Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sesuai kodratnya manusia tidak mungkin menghindarkan diri dari kegiatan konsumsi dan produksi. Demi eksistensi dan kenyamanan hidupnya, manusia memerlukan banyak barang dan jasa. Sementara barang yang tersedia secara langsung untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sangat terbatas, baik menyangkut jumlah, ragam maupun kualitasnya. Dari sinilah kemudian manusia terpanggil untuk melakukan kegiatan produksi. Mengelola berbagai sumber daya yang ada dengan mengubahnya untuk membuat atau menghasilkan sesuatu, demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus meningkat dan bervariasi seiring dengan dinamika peradaban Adalah cukup naif jika seseorang beranggapan bahwa kegiatan produksi itu dapat berdiri sendiri, atau setidaknya dapat berjauhan dengan kegiatan konsumsi. Atau sebaliknya bahwa kegiatan konsumsi itu dapat terlaksana dengan tepat tanpa memperhatikan kegiatan produksinya. Keduanya merupakan dua aspek yang saling terkait, saling bergantung, serta tidak boleh untuk dipisah-pisahkan. Karenanya sudah seharusnya kita memahami berbagai aspek yang mengaitkan antara konsumsi dan produksi tersebut agar dapat tercipta tata hubungan, pemahaman, dan kinerja yang terbaik dalam kehidupan ekonomi manusia. Dengan demikian maka persoalan yang menjadi urgen adalah: Dalam masalah apa saja keterkaitan antara konsumsi dan produksi itu? Bagaimana Pandangan Islam tentang keterkaitan di antara keduanya? Serta apa akibatnya jika hubungan di antara konsumsi dan produksi itu tidak harmonis? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya selalu mengiringi perjalanan hidup manusia dalam berkonsumsi dan berproduksi. Hal ini tentu sesuai dengan tanggung jawab pribadi dan sosial yang diembannya.

Pemahaman terhadap persoalan ini diharapkan dapat mengantarkan manusia pada nilai hidup yang lebih bermartabat, proporsional, berkeadilan, juga terhindarkan dari ancaman murka Allah SWT. Banyak aspek yang terkait antara produksi dan konsumsi yang perlu diperhatikan agar tujuan keduanya dapat maksimal dan tetap dalam koridor ridha Allah. Islam sendiri telah memiliki pedoman bagaimana manusia itu harus berkonsumsi dan berproduksi. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berakibat negatif bahkan fatal bagi kehidupan manusia. Semoga tulisan sederhana ini mampu memberi tambahan pencerahan pada pemerhati ekonomi Islam.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas penulis menarik rumusan masalah yang akan diangkat menjadi pembahasang dalam makalah ini yaitu : 1. Bagaimana Prespektif Islam tentang Fungsi Laba? 2. Bagaimana Prespektif Islam Fungsi Kunsumsi? 3. Bagaimana Prespektif Islam tentang Distribusi?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui dan mengerti Bagaimana Prespektif Islam tentang Fungsi Laba 2. Untuk mengetahui dan mengerti Bagaimana Prespektif Islam tentang Konsumsi 3. Untuk mengetahui dan mengerti Bagaimana Prespektif Islam tentang Fungsi Tabungan

BAB II PEMBAHASAN

A. Fungsi Laba 1. Pengertian Laba. Laba suatu perusahaan memberikan signal penting bagi perusahaan mengenai realokasi sumberdaya dalam masyarakat, dimana hal tersebut mencerminkan perubahan kemampuan konsumen dan permintaan, dalam suatu waktu.1 2. Laba Bisnis dan Laba Ekonomi Business profit; penerimaan dikurangi dengan biaya eksplisit. Biaya eksplisit yaitu biaya yang benar benar dikeluarkan untuk membeli atau meggaji input yang digunakan dalam proses produksi. Laba ekonomi berarti penerimaan dikurangi dengan baik biaya eksplisit maupun biaya implisit. Biaya implisit adalah nilai input yang dimiliki dan digunakan oleh perusaahaan dalam prosees produksi. Gaji yang dapat diperoleh oleh pengusaha/pemilik yang dapat diperoleh dari orang / pihak lain yang setara. Pendapatan/return yang dapat diperoleh dari investasi modalnya, menyewakan tanahnya atau pendapatan dari input yang lain. Laba ekonomi ini penting agar keputusan investasinya benar. Contoh:
1

