Anda di halaman 1dari 5

PR Interna Kelompok 10

Putu Yos Mulyadi Ferandy Kusuma H Risa Budi P Joy Hendrawan R

10700261 10700267 10700275 10700277

1. Pemeriksaan penunjang A1c


TES A1c Hemoglobin pada orang dewasa terdiri dari HbA (95 100 %), HbA2 2 3 %) dan HbF (< 1 %). HbA terdiri dari HbAo dan HbA1. HbAo merupakan fraksi HbA yang tidak mengalami glikosilasi (92 94,5 %) sedangkan HbA1 adalah fraksi HbA yang mengalami glikosilasi (5,5 8,0 %). Hb terglikosilasi (Glycosilated Hemoglobin) adalah hemoglobin yang terikat dengan glukosa dan atau karbohidrat lainnya terhadap gugus amino. HbA1 adalah serangkaian HbA yang terglikosilasi dimana karbohidrat berikatan secara spesifik pada N terminal valin dari rantai b. HbA1 terdiri dari tiga varian yaitu HbA1a, HbA1b dan HbA1c. HbA1c menunjukkan presentase terbesar (80 %) dari HbA1 total dalam eritrosit, oleh karena itu maka tes HbA1c yang paling sering dilakukan. Varian HbA1 A1a1 A1a2 A1b A1c Komponen Fruktosa -1,6- bifosfat berikatan pada HbA1 Glukosa -6- fosfat berikatan pada HbA1 Jenis karbohidrat yang berikatan belum jelas Glukosa berikatan pada HbA1c

Hb A1c (Hemoglobin Adult 1c) atau A1c adalah HbA1 yang terikat secara spesifik dengan glukosa pada N-terminal valin dari rantai b membentuk pre-HbA1c yang tidak stabil (basa schiff) dan selanjutnya melalui penyusunan kembali dengan reaksi Amadori membentuk SA1c (ketoamin) yang stabil. Tes Hb A1c atau tes A1c merupakan pedoman untuk memonitor terapi DM karena dengan tes A1c dapat diperoleh informasi rata-rata kadar glukosa darah selama 40 60 hari terakhir, sesuai dengan waktu paruh eritrosit dan untuk mengetahui kualitas pengendalian glukosa darah pada pasien DM dalam kurun waktu tersebut. Pada tes A1c kadar glukosa tidak dipengaruhi oleh fluktuasi glukosa harian. Frekuensi tes A1c disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual diantaranya: Terapi berdasarkan tipe DM Frekuensi yang di rekomendasikan DM tipe 1 dengan terapi minimal / sedang 3 4 kali pertahun DM tipe 1 dengan terapi intensif setiap 1 2 bulan DM tipe 2 2 kali pertahun untuk pasien stabil DM pregestasi setiap 1 2 bulan DM gestasi setiap 1 2 bulan Keterangan : - DM dengan terapi minimal atau sedang; DM yang mendapatkan terapi insulin dengan MSI (Multipel Subcutaneus Insulin). - DM dengan terapi intensif; DM yang mendapat terapi insulin dengan MSI dan CSII (Continue Subcutaneus Insulin Infus).

PRAANALITIK. Persiapan Pasien: Pasien tidak perlu dipuasakan.

Nilai Rujukan: Jenis Hb A1a A1b A1c A1 total Nilai rujukan 1,6 % 0,8 % 5,0 % 5,5 8,0 % Pada DM 2,5 % 3,9 % 8,0 11,9 % 10,9 15,5 %

PASCAANALITIK. Interpretasi: Kriteria Pengendalian Baik Sedang Buruk Kriteria A1c (%) < 6,5 6,5 8 > 8

