Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kematian mendadak yang tidak diharapkan dan tidak dapat dijelaskan ditemukan pada sebagian besar kasus pada praktek kedokteran forensik.1 Kematian mendadak yang tidak dijelaskan sering tercatat sebagai kematian karena sebab yang alami. Para ahli percaya bahwa kebanyakan dari kematian ini dikarenakan Sudden Death Syndrome (sindroma kematian mendadak) atau Sudden Cardiac Death (kematian jantung mendadak).1 Penyebab kematian mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem tubuh, yaitu sistem Susunan Saraf Pusat, sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal,dan sistem urogenital.4 Pada tahun-tahun terakhir ini, penyebab kematian tersering pada kasus kematian mendadak adalah penyakit kardiovaskular. Penyebab penyakit jantung itu sendiri bermacammacam, mulai dari penyakit jantung koroner, kardiomiopati, penyakit katup jantung hingga akibat kelainan genetik seperti pada sindrom marfan.1 Sebuah studi post mortem pada salah satu Rumah Sakit di Dublin, Connoly Hospital antara Januari 1987 hingga Desember 2001, menyebutkan bahwa penyebab terbanyak kematian mendadak adalah penyakit Jantung (79%).5 Di Indonesia sendiri sukar didapat insiden kematian mendadak yang sebenarnya. Angka yang ada hanyalah jumlah kematian mendadak yang diperiksa di bagian kedokteran forensik FKUI. Dalam tahun 1990, dari seluruh 2461 kasus, ditemukan 227 laki-laki (9,2%) dan 50 perempuan (2%) kasus kematian mendadak, sedangkan pada tahun 1991 dari 2557 kasus diperiksa 228 laki-laki (8,9%) dan 54 perempuan (2,1%).
4

Oleh karena penyebabnya yang wajar, maka

apabila kematian tersebut didahului oleh keluhan, gejala dan terdapat saksi (apalagi bila saksinya adalah dokter, misalnya di klinik, puskesmas, atau rumah sakit) biasanya tidak akan menjadi masalah kedokteran forensik. Namun apabila kematian tersebut terjadi tanpa riwayat penyakit dan tanpa saksi, maka dapat menimbulkan kecurigaan bagi penyidik, apakah terkait unsur pidana di dalamnya.
1

Disinilah peran pemeriksaan forensik berupa autopsi dan pemeriksaan histologi akan sangat penting guna menjawab permasalahan di atas.4 Forensik patologi tidak hanya berkaitan dengan kematian karena tindak kriminal, kecurigaan, kecelakaan dan bunuh diri, tapi juga dengan berbagai kematian karena penyebab alami. Kebanyakan dari mereka terjadi tiba-tida (sudden) dan tak terduga (unexpected), tidak dapat dijelaskan secara klinik atau disisi lain tidak dikenal, meskipun terdapat elemen penyabab yang tidak alami.9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI MATI MENDADAK Pengertian kematian mendadak sebenarnya berasal dari kata sudden unexpected natural death yang di dalamnya terkandung kriteria penyebab yaitu natural (alamiah, wajar). Mendadak disini diartikan sebagai kematian yang datangnya tidak terduga dan tidak diharapkan, dengan batasan waktu yang nisbi. Camps menyebutkan batasan kurang dari 48 jam sejak timbul gejala pertama.4 Definisi kematian mendadak menurut WHO yaitu kematian dalam waktu 24 jam sejak gejala timbul, tapi beberapa dokter dan ahli patologi berpendapat bahwa 1 jam terlalu lama, sehingga mereka hanya menyetujui jika kematian terjadi dalam waktu 1 jam sejak timbulnya penyakit.9 Terminologi kematian mendadak disini dibatasi pada suatu kematian alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, mensinonimkan kematian mendadak dengan terminologi sudden natural unexpected death. Kematian alamiah di sini berarti kematian hanya disebabkan oleh penyakit dan trauma atau racun tidak memainkan dalam menyebabkan kematian.11 Deskripsi sudden atau unexpected tidak selalu akurat, unexplained biasanya menjadi alasan dilakukan investigasi medico-legal. Otopsi dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian, meskipun setelah otopsi dilakukan, penyebab kematian tetap tidak diketahui.9 Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu ditemukan pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di jantung atau pembuluh darah utama. Cerebral hemmorraghe yang masif, perdarahan subarachnoid, rupture kehamilan ektopik, hemoptisis, hematemesis dan emboli pulmonal, sebagai contoh, bersama dengan penyakit jantung dan aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab kematian mendadak dan unexpected akibat system vascular.9 Tanpa otopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab kematian dari 25- 50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi otopsi medico-legal dan di Inggris dan

Wales terdapat sekitar 80% otopsi koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan. 9

B. PREVALENSI Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Penyakit pada jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian mendadak.11 Tahun 1997 2003 di Jepang dilakukan penelitian pada 1446 kematian pada kecelakaan lalu lintas dan dari autopsi pada korban kecelakaan lalu lintas di Dokkyo University dikonfirmasikan bahwa 130 kasus dari 1446 kasus tadi penyebab kematiannya digolongkan dalam kematian mendadak, bukan karena trauma akibat kecelakaan lalu lintas.1

C. PENGGOLONGAN KEMATIAN MENDADAK Secara praktis kematian mendadak dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu instantaneous death yaitu kematian yang terjadi dalam beberapa detik setelah awitan gejala, sedangkan noninstantaneous death merupakan kematian yang terjadi dalam beberapa menit setelah awitan gejala.2 Kematian mendadak yang alami dapat dibagi menjadi dua kategori besar : 1. Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat terjadi saat aktivitas fisik, saat merencanakan sebuah perjalanan atau selama melakukan hubungan seksual. 2. Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih

mencurigakan, terdapat kemungkinan hadirnya saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap terjadinya kematian.11