Laba suatu perusahaan (secara akuntansi) dilaporkan sebesar Rp. 60 juta selama satu tahun. Penghasilan pengusaha (enterpreneur)/gaji Rp. 70 juta Modal yang mungkin dipinjamkan kepada pihak lainRp. 20 juta

Adiwarman Karim, 2002, Ekonomi Mikro Islam, HIT Indonesia, Jakarta hal 34

Maka, laba ekonominnya = Rp. 60 juta Rp. 70 juta Rp. 20 juta = -Rp. 30 juta (kerugian ekonomi) 3. Teori tentang Laba. a) Risk-Bearing Theory of Profit Laba ekonomi dibutuhkan oleh perusahaan untuk masuk dan bertahan dibeberapa bidang yang memiliki risiko di atas rata-rata. b) Frictional Theory of Profit Laba timbul sebagai akibat dari gesekan atau gangguan dari keseimbangan jangka panjang. c) Monopoly Theory of Profit Beberapa perusahaan dengan kekuatan monopoli dapat membatasi output dan mengenakan harga yang tinggi dibandingkan dengan harga pada pasar persaingan. d) Innovatioan Theory of Profit. Laba ekonomi adalah imbalan karena pengenalan dari inovasi yang berhasil. e) Managerial Efficieny Theory of Profit. Bila rata-rata perusahaan cenderung hanya memperoleh hasil normal dari investasi jangka panjang, perusahaan yang lebih efisien perusahaan tersebut akan memperoleh laba ekonomi. dari rata rata

B. Fungsi Pendapatan Pendapatan Nasional dapat diartikan sebagai produk nasional kotor atau GNP (Gross National Product) atau dapat juga berarti produk nasional bersih atau NNP (Net National Product). Akan lebih baik jika diketahui terlebih dahulu maksud dari masing masing pengertian yang mengkaji masalah Pendapatan Nasional: 2

Tamaruddin, Pengembangan Polaksanaan Polayanan Prima (Padang: Badan Pendidikan dan Lalihan Provinsi Sumatera Barat). hal 1, tahun 2001

a) GNP (Gross National Bruto) Produk Nasional Bruto adalah nilai barang atau jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam suatu periode tertentu(satu tahun) yang diukur dengan satuan uang. Produk nasional bruto dihitung dengan menjumlahkan semua nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk Indonesia yang berada di Indonesia dan penduduk Indonesia yang berada di luar negeri. b) Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah nilai barang dan jasa ysng diproduksi oleh suatu negara dalam suatu periode tertentu yang dihitung dengan cara menjumlahkan semua hasil dari warga negara yang bersangkutan ditambah warga negara asing yang bekerja dinegara yang bersangkutan. Untuk Indonesia pada saat ini pada umumnya PDB(GDP) > PNB (GNP) Karena nilai barang dan khususnya jasa orang Indonesia yang bekerja di luar negeri pada umumnya dihargai lebih murah dibandingkan dengan orang asing. 3 Metode ini menjumlahkan semua pendapatan dari faktor faktor produksi dalam perekonomian, yaitu manusia (tenaga kerja), modal, tanah dan skill. Bila tenaga kerja menghasilkan upah (wages = W), modal menghasilkan bunga (interest = I), tanah menghasilkan sewa (rent = R), dan skill menghasilkan entreprenuere menghasilkan (profit = P) yang persamaan secara matematis Hasil perhitungan dengan menggunakan metode atau pendekatan pendapatan sering disebut dinamakan pendapatan nasional atau PN (national income) Pendapatan Disposibel adalah pendapatan pribadi setelah dikurangi dengan pajak yang harus dibayar oleh peneriman pendapatan, nilai yang tersisa itulah yang dinamakan pendapatan disposibel. 4

