Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

SINDROM NEFROTIK

Oleh: Otchi Putri Wijaya, S.Ked NIM : 70 2009 047

Pembimbing: dr. Hadi Asyik, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG RSUD PALEMBANG BARI 2014

BAB I LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI Nama : M.F Umur : 3,5 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Alamat: jl. 4 ulu laut lr. Mesjid kertapati Agama: Islam Ayah: Nama: Pardi Tingkat Pendidikan: SMP Usia: 36 tahun Pekerjaan: Tukang becak Ibu: Nama: Marni Tingkat Pendidikan: SMA Usia: 32 tahun Pekerjaan: Ibu RumahTangga Datang kepoli tanggal 31 Desember 2013

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama: Bengkak di muka B. KeluhanTambahan: Batuk (+) pilek (+) C. Riwayat Perjalanan Penyakit: 3 hari SMRS, pasien mengeluh bengkak pada muka. Bengkak muncul pertama kali di daerah muka saat bangun tidur, kemudian di pip dan tungkai. Bengkak tidak berkurang di siang hari. BAK lancar, frek 7-8 kali, warna kuning teh jernihan, BAK warna merah (-). BAB biasa, sesak (-), demam (-), batuk (+) berdahak (+) dahak berwarna kehijauan, pilek (+), nyeri tenggorokan (-), gatal pada badan (-), timbul koreng di badan (-).

1 hari SMRS, bengkak semakin bertambah terutama saat bangun tidur. Bengkak tidak hanya pada daerah muka, tetapi bertambah pada daerah perut, kemaluan, dan tungkai. Bengkak tidak berkurang saat pasien beraktivitas. Pasien berobat ke klinik dokter umum dekat rumahnya dan diberikan obat berwarna hijau, kuning (vitamin). Bengkak berkurang tetapi tidak hilang. Keluhan bukan pertama kali dirasakan pasien. Pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada bulan April tahun 2013 dan di rawat selama 12 hari. Setelah keluar dari RS keluhan hilang, namun keluhan kambuh kembali pada bulan Juni, saat itu pasien mengalami batuk dan pilek lalu pasien di rawat selama 12 hari. Selama perawatan keluhan bengkak mengalami perbaikan dan hilang. Menurut pengakuan ibu pasien keluhan bengkak pada muka yang menjalar ke seluruh tubuh akan timbul apabila anak mengalami batuk pilek. Pasien lalu di bawa ke poli RSUD Palembang bari untuk kontrol ulang. BAK: warna kuning teh, frekuensi 7-8 kali sehari, nyeri saat BAK (-), berbusa (+). BAB: normal. Nyeri perut (-), sesak (-), demam (-), batuk pilek (+), mual muntah (-), sakit kepala (-).

D. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit tenggorokan (-) Riwayat korengan (-) Riwayat malaria (-) Riwayat hepatitis (-) Riwayat sakit gigi/ gigi karies (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

F. Riwayat Keluarga
Marni/32 tahun/IRT

Pardi/36tahun/tukang becak

10 tahun

7tahun

3,5 tahun

G. RiwayatKehamilandanKelahiranAnak Os lahir di rumah dari ibu G3P2A0, hamil cukup bulan, riwayat demam menjelang persalinan (-), KPSW (-), ketuban hijau (-), berbau busuk (-), kental (-). Riwayat persalinan: ditolong oleh bidan, lahir spontan, tidak langsung menangis sekitar setengah jam baru menangis, bayi kebiruan (-). BBL : 3200 g, PB : ibu pasien lupa

H. Riwayat Makanan Lahir 7 bulan: ASI 7 bulan - 2 tahun 6 bulan: ASI + Bubur saring 2 tahun 6 bulan sekarang: makanan seperti makanan orang dewasa

variasi makanan telur (sering), tahu tempe (sering), ayam dan daging (sesekali), sayur mayur (sering) ditambah dengan susu setiap hari di pagi hari

I. Riwayat Imunisasi BCG: sudah, skar di bahu kanan ada DPT: 3 kali Polio: 3 kali Hepatitis B-1: 2 kali Campak: 1 kali Kesan: imunisasi dasar lengkap

J. Riwayat Perkembangan Tengkurap: 3 bulan Duduk: 4 bulan Merangkak: 9 bulan Berjalan: 12 bulan

K. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga Kondisi sosial keluarga adalah kurang.