D. PENYEBAB MATI MENDADAK Lesi yang dapat menyebabkan kematian alamiah yang mendadak secara garis besar terdiri dari 3 golongan, yaitu: 11 1. Grup terbesar adalah lesi yang diakibatkan oleh proses penyakit yang berjalan perlahan atau insidental berulang yang merusak organ vital tanpa menimbulkan suatu gejala renjatan akut sampai terjadi suatu penghentian fungsi organ vital yang tiba-tiba. Salah satu contoh yang paling baik untuk golongan ini adalah kematian mendadak akibat penyakit jantung koroner. 2. Terjadinya ruptur pembuluh darah yang mendadak dan tak terduga, yang diikuti dengan perdarahan yang berakibat fatal. Contoh golongan ini adalah pecahnya aneurisma aorta dengan perdarahan ke dalam pericardial sac atau pecahnya aneurisma pada sirkulus Willisi yang menyebabkan perdarahan subdural. 3. Golongan ketiga mencakup infeksi latent atau infeksi hebat yang perjalanan penyakitnya berkembang tanpa menunjukkan gejala yang nyata atau bermakna sampai terjadi kematian. Contohnya adalah endokarditis bakterial atau obstruksi mendadak usus karena volvulus. Pengenalan sebab kematian pada kasus kematian mendadak secara mendasar adalah proses interpretasi yang mencakup deteksi perubahan patologis yang ditemukan secara anatomis, patologi anatomi, bakteriologis dan kimiawi serta seleksi lesi yang ditemukan yang dianggap mematikan bagi korban. 10

1.

PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyebab terbanyak kematian

mendadak di Amerika Serikat, menyebabkan antara 300.000 sampai 400.000 kematian dalam setahun.8 Terdapat variasai sirkardia pada insiden kematian mendadak dengan insiden puncak di pagi hari. Penjelasan yang mungkin adalah pada waktu tersebut aktivitas nervus simpatik meningkat, yang mungkin merupakan faktor predisposisi terjadinya Cardiac Aritmia.8 Beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah yang dapat mengakibatkan mati mendadak antara lain: 9

a. Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis) b. Penyakit Jantung Hipertensi c. Penyakit katup aorta (Aorta Stenosis) d. Sirkulasi koroner anomali e. Penyakit arteri koroner lainnya, seperti poliartritis f. Pembesaran Kardiomiopati g. Penyakit Jantung Kongenital

Penyakit Jantung Koroner (Coronary atherosclerosis) Dengan perhitungan kasar, sekitar 62% dari semua kematian mendadak karena penyakit jantung, disebabkan oleh arteriosklerosis pada arteri koroner. Terbentuknya sumbatan pada lumen cabang pembuluh darah yang partial atau total yang luas ataupun hanya setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat mengirim darah yang adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya akan terjadi coronary artery insufficiency dan jantung secara tiba-tiba berhenti.11 Obstruksi yang signifikan pada lumen arteri koronaria adalah jika membatasi 75% lumen 8 atau setidaknya 80% dari lumen yang normal harus hilang sebelum timbul infark myocard.9 Stenosis dari koroner oleh ateroma sangat sering terjadi, konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara 9 1. Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan

mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot jantung di bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia mudah menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel, terutama pada adanya beban stress seperti olahraga atau emosi. 2. Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma ulseratif dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh darah dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan terbawa ke arah distal pembuluh darah dan pada percabangan pembuluh darah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan multipel mini-infark. Bagian endotel

dari plak yang hancur dapat bertindak seperti katup dan menutup total pembuluh darah. Komplikasi lain adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada plak, membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen pembuluh darah. 3. Trombosis koroner 4. Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi oklusi total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral di tempat bersangkutan tidak cukup memberi darah pada daerah yang bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih dari atau sama dengan 70%. 5. Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan otot yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan mata secara makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak, karena perlu beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas. Tapi efek fatal dari infark dapat terjadi pada setiap saat setelah otot menjadi iskemik. 6. Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak karena hemoperkardium dan tamponade jantung. Keadaan ini umumnya terjadi pada wanita tua, yang mempunyai miokardium yang rapuh, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua orang. Keadaan ini cenderung terjadi dua atau tiga hari setelah onset infark dan bagian otot yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan leftright shunt pada jantung. 7. Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang besar di ventrikel kiri dapat kemudian membengkak karena tekanan yang tinggi selama sistole membentuk aneurisma jantung yang mengurangi fungsi jantung. 8. Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis. Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps dengan gejala insufisiensi

mitral dan bahkan kematian. Ateroma pada arteri koroner bisa fokal dengan plak yang irreguler dengan berbagai ukuran atau dalam jumlah sedikit dan terlokalisir dengan sisa lumen lain pada sistem kardiovaskuler hampir normal. Hal ini berarti setiap bagian pembuluh darah utama harus diperiksa saat otopsi, pemotongan transversal dilakukan dengan jarak tidak lebih dari 3 mm.9 9. Beberapa bentuk infark miokard yang dapat dikenali saat otopsi yaitu: 9 a. Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah subendokardial atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas sampai setengah atau lebih dari tebalnya dinding. b. Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakit arteri koroner murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan yang berat pada arteri koronaria. Besar dan posisi infark tergantung dimana oklusi terjadi. Hampir semua infark jenis ini ditemukan pada ventrikel kiri. Gambaran makroskopis infark miokard awal digambarkan dengan berbeda pada banyak buku patologi, sebagian karena berbagai macam umur infark yang digambarkan oleh penulis. Beberapa gambaran yang khas dari tingkatan infark miokard, adalah: a. 12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan adalah oedem pada otot yang terlihat pucat karena tekanan serabut otot pada pembuluh darah. b. Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga, daerah tersebut menjadi berwarna kuning disertai pecahnya miosit yang menyebabkan lapisan tampak merah. Hal ini akan memberikan gambaran trigoid seperti belang pada macan. c. Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh, disebut myomalacia cordis. Pada fase ini, 2 atau 3 hari kedepan akan terjadi ruptur dan masuk ke kandung perikardial. d. Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi seperti gelatin, warnanya memudar menjadi abu-abu transparan.

e. Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot yang mati dan menjadi jaringan parut.

Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase dapat terlihat secara mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara lain:9 a. Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak spesifik. Perubahan tersebut diantaranya oedema intersisial, kongesti, dan perdarahan kecil. b. periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada serabut otot dan jumlah eosinofilia bertambah. Oedema seluler mereda dan digantikan oleh oedema interfibre, memisahkan serabut otot. c. Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan membayang. Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark, kemudian digantikan oleh mononuklear makrofag akan membersihkan debris dan fibroblas akan menjadi kolagen selama perbaikan. d. Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot, dan kapiler baru dan fibroblas mulai terlihat. e. Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan tidak merata. Beberapa komplikasi infark mikard yang mungkin timbul antara lain: 9 1. Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya

haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu terjadi selama infark. Ruptur palign sering terjadi pada bagian distal dinding ventrikel kiri. 2. Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark terjadi pada endokardium ventrikel kiri. 3. Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural. Perikardium viseral menjadi berwarna merah keunguan dengan vaskular blush pada permukaannya.

4. Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan iskemik relatif. 5. Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang luas menggantikan infark transmural sebelumnya.

Penyakit Jantung Hipertensi Hipertensi dapat menyebabkan kematian mendadak diawali dengan hipertrofi ventrikel kiri. Pada hipertensi, otot jantung harus bekerja ektra untuk melawan tekanan eksternal dan membesar untuk dapat menghasilkan dorongan yang lebih kuat.9 Ateroma sering diasosiasikan dengan hipertensi. Ketika ventrikel kiri harus bekerja melawan tekanan arteri sistemik yang tinggi, serabut otot jantung menjadi hipertrofi. Jika 360-380 gram adalah batas berat rata-rata jantung manusia, maka pada penyakit jantung hipertensi adalah 500-700 gram. Pembuluh darah di bagian tengah harus memberikan suplai pada otot dengan volume yang lebih dari lapisan lain. Hal ini menjelaskan bahwa daerah tengah lebih rentan terhadap perubahan hipoksia, yang didindikasikan dengan penurunan aktivitas enzim dan terjadinya nekrosis laminar. Otot-otot ini menjadi tidak stabil dan dengan dengan mudah membuat rangkaian aritmia dan fibrilasi. 5

Stenosis Aorta Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan lebih nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat mencapai berat 800 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi pada katup jantung menyebabkan katup menjadi tebal dan kaku. Pada tingkat lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak dapat dikenali, massa seperti kapur, dengan lumen hampir tidak cukuplebar untuk memuat sebuah pensil.5 Katup aorta yang sempit, menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri dan menyebabkan hipertrofi otot dalam rangka memompa stroke volume yang sama melewati lubang yang lebih sempit. Efek yang lain adalah penurunan tekanan perfusi koroner, dan akan lebih buruk jika terjadi regurgitasi. Kematian mendadak

10

umumnya terjadi pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang lebih muda dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid.5

Kardiomiopati Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miocardium yang dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana belum diketahui penyebab yang pasti. Kardiomiopati bukan merupakan hasil dari arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit katup jantung. Kardiomiopati dapat digolongakan menjadi 3, yaitu: dilated/kongesti, hipertrofi, dan restriktif-obliteratif. Pada dilated/kongesti, jantung dengan nyata membesar, dengan miokardium yang lembek dan perbesaran pada semua ruang. Secara mikroskopis, terdapat degenerasi dan atau hipertrofi serat otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus, infiltasi sel mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak.8

PENYAKIT SISTEM RESPIRASI Beberapa penyebab kematian mendadak yang disebabkan oleh sistem respirasi adalah:5 a. Asthma b. Upper airway obstruction c. Bronchopulmonary dysplasia d. Cystic fibrosis e. Massive pulmonary hemorrhage f. Idiopathic pulmonary hemosiderosis g. Tension pneumothorax h. Emboli pulmonal

Asthma Asma merupakan bentuk serangan sesak nafas karena rangsangan terkecil material alergi tertentu pada saluran nafas. Diantaranya serbuk sari, debu, uap kimia, kotoran hewan, aspirin dan agen infeksius berupa virus dan aspergillus sp.5 Mekanisme sudden death pada serangan asma akut kurang begitu dimengerti.

11

Diantaranya termasuk aritmia jantung, hipokalemia, dan asfiksia. Sulit memperoleh data yang adequat karena cepatnya episode terminal dan kejadian diluar RS. Proses serangan asma dari gejala sampe gagal nafas hanya berselang 12 jam sajasudden asphixic asma.Bronkodilator menjadi impliikasi penyebab dari sudden death. Kemungkinan vasovagal karena hipotensi dengan bradikardi atau aritmia jantung. Kemungkinan lain bronkodilator hanya meringankan gejala sementara yang membuat pasien menunda ke RS sehingga terlambat dalam pengobatan.5 Studi klinik dari 10 orang pengidap asma yang gagal nafas sebelum atau sesaat setelah masuk RS tidak menunjukkan gangguan ritme jantung secara signifikan, disimpulkan bahwa asfiksia sebagai faktor pencetus daripada aritmia, penyempitan saluran nafas yng massive merupakan petunjuk pasti dari collapsnya paru berdasar dari observasi pasien asma di RS yang memburuk dan menghendaki menghentikan bantuan nafas. Pneumotorak juga berhubungan dengan fatal emboli udara pada atatus asmatikus.5 Kemungkinan terganggunya keseimbangan elektrolit jadi pertimbingan. Pada kasus tertentu hipokalemi karena aksi 2 agonis berpotensial menyebabkan hipoksia, asidosis, dan pengruh 2 agonis sendiri di otot jantung menjadi lemah. 5 Tiga komponen penting yang berperan penting dalam serangan asma adalah bronkospasme, penyumbatan saluran dafas oleh lendir lengket, dan edema mukosa, semua itu memberi kontribusi dalam memperburuk hipoksia yang mengakibatkan berhentinya pernafasan.5 Saat otopsi nampak mediator radang (histamin, prostaglandin, platelet activating faktor, leukositosit, eosinofil). X-ray atau di rongga dada nampak under a water seal. Pada paru terdapat tanda mengmbang berlebihan. Nampak penyumbatan sekret lengket yang tebal di bronkus (kadang juga muncul pada bronkiektasis dan enfisema). Gambaran mikroskopisnya: edema pada dinding bronkus karena penumpukan sel radang. Penebalan subepitel membran basalis dan hipertropi pada otot polos.5 Penyebab utama kematian mendadak karena organ respirasi sebenarnya juga terletak pada faktor vaskular juga. Emboli pulmonar amat sering terjadi dan

