Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada kegiatan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak, setiap sarjana kedokteran harus membuat laporan kasus mengenai penyakit yang ada di bangsal dan merupakan salah satu bagian dari penilaian dan salah satu syarat untuk mengikuti ujian kepaniteraan diakhir bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penentuan judul penyakit yang akan dibuat laporan dilakukan oleh dosen pembimbing klinik di tiap bagian. Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori A dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.1,2 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).3,4 Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain:3 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi, 2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, 3. Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan 4. Peningkatan sarana transportasi. Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip

utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni pemberian cairan pengganti.5 Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

1.2

Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan pembuatan laporan kasus ini: 1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap kasus Demam Berdarah Dengue yang didapat secara menyeluruh. 2. Diharapkan adanya pola berpikir kritis setelah dilakukannya diskusi laporan kasus Demam Berdarah Dengue ini dengan pakar atau pun dosen pembimbing klinik yang membimbing. 3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan pemahaman yang didapat mengenai kasus Demam Berdarah Dengue yang terkait pada kegiatan kepaniteraan.

BAB II LAPORAN KASUS


I. IDENTIFIKASI Nama Umur :FAP : 3 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki Agama Bangsa Alamat : Islam : Indonesia : Lr Tangga Panjang 9-10 Ulu SU I Palembang

MRS tanggal : 31 Desember 2013 pukul 11.00 wib MedRec : 097413

II.

ANAMNESIS

(alloanamnesis dengan ibu penderita pada tanggal 31 Desember 2013) Keluhan Utama : Demam tinggi Keluhan Tambahan: lesu dan nafsu makan menurun Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam tinggi, demam naik turun, demam terutama sore hingga malam hari, demam tidak disertai mengigil dan kejang. Penderita tidak merasakan adanya timbul bintik-bintik kemerahan pada kulit, perdarahan pada gusi dan mimisan. Penderita merasakan nafsu makan menurun, mual dan muntah tidak ada, bab biasa dan bak biasa. Nyeri kepala (), nyeri sendi (-), nyeri ulu hati (-), batuk (+), pilek (-), sulit menelan (-), nyeri telinga (-). Penderita diberikan paracetamol syrup setiap demam dan diberikan stesolid karena ibu os takut penderita mengalami kejang. Setelah diberikan obat tersebut, demam penderita sudah mulai berkurang dan kejang tidak ada.

Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, ibu penderita melihat adanya timbul bintik bintik kemerahan pada wajah penderita. Kemudian penderita dibawa ke Poliklinik RSUD BARI Palembang, dilakukan pemeriksaan, lalu dianjurkan untuk dirawat.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. Riwayat bepergian ke luar kota atau ke daerah endemis malaria disangkal. Penderita mengalami sakit TB paru sejak tanggal 6-11-13, dan penderita sedang mengalami pengobatan OAT ( 2 macam obat yang dimakan penderita yaitu warna merah dan putih). Riwayat kejang ada, yaitu pada saat penderita berumur 1,5 tahun. Pada saat itu penderita mengalami kejang saat demam, kejang < 15 menit dan hanya terjadi 1 kali.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat adanya tetangga sekitar rumah yang menderita DBD tidak jelas.

Riwayat Kelahiran Lahir dari ibu G1P1A0, cukup bulan, spontan langsung menangis, ditolong dokter kebidanan di RSMP, BBL = 3000 gram, PB = 50 cm. Riwayat ibu demam tidak ada, riwayat PEB tidak ada, riwayat KPSW tidak ada.

Riwayat Makanan 0 2 tahun 6 9 bulan : ASI : ASI, bubur susu, buah-buahan

9 bln 12bln 12 bln-18 bln

: ASI, bubur tim, buah-buahan : ASI, nasi lunak, buah-buahan

18 bln s/d skrg : Nasi biasa, lauk pauk, sayur mayur, buah-buahan. Kesan : Kualitas dan kuantitas gizi cukup baik

Riwayat Perkembangan Tengkurap : 5 bulan

Merangkak : 9 bulan Duduk Berdiri Berjalan Kesan : 7 bulan : 10 bulan : 11 bulan : Perkembangan motorik masih normal

Riwayat Imunisasi BCG DPT Polio Hepatitis B Campak Kesan : 1 kali : 3 kali : 3 kali : 3 kali : 1 kali : status imunisasi dasar penderita lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak pertama dari Tn.S yang bekerja di rumah makan dan Ny.D sebagai ibu rumah tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong mampu.

