka menekankan pentingnya integritas dan nilai etika di antara
semua personel dalam organisasi, CEO dan anggota manajemen puncak
lainnya harus :
Menetapkan suasana melalui contoh mendemonstrasikan integritas dan
mempraktikan standar yang tinggi dari perilaku etis.
Mengkomunikasikan kepada semua karyawan, baik secara verbal
maupun melalui pernyataan kebijakan tertulis dan kode etik perilaku,
bahwa hal yang sama diharapkan dari mereka, bahwa setiap karyawan
memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pelanggaran yang ia ketahui
atau yang mungkin akan terjadi kepada tingkat yang lebih tinggi dalam
organisasi, dan bahwa pelanggaran akan dikenai denda.
Memberikan bimbingan moral kepada karyawan yang memiliki latar
belakang moral kurang baik yang telah mengakibatkan mereka tidak
mempedulikan mana yang baik dan yang buruk.
Mengurangi atau menghilangkan insentif dan godaan yang dapat
mengarahkan individu untuk melakukan tindakan yang tidak jujur,
14
melawan hukum, atau tidak etis. Contoh insentif untuk perilaku negatif
termasuk memberikan penekanan yang berlebihan kepada hasil jangka
pendek atau berusaha untuk memenuhi target kinerja yang tidak realistis,
dan bonus serta rencana pembagian laba dengan syarat bahwa hilangnya
pengendalian yang diperlukan akan mendorong pelaporan keuangan yang
curang. Contoh dari godaan termasuk hilangnya faktor penting lain dalam
lingkungan pengendalian seperti dewan direksi yang tidak efektif atau
kurangnya kejelasan dalam memberikan wewenang dan tanggung jawab.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Untuk mencapai tujuan entitas, personel pada setiap tingkatan dalam
organisasi harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. Komitmen terhadap
kompetensi mencakup pertimbangan manajemen mengenai pengetahuan dan
keahlian yang diperlukan, dan bauran dari intelegensi, pelatihan, dan
pengalaman yang diperlukan untuk mengembangkan kompetensi tersebut.
Sebagai contoh, memenuhi tujuan pelaporan keuangan dalam perusahaan
yang dimiliki masyarakat secara umum memerlukan tingkat kompetensi yang
lebih tinggi pada bagian chief financial officer dan personel akuntansi
daripada pada perusahaan kecil yang dimiliki sendiri. J uga penting bagi
manajemen senior untuk memperhatikan kompetensi dan pelatihan individu
yang mengembangkan atau bekerja dengan teknologi informasi.
c. Dewan direksi dan Komite Audit
Dewan komisaris dan panitia audit secara signifikan mempengaruhi
kesadaran pengendalian suatu entitas. Panitia audit merupakan subpanitia
15
dari dewan direksi yang biasanya terdiri dari direktur-direktur yang bukan
merupakan bagian dari tim manajemen. Dewan komisaris dan panitia audit
adalah orang-orang yang terpercaya dan secara aktif mengawasi akuntansi
entitas, kebijakan dan prosedur pelaporan.
d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen
Menetapkan, mempertahankan, dan memonitor pengendalian internal suatu
entitas merupakan tanggung jawab manajemen. Filosofi manajemen dan gaya
operasi dapat secara signifikan mempengaruhi mutu pengendalian internal.
e. Struktur Organisasi
Struktur organisasi mendefinisikan bagaimana pembagian wewenang dan
pembebanan tanggung jawab didelegasikan dan dimonitor di dalam suatu
organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasi
memberikan kerangka untuk perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan
pemantauan aktivitas entitas.
f. Penetapan Wewenang dan Tanggung J awab
Faktor lingkungan pengendalian mencakup bagaimana wewenang dan
tanggung jawab untuk aktivitas operasi diberikan dan bagaimana hubungan
pelaporan dan hirarki otorisasi ditetapkan. Pemberian wewenang dan
tanggung jawab mencakup kebijakan yang berkaitan dengan praktik bisnis
yang dapat diterima, pengalaman dan pengetahuan personil kunci. Dan
sumber daya yang diberikan untuk melaksanakan kewajiban. J uga termasuk
kebijakan dan komunikasi yang diarahkan untuk memastikan bahwa semua
personil memahami tujuan entitas.