Kendali DM dengan kadar A1c 7,0 7,9% dapat menurunkan resiko: - Komplikasi DM 12 % - Komplikasi Mikrovaskuler 25 % - Ekstraksi katarak 24 % - Infark Miokard 16 % - Retinopati (dalam waktu 12 tahun) 21 % - Albuminuria (dalam waktu 12 tahun) 33 % Hal yang harus diperhatikan pada tes A1c: Berbagai kasus yang menyebabkan penurunan kualitas hidup eritrosit dapat menurunkan persentase kadar A1c seperti anemi hemolitik atau penyebab hemolitik lain , kehamilan, perdarahan akut dan kronik, dll. Nilai A1c tidak akurat bila ada varian Hb antara lain HbF (>10 %), dapat menurunkan kadar A1c. HbS dan HbC dapat meningkatkan hasil tes kadar A1c. Kadang-kadang varian N-terminal rantai B juga dapat mempengaruhi. Tes A1c dapat mendiagnosis DM tapi tidak menggantikan kedudukan tes glukosa harian darah dan urin.

2. Penatalaksaan pada nefropati diabetik


Prinsip penatalaksaan pada nefropati diabetik : 1. Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes) 2. Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi) 3. Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian Angiotengsin Converting Inhibitor [ACE-I] dan atau Angiotengsin Receptor Blocker [ARB]) 4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi obesitas, dll) Terapi non medikamentosa nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan The American Diabetes Association (ADA) adalah berjalan 3-5 km/hari
dengan kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari (atau 68-85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8 g/kg/berat badan ideal/hari.

Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah, penurunan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, sitokon, dan sintesa growth factor, disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin. Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10 - 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin kurang dari 15 ml/menit atau serum kreatinin lebih dari 6 mg/dl) dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya terapi pengganti ginjal ini dimulai. Pilihan pengobatan gagal ginjal terminal yang lain adalah cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati diabetik di negara maju sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.

Referensi : 1. American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes (Position statement). Diabetes Care, 2004 27(Suppl. l):S15. 2. American Diabetes Association: Nephropathy in diabetes (Position statement). Diabetes Care, 2004; 27(Suppl. 1):579. 3. Brownlee N4: Mechanisms of hyperglycemic dan'rage in diabetes, in: Kahn CR (ed): Atlas ofdiabetes. Science Press Ltd;2000, p.121 4. Car SJ: Management of end-stage renal disease in diabetes, in Johnson RJ et al (eds: Comprehensive Clinical Neplrol, 2'd ed. St Louis:Mosby; 2001. p.451

3. Diet dan latihan fisik dapat menurunkan gula darah


Latihan fisik sangat penting dalam penanganan diabetes, karena latihan fisik dapat : Meningkatkan fungsi insulin dalam tubuh Membakar kelebihan lemak tubuh, membantu untuk mengurangi dan mengendalikan berat badan (penurunan lemak tubuh meningkatkan sensitivitas insulin) Meningkatkan kekuatan otot Meningkatkan kepadatan dan kekuatan tulang Menurunkan tekanan darah Mencegah penyakit jantung dan pembuluh darah dengan menurunkan LDL dan meningkatkan HDL Meningkatkan sirkulasi darah dan mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke Latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa darah karena latihan fisik akan meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif (Yunir & Soebardi, 2006). Penelitian terbaru menunjukkan manfaat dari latihan fisik yang teratur terhadap metabolisme karbohidrat dan sensitivitas insulin. Penelitian yang terkait dengan senam diabetes antara lain adalah penelitian Boule dkk (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Effects of exercise on glycemic control and body mass in type 2 diabetes mellitus: A meta-analysis of controlled clinical trialse menunjukkan hasil program latihan terstruktur secara statistik dan klinik memberikan pengaruh manfaat yang signifikan terhadap kontrol glukosa dan pengaruh ini tidak begitu signifikan terhadap penurunan berat badan. Penelitian Pan, dkk (1997) tentang Effects of diet and exercise in preventing NIDDM in people with impaired glucose tolerance: The da qing IGT and diabetes study didapatkan hasil kombinasi diet dan latihan jasmani secara efektif menurunkan secara progresif kadar glukosa darah (American Diabetes Association, 2009). Begitu juga penelitian Tessierab, dkk (2000) menunjukkan hasil bahwa latihan fisik pada lansia memberikan pengaruh signifikan pada pengontrolan kadar gula darah selama uji toleransi glukosa oral.

Anda mungkin juga menyukai