III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran Nadi Tekanan Darah Pernapasan Suhu badan Berat badan Tinggi badan Status Gizi Kesan : Gizi baik Pemeriksaan Khusus Kepala Rambut Mata

: kompos mentis : 110 x/menit, isi dan tegangan cukup : 110/70 mmHg : 24 x/menit : 37,4 oC : 13 kg : 88 cm : BB/TB = 13/88 x 100% = 100% (gizi baik)

: lurus, hitam, tidak mudah dicabut : anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada, edema palpebra tidak ada

Telinga Hidung Tenggorok Gigi dan mulut

: sekret tidak ada : NCH tidak ada , sekret tidak ada, epistaksis (-) : faring hiperemis tidak ada, tonsil T1-T1 : gusi berdarah (+)

Pada sekitar pipi tampak ada bintik bintik kemerahan.

Leher Thoraks Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi

: Pembesaran KGB tidak ada

: bentuk simetris, retraksi tidak ada : tidak teraba benjolan, stem fremitus kanan dan kiri sama : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada Jantung Inspeksi : pulsasi tidak ada, iktus tidak ada

Palpasi Perkusi

: thrill tidak ada : Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LPS dekstra, batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra batas jantung bawah ICS V.

Auskultasi

: HR = 110 x/menit, BJ I dan II normal, irama regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi : datar : lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium tidak ada : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas

: akral dingin (+), edema tidak ada, ptekiae spontan tidak ada, CRT < 3 detik, Rumple leed (+)

Status neurologikus Fungsi motorik Tungkai Pemeriksaan Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Kanan Luas +5 Eutoni (-) Kiri Luas +5 Eutoni (-) (+) normal (-) (+) normal (-) (+) normal (-) Lengan Kanan Luas +5 Eutoni Kiri Luas +5 Eutoni

Refleks fisiologis (+) normal Refleks patologis (-)

Fungsi sensorik : dalam batas normal

Nn. Cranialis GRM

: dalam batas normal : tidak ada

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Hb Ht Trombosit Leukosit Hitung Jenis Widal: : 11,2 g/dl : 34 % : 206.000/ul : 4.700/ul : 0/2/2/25/61/10

titer o: thypus: 1/320, parathypus A: 1/160, parahtypus B: 1/80

parahtypus C: 1/80. Widal: titer H: thypus: 1/160, parathypus A: 1/320, parahtypus B: 1/80

parahtypus C: 1/80

V.

RESUME Pada kasus ini, seorang laki- laki, berusia 3 tahun 7 bulan , beralamat di Lr

Tangga Panjang 9-10 Ulu SU I Palembang, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, dirawat di Bangsal Anak RSUD BARI pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 11.00 dengan keluhan utama demam naik turun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, semakin hari suhu semakin meninggi disertai keluhan tambahan berupa lesu dan nafsu makan menurun. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh timbul bintik-bintik kemerahan pada wajah. Kemudian penderita dibawa ke Poli RSUD BARI Palembang, dilakukan pemeriksaan , lalu dianjurkan untuk dirawat. Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 110x/menit, pernapasan 24x/menit, suhu badan 37,4oC , dan tekanan darah 110/70 mmHg. Sedangkan pada pemeriksaan khusus pada kepala terdapat tanda perdarahan spontan, yaitu bintik bintik pada kulit serta terdapat rumple leed (+).

Pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 11,2 g/dl, Ht : 34 %, Trombosit : 206.000/ul, Leukosit : 4.700/ul, Hitung Jenis : 0/2/2/25/61/10, Widal: titer o:

thypus: 1/320, parathypus A: 1/160, parahtypus B: 1/80 parahtypus C: 1/80. Widal: titer H: thypus: 1/160, parathypus A: 1/320, parahtypus B: 1/80 parahtypus C: 1/80

VI. DIAGNOSIS BANDING 1. T Demam Berdarah Dengue grade II + TB on therapy. 2. Infeksi Salurah Kemih (ISK) + TB on therapy. 3. Malaria + TB on therapy. 4. Demam tifoid + TB on therapy.

VII. DIAGNOSIS KERJA T Demam Berdarah Dengue grade II + TB on therapy.

VIII. PENATALAKSANAAN 1. Tirah baring dan perbanyak minum 2. IVFD RL 3-4 cc/kgBB/ jam diberikan dalam 10 jam awal= 39 cc jam = 13 gtt/menit makro 3. Paracetamol: berat badan 13 kg: 10mg x 13= 130 mg. 3 x 1 cth 4. OAT teruskan. 5. Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 24 jam 6. Cek urin rutin 7. Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis, cairan/ balance cairan IX. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsional : dubia ad bonam

X.

FOLLOW UP

(Tanggal 1 Januari 2014) Keluhan : demam (+), menggigil (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), nyeri epigastrium (-) Vital Sign Kesadaran : kompos mentis TD Nadi : 100/70 mm/hg : 88 x/mnt, isi dan tegangan cukup : 37,5 oC : < 3 detik

Pernapasan : 36 x/mnt Suhu CRT

Diagnosis kerja : T DBD grade II + TB on therapy. Darah Rutin Hb Ht : 12,2 g/dl : 36 %

Trombosit : 187.000/mm3 Penatalaksanaan 1. Tirah baring dan perbanyak minum 2. IVFD RL 3 cc/kgBB/ jam = 39 cc jam = 13 gtt/menit makro 3. Paracetamol 3 x 120 mg 4. OAT teruskan 5. Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 24 jam 6. Observasi tanda vital, perdarahan, diuresis, cairan/ balance cairan

10

XI. DIAGNOSA AKHIR T Demam Berdarah Dengue grade II + TB on therapy Karena ditemukan peningkatan Ht >20%. Ht = Ht tertinggi Ht terendah Ht terendah 36 34 = 34 X X 100% X 100%

X = 5,8 %

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

1. A.

Demam Berdarah Dengue Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan

oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD.6 DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.

Gambar 1. Spektrum klinis infeksi virus Dengue7 Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut.4 1. Demam tidak terdiferensiasi 2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama. 3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

12

B.

Batasan Demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock

syndrome (DSS) disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari family Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti.8 Setelah terinokulasi ke manusia, virus dengue mempunyai masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Replikasi virus berada di sel yang berfungsi sebagai system reticuloendothelial, seperti sel dendrite, hepatosit, dan sel endotel. Infeksi ini menghasilkan produksi dari imunitas seluler dan humoral. Setelah masa inkubasi, demam akut terjadi selama 5-7 hari. Penyembuhan biasanya terjadi pada 710 hari. 8 Dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang biasanya timbul pada hari ke 3-7, utamanya saat suhu tubuh turun. Kelainan patologis yang mendasarinya adalah kebocoran plasma yang cepat, gangguan hemostasis, dan kerusakan pada hepar, menyebabkan kehilangan cairan yang berat dan pendarahan. Kebocoran plasma disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler dan mungkin bermanifestasi sebagai hemokonsentrasi, pleural effusion, dan ascites. Pendarahan disebabkan oleh fragilitas kapiler dan trombositopenia dan bermanifestasi menjadi berbagai bentuk, mulai dari ptechiae sampai pendarahan gastrointestinal. Kerusakan hepar mengakibatkan peningkatan alanine aminotransferase and aspartate aminotransferase, kadar albumin yang rendah, dan gangguan koagulasi. 8

C.

Patofisiologi Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.

13

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DHF

Gambar 3. Hipotesis infeksi sekunder9 Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte (1977), sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi

14

sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.9,10 Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9,10

D.