16
g. Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia
Mutu pengendalian internal merupakan fungsi langsung dari mutu personil
yang menjalankan sistem. Entitas harus mempunyai kebijakan personil yang
baik untuk penerimaan, pelatihan, evaluasi, konseling, promosi, kompensasi,
dan tindakan perbaikan. Contohnya dalam menerima karyawan, standar-
standar yang menekankan mencari individu yang paling berkualifikasi, dan
penekanan pada latar belakang pendidikan, pengalaman kerja sebelumnya,
dan bukti integritas dan perilaku etis yang menyatakan komitmen entitas
untuk mempekerjakan orang yang kompeten dan dapat dipercaya. (h.379).
2. Risk assessment (Penaksiran Risiko)
Menurut Arens, Elder, dan Beasley (2006) tentang penaksiran resiko sebagai
berikut :
Risk Assessment for financial reporting is managements identifications, and
analysis, of risk relevant to the preparation of financial statements in conformity
with GAAP. (p.277).
Dari uraian di atas dapat diketahui, penetapan atau perkiraan risiko untuk
pelaporan keuangan adalah pengidentifikasian, penganalisisan, dan pengelolaan
risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dalam pencapaian tujuannya.
Sedangkan menurut Mulyadi (2002), Penaksiran risiko untuk tujuan pelaporan
keuangan adalah identifikasi, analisis, dan pengelolaan risiko entitas yang
berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan, sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia. Proses penaksiran risiko harus
mempertimbangkan kejadian dan keadaan ekstern dan intern yang mungkin
17
timbul dan secara tidak baik mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat,
mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan
asersi manajemen dalam laporan keuangan.
Resiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan
keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif
mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan
melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan
keuangan. (h.188).
Menurut IAI (2001), Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut
ini :
Perubahan dalam lingkungan operasi
Personel baru
Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki
Teknologi baru
Lini produk, produk, atau aktivitas baru
Restrukturisasi korporasi
Operasi luar negeri
Standar akuntansi baru
3. Information and Communication (Informasi dan Komunikasi)
Pengertian informasi dan komunikasi menurut IAI (2001), Informasi dan
komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi
dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan
tanggung jawab mereka. (h.319.2).
18
Sedangkan menurut Boyton, J ohnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe,
P.A., Gania, G., dan Budi, I.S. (2002), Sistem informasi dan komunikasi
(information and communication system) yang relevan dengan tujuan pelaporan
keuangan, yang memasukkan sistem akuntansi (accounting system), terdiri dari
metode-metode dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi,
mengumpulkan, menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan
transaksi-transaksi entitas (dan juga kejadian-kejadian serta kondisi-kondisi) dan
untuk memelihara akuntabilitas dari aktiva-aktiva dan kewajiban-kewajiban yang
berhubungan. (h.384).
4. Control Activities (Aktivitas pengendalian)
Sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan informasi dan
komunikasi, suatu entitas memerlukan kebijakan dan prosedur untuk
memberikan keyakinan bahwa tujuan perusahaan akan tercapai. Kebijakan dan
prosedur tersebut tertuang dalam aktivitas pengendalian.
Menurut Sunarto (2003), Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur
yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dijalankan.
(h.148).
Sedangkan menurut Mulyadi (2002), Aktivitas pengendalian adalah kebijakan
dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang
dibuat oleh manajemen dilaksanakan. (h.189).
Kebijakan dan prosedur ini memberi keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan
telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas.
Aktivitas pengendalian memiliki berbagai macam tujuan dan diterapkan dalam
berbagai tingkat dan fungsi organisasi. Aktivitas pengendalian yang relevan
19
dengan audit laporan keuangan dapat digolongkan ke dalam berbagai kelompok.