Brotodihardjo, R. Santoso,SH., Penyatar Ilmu Hukum Pajak (Bandung-Jakarta; Eresco NV,

1971). Sianipar, J.PG. Manajemen Pelayanan Masyarakat, (Jakarta:Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2000).
4

Menghitung Pendapatan Pribadi dan Disposibel. Pendapatan pribadi diperoleh dari Pendapatan dikurangi dengan : a.. Pembayaran untuk social security. b. Keuntungan perusahaan yang tiadk dibagi untuk pendapatan nasional. c. Pembayaran pindahan perusahaan dan pemerintah. Diumpamakan pendapatan nasional sebesar Rp. 56.000, sedangkan pembayaran untuk dana pengangguran sebesar Rp. 12.560, keuntungan perusahaan yang tidak dibagi sebesar Rp. 21.000, disamping itu juga diketahui bahwa Bunga pinjaman untuk konsumen dan pemerintah sebesar Rp. 11.750 dan pembayaran pindahan perusahaan dan pemerintah sebesar 22.125 , dengan pajak pendapatan sebesar 40%.

C. Prespektif Islam Tentang Konsumsei 1. Konsep Dasar Ekonomi Pada dasarnya konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu, kebutuhan (hajat) dan kegunaan atau kepuasan (manfaat). Secara rasional, seseorang tidak akan pernah mengkonsumsi suatu barang manakala dia tidak membutuhkannya sekaligus mendapatkan manfaat darinya. Dalam prespektif ekonomi Islam, dua unsur ini mempunyai kaitan yang sangat erat (interdependensi) dengan konsumsi itu sendiri. Mengapa demikian?, ketika konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga

harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri. Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatur dalam ekonomi Islam. 5 a) Kebutuhan (Hajat) "manusia adalah makhluk yang tersusun dari berbagai unsur, baik ruh, akal, badan maupun hati. Unsur-unsur ini mempunyai keterkaitan antar satu dengan yang lain. Misalnya, kebutuhan manusia untuk makan, pada dasarnya bukanlah kebutuhan perut atau jasmani saja, namun, selain akan memberikan pengaruh terhadap kuatnya jasmani, makan juga berdampak pada unsur tubuh yang lain, misalnya, ruh, akal dan hati. Karena itu, Islam mensyaratkan setiap makanan yang kita makan hendaknya mempunyai manfaat bagi seluruh unsur tubuh". Ungkapan di atas hendaknya menjadi perhatian kita, bahwa tidak selamanya sesuatu yang kita konsumsi dapat memenuhi kebutuhan hakiki dari seluruh unsur tubuh. Maksud hakiki di sini adalah keterkaitan yang positif antara aktifitas konsumsi dengan aktifitas terstruktur dari unsur tubuh itu sendiri. Apabila konsumsi mengakibatkan terjadinya disfungsi bahkan kerusakan pada salah satu atau beberapa unsur tubuh, tentu itu bukanlah kebutuhan hakiki manusia. Karena itu, Islam secara tegas mengharamkan minum-minuman keras, memakan anjing, dan sebagainya dan seterusnya. Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai khalifah di muka bumi, manusia juga dibebani kewajiban membangun dan menjaganya, yaitu, sebuah aktifitas berkelanjutan dan terus berkembang yang menuntut pengembangan seluruh potensinya disertai keseimbangan penggunaan sumber daya yang ada. Artinya, Islam memandang penting pengembangan potensi manusia selama berada dalam batas penggunaan sumber daya secara wajar. Sehingga, kebutuhan dalam prespektif Islam adalah,
5

Adiwarman Karim, 2002, Ekonomi Mikro Islam, HIT Indonesia, Jakarta hal 45

keinginan manusia menggunakan sumber daya yang tersedia, guna mendorong pengembangan potensinya dengan tujuan membangun dan menjaga bumi dan isinya. b) Kegunaan atau Kepuasan (manfaat) Sebagaimana kebutuhan di atas, konsep manfaat ini juga tercetak bahkan menyatu dalam konsumsi itu sendiri. Para ekonom menyebutnya sebagai perasaan rela yang diterima oleh konsumen ketika mengkonsumsi suatu barang. Rela yang dimaksud di sini adalah kemampuan seorang konsumen untuk membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis barang dengan tingkat harga yang berbeda. Ada dua konsep penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian rela di atas, yaitu pendapatan dan harga. Kedua konsep ini saling mempunyai interdependensi antar satu dengan yang lain, mengingat kemampuan seseorang untuk membeli suatu barang sangat tergantung pada pemasukan yang dimilikinya. Kesesuaian di antara keduanya akan menciptakan kerelaan dan berpengaruh terhadap penciptaan prilaku konsumsi itu sendiri. Konsumen yang rasional selalu membelanjakan pendapatannya pada berbagai jenis barang dengan tingkat harga tertentu demi mencapai batas kerelaan tertinggi.6 Sekarang bagaimanakah Islam memandang manfaat, apakah sama dengan terminologi yang dikemukakan oleh para ekonom pada umumnya ataukah berbeda? Beberapa ayat al-Quran mengisyaratkan bahwa manfaat adalah antonim dari bahaya dan terwujudnya kemaslahatan. Sedangkan dalam pengertian ekonominya, manfaat adalah nilai guna tertinggi pada sebuah barang yang dikonsumsi oleh seorang konsumen pada suatu waktu. Bahkan lebih dari itu, barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
6

Adiwarman Karim, 2002, Ekonomi Mikro Islam, HIT Indonesia, Jakara hal 59

Jelas bahwa manfaat adalah terminologi Islam yang mencakup kemaslahatan, faidah dan tercegahnya bahaya. Manfaat bukan sekedar kenikmatan yang hanya bisa dirasakan oleh anggota tubuh semata, namun lebih dari itu, manfaat merupakan cermin dari terwujudnya kemaslahatan hakiki dan nilai guna maksimal yang tidak berpotensi mendatangkan dampak negatif di kemudian hari. 2. Prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam Dalam ekonomi Islam, konsumsi diakui sebagai salah satu perilaku ekonomi dan kebutuhan asasi dalam kehidupan manusia. Perilaku konsumsi diartikan sebagai setiap perilaku seorang konsumen untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun Islam memberikan penekanan bahwa fungsi perilaku konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia baik jasmani dan ruhani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba dan khalifah Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat7 Dengan demikian dalam Islam konsumsi itu tidak dapat dipisahkan dari peran keimanan. Peranan keimanan menjadi tolok ukur penting karena keimanan memberikan cara pandang dunia yang cenderung mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu dalam bentuk perilaku, gaya hidup, selera, sikapsikap terhadap sesama manusia, sumber daya dan ekologi. Keimanan sangat mempengaruhi sifat, kuantitas, dan kualitas konsumsi baik dalam bentuk kepuasan material maupun spiritual. Inilah yang disebut sebagai bentuk upaya meningkatkan keseimbangan antara orientasi duniawi dan ukhrawi. Keimanan memberikan saringan moral dalam membelanjakan harta dan sekaligus memotivasi pemanfaatan sumberdaya (pendapatan) untuk hal-hal yang efektif. Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri agar tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial. Dalam konteks inilah kita berbicara
7

Jusmaliani dkk, 2005, Kebijakan Ekonomu Dalam Islam, Kreasi Wacana, Jogyakarta. Hal 45

tentang bentuk-bentuk konsumsi halal dan haram, pelarangan terhadap israf, bermegah-megahan, bermewah-mewahan, pentingnya konsumsi sosial, serta aspek-aspek normatif lainnya. 8 Sejalan dengan itu, Yusuf Qardhawi menyebutkan beberapa variabel moral dalam berkonsumsi, di antaranya; konsumsi atas alasan dan pada barang-barang yang baik (halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi hutang, menjauhi kebakhilan dan kekikiran. Dengan demikian aktifitas konsumsi merupakan salah satu aktifitas ekonomi manusia yang bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akherat (falah), baik dengan membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi sesamanya. Selanjutnya secara lebih terperinci, menurut Abdul Mannan perintah Islam mengenai konsumsi setidaknya dikendalikan oleh lima prinsip yaitu: a. Prinsip keadilan. Mengandung arti bahwa rezeki yang dikonsumsi haruslah yang halal dan tidak dilarang hukum. Tidak membahaykan tubuh, moral dan spiritual manusia, serta tidak mengganggu hak milik dan rasa keadilan terhadap sesama. b. Prinsip Kebersihan. Obyek konsumsi haruslah sesuatu yang bersih dan bermanfaat. Yaitu sesuatu yang baik, tidak kotor, tidak najis, tidak menjijikkan, tidak merusak selera, serta memang cocok untuk dikonsumsi manusia. c. Prinsip Kesederhanaan. Konsumsi haruslah dilakukan secara wajar, proporsional, dan tidak berlebih-lebihan. Prinsip-prinsip tersebut tentu berbeda dengan ideologi kapitalisme dalam berkonsumsi yang

menganggap konsumsi sebagai suatu mekanisme untuk menggenjot produksi dan pertumbuhan. Semakin banyak permintaan maka semakin
8

Jusmaliani dkk, 2005, Kebijakan Ekonomu Dalam Islam, Kreasi Wacana, Jogyakarta. Hal 49

10

banyak barang yang diproduksi. Disinilah kemudian timbul pemerasan, penindasan terhadap buruh agar terus bekerja tanpa mengenal batas waktu guna memenuhi permintaan. Dalam Islam justru berjalan sebaliknya: menganjurkan suatu cara konsumsi yang moderat, adil dan proporsional. Intinya, dalam Islam konsumsi harus diarahkan secara benar dan proporsional, agar keadilan dan kesetaran untuk semua bisa tercipta. d. Prinsip kemurahan hati. Makanan, minuman, dan segala sesuatu halal yang telah disediakan Tuhan merupakan bukti kemurahanNya. Semuanya dapat kita konsumsi dalam rangka kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik demi menunaikan perintah Tuhan. Karenanya sifat konsumsi manusia juga harus dilandasi dengan kemurahan hati. Maksudnya, jika memang masih banyak orang yang kekurangan makanan dan minuman maka hendaklah kita sisihkan makanan yang ada pada kita kemudian kita berikan kepada mereka yang sangat membutuhkannya. Di samping itu, Islam juga memberikan prinsip-prinsip dasar bagi umatnya dalam hal memenuhi kebutuhan dirinya. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi yang hanya mendasarkan kepada aspek keinginan diri terkait dengan hasrat atau harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu akan meningkatkan kesempurnaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Keinginan terkait dengan suka atau tidak suka seorang terhadap suatu barang, dan ini berarti bersifat subjektif. Misalnya, seorang yang berkeinginan membangun rumah dengan warna yang nyaman, ukuran yang sedang, interior yang rapi dan indah, ruangan yang longgar dan sebagainya. Kesemua keinginan tersebut belum tentu menambah fungsi suatu rumah, namun hanya memberikan kepuasan bagi pemilik rumah. Sedang kebutuhan adalah terkait dengan segala sesuatu yang harus dipenuhi agar suatu barang berfungsi secara sempurna. Dengan demikian kebutuhan seorang terhadap suatu barang lebih pada nilai manfaat, fungsional, objektif dan harus dipenuhi. Misalnya kebutuhan akan genteng, pintu, dan jendela merupakan kebutuhan tempat tinggal.
11

