Hb A1c (Hemoglobin Adult 1c) atau A1c adalah HbA1 yang terikat secara spesifik dengan glukosa pada N-terminal valin dari rantai b membentuk pre-HbA1c yang tidak stabil (basa schiff) dan selanjutnya melalui penyusunan kembali dengan reaksi Amadori membentuk SA1c (ketoamin) yang stabil. Tes Hb A1c atau tes A1c merupakan pedoman untuk memonitor terapi DM karena dengan tes A1c dapat diperoleh informasi rata-rata kadar glukosa darah selama 40 60 hari terakhir, sesuai dengan waktu paruh eritrosit dan untuk mengetahui kualitas pengendalian glukosa darah pada pasien DM dalam kurun waktu tersebut. Pada tes A1c kadar glukosa tidak dipengaruhi oleh fluktuasi glukosa harian. Frekuensi tes A1c disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual diantaranya: Terapi berdasarkan tipe DM Frekuensi yang di rekomendasikan DM tipe 1 dengan terapi minimal / sedang 3 4 kali pertahun DM tipe 1 dengan terapi intensif setiap 1 2 bulan DM tipe 2 2 kali pertahun untuk pasien stabil DM pregestasi setiap 1 2 bulan DM gestasi setiap 1 2 bulan Keterangan : - DM dengan terapi minimal atau sedang; DM yang mendapatkan terapi insulin dengan MSI (Multipel Subcutaneus Insulin). - DM dengan terapi intensif; DM yang mendapat terapi insulin dengan MSI dan CSII (Continue Subcutaneus Insulin Infus).
Nilai Rujukan: Jenis Hb A1a A1b A1c A1 total Nilai rujukan 1,6 % 0,8 % 5,0 % 5,5 8,0 % Pada DM 2,5 % 3,9 % 8,0 11,9 % 10,9 15,5 %
PASCAANALITIK. Interpretasi: Kriteria Pengendalian Baik Sedang Buruk Kriteria A1c (%) < 6,5 6,5 8 > 8
Kendali DM dengan kadar A1c 7,0 7,9% dapat menurunkan resiko: - Komplikasi DM 12 % - Komplikasi Mikrovaskuler 25 % - Ekstraksi katarak 24 % - Infark Miokard 16 % - Retinopati (dalam waktu 12 tahun) 21 % - Albuminuria (dalam waktu 12 tahun) 33 % Hal yang harus diperhatikan pada tes A1c: Berbagai kasus yang menyebabkan penurunan kualitas hidup eritrosit dapat menurunkan persentase kadar A1c seperti anemi hemolitik atau penyebab hemolitik lain , kehamilan, perdarahan akut dan kronik, dll. Nilai A1c tidak akurat bila ada varian Hb antara lain HbF (>10 %), dapat menurunkan kadar A1c. HbS dan HbC dapat meningkatkan hasil tes kadar A1c. Kadang-kadang varian N-terminal rantai B juga dapat mempengaruhi. Tes A1c dapat mendiagnosis DM tapi tidak menggantikan kedudukan tes glukosa harian darah dan urin.
Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah <130/80 mmHg. Obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah ACE-I dan ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai akibat penurunan tekanan darah, penurunan intraglomerulus, peningkatan aliran darah ginjal, penurunan proteinuria, efek natriuretik serta pengurangan proliferasi sel, hipertrofi, sitokon, dan sintesa growth factor, disamping hambatan aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag, serta perbaikan sensitivitas terhadap insulin. Pada pasien-pasien yang penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus, maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai 10 - 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin kurang dari 15 ml/menit atau serum kreatinin lebih dari 6 mg/dl) dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya terapi pengganti ginjal ini dimulai. Pilihan pengobatan gagal ginjal terminal yang lain adalah cangkok ginjal, dan pada kasus nefropati diabetik di negara maju sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.
Referensi : 1. American Diabetes Association: Standards of medical care in diabetes (Position statement). Diabetes Care, 2004 27(Suppl. l):S15. 2. American Diabetes Association: Nephropathy in diabetes (Position statement). Diabetes Care, 2004; 27(Suppl. 1):579. 3. Brownlee N4: Mechanisms of hyperglycemic dan'rage in diabetes, in: Kahn CR (ed): Atlas ofdiabetes. Science Press Ltd;2000, p.121 4. Car SJ: Management of end-stage renal disease in diabetes, in Johnson RJ et al (eds: Comprehensive Clinical Neplrol, 2'd ed. St Louis:Mosby; 2001. p.451