Salah satu cara penggolongan adalah sebagai berikut :
a. Pengendalian pengolahan informasi :
- Pengendalian umum
- Pengendalian aplikasi :
1. Otorisasi yang memadai
Di dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi
dari yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi
tersebut. Oleh karena itu, di dalam organisasi harus dibuat sistem yang
mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap
transaksi.
2. Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan memadai
Formulir merupakan media yang digunakan untuk merekam penggunaan
wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi di dalam
organisasi. Oleh karena itu, penggunaan formulir harus diawasi
sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. Di lain pihak,
formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk
pencatatan transaksi di dalam catatan akuntansi. Prosedur pencatatan
yang baik akan menjamin data yang direkam di dalam formulir dicatat di
dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang
tinggi.
3. Pengecekan secara independen
Mencakup verifikasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan sebelumnya
oleh individu atau departemen lain atau penilaian semestinya terhadap
20
jumlah yang dicatat. Kunci penting yang diperlukan dalam pelaksanaan
verifikasi intern ini adalah independensi karyawan yang melaksanakan
verifikasi tersebut.
b. Pemisahan fungsi yang memadai
Tujuan pokok pemisahan fungsi ini adalah untuk mencegah dan untuk dapat
dilakukannya deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada seseorang.
Pembagian tugas di dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip
berikut ini :
- Pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi akuntansi
- Pemisahan fungsi otorisasi transaksi dari fungsi penyimpanan aktiva yang
bersangkutan
- Pemisahan fungsi otorisasi dari fungsi akuntansi
c. Pengendalian fisik atas kekayaan dan catatan
Cara yang paling baik dalam perlindungan kekayaan dan catatan adalah
dengan menyediakan perlindungan secara fisik. Perlindungan fisik juga
diperlukan untuk catatan dan dokumen.
d. Review atas kinerja
5. Monitoring (Pemantauan)
Menurut Mulyadi (2002), Pemantauan (monitoring) adalah penilaian kualitas
kerja pengendalian internal sepanjang waktu. (h.195). Pemantauan dilaksanakan
oleh personel yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap
desain maupun pengoperasian pengendalian, pada waktu yang tepat, untuk
menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagimana yang
21
diharapkan, dan untuk menentukan apakah pengendalian internal tersebut telah
memerlukan perubahan karena terjadinya perubahan keadaan.
Pemantauan dapat muncul melalui :
Aktivitas yang berkelanjutan
Evaluasi periode yang terpisah.
Pemantauan dapat meliputi masukan dari :
Sumber internal seperti manajemen dan Audit Internal
Sumber eksternal seperti konsumen, pemasok, pembuat aturan, dan auditor
eksternal.
II.1.5 Keterbatasan Pengendalian Internal
Menurut Mulyadi (2002), Pengendalian internal setiap entitas memiliki
keterbatasan bawaan. Berikut ini adalah keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap
pengendalian internal :
Kesalahan dalam pertimbangan
Seringkali, manajemen dan personel lain dapat salah dalam mempertimbangkan
keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak
memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.
Gangguan
Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena
personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena
kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat
sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat
pula mengakibatkan gangguan.
22
Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan
kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan rusaknya pengendalian internal yang
dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya
ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian internal
yang dirancang.
Pengabaian oleh manajemen
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan
untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian
kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. Contohnya adalah
manajemen melaporkan laba yang lebih tinggi dari jumlah sebenarnya untuk
mendapatkan bonus lebih tinggi bagi dirinya atau untuk menutupi
ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundangan yang berlaku.
Biaya lawan manfaat
Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pengendalian internal tidak boleh
melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Karena
pengukuran secara tepat baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin
dilakukan, manajemen harus memperkirakan dan mempertimbangkan secara
kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu
pengendalian internal. (h.181).