Bentuk klinis Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 dengan indikator demam 2-7 hari,

tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan trombositopenia.8 Berdasarkan kepastian diagnosis:8 1. Tersangka Demam Dengue (TDD) Demam akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi klinik seperti sakit kepala, sakit di belakang bola mata, mialgia, artralgia, rash, manifestasi perdarahan, leukopenia, tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis lain 2. Tersangka Demam Berdarah Dengue (TDBD) Demam + manifestasi perdarahn paling sedikit test torniquet (+) 3. Demam dengue Apabila terdapat semua gejala TDD namun tidak dapat ditemukan peningkatan Ht >20% (tidak terbukti terjadi plasma leakage) 4. Demam berdarah dengue

15

Apabila ditemukan peningkatan Ht >20% dan penurunan hematokrit setidaknya 20% setelah resusitasi cairan. Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:4,9,11 1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik. 2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena. 3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml). 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.

Penurunan

hematokrit

>20%

setelah

mendapat

terapi

cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 4,9,11 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasiperdarahan adalah uji torniquet. : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain. : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah. Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

E.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,

jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif

16

disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.4 Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris berikut yang merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.12 Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen

17

NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer.12 Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.4 Pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.4,9

F.

Terapi Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.

Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.

18

Terapi

nonfarmakologis

yang diberikan

meliputi

tirah

baring

(pada

trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas (lambung/duodenum). 13 Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1,2 Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.14,15 Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.16 Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma,

19

mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.17,18 Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).17,18 Indikasi Rawat19

G.

1. Penderita TDBD derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk dirawat 2. TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit cenderung turun, atau trombosit < 100.000/mm3 3. Seluruh derajat II, III, IV Indikasi pulang19

H.

1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas). 2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik 3. Nafsu makan membaik 4. Secara klinis tampak perbaikan 5. Hematokrit stabil 6. Tiga hari setelah syok teratasi 7. Output urin >1cc/kgbb/jam 8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat 9. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

20

BAGAN I TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

PERSANGKAAN DBD
Demam tinggi mendadak, terus menerus 2-7 hari, ISPA atas (-)

(+)

KEDARURATAN (+) tanda syok muntah terus menerus kejang kesadaran menurun muntah darah berak hitam (+) Periksa trombosit Rawat jalan* Parasetamol Kontrol tiap hari sampai demam hilang (-) UJI TORNIQUET

(-)

Trombosit < 100.000

Trombosit 100.000

Rawat inap

* Perhatian: Pesan pada orang tua: Bila timbul tanda-tanda syok, yaitu: gelisah, lemah, kaki tangan dingin, sakit perut, berak hitam, bak kurang (tanda bahaya)

Rawat jalan* Minum banyak 1,5-2 l/hari, parasetamol, kontrol tiap hari sampai demam turun

Bila hari ke-3 masih panas nilai: Ht, trombosit dan gejala klinis

Segera bawa ke rumah sakit Klinis sesuai DBD Ht naik Trombosit turun

Klinis membaik Ht tidak naik Trombosit baik

21

BAGAN II TATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA PENINGKATAN HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%

DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan Ht / Ht < 42 vol%


Gejala klinis: - Demam 2-7 hari - Uji Torniquet (+) atau perdarahan spontan Lab: - Ht tak meningkat / Ht < 42 vol% - Trombositopenia (ringan)

Pasien masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 l/hari atau satu sendok makan tiap 5 menit Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit Bila suhu >38oC beri parasetamol, kompres hangat Bila kejang beri diazepam sesuai BB

Pasien tidak dapat minum Pasien muntah terus-menerus

Pasang infuse NaCl 0,9%:Dekstrosa 5% (1:3), tetesan rumatan Periksa Hb,Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht tidak naik Monitor gejala klinis dan laboratorium Perhatikan tanda syok Evaluasi tiap hari Ukur diuresis tiap hari Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

Ht naik atau trombosit turun

Infus ganti RL (tetesan disesuaikan (lihat bagan III)