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. PemeriksaanUmum Kesadaran: Compos mentis Nadi: 123 /menit Laju pernafasan: 26 /menit Suhu: 37,3 C Berat Badan: 13,6 kg Tinggi badan: 89,5 cm Lingkar perut: 55 cm

B. Status Gizi BB/U : 13,6/13 x 100% = 104,61% BB/TB : 13/14 x 100% = 92 % Kesan: status gizi berdasarkan BB/TB gizi cukup

C. Pemeriksaan Khusus Kulit: sawo matang, kulit tampak pucat. Kepala: Muka terlihat sembab, Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), edema palpebra (+). Telinga: deformitas (-), sekret (-). Hidung: deformitas (-), NCH (-), sekret (+). Tenggorokan: Faring hiperemis(-) T1/T1. Leher: kelenjar getah bening tidak membesar. Dada: Paru: Inspeksi: simetris, retraksi (-) Palpasi:stem fremitus (N) Perkusi: sonor Auskultasi: vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung - Inspeksi: pulsasi (+), iktuskordis (+) - Palpasi: iktuskordis (+), thrill (-) - Perkusi: batasjantung normal - Auskultasi: bunyi jantung I dan II normal, tunggal,bising (-) Abdomen: Cembung, Shifting dullness (+), hepar dan lien sulit dinilai, bising usus menurun. Punggung: deformitas (-), gibbus (-). Genital: laki-laki, simetris, skrotum edema (+) Anggota gerak: akral dingin (-), CRT <2 detik, pitting edema (+). Kelenjar getah bening: tidak ada pembesaran

D. PemeriksaanLaboratorium 17 Desember 2013 Hb: 12,6 gr/ml Leukosit: 14.600/ml Trombosit : 253.000 Ht : 36% Hitung jenis: B:0, E: 0, Segmen: 68, L: 32, M: 0 ASTO : (-) CRP : (-) Kimia Darah: Kolesterol Total : 328 Protein Total : 4 mg/dl Albumin : 1.9 mg/dl Globulin : 2.1 mg/dl Ureum : 12 mg/dl Kreatinin : 0.54 mg/dl As. Urat : 3.62 mg/dl Urine Rutine : o o o o o Sedimen : Eritrosit: 1-2/LPB Leukosit: 2-3/LPB Epitel: + kuning muda, jernih Berat jenis :1.020 PH : 6.5 Protein : +3 Urobilinogen :+1

Tanggal 24 Desember 2013 Urine Rutine : o o o o o Sedimen : Eritrosit: 0-2/LPB Leukosit: 0-2/LPB Epitel: Silinder hyalin (+), granuler (+) kuning muda, jernih Berat jenis :1.025 PH : 6.5 Protein : +3 Urobilinogen :+1

E. Tata Laksana Bed Rest Dietetik : Kebutuhan Kalori (1500 kkal/hari) Nasi Biasa Rendah Garam Protein 2g/kgBB/hari Garam 0,5g/kgBB/hari

Diuretika : Furosemide 2x20 mg Prednison : 2 2 1 tab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemi. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 40 mg/m2/jam atau proteinuria +2 atau lebih. Hipoalbuminemia apabila kadar albumin dalam darah 2,5 gram/dl serta kolesterol dalam darah meningkat 200 mg/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai hipertensi, hematuri dan azotemia. Korpuskulus ginjal terdiri dari kapsula bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Istilah glomerulus seringkalai digunakan juga untuk menyatukan korpuskulus ginjal, walaupun glomerulus kebih sesuai untuk menyatakan rumbai kapiler. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal, Terdapat ruang yang mengandung kemih antara rumbai kapiler dan kapsula bowman, dan ruang yang mengandung kemih ini dikenal dengan nama ruang bowman atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sekl-sel epitel. Sel-sel epitel parietal berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula. Sedangkan sel-sel epitel visceral jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel-sel visceral mebentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kai yang disebut podosit, yang bersinggunagan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah-daerah yang terdapat di antara podosit biasanya disebut celah poripori, lebarnya sekitar 400 A.

Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara sel-sel epitel pada satu sisi dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. Membrana basalis kapiler kontinu dengan membrane basalis tubulus. Pada membrana basalis tidak tampak adanya pori-pori, kendatipun bersifat seakan-seakan memiliki pori dengan diameter sekitar 70 sampai 100 A. Sel-sel endotel membentuk bagaian terdalam dari rumbai kapiler. Tidak seperti sel-sel epitel, sel endotel berkontak kontinu dengan membrana basalis. Tetapi ada beberapa pelbaran seperti jendela yang dikenal dengan nama fenstra yang diameternya sekitar 600 A. Sel-sel endotel kontinu dengan endotel yang membatasi arteriola aferen dan eferen. Sel-sel endotel, membrana basalis dan sel-sel epitel visceral merupakan 3 lapisan yang membentuk membrane filtrasi glomerulus. Membrana filtrasai glomerulus memungkinkan ultrafiltrasi darah melalui pemisahan unsure-unsur darah dan molekul-molekul protein besar dari bagian plasma lainnya, dan mengalirkan bagian plasma tersebut sebagai kemih primer ke dalam ruang dari kapsula bowman. Membrana basalis glomerulus tampaknya merupakan struktur yang membatasi lewatnya solut ke dalam ruang kemih berdasarkan seleksi ukuran molekul. Disamping itu, sawar fltrasi memiliki muatan negatif yang ditimbulkan oleh kumpulan makro molekul kaya anion pada membrana basalis dan melapisi batas sel epitel dan endotel. Muatan negatif inilah yang menjadi alas an mengapa secara normal albumin anionic tidak mampu masuk keruang kemih.

II. Epidemiologi Angka kejadian Sindrom Nefrotik (SN) pada anak berkisar 2 per 100.000 anak. Sekitar 75%-80% kasus SN di klinik merupakan SN primer (idiopatik). Angka kejadian terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun. Pada anak-anak, berdasarkan histopatologis yang tampak pada

10

biopsi ginjal, paling sering ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita.

III. Etiologi Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 golongan, yaitu : 1. Sindrom nefrotik bawaan / kongenital, yaitu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau 3 bulan pertama kehidupan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom nefrotik primer/idiopatik, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Klasifikasi sindroma nefrotik berdasarkan histopatologi, Churg dkk membagi dalam 4 golongan, yaitu: a. Glomerulonefritis pascastreptokok b. Glomerulonefritis kelainan minimal Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain c. Glomerulonefritis membranosa

11

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik d. Glomerulonefritis proliferatif - Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel

polimorfonukleus.Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan yang lama - Dengan penebalan batang lobular Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular. - Dengan bulan sabit (crescent) Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular) dan visceral. Prognosis biasanya buruk. - Glomerulonefritis membranoproliferatif Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang

menyerupai membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik. e. Glomerulosklerosis fokal segmental Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering

disertai dengan atrofi tubulus. Prognosisnya buruk. Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM) sekitar 80-80%. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih

12

sedikit dibandingkan pada anak-anak.Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-9%, proliferatif mesangial difus (GNPMD) 6,2% dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%.

3. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah : a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema. b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS. c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, timbal, racun serangga, bisa ular. d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis. e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal, tumor wilms, leukemia

IV. Klasifikasi 1. Berdasarkan etiologi a. Sindrom nefrotik primer b. Sindrom nefrotik kongenital c. Sindrom nefrotik sekunder 2. Berdasarkan kelainan histopatologi a. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) b. Glomerulosklerosis glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

c. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

13

d. Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif e. Glomerulonefritis kresentik (GNK) f. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial

g. Glomerulonefritis membranosa (GNM) h. Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

3. Berdasarkan respon terhadap terapi steroid a. Steroid responsif (umumnya SNKM) b. Steroid dependen (umumnya juga SNKM) c. Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP) atau sindrom neforik sekunder Pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu: 1. Sindrom nefrotik respon steroid (SNSS) 2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) Beberapa batasan yang dipakai pada SN adalah: 1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. 2. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. 3. Relaps jarang: proteinuria +2/> muncul kembali kurang dari dua kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. 4. Relaps sering : proteinuria +2/> muncul kembali 2 kali dalam 6 bulan atau 3 kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan. 5. Dependen steroid: relaps terjadi saat dosis steroid diturunkan

(alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan alternating dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.

14

6. Resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu ke delapan pengobatan steroid alternating.

V. Patofisiologi Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial. Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya -glikoprotein sebagai perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

15

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia. Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

16

Permeabilitas kapiler glomerulus

Proteinuria masif

Hipoalbuminemia Hipoalbuminemia

Tekanan osmotik intravascular Ekstravasasi cairan ke interstisial

Katabolisme lipoprotein

LDL

Hiperkolesterolemia

Trigliserida

Hipovolemia Tekanan perfusi ginjal Aktivasi RAAS Reabsorpsi Na di tubulus distalis

Edema

Oliguria

Volume BAK

Retensi garam dan air

VI. Gejala Klinis Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anakanak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat.

17

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan

hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM. Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani. Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik. Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri. Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut dan tekanan darah.

18

Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain. Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria. Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik. Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal VII. Penegakan Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang
19

berkurang. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan. b. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan rutin Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitungjenis, LED Urinalisis : Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif ( 2+),

dapat disertai hematuria. Kimia darah : koesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin,

asam urat, Na, K, Ca dan P Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal Klirens kreatinin (rumus Schwart) K x tinggi badan (cm)

Kreatinin serum (mg/dl) Nilai K pada : BBLR < 1 tahun Aterm< 1 tahun 1-12 tahun Perempuan 13-21 tahun Laki-laki 13-21 tahun TesMantoux (sebelum terapi steroid dimulai) = 0,33 = 0,45 = 0,55 = 0,57 = 0,70

Pemeriksaanatasindikasi Fototorak, EKG bila dijumpai edema berat ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis

20

CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria,

leukositosis, leukosituria dan silinderuria ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE Biopsi ginjal dengan indikasi: Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis Usia <1 tahun C3 menurun secara persisten Steroid persisten/ relaps sering (selama atau pasca terapi steroid)

VIII. Diagnosis Banding 1. Penyakit ginjal : Sindrom nefrotik, sindrom nefritis akut 2. Penyakit hati : sirosis hepatis 3. Penyakit jantung : dekomp cordis 4. Malnutrisi

IX.

Penatalaksanaan

1. Aktivitas Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka, dispnea, hipertensi tirah baring 2. Diet protein normal sesuai RDA yaitu 2 gram/kgbb/hari rendah garam (1-2 gram /hari) selama edema / mendapat terapi steroid 3. Diuretik restriksi cairan (30 ml/kgbb/hari) selama ada edema berat dan oliguria loop diuretic furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila kadar kalium rendah < 3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton 1-2 mg/kgbb/hari diberikan pada edema berat/ anasarka. Diuretik > 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma.

21

Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin 1,5 gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 2025% 1gram/kgbb atau plasma sebanyak 15-20 ml/kgbb dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb iv.

4. Antibiotik/ antiviral Antibiotik diberikan bila: edema anasarka + laserasi kulit amoksisilin, eritromisin atau sefaleksin infeksi beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi bila terjadi infeksi varicella asiklovir 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara 5. Imunisasi vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai kontak dengan penderita varicella imunoglobulin varicellazoster dalam waktu <72 jam 6. Tuberkulostatika tes mantoux (+) beri INH profilaksis TBC aktif beri OAT

7. Kortikosteroid Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai : - hipertensi - infeksi berat (viral/bakteri) - azotemia o Pengobatan inisial pada pasien baru Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2 mg.kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis (maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu

22

Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hari (2/3 dosis inisial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke5 sampai dengan akhir minggu ke8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.

Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 steroid resisten Bila dijumpai proteinuria ( +2) setelah pengobatan steroid selesai, perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB selama 5-7 hari.

o Pengobatan SN relaps

Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria masih tetap ( +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai dengan prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3 hari berturut-turut) maksimal 4 minggu dilanjutkan dosis alternating selama 4 minggu stop

Bila pada full dose selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu remisi (-) resisten steroid

o Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid Ada 4 pilihan: 1. pemberian steroid jangka panjang 2. pemberian Levamisol 3. pengobatan CPA 4. pengobatan siklosporin Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan. 1. Steroid jangka panjang o Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh 4 minggu sampai terjadi remisi. o Lanjutkan dengan steroid alternating 4 minggu, kemudian dosis diturunkan perlahan 0,5 mg/kgbb setiap 4 minggu sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu

23

antara 0,1-0,5 mg/kgbb alternating, dapat diteruskan selama 6-12 bulan coba dihentikan. o Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb/alternating, tetapi < 1 mg/kgbb/alternating tanpa efek samping yang berat dapat dicoba dikombinasi dengan Levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan atau langsung diberi CPA o Bila pasien: Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb/alternating atau Meskipun dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai: - efek samping steroid yang berat - pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain hipovolemia, trombosis, sepsis Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12 minggu. 2. Sitostatika o Siklofosfamid mg/m2/hari atau o Klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari selama 8 minggu Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, lekosit, trombosit 1-2 x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit < 3000/uL, Hb< 8 g/dl, atau trombosit < 100.000/uL dan diteruskan kembali setelah lekosit > 5000/uL 3. Siklosporin (CyA) Siklosporin dosis 5 mg/kgbb/hari dipakai pada: SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau sitostatika SN relaps sering/dependen steroid oral 2-3 mg/kgbb/hari atau iv 500

24

SN relaps frekuen/ dependen steroid Prednisone FD remisi Remisi 4 minggu AD Diturunkan sampai dosis threshold 0,1-0,5 mg/kgbb AD(6-12 bulan) Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kg AD Levamisol 2,5 mg/kgbb AD (4-12 bulan) Relaps pada prednisone > 1 mg.kg AD atau efek samping steroid CPA 2-3 mg/kgbb 8-12 minggu Relaps prednisone standar Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kgbb AD Siklosporin 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun Prednisone AD + CPA

Skema pengobatan prednison jangka panjang o Pengobatan SN resisten steroid Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai Obat-obat yang digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6 bulan o Pengobatan komplikasi Tromboemboli Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/ dependen steroid/ steroid resisten : aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid

25

Heparin diberikan bila sudah trombosis. Hipovolemia Diatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus albumin 1 gram/kgbb atau plasma 20 ml.kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb iv. Hipokalsemia Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg.kgbb iv. o Tindak lanjut Pemeriksaan berat badan, intake output, lingkar perut, tekanan darah setiap hari Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu Urinalisis dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut) Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali 2 minggu Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama pasien dirawat. o Indikasi pulang Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi, dalam keadaan remisi. Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan. Setelah steroid dihentikan, kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas gejala.
Nephrotic syndrome is an important chronic disease in children. About 80% children with idiopathic nephrotic syndrome show remission of proteinuria following treatment with corticosteroids, and are

classified as steroid sensitive.

26

X.