23
II.1.6 Pengujian Pengendalian
Menurut Mulyadi (2002), Untuk menguji kepatuhan terhadap pengendalian
internal, auditor melakuka dua macam pengujian :
1. Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengandalian internal
2. Pengujian tingkat kepatuhan terhadap pengendalia internal. (h.198).
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing dari kedua pengujian di atas :
1. Pengujian adanya kepatuhan terhadap pengendalian internal
Untuk menentukan apakah informasi mengenai pengendalian yang dikumpulkan
oleh auditor benar-benar ada, auditor melakukan dua macam pengujian :
a. Pengujian transaksi dengan cara mengikuti pelaksanaan transaksi tertentu
Dalam membuktikan adanya kepatuhan pengendalian interrnal, auditor dapat
memilih transaksi tertentu, kemudian melakukan pengamatan adanya unsur-
unsur pengendalian internal dalam pelaksanaan transaksi tersebut, sejak
transaksi tersebut dimulai sampai dengan selesai.
b. Pengujian transaksi tertentu yang telah terjadi dan yang telah dicatat
Dalam hal ini auditor harus memilih transaksi tertentu kemudian mengikuti
pelaksanaannya sejak awal sampai selesai, melalui dokumen-dokumen yang
dibuat dalam transaksi tersebut dan pencatatannya dalam catatan akuntansi.
2. Pengujian tingkat kepatuhan
Dalam pengujian pengendalian terhadap pengendalian internal, auditor tidak
hanya berkepentingan terhadap eksistensi unsur-unsur pengendalian internal,
namun auditor juga berkepentingan terhadap tingkat kepatuhan klien terhadap
pengendalian internal.

24
II.2 Penjualan Kredit
II.2.1 Sistem Penjualan Kredit
Sistem penjualan kredit merupakan bagian dari siklus pendapatan yang terdiri
dari berbagai prosedur yaitu : prosedur order penjualan, prosedur persetujuan kredit,
prosedur pengiriman barang, prosedur penagihan, prosedur pencatatan piutang, prosedur
pendapatan penjualan kredit, prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang dijual.
Menurut Mulyadi (2001), Penjualan kredit dilaksanakan oleh perusahaan
dengan cara mengirimkan barang atau jasa sesuai dengan order yang diterima dari
pembeli dan untuk jangka waktu tertentu perusahaan mempunyai tagihan kepada
pembeli tersebut. Untuk menghindari tidak tertagihnya piutang, setiap penjualan kredit
yang pertama kepada seorang pembeli selalu didahului dengan analisis terhadap dapat
atau tidaknya pembeli tersebut diberi kredit. (h.210).
II.2.2 Fungsi Yang Terkait Dalam Penjualan Kredit
Pelaksanaan prosedur penjualan kredit yang baik dapat dilakukan dengan cara
memisahkan fungsi dan tanggung jawab yang terkait dalam penjualan kredit. Tujuan
pokok dari pemisahan fungsi dan tanggung jawab tersebut adalah untuk mencegah serta
dapat dilakukan deteksi atas kesalahan dan ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas
yang dibebankan kepada masing-masing bagian.
Menurut Mulyadi (2001), Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit,
yaitu :
1. Fungsi Penjualan
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima
surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan
informasi yang belum ada apada surat order tersebut, meminta otorisasi kredit,
25
menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang akan dikirim, dan
mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk
membuat back order pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk
memenuhi order pelanggan.
2. Fungsi Kredit
Fungsi ini berada di bawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan
kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan
memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan.
3. Fungsi Gudang
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menyimpan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke
fungsi pengiriman.
4. Fungsi Pengiriman
Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order
pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan
tanpa ada otorisasi dari yang berwenang.
5. Fungsi Penagihan
Fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan
kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan
transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
6. Fungsi Akuntansi
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi
penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada
26
para debitur, serta membuat laporan penjualan. Di samping itu, fungsi ini juga
bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam
kartu persediaan. (h.211).
II.2.3 Dokumen Yang Digunakan
Setiap transaksi yang terjadi di dalam perusahaan hanya dapat terjadi atas dasar
otorisasi dari yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.
Formulir merupakan salah satu media yang digunakan untuk merekam penggunaan
wewenang terlaksananya transaksi di dalam perusahaan. Menurut Mulyadi (2001),
Formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi
ke dalam pencatatan akuntansi.
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit adalah :
- Surat Order Pengiriman dan tembusannya
Surat order pengiriman merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan
kredit kepada pelanggan.
- Faktur dan tembusannya
Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk
mencatat timbulnya piutang.
- Rekapitulasi Harga Pokok penjualan
Merupakan dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga
pokok produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu.
- Bukti Memorial
Merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum.
(h.214).

27
II.2.4 Sistem Pengendalian Internal Penjualan Kredit
Menurut Mulyadi (2001), Untuk merancang unsur-unsur pokok pengendalian
internal yang diterapkan dalam sistem penjualan kredit, terdiri dari :
a. Organisasi
- Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit
- Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit
- Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas
- Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi
kredit, fungsi penagihan, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi. Tidak ada
transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu
fungsi tersebut.
b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
- Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan
menggunakan formulir surat order pengiriman
- Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan
membubuhkan tanda tangan pada credit copy yang merupakan tembusan
surat order pengiriman
- Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman
dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap sudah kirim pada
copy surat order pengiriman
- Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan
potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan
surat keputusan mengenai hal tersebut
28
- Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi pengihan dengan membubuhkan
tanda tangan pada faktur penjualan
- Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan
cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan,
bukti kas masuk, dan memo kredit)
- Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang
didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
c. Praktik Yang Sehat
- Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan.
- Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan.
- Secara periodik fungsi akuntansi mengirimkan pernyataan piutang (account
receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan
piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
- Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol
piutang dalam buku besar. (h.220).
II.2.5 Pengertian Piutang Usaha
Niswonger, Warren, dan Fees yang diterjemahkan oleh Sirait, M. dan Gunawan,
H. (1999) mendefinisikan, Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap
perorangan, organisasi, atau debitor lainnya. (h.352). Bila suatu barang atau pun jasa
dijual secara kredit, biasanya sebagian dari klaim terhadap pelanggan tersebut tidak
tertagih. Beban operasi yang timbul karena tidak tertagihnya piutang, disebut beban atau
29
kerugian dari piutang tak tertagih (uncollectible accounts), piutang ragi-ragu (doubtful
accounts), atau piutang macet (bed debts).
Terdapat dua metode mengenai piutang yang diperkirakan tidak tertagih :
1. Metode Penyisihan (Allowanced Method)
Metode penyisihan ini disebut juga metode cadangan, yaitu dibuat suatu taksiran
atas tidak tertagihnya piutang, yang dihitung atas dasar presentase dari daftar
umur piutang dan juga dengan memperhatikan pengalaman perusahaan pada
periode sebelumnya.
2. Metode Pengahapusan Langsung (Direct Write-off Method)
Dalam metode ini tidak ada taksiran atas piutang tidak tertagihnya sampai
dengan piutang tersebut benar-benar tidak tertagih.

II.3 Pengertian Efektivitas dan Efisiensi
Efektivitas dapat digambarkan sebagai sesuatu keadaan yang menunjukkan
tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan terlebih dahulu.
Menurut Syahril (2004), Efektivitas adalah tingkat dimana kinerja yang
sesungguhnya (aktual) sebanding dengan kinerja yang ditargetkan. (h.326).
Dari definisi yang telah diuraikan, dapat diketahui bahwa secara garis besar
efektivitas adalah kemampuan perusahaan dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang
diinginkan oleh perusahaan.
Sedangkan menurut Danfar (2009), Efisiensi merupakan suatu ukuran
keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber / biaya untuk mencapai hasil dari
kegiatan yang dijalankan.

Anda mungkin juga menyukai