Perbaikan klinis dan laboratorium

PULANG (KRITERIA PULANG): - Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik - Nafsu makan membaik - Secara klinis tampak perbaikan - Hematokrit stabil - Tiga hari setelah syok teratasi - Jumlah trombosit >50.000/uL - Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis -

22

BAGAN III TATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht 20% / Ht 42 vol%


Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam PULANG (lihat kriteria pulang)

Perbaikan

Tidak ada perbaikan Gelisah Distress pernapasan Frekuensi nadi naik Ht tetap tinggi / naik Diuresis kurang / tidak ada

Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan darah stabil Diuresis cukup (1-2 ml/kgBB/jam) Ht turun (2 kali pemeriksaan)

Tetesan dikurangi

Tanda vital memburuk Ht meningkat

Masuk protokol syok

5 ml/kgBB/jam

Perbaikan Sesuaikan tetesan 3 ml/kgBB/jam

IVFD stop pada 24-48 jam Bila tanda vital dan Ht stabil, diuresis cukup

PULANG (Lihat kriteria pulang)

23

BAGAN IV. TATALAKSANA SYOK PADA DBD


1. Oksigenasi (O2 2-4 l/menit) 2. Cairan: a. ICU: RL/RA/NaCl 0,9% dan atau koloid b. Non ICU: RL/RA/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit) EVALUASI 30 menit Pantau tanda vital, catat balans cairan selama pemberian cairan SYOK TERATASI**** Kesadaran membaik Nadi teraba kuat Tekanan nadi > 20 mmHg Tidak sesak nafas/sianosis Ekstremitas hangat Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam SYOK TIDAK TERATASI Kesadaran menurun Nadi terasa lembut Tekanan nadi < 20 mmHg Distres pernafasan/sianosis Kulit dingin dan lembab Ekstremitas dingin, Diuresis < 1 ml/kgBB/jam Lanjutkan RL/RA/NaCl 0,9% 15-20 ml/kgBB dan atau koloid 10-20 ml/kgBB (sesuai dengan dosis maksimal koloid **) ATAU Plasma 10-20 ml/kgBB O2 2-4 l/menit Hb, Ht, trombosit, lekosit AGD-elektrolit Ureum, kreatinin Atas indikasi Gol.darah, cross match Pantau tanda vital dan balans cairan EVALUASI TERATASI**** TIDAK TERATASI

RL/RA/NaCl 0,9% 10 ml/kgBB/jam O2 2-4 l/menit Hb, Ht, trombosit, lekosit AGD-elektrolit Ureum, kreatinin Atas indikasi Gol.darah, cross match Pantau tanda vital dan balans cairan

Stabil dalam 24 jam Klinis baik, Ht stabil dalam 2 kali pemeriksaan: Kristaloid 5 ml/kgBB/jam pemeriksaan (setiap 6 jam) Kristaloid 3 ml/kgBB/jam

Ht turun Transfusi darah segar 10 ml/kgBB 24-48 jam setelah syok teratasi, tanda vital/Ht stabil, diuresis cukup TERATASI**** INFUS STOP
Keterangan: ** = HES BM 200.000: Haese steril 10% ( dosis maksimal 20 ml/kgBB/hari) Dekstran: Dekstran L (dosis maksimal 1,5 g/kgBB/hari)

Ht tetap tinggi / naik

Koloid 20 ml/kgBB EVALUASI TIDAK TERATASI Pertimbangkan pemakaian inotropik dan koloid HES BM 100.000-300.000 kD

24

I.