12

bahkan kadang tidak terdiagnosa sebagai sebab kematian. Pada hampir setiap kasus, sumber emboli berasal dari vena tungkai.5 Pada saat terjadi trauma, terutama yang memerlukan imobilisasi, trombosis vena terbentuk. Sebagian besar terjadi tanpa gejala dan tidak menimbulkan masalah, tapi sebagian lagi emboli ini terlepas dan menutup pembuluh darah pulmoner dengan ukurannya yang beranek ragam.5 Sekitar 80% dari kematian akibat emboli pulmoner memiliki predisposisi penyebab seperti patah tulang, trauma jaringan, operasi, imobilisasi, dan lain-lain. Ini membuat hubungan antara kematian dan kejadian yang terkait dengan trauma menjadi lebih sulit. Dalam penerapan hukum sukar untuk dibuktikan hingga meyakinkan hakim bahwa trauma yang dibuat tersangka yang menyebabkan kematian.5 Penyebab kematian mendadak yang sering pula terjadi di Indonesia adalah haemoptysis masif dari caverna tuberculosis atau dari yang lebih jarang terjadi haemoptysis masif dari keganasan pada sistem respirasi. Kematian yang cepat namun tidak mendadak dapat juga terjadi pada infeksi dada yang hebat, terutamaoleh strain virus influensa yang ganas.5

Upper airway obstruction a. Tumor Nasofaring Pembesaran adeniod dan tonsil bisa menyebabkan penyumbatan saluran nafas atas,distres pernafasan dan apneu. Tumor lain yang bisa nyumbat saluran nafas adalah tumor kelenjar ludah. 5

Upper airway infections Pemeriksaan epiglottis merupakan pemeriksaan wajib saat otopsi. Pada kasus epiglotitis akut akut, epiglottis nampak merah dan mengkilap dan mungkin menutup lubang laring. Pemeriksaan mikroskop Nampak infiltrasi neutrofil, kadang dengan koloni bakteri. Tenggorokan dan kultur darah sering mengarah pada hemopilus influenza type b. Infeksi lain yang juga dapat menyebabkan kematian kerena penutupan jalan nafas yaitu, tonsillitis, peritonsillar abses, abses retrofaringeal, tonsillitis lidah.5

13

Septik atau radang dipteri tenggorokan juga dapat menyebabkan penghambatan aliran udara yang masuk dan asfiksia yang parah. Edema laring karena tumor faring, laring dan esofagus juga bisa menyebabkan asfiksia. Asfiksia mempunyai ciri nafas dispneu dengan ekspirasi yang memanjang menyebabkan kematian tak terduga pada asma bronkial dengan obstruksi nafas merupakan hasil dari generalisasi spasme otot bronkus terkecil dan adanya sekresi mukus lengket di bronkus besar. 11

Bronchopulmonary dysplasia Bronchopulmonary dysplasia mengacu pada penyakit paru kronik. Ada 3 fase berbeda perkembangan pada displasia bronkopulmonary, akut, reparative, dan kronik. Pemeriksaan makroskopisnya akan ditemukan: permukaan paru-paru halus, tebal, dan bertambah berat, ciri-ciri pada tahap terminal ditandai paru-patu yang pecah. Pada pemeriksaan makroskopisnya, kerusakan terjadi dari trakea sampe ke elveoli, dengan penampakan awal nekrosis pada lapisan epitelial sel disertai ulserasi. Pada kasus yang parah nekrosis bisa sampe kartilago trakea, menyebabkan trakeomalasia, epitel displasia, submukosal fibrosis, dan hipertropi otot saluran nafas terkecil. 5

Cystic fibrosis Berlangsung kronik, pada paru kasus lanjut ditemukan jaringan parut yang luas dengan sumbatan mukus jalan nafas bronkiektasis.5

Massive pulmonary hemorrhage Perdarahan fatal dapat timbul dari kavum tuberkel di paru-paru atau dari bronkiektasis atau bronkial karsinoma. Kadang kavum tuberkel atau gelembung emfisema dapat ruptur ke kavum pleura dan menyebabkan tension pneumotorak.11

14

Tension pneumothorax Sudden death terjadi karena kompresi paru-paru dan pergeseran mediastinum. Pada autopsi temuan awal yang paling jelas mungkin ptosis organ perut dan penonjolan diafragma ke kavum peritoneal dengan paru yang kolap. 5

Emboli Pulmonal Sepersepuluh persen otopsi pada sudden death karena penyakit pada organ ini. Kematian tak terduga bisa karena asfixia hasil dari emboli paru yang masiv yang disebabkan oleh trombus yang besar dari iliaka atau vena femoralis akibat trauma atau operasi yang kemuadian menuju ke paru karena stasis aliran darah.5 Pada saat terjadi trauma, terutama yang memerlukan imobilisasi, trombosis vena terbentuk. Sebagian besar terjadi tanpa gejala dan tidak menimbulkan masalah, tapi sebagian lagi emboli ini terlepas dan menutup pembuluh darah pulmonal dengan ukurannya yang beraneka ragam. 10 Sekitar 80% dari kematian akibat emboli pulmoner memiliki predisposisi penyebab seperti patah tulang, trauma jaringan, operasi, imobilisasi, dan lain-lain. Ini membuat hubungan antara kematian dan kejadian yang terkait dengan trauma menjadi lebih sulit. Dalam penerapan hukum sukar untuk dibuktikan hingga meyakinkan hakim bahwa trauma yang dibuat tersangka yang menyebabkan kematian.10 Secara forensik, merupakan hal yang amat penting bagi dokter untuk dapat membuktikan adanya trombosis setelah tejadinya kekerasan. Jika korban mengalami embolisme yang fatal seminggu setelah kekerasan, namun secara histologi trombosis tampak berumur beberapa minggu, maka jelas kekerasan bukan merupakan penyebabnya.5

LESI PADA OTAK DAN LESI INTRAKRANIAL Pada penelitian disebutkan lesi intrakranial sebagai penyebab kematian mendadak pada orang dewasa secara urut paling banyak disebabkan oleh:3 a. Epilepsi b. perdarahan intraserebral c. perdarahan subarakhnoid spontan

15

d. hematom subdural e. hematom ekstradural f. meningitis bakteri g. tumor otak

Epilepsi Teori mekanisme terjadinya kematian mendadak yang tidak diharapkan pada epilepsi difokuskan pada hipoventilasi dan adanya perubahan jantung yang terjadi ketika atau segera setelah kejang.3 Patofisiologi yang mendasari terjadinya kematian mendadak pada penderita epilepsi tidak diketahui namun mekanismenya juga bisa dikarenakan aritmia jantung yang diperantarai autonom saja atau kombinasi dengan edema paru neurogenik dan gagal jantung. Aritmia jantung tersebut dikarenakan adanya pelepasan katekolamin secara berlebihan dari medula kelenjar adrenal.3 Selain itu, aritmia jantung baik ketika periode kejang atau di antara kejang menyebabkan gagal jantung akut dan hal ini memberi peranan penting dalam mekanisme kematian mendadak yang tidak diharapkan pada epilepsi. Pada beberapa penelitian disebutkan mekanisme lain dikarenakan adanya aktivitas listrik pada amigdala yang memiliki hubungan eferen melalui nuklei sentral ke pusat pengaturan jantung di medula.3 Tidak ada pemeriksaan post mortem diagnostik untuk kasus kematian mendadak pada epilepsi. Diagnosis membutuhkan eksklusi penyebab lain yang potensial menyebabkan kematian yang berhubungan dengan kejadian kematian. Sehingga pemeriksaan post mortem termasuk toksikologi dan histologi diperlukan untuk mengidentifikasi adanya penyakit lain, intoksikasi, atau trauma. Kematian bisa saja salah dikatakan akibat dari epilepsi ternyata ada penyakit lain seperti perdarahan otak, atau overdosis obat. Penelitian juga menunjukkan pemeriksaan neuropatologi otak dapat memberikan informasi tambahan.3 Walaupun hasil otopsi gagal menunjukkan penyebab mendasar dari kematian, namun beberapa hasil otopsi yang didapatkan pada organ penderita dengan kasus ini pernah dilaporkan. Pada kebanyakan kasus anak-anak dan

16

dewasa ditemukan edema serebral pada pemeriksaan otak. Selain itu didapatkan tanda-tanada hipoksia pada daerah hipokampus. Sklerosis pada amigdala juga pernah didapatkan pada beberapa kasus. Pada pemeriksaan paru ditemukan edema paru dengan cairan yang kaya protein dan hemoragik alveolar. Pada jantung ditemukan adanya fibrosis dari sistem konduksi. Pada pemeriksaan hepar didapatkan peningkatan dari berat organ tersebut dan adanya kongesti vena yang mengindikasikan adanya gagal jantung kanan dan keadaan ini tampak pada sebagian besar kasus. Semua temuan ini lebih sering ditemukan pada penderita dengan kematian mendadak yang tidak diharapkan pada epilepsi dibandingkan pada penderita lain dengan epilepsi.3

Perdarahan Sub Arakhnoid Spontan (Non Trauma) Perdarahan sub arakhnoid spontan merupakan keadaan yang sangat berpotensi mengancam jiwa. Penyebab dari perdarahan sub arakhnoid spontan ini sangat perlu diketahui karena akan menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Perdarahan subarakhnoid dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat walaupun mekanismenya masih belum jelas. Banyak kasus yang menunjukkan ketika orang yang sehat terlihat kolaps dan kemudian meninggal.9 Menurut Milenkovic, Babic, dan Raadenkovic, penyebab terbanyak dari perdarahan sub arakhnoid spontan adalah aneurisma (75%), kemudian malformasi arteri-vena (5%), dan perdarahan sub arakhnoid yang tidak diketahui sebabnya (427%).9 Aneurisma serebral merupakan dilatasi fokal patologis dari pembuluh darah otak yang berpotensi untuk ruptur. Aneurisma sakular, atau aneurisma berry, atau aneurisma kongenital merupakan 90% dari seluruh kasus serebral aneurisma dan terletak pada cabang utama dari arteri besar.3 Aneurisma berry merupakan kombinasi antara hipertensi dan lemahnya dinding pembuluh darah. Bagian yang lemah atau tipis pada pembuluh darah otak sangat rapuh terhadap peningkatan tekanan hidrostatik yang disebabkan hipertensi dan akan melebar. Beberapa bagian pembuluh darah otak yang lemah terutama daerah sirkulus Willis, dimana pembuluh darah kecil menghubungkan pembuluh darah otak yang utama. Daerah ini sangat suseptibel untuk terjadi aneurisma