Kebutuhan akan baju sebagai penutup aurat, sandal atau sepatu agar tidak kepanasan dan sebagainya9 Selain berfungsi sebagai penopang kehidupan, konsumsi juga berfungsi sebagai salah satu instrumen untuk mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi di sebuah negara. Amerika yang selama ini dianggap sebagai kiblat perekonomian Negara-negara di dunia, ternyata salah satu penopangnya adalah tingkat konsumsi masyarakatnya yang sangat tinggi jauh melebihi tabungannya: rata-rata jumlah tabungan mereka hanya 2 persen dari total pendapatan, (presentase ini adalah terendah di dunia), dan inilah yang dianggap membuat perekonomian Amerika bergairah. Namun, apakah dengan cara menggenjot pengeluaran saja Islam memaknai konsumsi? " Kemaslahatan hakiki yang tercermin dalam sebuah aktifitas manusia, pada dasarnya hanya bisa diketahui oleh Sang Pencipta-Nya saja. Manusia hanya mengetahui sebagian kecil tanpa bisa memaknai keseluruhannya, apa yang tidak terlihat olehnya jauh lebih banyak dari yang bisa dilihatnya, mereka juga lebih sering terburu-buru dalam mewujudkan kemaslahatan dirinya. Sehingga, yang terjadi adalah kemafsadahan pada kemasalahatan semu yang membungkusnya. Karena itu, Allah SWT menurunkan para Rasul guna memberikan peringatan kepada seluruh umat manusia, agar senantiasa kembali kepada kemaslahatan secara sempurna (agama)". Dengan demikian, rasionalisasi konsumsi tidak cukup dimaknai dengan hukum maupun teori saja, namun juga harus bersandar pada aturan-aturan mendasar yang terdapat dalam ajaran Islam itu sendiri. Di bawah ini adalah beberapa karakteristik konsumsi dalam prespektif ekonomi Islam, di antaranya adalah:

Supriyatno. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008. Hal 99

12

1) Konsumsi bukanlah aktifitas tanpa batas, melainkan juga terbatasi oleh sifat kehalalan dan keharaman yang telah digariskan oleh syara'. Sebagaimana firman Allah SWT


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui

batas".Konsumen yang rasional (mustahlik al-aqlani) senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun ruhaninya. Cara seperti ini dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup yang memang menuntut keseimbangan kerja dari seluruh potensi yang ada, mengingat, terdapat sisi lain di luar sisi ekonomi yang juga butuh untuk berkembang. 3. Menjaga keseimbangan konsumsi dengan bergerak antara ambang batas bawah dan ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi yang diperbolehkan dalam ekonomi Islam (mustawa al-kifayah). Mustawa kifayah adalah ukuran, batas maupun ruang gerak yang tersedia bagi konsumen muslim untuk menjalankan aktifitas konsumsi. Di bawah mustawa kifayah, seseorang akan terjerembab pada kebakhilan, kekikiran, kelaparan hingga berujung pada kematian. Sedangkan di atas mustawa al-kifayah seseorang akan terjerumus pada tingkat yang berlebihlebihan (mustawa israf, tabdzir dan taraf). Kedua tingkatan ini dilarang di dalam Islam, sebagaimana nash al-Qur'an


"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihlebihan, dan tidak kikir, dan hendaklah (cara berbelanja seperti itu) ada di tengah-tengah kalian". 29)
13

"Dan jangan kau jadikan tanganmu terbelenggu ke lehermu (kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (terlalu pemurh). Karena itu mengakibatkan kamu tercela dan menyesal". 4. Memperhatikan prioritas konsumsi antara dlaruriyat, hajiyat dan takmiliyat. "Dlaruriyat adalah komiditas yang mampu memenuhi kebutuhan paling mendasar konsumen muslim, yaitu, menjaga keberlangsungan agama (hifdz ad-din), jiwa (hifdz an-nafs), keturunan (hifdz an-nasl), hak kepemilikan dan kekayaan (hifdz al-mal), serta akal pikiran (hifdz al-aql). Sedangkan hajiyat adalah komoditas yang dapat menghilangkan kesulitan dan juga relatif berbeda antar satu orang dengan lainnya, seperti luasnya tempat tinggal, baiknya kendaraan dan sebagainya. Sedangkan takmiliyat adalah komoditi pelengkap yang dalam penggunaannya tidak boleh melebihi dua prioritas konsumsi di atas. 10

D. Fungsi Tabungan Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan /atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tujuan Menabung dibank adalah : 1. Penyisihan sebagian hasil pendapatan nasabah untuk dikumpulkan sebagai cadangan hari depan 2. Sebagai alat untuk melakukan transaksi bisnis atau usaha individu / kelompok Sarana Penarikan Tabungan : 1. Buku Tabungan 2. Slip penarikan 3. ATM (Anjungan Tunai Mandiri)
10

Supriyatno. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008. Hal 91

14

4. Sarana lainnya (Formulir Transfer, Internet Banking, Mobile Banking, dll) Perhitungan Bunga Tabungan : a. Metode Saldo Terendah Besarnya bunga tabungan dihitung dari jumlah saldo terendah pada bulan laporan dikalikan dengan suku bunga per tahun kemudian dikalikan dengan jumlah hari pada bulan laporan dan dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun. b. Misalnya untuk menghitung bunga pada bulan Mei, maka besarnya bunga dihitung : Bunga tabungan = .... % * 31/365 * saldo terendah pada bulan Mei 1. Metode Perhitungan Bunga Berdasarkan Saldo Rata-rata Pada metode ini, bunga dalam satu bulan dihitung berdasarkan saldo rata-rata dalam bulan berjalan. Saldo rata-rata dihitung berdasarkan jumlah saldo akhir tabungan setiap hari dalam bulan berjalan, dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut. 2. Metode Perhitungan Bunga Berdasarkan Saldo Harian Pada metode ini bunga dihitung dari saldo harian. Bunga tabungan dalam bulan berjalan dihitung dengan menjumlahkan hasil perhitungan bunga setiap harinya.

Faktor-faktor tingkat Tabungan 1. Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat 2. Tinggi rendahnya suku bunga bank 3. adanya tingkat kepercayaan terhadap bank Hal-hal yang perlu diperhatikan : 1. Sebelum Anda menabung, tanyakan metode perhitungan bunga yang diberlakukan oleh bank tersebut. 2. Suku bunga tabungan dapat berubah sewaktuwaktu,karena itu suku bunga ini disebut suku bunga mengambang atau floating rate.
15

3. Beberapa bank menetapkan suku bunga tabungan tetap untuk jangka waktu tertentu (fixed rate). 4. Atas bunga tabungan yang diperoleh akan dikenakan pajak sesuai ketentuan berlaku.11

11

Islabi A. A, Dr. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. 1997.

16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain : Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami, kegiatan

produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks.

B. Saran Kami menyadari bahwa dalam makalah kami ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, kepada para pembaca, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua untuk menambah wawasan.

17

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Karim, 2002, Ekonomi Mikro Islam, HIT Indonesia, Jakarta. Jusmaliani dkk, 2005, Kebijakan Ekonomu Dalam Islam, Kreasi Wacana, Jogyakarta. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. konomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008. Supriyatno. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Malang: UIN Malang Press, 2008. Karim, Adi Warman. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: IIT Indonesia, 2003 Islabi A. A, Dr. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. 1997. Kahf, Monzer, Ph.D. Ekonomi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1978.

18

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu,

Oktober 2013

Penyusun

i 19

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFATR ISI .................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. B. Batasan Masalah............................................................................ C. Tujuan ........................................................................................... 1 2 2 i ii

BAB II PEMBAHASAN A. Fungsi Laba ................................................................................. B. Fungsi Pendapatan ....................................................................... C. Prespektif Islam Tentang Konsumsei .................................................... D. Fungsi Tabungan ......................................................................... 3 4
6

14

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... B. Saran ..................................................................................................... 17 17

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii

ii

20

MAKALAH MATETAMIKA EKONOMI Fungsi Laba, Pendapatan, Konsumsi dan Tabungan

Disusun Oleh : Ruansa Wahyuni Jijing Andrian Ria Lobian Anggrianto

Dosen

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU 2013

21

22

Anda mungkin juga menyukai