Komplikasi 1. Tromboemboli 2. Infeksi 3. Hiperlipidemia 4. Hipokalsemia 5. Hipovolemia 6. Gagal ginjal akut 7. Anemia 8. Pertumbuhan abnormal

XI. Prognosis Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut : 1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun. 2. Disertai oleh hipertensi. 3. Disertai hematuria. 4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder. 5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal. Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

27

BAB III ANALISIS MASALAH


Anak laki-laki 3,5 tahun datang dengan keluhan utama bengkak pada daerah muka. Awalnya, edema muncul di kedua mata saat bangun tidur kemudian ke perut dan tungkai. Edema tungkainya adalah edema pitting. Selain itu, hasil urinalisisnya menunjukkan adanya proteinuria +3. Sedangkan dari hasil lab darah menunjukkan peningkatan kadar kolesterol darah 328 mg/dl, dan adanya hipoalbuminea 1,9 mg/dl. Berdasarkan konsensus tatalaksana sindrom nefrotik pada anak oleh IDAI, kedua gejala klinik di atas menunjukkan dua dari empat gejala klinik untuk mendiagnosis sindrom nefrotik. Menurut konsensus tersebut, sindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinik dengan gejala: 1. Proteinuria masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau 2+). 2. Hipoalbunimenia 2,5 g/dL. 3. Edema. 4. Dapat disertai hiperkolesterolemia. Oleh sebab itu, os dapat didiagnosis menderita sindrom nefrotik. Orang tua os, mengaku gejala edema tersebut timbul sejak 3 hari sebelum datang kepoli rumah sakit. Orang tua Os mengaku bahwa sakit yang diderita oleh anaknya bukan yang pertama kali dirasakan. Os pernah berobat ke klinik dokter umum dan diberikan obat yang berwarna hijau. Keluhan pasien berkurang tetapi tidak sampai hilang. Os tidak mengalami demam, nyeri tenggorokan, susah menelan gatal-gatal pada kulit dan tidak nyeri saat BAK., tetapi pasien mengalami batuk (+), pilek(+). Berdasarkan konsensus IDAI mengenai penyakit ini, os menderita SN yang berulang tetapi tidak mengalami edema anasarka tidak harus dirawat melainkan dilakukan evaluasi pemeriksaan urine 3 hari berturut-turut menyatakan protein +3 baru kita rawat untuk mencari penyebab dari infeksi. berdasarkan penatalaksaan untuk sindrom nefrotik: Pengobatan kasus ini

28

Aktivitas Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka, dispnea, hipertensi tirah baring Diet protein normal sesuai RDA yaitu 2 gram/kgbb/hari rendah garam (1-2 gram /hari) selama edema / mendapat terapi steroid Diuretik restriksi cairan (30 ml/kgbb/hari) selama ada edema berat dan oliguria loop diuretic furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila kadar kalium rendah < 3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton 1-2 mg/kgbb/hari diberikan pada edema berat/ anasarka. Diuretik > 1 minggu periksa ulang natrium dan kalium plasma. Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin 1,5 gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1gram/kgbb atau plasma sebanyak 15-20 ml/kgbb dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb iv. Antibiotik/ antiviral Antibiotik diberikan bila: edema anasarka + laserasi kulit amoksisilin, eritromisin atau sefaleksin infeksi beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi bila terjadi infeksi varicella asiklovir 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis 7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara Imunisasi vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid selesai kontak dengan penderita varicella imunoglobulin varicellazoster dalam waktu <72 jam

29

Tuberkulostatika Kortikosteroid Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai : - hipertensi - infeksi berat (viral/bakteri) - azotemia o Pengobatan inisial pada pasien baru Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2 mg.kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis (maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hari (2/3 dosis inisial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke5 sampai dengan akhir minggu ke8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi. Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 steroid resisten tes mantoux (+) beri INH profilaksis TBC aktif beri OAT

30

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Husein, dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak.Unit Kerja Koordinasi Nefrologi IDAI. Jakarta, Indonesia. Bagian IKA RSMH, 2008.StandarPenatalaksanaanIlmuKesehatanAnak. Palembang, Indonesia. Hasan, Rusepno, dkk. 2007. BukuKuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta, Indonesia. Mansjoer, Arif. 2000. KapitaSelektaKedokteran. EdisiKetiga. Jilid 2.Penerbit Media Aesculapius FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta,

Indonesia Sari, Dina Kartika, dkk. 2006. Pediatricia. EdisiKedua. Tosca Enterprise. Jogjakarta, Indonesia.

31

Anda mungkin juga menyukai