17

berry. Aneurisma berry dapat terbentuk batik pada sirkulasi anterior maupun sirkulasi posterior otak.3 Pada otopsi, diagnosis perdarahan subarakhnoid terbukti sendiri (self evident). Biasanya perdarahan berasal dari sirkulus Willis, perdarahan yang paling tebal akan melewati dasar otak, terutama sisterna basalis. Darah biasanya akan menyebar secara lateral dan dapat menutupi seluruh permukaan hemisfer serebral, otak bagian belakang, dan ke bawah menuju canalis spinalis. Perdarahan akan berwarna merah terang pada perdarahan segar; apabila bertahan beberapa minggu akan berwarna kecoklatan karena hemoglobin mengalami perubahan. Hemosiderin dapat dideteksi dengan pengecatan Perl setelah sekitar tiga hari. Penentuan sumber perdarahan terkadang sulit. 8 Aneurisma tampak pada 85% kasus perdarahan sub arakhnoid spontan namun sisanya tidak menunjukkan adanya aneurisma. Hal ini mungkin karena destruksi aneurisma kecil ketika ruptur. Pencarian akan adanya aneurisma kecil pada otopsi mungkin sulit karena adanya lapisan tebal dari bekuan darah yang terjebak antara selaput otak dan pembuluh darah.8 Diseksi tumpul sebaiknya dilakukan, dengan menggunakan gagang scalpel atau forsep. Darah sebaiknya dicuci menggunakan air yang mengalir. Injeksi air pada salah satu ujung arteri vertebralis yang sudah dipotong, setelah mengikat atau menjepit secara hati-hati pembuluh darah lainnya dan ujung arteri karotis, dapat dilakukan untuk melihat dari mana air tersebut bocor atau keluar. Kebocoran tersebut mungkin multipel karena adanya robekan tambahan ketika pengeluaran otak pada saat otopsi. Aneurisma paling baik dicari pada sediaan otak segar, karena adanya fiksasi formalin dapat menyebabkan bekuan darah menjadi lebih keras sehingga dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah atau aneurisma ketika mengeluarkan bekuan darah tersebut. Aneurisma biasanya ditemukan pada bifurkasi arteri serebral media dan arteri komunikans posterior, di arteri serebral media pada fisura Sylvian, di arteri komunikans anterior, atau dimana arteri komunikans posterior bergabung dengan pembuluh darah serebral posterior. Aneurisma kadang terdapat pada bagian kortikal arteri dan mungkin merupakan bagian yang terbenam dalam permukaan serebral, sehingga sulit untuk dicari. Apabila pembengkakan (dimana dapat terjadi kolaps seluruhnya pada

18

otopsi, terutama ketika ruptur) tidak tampak pada pemeriksaan superfisial sirkulus Willis, pembuluh darah sebaiknya diangkat perlahan menggunakan elevator tumpul sehingga bagian dibawahnya dapat diinspeksi. Terkadang aneurisma yang terbenam dapat ruptur terutama ke bagian korteks yang menyebabkan kesalahan menginterpretasikan lesi tersebut dengan perdarahan intraserebral. Aneurisma berry sering multipel dan bervariasi dalam ukurannya, mulai dari beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter, walaupun ukuran biasanya berkisar antara 3-8 milimeter.9

Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral non traumatik umumnya disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi (hipertensi, eklamsia), juga dikarenakan disfungsi autoregulasi dengan aliran darah otak yang berlebihan (cedera reperfusi, transformasi hemoragik, paparan dingin), pecahnya aneurisma atau malformasi arteri-vena, arteriopati, perubahan hemostasis (trombolisis, antikoagulasi, diatesis hemoragik), nekrosis hemoragik (tumor, infeksi), atau obstruksi aliran vena (trombosis vena serebral).3 Perdarahan intraserebral secara klinis ditandai dengan onset yang mendadak dan berkembang dengan cepat. Perdarahan serebral lebih sering ditemui pada laki-laki dibanding perempuan dan tidak umum terjadi pada umur muda. Perdarahan biasanya terjadi pada orang ketika aktif dibanding ketika beristirahat. Hipertensi sebenarnya sering menyertai keadaan ini dan biasanya hanya ada satu episode perdarahan yaitu ketika serangan. Perdarahan berulang tidak umum ditemukan. Penderita biasanya menunjukkan gejala dalam dua hingga beberap jam.8 Pada perdarahan intraserebral otak akan membengkak secara asimetris, dengan hemisfer yang membengkak mengandung darah. Perdarahan subarakhnoid dapat atau tidak muncul pada dasar otak. Pada irisan, jaringan otak yang berdekatan dengan perdarahan akan membengkak dan edematous. Tidak ada jaringan otak pada daerah hematom. Irisan mikroskopik menunjukkan sklerotik yang terhialinisasi pada arteri dan arteriol. Terkadang dapat ditemukan aneurisma arteriol dan arteri yang dilatasi. Kematian umumnya

19

disebabkan kompresi dan distorsi otak tengah atau perdarahan ke dalam sistem ventrikel.8,9 Walaupun kematian pada pecahnya aneurisma atau perdarahan

intraserebral dianggap wajar, namun pada beberapa keadaan tertentu dapat termasuk dalam pembunuhan misalnya apabila orang tersebut mengalami ruptur aneurisma ketika terjadi kekerasan secara fisik, namun yang menentukan apakah ada aksi kriminal di dalamnya adalah pengadilan, bukan tenaga medis yang memeriksa.8

Infeksi Intrakranial Walaupun infeksi intrakranial lebih sering terjadi pada anak-anak, ada beberapa contoh yang terjadi pada orang dewasa terutama dimana terjadi kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan baik yang disebabkan oleh meningitis bakterial atau yang berhubungan dengan abses otak yang besar.3 Organisme yang umum ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae (4060%), Neisseria meningitidis (15-25%), Listeria monocytogenes (10-15%) dan Haemophillus influinzae (5-10%). Kebanyakan kasus meningitis akan

berkembang menjadi septikemia sekunder. Streptococcus pneumoniae dapat berkembang sekunder menjadi pneumonia pneumokokus. Organisme ini juga umum ditemukan pada trauma kepala dimana terjadi kerusakan dura. Meningitis yang disebabkan Haemophillus, pneumococcal dan meningococcal berasal dari perluasan langsung infeksi telinga tengah. 8 Pada otopsi, otak tampak membengkak. Meningen tampak keruh pada permukaan ventral otak oleh karena eksudat purulen. Eksudat dapat sedikit sehingga tidak bisa dilihat secara kasar, atau dapat sangat banyak. Pada semua kasus meningitis, telinga tengah sebaiknya dibuka dan diperiksa untuk memastikan bahwa telinga tengah bukanlah sumber menigitis.8 Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria meningitidis dapat berupa meningitis purulenta, meningococcemia (septikemia), atau keduanya. Meningococcemia dapat tampak secara klinis sebagai demam ringan, penyakit yang fulminan atau penyakit kronis. Penderita dapat menunjukkan keadaan yang meninggal, demam tinggi, pusing,

20

mual, nyeri kepala, atau lemah pada tubuh. Petekie pada tubuh didapatkan pada 75% kasus. Petekie tersebut dapat bergabung membentuk purpura dan lesi intrakutan. Pada 10% kasus, akan tampak progresivitas yang cepat dengan toksemia, syok, dan kolaps. Penderita mungkin meninggal kurang dari 10 jam setelah onset gejala. Terkadang penderita yang sedang jalan-jalan dan tiba-tiba kolaps kemudian meninggal, pada otopsi didapatkan dengan meningococcemia.8 Pada otopsi akan tampak sianosis, ruam eritema yang timbul seperti jerawat, petekie dan purpura pada kulit, nekrosis bilateral akut pada kelenjar adrenal, namun tidak ada meningitis. Kultur pada cairan otak dan darah untuk meningokokus umumnya negatif setelah pendinginan tubuh dikarenakan kerusakan organisme dan/atau pemberian antibiotik antemortem. Pada beberapa kasus, diagnosis dapat ditegakkan dengan deteksi spesifik polisakarida kapsular meningokokus dari darah.3,8 Tehnik yang digunakan dengan imunoelektroforesis, aglutinasi lateks, atau polymerase chain reaction. 8 Ensefalitis viral jarang ditemukan karena menifestasinya dalam jangka waktu lama, sehingga diagnosa klinis dapat ditegakkan. Otak akan menunjukkan edema berat dengan perivascular cellular infiltrates dan infiltrasi ke selaput otak. Sel-sel terutama limfosit dan polimorfonuklear. Plak nekrosis aselular dapat terlihat pada seluruh otak.8

Tumor Otak Kematian mendadak dan tidak dapat dijelaskan pada beberapa keadaan tertentu dikarenakan oleh tumor otak primer yang tidak terdiagnosis. Pada penelitian dari 10.995 otopsi medikolegal berturut-turut di Dallas, Texas, Di Maio dkk menemukan 19 dari kematian mendadak yang tidak diharapkan disebabkan oleh neoplasma intrakranial primer dengan insiden 0,17%. Pada penelitian lain dari 17.404 otopsi yang dilakukan di Brooklyn Office, ditemukan insiden sebanyak 0,16% dari kematian mendadak yang tidak diharapkan dikarenakan adanya neoplasma intrakranial primer.8 Dari 19 kematian dikarenakan neoplasma intrakranial yang dilaporkan oleh Di Maio dkk, sembilan (47,4%) merupakan kategori astrositoma-

21

glioblastoma. Sisanya termasuk empat kasus dari oligodendroglioma dan masingmasing satu kasus dari meduloblastoma, mikroglioma, teratoma, kista koloid, dan pituitary chromophobadenoma. Enam kasus kematian terjadi sesudah adanya kehilangan kesadaran atau individu tersebut ditemukan meninggal, dimana lima di antaranya tidak menunjukkan gejala-gejala sebelumnya. 13 individu memiliki gejala peningkatan tekanan intrakranial, epilepsi, dan manifestasi psikiatri.8 Perbandingan durasi dan tipe gejala yang ditunjukkan penderita ini dengan populasi penderita di rumah sakit yang kematiannya disebabkan oleh neoplasma intrakranial primer yang sudah terdiagnosis sebelumnya membuktikan bahwa adanya gejala akut dalam durasi yang lebih singkat pada kasus-kasus kematian mendadak yang tidak diharapkan. Gejala-gejala juga cenderung tidak terlokalisasi dan tidak ada perubahan atau perkembangan gejala pada penderita yang epilepsi merupakan manifestasi primer dari penyakit dasarnya. Selain itu juga terdapat insiden yang rendah akan defisit neurologis fokal sebagai gejala yang muncul.8 Menurut penelitian Black dan Graham yang dilakukan pada bagian forensik dari tahun 1995-1998 tumor otak primer merupakan penyebab yang jarang menyebabkan kematian mendadak pada lesi intrakranial. Menurut literatur, tumor otak primer yang utama ditemukan adalah glioblastoma multiform dan jenis tumor lainnya yang pernah dilaporkan adalah oligodendrogliona, meduloblastoma, limfoma, teratoma, dan adenoma pituitari. Tumor intrakranial metastasis yang umumnya ditemukan adalah karsinoma bronkial, koriokarsinoma, dan melanoma. Kista koloid pada ventrikel ketiga juga dihubungkan dengan terjadinya deteriorasi neurologis akut dan dapat menjadi penyebab kematian mendadak pada orang dewasa. Lesi yang kecil dapat tidak ditemukan pada otopsi. Kista yang lebih besar dapat menyumbat foramen Monro dengan dinding yang berselaput tipis dan di dalamnya terdapat bahan seperti hialin yang homogen dan tidak tembus cahaya (soft opaque).3 Sel-sel otak dapat dirusak oleh sel tumor dengan beberapa cara antara lain: secara langsung menyebabkan kompresi akibat pertumbuhan sel tumor, secara tidak langsung akibat pengaruh reaksi inflamasi pada atau daerah sekitar massa

22

tumor, adanya edema otak, atau peningkatan tekanan intrakranial (akibat edema otak atau hambatan sirkulasi cairan serebrospinal).3

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Berhadapan dengan kasus kematian mendadak, autopsi harus dilakukan dengan amat teliti, pemeriksaan histopatologik merupakan suatu keharusan. Sampel diambil dari semua organ yang dianggap terlibat dengan perjalanan penyakit hingga menyebabkan kematian, juga kelainan pada organ yang tampak secara makroskopik, walau mungkin kelainan tersebut tidak berhubungan langsung dengan penyebab kematian.10 Sebaiknya setiap jenis organ dimasukkan pada wadahnya sendiri, menghindari bias pembacaan mikroskopik. Eksisi sampel organ haruslah mencakup daerah yang normal dan daerah yang kita curigai secara mikroskopik terjadi proses patologik. Informasi mengenai temuan-temuan pada autopsi perlu disertakan dalam permintaan pemeriksaan histopatologi, sehingga dokter ahli patologi dapat melakukan tugasnya dengan maksimal.10 Pada autopsi kasus yang diduga kematian mendadak, hampir selalu pemeriksaan toksikologi harus dilakukan. Tanpa pemeriksaan toksikologi, penegakan sebab mati menjadi kurang tajam. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan toksikologi beragam sesuai dengan kecurigaan jenis racun pada kasus secara individual, namun secara umum sampel untuk analisa toksikologi yang dianggap rutin antara lain :10

Darah Tempat terbaik untuk memperoleh sampel darah adalah dari vena femoral atau iliaca, atau dari vena axilaris. Untuk analisa secara umum, sekitar 15 ml darah dimasukkan ke dalam tabung kosong agar pembekuan darah dapat terjadi, bersama itu diambil pula 5-10 ml darah dimasukkan ke dalam tabung berisi antikoagulan seperti EDTA atau potassium oxalat atau heparin. Untuk pemeriksaan alkohol dari darah diperlukan 5 ml darah yang dimasukkan dalam

23

tabung berisi sodium fluorida untuk mengambat destruksi alkohol oleh mikro organisme.

Urin 20-30 ml urine dimasukkan ke dalam kontainer kosong, kecuali bila ada penundaan pemeriksaan, dapat dimasukkan sodium azide.

Muntahan atau isi lambung Muntahan dapat dimasukkan ke dalam kantung plastik yang dapat ditutup rapat, pada autopsi isi lambung dapat dimasukkan ke dalam wadah yang sama dengan membuka kurvatura minor dengan gunting. Laboratorium tertentu juga akan meminta sampel dinding lambung karena bubuk atau debris tablet dapat melekat pada lipatan lambung dengan konsentrasi yang tinggi.

Faeces Isi rektum umumnya tidak diperlukan untuk analisa kecuali ada kecurigaan keracunan logam berat, sampel sebanyak 20-30 gram dapat dimasukkan ke dalam wadah yang dapat tertutup rapat.

Liver dan organ lain Hati dapat diperiksa secara utuh untuk analisa toksikologi, bila hanya sebagian hati yang diambil sebagai sampel (100 gr) maka berat total hati harus dicantumkan dalam lembar permintaan pemeriksaan. Pada penyalahgunaan bahan pelarut seperti pada penghirup lem, bahan kimia peracun umumnya dapat ditemukan dalam darah. Laboratorium dapat membantu bila kita dapat memberikan sampel paru secara utuh agar gas yang terperangkap dalam paru dapat dianalisa. Pada keadaan ini paru dimasukkan ke wadah kedap udara seperti kantung nilon atau kantung polyvinyl klorida.

24

Potongan rambut dan kuku Pada keracunan logam berat sebagian rambut dapat dipotong atau dicabut beserta akarnya. Potongan kuku dapan tapat digunakan pada pemeriksaan penunjang karena logam berat mengendap pada kuku dan dapat dianalisa dengan analisa aktivasi neutron untuk melihat hubungan pertumbuhan rambut dan paparan racun. Paparan racun yang paling baru akan terlihat paling dengan dengan akar atau pangkal kuku.

25

BAB III PENUTUP


Kematian mendadak meliputi kematian seketika, kematian tak terduga dan kematian tanpa saksi atau sebab kematian yang tidak jelas. Penyebab kematian mendadak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok menurut sistem dalam tubuh, di mana kelompok penyakit sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem saraf, sistem pencernaan, sistem saluran kencing, sistem genital dan sebab lain. Kematian mendadak dalam aspek forensik selalu dianggap tidak wajar sampai dibuktikan merupakan kematian wajar. Untuk menetukan sebab kematian, perlu dilakukan otopsi dan dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Dengan demikian dalam penyelidikan kedokteran forensik pada kematian mendadak, alasan yang sangat penting dilaksanakannya otopsi adalah menentukan apakah terdapat tindak kejahatan. Dari sudut kedokteran forensik, tujuan utama pemeriksaan kasus kematian mendadak adalah menentukan cara kematian korban.

26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Anonim. Sudden Death. http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/04 /sudden-death/. Diakses tanggal 12 Oktober 2013

2.

Anonim. Kematian Mendadak Oleh Karena Ruptur Aneurisma Pada Sindrom Marfan.http://www.scribd.com/doc/25784794/Kematian-Mendadak-OlehKarena- Ruptur-Aneurisma-Pada-Sindrom-Marfan. Diakses tanggal 29 Mei 2010

3.

Anonim. Sudden Death Due to Intracranial Lession. http://www.scribd.com/ doc/25785441/Sudden-Death-Due-to-Intracranial-Lesion. Diakses tanggal 29 Mei 2010.

4.

Budiyanto. A, Widiatmika.W, Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta. Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. 1997

5.

Byard, Roger W. Sudden Death in Infancy Childhood and Adolescent. 2004. Cambrige University Press. New York.

6.

Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2008

7.

Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum et Repetum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Semarang.2008.

8.

Di Maio Vincent J.M, Dana Suzanna E. Natural Disease. Dalam : Handbook of Forensic Pathology. Austin : Landes Bioscience; 1998. Hal : 35-64

9.

Knight B. Forensic Pathology. Second Edition. New York : Oxford University Press. 1996 : 487 516.

10. Kristanto, Erwin, Tjahjanegara Winardi.Kematian Mendadak (Sudden Natural. 11. Unexpected Death). http://www.freewebs.com/erwin_k/kematianmendadak.htm. Diakses tanggal 13 oktober 2013 12. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine. Pathology and toxicology. 2nd edition. New York : Appleton century croft. 195

27

Anda mungkin juga menyukai