Komplikasi Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, dan efusi

pleura.19 J. Prognosis Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan <3%. Angka kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi. DBD akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit diramalkan.19

25

BAB IV ANALISA KASUS


Dari anamnesis didapatkan penderita datang dengan keluhan utama demam naik turun, semakin hari suhu semakin meninggi disertai keluhan tambahan berupa lesu dan nafsu makan menurun sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit Nyeri saat bak tidak ada, bak berwarna merah tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, nyeri saat menelan tidak ada, menggigil saat demam tidak ada, riwayat pergi ke tempat endemic tidak ada, nyeri telinga tidak ada. Dari keluhan tersebut sebenarnya kita sudah dapat menyingkirkan, malaria, tonsilopharingitis, infeksi saluran kemih dan otitis media akut sebagai penyebab demam pada penderita ini. Pada demam typhoid biasanya demam bersifat remitten dan terdapat keluhan gastrointestinal lain seperti periode diare yang diselingi oleh konstipasi dan nyeri perut. Demam pada malaria sesuai dengan tipe plasmodium penyebab malaria. Plasmodium vivax/ovale menyebabkan demam timbul selang satu hari. Demam pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium malariae timbul selang dua hari. Pada demam berdarah dengue (DBD), demam tinggi timbul secara mendadak dan terjadi terus menerus selama 2-7 hari yang diselingi fase turunnya demam (fase kritis) pada hari ke 4-6 demam dan pada penderita ditemukan manifestasi perdarahan yaitu ptekiae yang muncul pada hari ke-5, seperti yang ditemukan pada penderita yaitu mimisan, gusi berdarah, dan ptekiae pada lengan kiri, keluhan lain sebagai gejala prodormal infeksi virus dengue. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital menunjukkan keadaan sakit sedang dimana kesadaran kompos mentis, nadi 110x/menit, pernafasan 24x/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, suhu 37,40C dan ada tanda perdarahan spontan seperti timbul bintik bintik kemerahan pada kulit serta rumple leed (+) pada lengan kiri. Berdasarkan hasil temuan tersebut, pasien didiagnosis tersangka DBD derajat II.

26

Kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium, didapatkan Hb : 11,2 g/dl, Ht : 34 % ,Trombosit : 206.000/ul, Leukosit : 4.700/ul, Hitung Jenis : 0/2/2/25/61/10. Jika dilakukan perhitungan terhadap hematokrit tanggal 31 Desember 2013 yaitu 34% dan hematokrit tanggal 1 Januari 2014 yaitu 36%. Kemudian penderita sedang menjalani pengobatan OAT berarti TB on therapy. Tatalaksana awal yang diberikan saat penderita datang pertama kali di poli adalah penderita dikirim ke bangsal untuk dirawat inap dengan anjuran untuk tirah baring dengan IVFD RL 12 gtt/menit, paracetamol 3x 120 mg, cek Hb, Ht, dan trombosit setiap 24 jam, diobservasi tanda vital sampai keadaan stabil.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ 2002;324:1563-6 fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2001. p. 5-17 2. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue shock syndrome in the context of the integrated management of childhood illness. Department of Child and Adolescent Health and Development. WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,2005. 3. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta, 2007. 4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34 5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo, A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9 6. Rani, A. Soegondo, S. dan Nasir, AU. (ed). Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 137-8 7. World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva, 1997 8. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic Fever (DHF). 2010. Available from: URL: http://doctorfile.wordpress.com/tag/demam-berdarah-dengue/ 9. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004.

28

10. Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Hadinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999. p. 32-43 11. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic. 12. Nainggolan L. Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan platelia dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue. 2008. 13. Chen, K. , Pohan, TH, Sinto, R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue. Medicinus; 2009. 22 (1): 3-7. 14. Stoelting RK, Miller RD. Basics of anestesia. 4th ed. New York:Churchill Livingstone, 2000. p. 236-7 15. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4 16. Kaaallen A J and Lonergan JM. Fluid resusciaation of acute hypovolmic hypoperfusion status in pediatrics. Pediat Clin N Amer 1990; 37(2): 287-94. 17. Venu Goppal Reddy. Crystalloids versus colloids in hypovolemic shock. Proceedings of 5th Indonesian-International Symposium on Shock and Critical Care. p. 26-33. 18. Liolios A. Volume resuscitation: the crystalloid vs colloid debate revisited. Medscape 2004. Available from: URL:

http://www.medscape.com/viewarticle/480288 19. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH, 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai