Anda di halaman 1dari 98

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Oleh: WAHYU DWI ASTUTI NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Oleh: WAHYU DWI ASTUTI NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN 2010

ii

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Purwokerto Karya Tulis Ilmiah, Juli 2010 ABSTRAK Wahyu Dwi Astuti (adayudisini@yahoo.com) PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010 xiv + 71 halaman; gambar, tabel, lampiran Pengomposan kotoran sapi dengan serbuk gergaji dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan. Kompos dapat dimanfaatkan untuk memupuk berbagai tanaman, selain itu memberi peluang kepada peternak sapi untuk memperoleh tambahan pendapatan dan masalah limbah serbuk gergaji di industri penggergajian kayu dapat dipecahkan. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Pre-Experiment dengan disain The One Shot Case Study. Sampel berupa kotoran sapi dengan pemberian serbuk gergaji sebesar 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. Data diperoleh dari hasil observasi, pengukuran, dan hasil pemeriksaan kompos diperiksa di Laboratorium Ilmu Pertanahan UNSOED. Hasil penelitian menunjukkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5% (13:1), serbuk gergaji 10% (21:1), serbuk gergaji 15% (23:1), serbuk gergaji 20% (28:1), dan serbuk gergaji 25% (33:1). C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada pada serbuk gergaji 5% yaitu 13:1. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai signifikan 0,111 > 0,05, sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi. Peneliti menyarankan, waktu untuk proses pengomposan diperpanjang agar memperoleh hasil kompos yang optimal dan untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk memperbanyak replikasi dan konsentrasi dipersempit.

Daftar bacaan Kata kunci Klasifikasi

: 12 (1982-2009) : kompos, serbuk gergaji, C/N ratio : -

iii

Health Ministry of Indonesia Republic Health Polytechnic Health Ministry of Semarang Environmental Health Program Study of Purwokerto DIII Program Study of Environmental Health of Purwokerto Scientific Research, July 2010 ABSTRACT Wahyu Dwi Astuti (adayudisini@yahoo.com) THE VARIOUS AFFECT OF SAWDUST TOWARD C/N COMPOS RATIO OF COW FECAL AT TECHNICAL UNIT OF VARY HUSBANDRY AT PURBALINGGA REGENCY YEARS OF 2010 xiv + 71 pages; picture, table, attachment Compost of cow fecal mixed with sawdust can overcome the environment problem. Compost can be useful for plant nutrition; beside that compost also giving a chance for a farmer to get more income and more over the problem of saw mill waste can be solved. This was pre-experiment research with one shot case study design. The sample was from the cow fecal sample with sawdust amounts are 5%, 10%, 15%, 20%, and 25%. Data was determined from observation, measurement, and compos experimented at laboratory of soil science faculty of Unsoed. The research result shows C/N ratio value of cow fecal with 5% (13:1), 10% of sawdust (21:1), 15% of wood residue (23:1), 20% sawdust (28:), for the 25% sewn wood residue (33:1). The ideal fecal compost C/N ratio was the 5% sewn wood residue (13:1). Based on Kruskal-Wallis test, the significance value was 0,111 > 0,05, therefore no significant difference between various sewn residue toward C/N compos ratio of cow fecal. The researcher suggests for prolonging the composting process so that an optimal result can be gained and for the further researcher should multiple the replications and narrowing the concentration.

Literatures Keywords Classification

: 12 (1982-2009) : compost, sawdust, C/N ratio : -

iv

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai derajat Ahli Madya Kesehatan Lingkungan

Oleh: WAHYU DWI ASTUTI NIM : P 17433107157

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PURWOKERTO PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN LINGKUNGAN 2010

vi

vii

BIODATA

Nama Tempat, tanggal lahir Agama Jenis Kelamin Alamat

: : : : :

Wahyu Dwi Astuti Purbalingga, 21 Agustus 1989 Islam Perempuan Desa Kalitinggar Kidul Rt 04 Rw 01, Kecamatan Padamara, Kabupatan Purbalingga, Kode Pos 53372

Riwayat pendidikan

1. Tahun 2001, lulus SD Negeri 03 Kalitinggar 2. Tahun 2004, lulus SMP Negeri 1 Purbalingga 3. Tahun 2007, lulus SMA Negeri 1 Purbalingga 4. Tahun 2007, diterima di Program Studi Diploma III Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

viii

LEMBAR PERSEMBAHAN

**SEE WITH LOVING EYES, LIFE IS BEAUTIFUL** **SPEAK WITH TENDER VOICES, LIFE IS SPEACEFUL** **HELP WITH GENTLE HANDS, LIFE IS FULL** **CARE WITH COMPASSIONATE HEARTS, LIFE IS GOOD BEYOND ALL MEASURE** **COMPLETE LOVE AT LIFE IS WONDERFULL**

Karya Tulis Ilmiah ini ku Persembahkan untuk : 1. Kedua orang tua ku yang tiada henti slalu mendukung dan mendoakan ku 2. Kepada Miyu_Erhaz yang selalu memberi dukungan dan semangatnya 3. Kepada keluarga besar Ku, LuvU all

ix

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Judul Karya Tulis Ilmiah : Wahyu Dwi Astuti : P 17433107157 : Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk

Gergaji Terhadap C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga Tahun 2010

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah betulbetul hasil karya saya bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain. Demikian pernyataan ini dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 15 Juli 2010 Yang menyatakan,

Wahyu Dwi Astuti NIM : P 17433107157

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Terhadap C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010. Karya Tulis Ilmiah ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai derajat Ahli Madya Kesehatan Lingkungan. Penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini peneliti banyak mendapat bantuan baik materiil maupun moril dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Sugiyanto, S.Pd, M.App.Sc., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang. 2. Bapak Marsum, BE, S.Pd, M.HP., selaku Ketua Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto. 3. Bapak Sugeng Abdullah, SST, M.Si., selaku Ketua Program Studi DIII Kesehatan Lingkungan Purwokerto. 4. Bapak Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga yang telah memberi izin penelitian Karya Tulis Ilmiah. 5. Bapak Budi Santoso, S.Sos., selaku Kepala Unit Pelaksanan Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga.

xi

6. Bapak Hari Rudijanto IW, ST, M.Kes., selaku Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran masukan. 7. Bapak Budi Triyantoro, ST, M.Kes., selaku Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran masukan. 8. Seluruh dosen pengajar dan karyawan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. 9. Bapak dan Ibu tercinta serta segenap keluarga yang senantiasa selalu memberikan dorongan, dukungan, dan pengorbanan serta menjadi

penyemangat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. 10. Orang-orang terdekat, terimakasih atas dukungan dan semangatnya. 11. Seluruh teman-teman satu angkatan, terimakasih untuk segala kerja samanya. 12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu atas dukungan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 15 Juli 2010

Peneliti

Wahyu Dwi Astuti NIM : P 17433107157

xii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................. C. Tujuan ................................................................................... D. Manfaat ................................................................................. E. Ruang Lingkup Materi .......................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian-pengertian ........................................................... B. Jenis Bahan Baku Kompos ................................................... C. Proses Pengomposan ............................................................. D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompos ........................ E. Ciri-ciri Kompos ................................................................... F. Manfaat Kompos ................................................................... G. Kerangka Teori ..................................................................... H. Hipotesis ............................................................................... 8 8 11 13 17 18 18 19 1 5 6 6 7 x xii xiv xv xvi

xiii

BAB III. METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian ................................................................ B. Jenis Penelitian ..................................................................... C. Waktu dan Lokasi ................................................................. D. Populasi dan Sampel ............................................................. E. Pengumpulan Data ................................................................ F. Pengolahan Data ................................................................... G. Analisis Data ......................................................................... BAB IV. HASIL A. Gambaran Umum .................................................................. B. Gambaran Khusus ................................................................. BAB V. PEMBAHASAN A. Pembahasan Umum .............................................................. B. Pembahasan Khusus ............................................................. BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................... B. Saran ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 48 48 36 38 27 28 20 22 23 23 24 25 26

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 2.2 Organisme yang Terlibat dalam Proses Pengomposan Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan untuk Mematikan Organisme Phatogen 3.1 4.1 Definisi Operasional Variabel Hasil Pengukuran Suhu Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Pengukuran pH Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Pengukuran Kelembaban Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Pengukuran C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Analisis Homogenitas Hasil Analisis Statistik Uji Kruskal-Wallis Hasil Analisis Statistik Uji U Mann-Whitney Distribusi status kepegawaian di unit pelaksana teknis aneka usaha peternakan Kabupaten purbalingga tahun 2010

Halaman 11 15

21 28

4.2

30

4.3

31

4.4

32

4.5 4.6 4.7 5.1

34 34 35 37

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 2.2 3.1 4.1 Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik Kerangka Teori Struktur Hubungan Variabel Grafik Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Grafik Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Grafik Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Grafik Nilai C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

Halaman 12 18 21 29

4.2

30

4.3

31

4.4

32

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Prosedur Pembuatan Kompos Skema Prosedur Pembuatan Kompos Prosedur Pemeriksaan Suhu Prosedur Pemeriksaan pH Prosedur Pemeriksaan Kelembaban Prosedur Pemeriksaan COrganik Prosedur Pemeriksaan Nitrogen Tabel C/N Ratio Bahan Organik Rumus Perhitungan Jenis Bahan Baku Kompos Hasil Pengukuran Suhu Kompos Kotoran Sapi Dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Pengukuran Rata-rata pH Kompos pada Pembuatan Kompos 12 Kotoran Sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010 Hasil Analisis Pengukuran C/N Ratio 13 14 15 Hasil Analisis Uji ANOVA Surat Izin Penelitian Foto Penelitian

xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan terciptanya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin dalam suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pengelolaan sampah dengan paradigma yang sampai saat ini dianut tidaklah kondusif untuk melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut. Untuk dapat melaksanakan amanat Undang-undang Dasar 1945 tersebut pengelolaan sampah harus melandaskan diri pada paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumber daya yang dapat memberikan manfaat. Paradigma baru pengelolaan sampah ini membawa konsekuensi harus dilakukannya pergeseran pendekatan dari pendekatan ujung-pipa ke pendekatan sumber. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global.

Perkotaan atau pusat permukiman selalu menghasilkan limbah cair dan padat (sampah) dalam jumlah yang cukup banyak. Dari waktu ke waktu sampah merupakan masalah yang cukup rumit untuk ditangani, tidak hanya menyangkut masalah kebersihan, tetapi juga membuangnya. Di beberapa negara dimanfaatkan sebagai bahan menimbun cekungan, dibuang ke laut atau dibakar. Cara-cara ini telah menimbulkan polusi udara dan air, penyebaran parasit dan penyakit. Beberapa negara yang sudah mempunyai peraturan yang ketat tentang lingkungan, masalah ini dapat ditangani dengan perlakuan tertentu atau dikomposkan sebelum disebar di lahan. Pupuk organik yang dihasilkan, meskipun mempunyai kualitas rendah, tetapi cukup memberikan manfaat sementara untuk menanggulangi masalah sampah. Beberapa kota besar di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 2 juta, banyak menghadapi masalah sampah. Setiap hari terkumpul sampah yang sangat bervariasi dari bahan yang mudah terdekomposisi sampai dengan bahan yang sukar terdekomposisi oleh mikroorganisme. Pengomposan merupakan salah satu solusi teknis yang digunakan oleh negara berkembang dalam rangka mereduksi sampah domestik, terutama bagi negara-negara dengan iklim tropis dan mempunyai masalah dengan tanah yang kurang subur. WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa agar pengomposan dengan bahan baku sampah domestik dapat berjalan dengan sukses, maka harus dapat dicapai beberapa persyaratan sebagai berikut: 1. Jenis sampah sesuai untuk pengomposan;

2. Pangsa pasar untuk kompos maksimal berjarak 25 km dari kota; 3. Dukungan dari instansi yang terkait dengan pertanian; 4. Harga kompos terjangkau oleh petani. Purbalingga merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi dalam bidang pengembangan peternakan. Salah satu peternakan yang memiliki potensi untuk meningkatkan SDM masyarakat Kabupaten

Purbalingga yaitu peternakan sapi yang penyebarannya hampir ada di setiap desa. Sebagai peternak sapi akan sangat efektif apabila limbah dari kotoran sapi dipakai untuk membuat kompos. Peternak sapi menumpuk kotoran sebelum membuang atau membawanya ke kebun. Penimbunan yang terlalu lama dapat mengakibatkan bersarangnya hama-hama dan bau yang tidak diinginkan serta memungkinkan tersebarnya bibit penyakit bagi sapi maupun peternaknya. Ada pula peternak yang langsung mengalirkan kotoran sapi ke got atau sungai, sehingga berakibat polusi udara, air, dan tanah. (Profil Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga, 2009). Industri penggergajian kayu sering kali menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji dengan volume yang cukup besar. Limbah tersebut belum tertangani dengan baik oleh pengelola, karena hanya ditumpuk di tempat pembuangan dan menunggu masyarakat sekitar mengambilnya. Jika tidak, limbah serbuk gergaji tersebut dibuang langsung ke aliran sungai atau dibakar. Pesatnya pembangunan industri penggergajian kayu yang ada di Kabupaten Purbalingga dapat menyumbangkan investasi yang sangat besar

bagi wilayah Kabupaten Purbalingga, akan tetapi dampak limbah yang dihasilkan juga tidak sedikit jumlahnya. Serbuk gergaji mempunyai C/N ratio tinggi yaitu 500:1 dapat menjadi bahan pencampur dalam proses pengomposan karena kotoran sapi mengandung C/N ratio rendah yaitu 20:1, oleh karena itulah sering timbul bau yang menyengat dari kotoran ternak. Pengomposan kotoran sapi dengan serbuk gergaji dapat mengatasi masalah polusi lingkungan. Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk memupuk tanaman sayuran, bunga, rumput dan rumput lapangan golf. Selain itu, pengomposan memberi peluang kepada peternak sapi untuk memperoleh tambahan pendapatan dari kotoran sapi yang semula hanya dibuang saja. Selain itu juga, masalah limbah serbuk gergaji di indsutri penggergajian kayu terpecahkan (http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

content/uploads/2009/03/pengaruh_imbangan_kotoran_sapi_perah_dan_serb uk_gergaji_terhadap_kualitas_kompos.pdf). Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga merupakan salah satu instansi pemerintah yang mengelola dalam bidang peternakan dan hasil olahannya, salah satunya adalah pembuatan kompos. Komposisi kompos yang digunakan di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan ini meliputi kotoran sapi, serbuk gergaji 10 % dari kotoran sapi, dan bahan baku kompos lainnya. Peneliti pada kesempatan ini ingin mengambil suatu penelitian tentang pembuatan kompos dengan menggunakan variasi bahan baku kompos berupa serbuk gergaji sebanyak 5 % dari kotoran sapi sebagai awal penelitian dan

dilanjutkan dengan pemberian serbuk gergaji dengan kelipatan 5, yaitu 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi. Hal ini diharapkan agar peneliti memperoleh hasil penelitian yang terperinci. Berdasarkan alasan tersebut, sehingga peneliti tertarik untuk mengambil judul Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Terhadap C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi Di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

B. Rumusan Masalah 1. Masalah Adakah pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010? 2. Sub Masalah a. Berapa nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi? b. Berapakah prosentase pemberian serbuk gergaji yang paling baik untuk mendapatkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal? c. Apakah ada perbedaan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terhadap variasi pemberian serbuk gergaji?

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mendeskripsikan pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi. b. Mengetahui prosentase pemberian serbuk gergaji yang paling baik untuk mendapatkan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal. c. Mengetahui perbedaan nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terhadap variasi pemberian serbuk gergaji.

D. Manfaat 1. Bagi Masyarakat Memberi informasi kepada masyarakat tentang pengolahan dan pemanfaatan kompos dari kotoran ternak sapi sehingga diharapkan akan timbul partisipasi aktif dari masyarakat dalam upaya pemanfaatan limbah padat. 2. Bagi Pemerintah Memberi informasi dan masukan kepada pemerintah tentang pengolahan kompos secara baik dan efektif.

3. Bagi Almamater Menambah informasi dan perbendaharaan kepustakaan bagi pihak institusi dalam bidang persampahan. 4. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang pengolahan kompos dari kotoran ternak sapi.

E. Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi. Dimana penelitian ini membatasi waktu penelitian hanya satu bulan (30 hari).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian-pengertian 1. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produkproduk yang tidak bergerak. (Wikipedia Indonesia, 2009). 2. Limbah padat adalah semua buangan yang berbentuk padat termasuk buangan yang berasal dari kegiatan perkantoran. (KepMenKes No.1405 tahun 2002). 3. Kompos adalah hasil penguraian parsial/ tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Wikipedia Indonesia, 2009).

B. Jenis Bahan Baku Kompos Banyak bahan yang berasal dari hewan dan tumbuhan dapat dijadikan kompos. Berikut ini beberapa contoh bahan yang mempunyai peluang untuk dijadikan kompos (Willyan Djaja, 2008, h. 12): 1. Kotoran sapi Kotoran sapi umumnya banyak mengandung air, akan tetapi kotoran sapi potong mengandung air lebih sedikit dari pada kotoran sapi

perah. Karena itu kotoran sapi potong perlu dicampur dengan bahan lain yang mengandung karbon kering untuk membuat kompos, misalnya jerami atau serbuk gergaji. Kandungan zat hara kotoran sapi perah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas hijauan, konsentrat, serta sisa rumput yang tidak dimakan. Hal ini tentunya berbeda jika dibandingkan dengan kotoran sapi potong yang hanya mengonsumsi rumput. 2. Kotoran ayam Kualitas kompos kotoran ayam lebih banyak ditentukan oleh pakan yang diberikan. Kualitas kotoran ayam petelur berbeda dengan ayam potong dan ayam kampung. Selain itu, jika kotoran ayam banyak tercampur dengan bulu atau gabah alas lantai, kualitasnya akan kurang bagus. 3. Limbah ternak lainnya Limbah lain yang berasal dari ternak adalah limbah rumah potong dan industri pengolahan ikan. Limbah yang berasal dari rumah potong dan industri pengolahan ikan biasanya berupa bagian tubuh yang tidak dimanfaatkan, seperti jeroan, tulang, sisa daging, dan lemak. Bahan baku ini berpotensi menghasilkan bau selama proses pengomposan karena banyak mengandung air dan senyawa lainnya. Untuk itu, limbah ternak perlu dicampur dengan bahan yang dapat menyerap air dan bau, seperti jerami cacah dan serbuk gergaji.

10

4. Serbuk gergaji Serbuk gergaji cukup baik digunakan sebagai bahan baku kompos, meskipun tidak seluruh komponennya dapat dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula dari kayu keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan akibat kandungan lignin di dalamnya. Kayu albasia merupakan kayu yang banyak digunakan dalam industri perkayuan. Jenis kayu ini lunak dan berserat kayu panjang. Serbuk gergaji dari kayu inilah yang banyak dimanfaatkan untuk membuat kompos. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan umur kayu. Pasalnya, semakin tua umur kayu, semakin sedikit kandungan air dan zat haranya. Semakin halus ukuran partikel serbuk gergaji, semakin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya. 5. Jerami padi Jerami padi biasanya mengandung sedikit air, tetapi banyak memiliki karbon. Umumnya, jerami mudah dirombak dalam

pengomposan. Nitrogen yang terdapat didalamnya lebih sedikit karena sudah dipakai untuk pertumbuhan dan produksi. Penggunaan jerami padi sebagai bahan baku kompos sebaiknya dicacah dahulu sebelum dicampur dengan bahan yang lainnya.

11

C. Proses Pengomposan Menurut Departemen Pertanian, Dirjen Peternakan (2009, h. 9), pengomposan merupakan prose perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali (terkontrol). Hasil akhir dari proses ini adalah humus (kompos) yang cukup stabil untuk disimpan. Pengomposan dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme termasuk bakteri, jamur, protozoa, cacing tanah, dan serangga. Populasi dari semua mikroorganisme sangat berfluktuasi tergantung dari kondisi

pengomposan. Tabel 2.1


ORGANISME YANG TERLIBAT DALAM PROSES PENGOMPOSAN No 1. Kelompok Organisme Mikroflora Organisme Bakteri Actinomycetes Kapang Protozoa Jamur tingkat tinggi Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll. Jumlah/g kompos 108-109 105-108 104106 104105

2. 3. 4.

Mikrofauna Makroflora Makrofauna

Sumber: Wikipedia Indonesia, 2009 Proses pengomposan yang selama ini dilakukan dengan cara konvensional membutuhkan waktu yang relatif lama, yaitu 1,5-2 bulan, namun dengan menggunakan bantuan aktivator berupa inokulan mikroorganisme komersial dipasaran, proses pengomposan dapat dipercepat sehingga hanya membutuhkan waktu 7-30 hari. Menurut Rachman Sutanto (2002, h. 48), proses pengomposan dapat digolongkan menjadi:

12

1. Aerob Dalam sistem ini, kurang lebih unsur karbon (C) menguap (menjadi CO2) dan sisanya bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan aerob tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi. Kenaikkan temperatur dalam timbunan bahan organik menghasilkan temperatur yang menguntungkan mikroorganisme termofilik. Akan tetapi, apabila temperatur melampaui 65C 70C, kegiatan mikroorganisme akan menurun karena kematian organisme akibat panas yang tinggi.

Gambar 2.1 PROSES UMUM PENGOMPOSAN LIMBAH PADAT ORGANIK (dimodifikasi dari Rynk, 1992)

2. Anaerob Penguraian bahan organik akan terjadi pada kondisi anaerob (kelangkaan oksigen). Pertama kali, bakteri fakultatif penghasil asam menguraikan bahan organik menjadi asam lemak, aldehida, dll. Kemudian

13

bakteri kelompok lain mengubah asam lemak menjadi metana, amoniak, CO2, dan hidrogen. Dengan demikian oksigen juga diperlukan untuk proses dekomposisi anaerob tetapi sumbernya senyawa kimia yang tidak terlarut dalam oksigen.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompos Menurut Dipo Yuwono (2009, h. 25), faktor-faktor yang

memperngaruhi proses pengomposan antara lain: 1. Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N) Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam suatu bahan. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yaitu 30:1. Setelah matang,

kompos memiliki nilai C/N ratio antara 10:1 hingga 20:1. (Wikipedia Indonesia, 2009) 2. Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 8,5), sesuai dengan pH yang

14

dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut. Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila : a. pH terlalu tinggi (diatas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme. b. pH terlalu rendah (dibawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad renik. 3. Suhu (Temperatur) Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperatur dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara 25C 45 C akan terjadi dan segera diikuti oleh temperatur termofilik antara 46C 65 C.

15

Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk: a. Mematikan bakteri atau bibit penyakit baik phatogen maupun bibit vektor penyakit seperti lalat. b. Mematikan bibit gulma. Tabel 2.2 menunjukkan suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk mematikan beberapa organisme patogen dan parasit. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur akan menurun mendekati tingkat ambien. Tabel 2.2 SUHU DAN WAKTU YANG DIBUTUHKAN UNTUK MEMATIKAN BAKTERI PHATOGEN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Organisme Phatogen Salmonella typhosa Salmonella sp. Shigella sp. Escerichia coli Entamoeba hystolitica Taenia saginata Trichinella spiralis sp. Brucella abortus Micrococcus pyogenes var aureus Srteptococcus pyogenes Mycobacterium tubercolosis varhominis Corynebacterium diphtheriae Necator americanus Ascaris lumbricoides (telur) Suhu dan Waktu yang Dibutuhkan Waktu (menit) Suhu ( C) 55-60 30 60 20 55 60 60 15-20 55 60 55 60 60 15-20 45 beberapa menit 55 beberapa detik 55 beberapa saat 62-63 3 55 60 50 10 54 66 67 55 45 50 10 15-20 Sesaat setelah pemanasan 45 50 <1

12 13 14

Sumber: Rynk, 1992 Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan kompos berada dalam suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai.

16

Untuk mempertahankan suhu pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan kompos. Ketinggian tumpukan yang baik dari berbagai jenis bahan adalah 1 1,2 m dan tinggi maksimum 1,5 1,8 m.Tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga suhu tinggi tidak tercapai. Selain itu, mikroorganisme phatogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. (Nan Djuarnani, 2005, h. 28). 4. Kelembaban Udara Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40% 60 % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai. 5. Ukuran Partikel Sampah Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme.

17

Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat. 6. Homogenitas Campuran Sampah Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu kecepatan pengurai disetiap tumpukan akan berlangsung secara seragam. 7. Aerasi Udara mutlak diperlukan oleh mikroba aerobik, tetapi mikroba anaerobik tidak membutuhkannya. Pada komposting aerobik dikondisikan agar setiap bagian kompos mendapatkan suplai udara yang cukup. Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat. Pemadatan pada bahan ini akan menghambat suplai O 2 yang dibutuhkan mikroba. Agar aerasi lancar, pengomposan dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos.

E. Ciri-ciri Kompos Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut (Wikipedia Indonesia, 2009): 1. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah, 2. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan yaitu 25oC, 3. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi, 4. Nisbah C/N sebesar 10:1 20:1,

18

5. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah, 6. Tidak berbau dan tidak menjijikan, 7. Struktur remah dan tidak menggumpal.

F. Manfaat Kompos Menurut Willyan Djaja (2008, h. 54) empat manfaat kompos untuk tanah dan tanaman antara lain: 1. Memperkaya mikroba tanah, 2. Meningkatkan unsur hara tanah, 3. Memperbaiki struktur tanah, dan 4. Menyehatkan tanah dan tanaman.

G. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompos: 1. C/N Rasio 2. pH 3. Suhu 4. Ukuran Partikel Sampah 5. Kelembaban Udara 6. Homogenitas Campuran Sampah 7. Aerasi

Kotoran Sapi

Serbuk gergaji 0,5 kg, 1 kg, 1,5 kg, 2 kg, dan 2,5 kg

Kompos

Ciri kompos: 1. Coklat tua hingga hitam 2. Suhu 25oC 3. C/N Ratoi 10:1 20:1 4. Tidak larut dalam air 5. Struktur remah 6. Tidak berbau

Gambar 2.2 KERANGKA TEORI

19

H. Hipotesis Tidak ada pengaruh antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

20

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Variabel Penelitian 1. Jenis variabel a. Variabel bebas adalah variabel yang berpengaruh dan menyebabkan berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi pemberian serbuk gergaji. b. Variabel terikat adalah variabel yang diduga nilainya akan berubah karena adanya pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah C/N ratio kompos kotoran sapi. c. Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat, tetapi tidak diteliti sejauh mana pengaruhnya tersebut. Variabel pengganggu dalam penelitian ini adalah cuaca. d. Variabel kontrol adalah variabel yang dibuat konstan sehingga tidak akan mempengaruhi variabel utama yang diteliti. Variabel kontrol penelitian ini adalah bahan kompos, bahan pengaktif, kelembaban, suhu, dan pH.

20

21

2. Struktur hubungan variabel


Variabel bebas Variasi pemberian serbuk gergaji

Variabel pengganggu Cuaca -

Variabel kontrol Bahan kompos Bahan pengaktif Kelembaban Suhu pH

Variabel terikat C/N ratio kompos kotoran sapi

Gambar 3.1 STRUKTUR HUBUNGAN VARIABEL 3. Definisi operasional variabel Tabel 3.1 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
No. 1. Variabel Variasi pemberian serbuk gergaji C/N ratio kompos kotoran sapi Kelembaban Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Timbangan Satuan Gram Skala data Ratio

2.

3.

Banyaknya pemberian Pengukuran serbuk gergaji sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari kotoran sapi. Perbandingan kadar Pengukuran karbon (C) dan kadar nitrogen (N) dalam kompos kotoran sapi. Banyaknya kandungan Pengukuran uap air dalam bahan pengomposan.

Penyulingan dan titrimetri

Ratio % Ratio

Hygrometer

22

No. 4.

Variabel Cuaca

Definisi operasional Kondisi atmosfer atau keadaan lingkungan karena faktor alam, missal cerah atau hujan. Derajat panas dinginnya dalam celcius yang diukur dengan alat thermometer alkohol. Derajat keasaman dan kebasaan dari bahan kompos di dalam keranjang Bahan yang dipilih dari bahan yang sama dalam hal ini berupa kotoran sapi yang diperoleh dari peternak sapi setempat, sebuk gergaji, bahan pengaktif, abu jerami, kapur bangunan. Sejumlah kultur mikroorganisme tertentu yang telah dibiarkan dalam media kaya protein sebagai stater pada proses pembuatan kompos yaitu Aplivator.

Cara ukur Observasi

Alat ukur Prakiraan cuaca

Satuan Cerah, berawan, hujan, mendung C

Skala data Nominal

5.

Suhu

Pengukuran

Thermometer

Interval

6.

pH

Pengukuran

pH Stick Indicator

Ratio Kilo gram Ratio

7.

Bahan kompos

Pengukuran

Timbangan

8.

Bahan pengaktif

Pengukuran

Timbangan

Kilo gram

Ratio

B.

Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian Verifikasi

(membuktikan kebenaran hasil penelitian sebelumnya) dengan disain The One Shot Case Study. Desain ini digunakan untuk meneliti pada satu kelompok dengan diberi satu kali perlakuan dan pengukurannya dilakukan satu kali. Pola : X1 O X2 O

23

X3 O X4 O X5 O Keterangan : 1. X1, X2, X3, X4, dan X5 adalah kelompok dengan diberi perlakuan, yaitu kompos kotoran sapi dengan variasi serbuk gergaji sebanyak 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%. 2. O adalah hasil pengukuran yang telah dilakukan, dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan dari laboratorium.

C.

Waktu dan lokasi 1. Waktu a. Persiapan b. Pelaksanaan : : 2 Desember 2009 sampai 28 Pebruari 2010 5 April sampai 5 Mei 2010 Juni 2010

c. Penyelesaian : 2. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga yang berada dibawah naungan Dinas Peternakan Kabupaten Purbalingga.

D.

Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah semua bahan kompos yang ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga.

24

2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah kotoran sapi sebanyak 10 kg, dengan penambahan bahan baku kompos lain seperti serbuk gergaji dengan variasi 5% (0,5 kg), 10% (1 kg), 15% (1,5 kg), 20% (2 kg), dan 25% (2,5 kg), kapur bangunan 2 kg, abu jerami 1 kg, dan bahan pengaktif (aplivator) 0,025 kg. Peneliti melakukan replikasi sebanyak 2 kali untuk masing-masing variasi pemberian serbuk gergaji, sehingga seluruhnya ada 10 perlakuan.

E.

Pengumpulan Data 1. Jenis data a. Data umum Data umum dalam penelitian ini meliputi kondisi geografis dan kondisi topografis di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga. b. Data khusus Data khusus dalam penelitian ini meliputi suhu, pH, kelembaban, C/N ratio, dan pengaruh variasi pemberian serbuk gergaji. 2. Sumber data a. Data primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, pengukuran terhadap obyek di lokasi penelitian, dan hasil pemeriksaan laboratorium.

25

b. Data sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga. 3. Cara pengumpulan data a. Pencatatan data. b. Survei, persiapan, dilanjutkan dengan pemeriksaan dan pengukuran di lokasi penelitian berupa pengukuran data khusus. 4. Instrumen yang digunakan a. Thermometer b. pH Stick Indikator c. Alat tulis

F.

Pengolahan Data 1. Editing adalah pengecekan terhadap kemungkinan adanya kesalahan. 2. Coding adalah pemberian kode supaya proses pengolahan lebih sederhana. 3. Saving adalah penyimpana data dapat berupa CD, flaskdisk, hardisk, lembaran print out, dan manual. 4. Klasifikasi adalah metode untuk menyusun data secara sistematis atau menurut beberapa aturan atau kaidah yang telah ditetapkan. 5. Tabulating adalah mengumpulkan data dan fakta yang sesuai dengan cakupan bidang masing-masing menjadi suatu daftar atau tabel, sehingga

26

tidak terjadi pengulangan kata atau kalimat. Pengumpulan data menggunakan cara manual dan software SPSS versi 17.00.

G.

Analisis Data 1. Univariate merupakan analisis dari satu variabel. Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. 2. Bivariate merupakan analisis dari dua kategori data atau tiga kategori atau lebih dari dua variabel yang diteliti. Metode yang digunakan dalam analisis ini yaitu uji Z-test dan t-test untuk antar dua kelompok independen. Jika digunakan antar tiga atau lebih kelompok independen menggunakan One Way Anova. Analisis data dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 17.00.

27

BAB IV HASIL PENELITIAN

A.

Gambaran Umum Kabupaten Purbalingga termasuk wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian barat daya dengan luas wilayah 77.764,122 Ha atau 777,64 km2 yang meliputi 18 kecamatan dan 237 desa/ kelurahan. Kabupaten Purbalingga merupakan daerah pertanian yang cukup subur, sebagai penghasil biji-bijian terutama beras, disamping itu juga melimpah hasil pakan ternaknya. Oleh karena itu Kabupaten Purbalingga merupakan wilayah yang sangat cocok untuk mengembangkan komoditas ternak. Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan merupakan suatu wadah yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga untuk mengembangkan peternakan yang mengarah pada agribisnis dan

agroindustri. Unit Pelaksana Teknis ini berada dibawah Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga dimana dalam pelaksanaannya mengadakan kerjasama dengan salah satu universitas negeri yang ada di Kabupaten Banyumas. Didirikan pada tahun 2008 dan dibangun diatas tanah seluas 250 m2 dengan luas tanah keseluruhan 1 Ha yang terletak di Desa Mipiran, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga. Jumlah pegawai yang ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan sebanyak 28 orang, dengan 8 orang sudah menjadi Pegawai

27

28

Negeri Sipil, 10 orang sebagai tenaga honorer, dan 10 orang sebagai tenaga harian lepas.

B.

Gambaran Khusus 1. Suhu Pengukuran suhu kompos dilakukan setiap hari selama proses pengomposan. Data hasil pengukuran suhu untuk masing-masing variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 HASIL PENGUKURAN SUHU KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010
Rata-rata Suhu (oC) No Minggu ke5% 1. 2. 3. 4. I II III IV 31,00 31,68 31,37 30,75 10% 31,25 31,81 31,18 31,41 15% 31,18 31,81 31,50 31,58 20% 31,38 31,93 31,81 31,66 25% 31,56 32,25 31,87 31,71

Perubahan suhu pengomposan selama 30 hari dari variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada gambar grafik 4.1 berikut:

29

Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji
33

Suhu (oC)

32

5% 10% 15% 20%

31

30 1 2 3 4 Minggu Ke-

Gambar 4.1 Grafik Perubahan Suhu Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

2. pH Pengukuran pH tumpukan kompos dilakukan setiap hari bersamaan dengan pengukuran suhu. Data hasil pengukuran pH untuk masing-masing variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:

30

Tabel 4.2 HASIL PENGUKURAN pH KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010
No 1. 2. 3. 4. Minggu keI II III IV Rata-rata pH 5% 8,43 8,37 8,37 8,08 10% 8,31 8,31 8,37 8,08 15% 8,37 8,50 8,37 8,25 20% 8,56 8,50 8,18 7,75 25% 8,56 8,43 8,18 7,83

Perubahan suhu pengomposan selama 30 hari dari variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada gambar grafik 4.2 berikut:
Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji 9 8.7 8.4
5% 10% 15% 20%

pH
8.1 7.8 7.5 1 2 3 4 Minggu Ke-

Gambar 4.2 Grafik Perubahan pH Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

31

3. Kelembaban Hasil pemeriksaan kelembaban kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 HASIL PENGUKURAN KELEMBABAN KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010
No 1. 2. 3. 4. 5. Variasi Pemberian Serbuk Gergaji 5% 10% 15% 20% 25% Rata-rata Kelembaban 91,9 89,5 91,3 91,0 90,2

Hasil pengukuran kelembaban kompos kotoran sapi dengan variasi serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada gambar grafik 4.3 berikut:
Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Serbuk Gergaji
92

Kelembaban (%)

91

90

89 10% 15% 20% 25%

Variasi S erbuk Gergaji

Gambar 4.3 Diagram Kelembaban Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

32

4. C/N Ratio Pemeriksaan C/N ratio dilakukan setelah proses pengomposan berakhir, yaitu selama 30 hari. Hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 HASIL PEMERIKSAAN C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010
No 1. 2. 3. 4. 5. Variasi Pemberian Serbuk Gergaji 5% 10% 15% 20% 25% Rata-rata C/N Ratio 13:1 21:1 23:1 28:1 33:1

Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dapat dilihat pada gambar grafik 4.4 berikut:
Nilai C/N Ratio Komos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

35

Nilai C/N Ratio

30 25 20 15 10 10% 15% 20% 25%

Variasi Pemberian S erbuk Gergaji

Gambar 4.4 Diagram Nilai C/N Ratio Kompos Kotoran Sapi dengan Variasi Pemberian Serbuk Gergaji

33

5. Pembalikan dan Pengayakan Proses pembalikan dilakukan setiap 1 minggu sekali atau 7 hari sekali. Peralatan yang digunakan dalam proses pembalikan yaitu garu dan sekop. Fungsi dari proses pembalikan ini adalah agar campuran bahan kompos dapat tercampur sehingga menjadi homogen. Proses pengayakan dilakukan setelah minggu ke-4 yaitu minggu terakhir pengomposan. Alat yang digunakan dalam proses pengayakan ini yaitu saringan lembut dengan diameter 20 cm. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan ukuran butiran kompos yang seragam. 6. Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi, diketahui bahwa serbuk gergaji memiliki peran penting dalam proses pengomposan. Pemberian serbuk gergaji di dalam proses pengomposan bertujuan untuk mengatur kadar air dalam bahan baku kompos kotoran sapi sehingga serbuk gergaji dapat dipakai sebagai campuran untuk pembuatan kompos kotoran sapi. 7. Analisis Statistik Penelitian ini menggunakan uji One Way Anova untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang bermakna dari variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi. Untuk mengetahui dapat tidaknya penelitian menggunakan uji One Way Anova dengan melihat uji homogenitas varian. Hasil uji homogenitas varian dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:

34

Tabel 4.5 HASIL ANALISIS HOMOGENITAS Levene Statistic 2E+015 df1 4 df2 5 Sig. ,000

Hasil perhitungan uji levene diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000. Nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai sebesar 5% atau 0,05, maka Ho ditolak yang berarti uji One Way Anova tidak dapat digunakan. Penggunaan uji One Way Anova memiliki empat syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu yaitu homogenitas varian, distribusi normal, gambar grafik berbentuk lonceng bel, dan sampel kelompok independen. Jika tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih syarat tersebut, maka pengujian hipotesis harus dilakukan dengan statistik NonParametrik. Salah satu uji Non-Parametrik untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan dengan uji U Mann-Whitney. Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji KruskalWallis dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 HASIL ANALISIS STATISTIK UJI KRUSKAL-WALLIS C/N Chi-Square df Asymp. Sig. 7,527 4 ,111

Hasil perhitungan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikan sebesar 0,111. Nilai signifikan sebesar 0,111 lebih besar dibandingkan

35

dengan nilai (0,05), maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010. Analisis statistik dengan menggunakan uji U Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan variasi serbuk gergaji dapat dilihat pada tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.7 HASIL ANALISIS STATISTIK UJI U MANN-WHITNEY No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Varian Serbuk Sergaji 5% dengan 10% 5% dengan 15% 5% dengan 20% 5% dengan 25% 10% dengan 15% 10% dengan 20% 10% dengan 25% 15% dengan 20% 15% dengan 25% 20% dengan 25% Asymp. Sig. (2-tailed) ,121 ,121 ,121 ,121 ,439 ,121 ,121 ,439 ,333 ,667

Hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilai signifikan diatas nilai sebesar 0,05 untuk setiap variannya, maka Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara perlakuan variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

36

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan Umum Kabupaten Purbalingga mempunyai potensi untuk pengembangan peternakan sebagai modal telah dimiliki seperti sumber daya lahan, sumber daya ternak, sumber daya pakan ternak, dan sumber daya petani. Untuk mengembangkan potensi tersebut perlu adanya peningkatan pemilikan modal bagi masing-masing petani agar mereka dapat memiliki satu unit usaha peternakan sebagai usaha pokok, karena selama ini dirasa kemauan bagi para petani untuk mengembangkan usahanya banyak banyak yang terbentur masalah permodalan. Pengetahuan dan keterampilan bagi para petani ternak juga masih perlu ditingkatkan terus karena pengembangan usaha peternakan yang rasional untuk mengarah pada agrobisnis ini, jiwa kewirausahaannya masih perlu ditumbuhkan dengan berbagai pendidikan atau latihan ketermpilan yang dilaksanakan secara intensif sehingga akan timbul wirausaha-wirausaha yang handal. Kerjasama yang terpadu dari masing-masing intansi yang terkait diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi masyarakat peternak sebagai wirausaha yang mandiri yang tergabung dalam suatu kelompok ternak. Kabupaten Purbalingga merancang suatu pola untuk mengembangkan peternakan yang mengarah pada agribisnis dan agroindustri dengan

36

37

membangun Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan. Unit Pelaksana Teknis ini berada dibawah Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga dimana dalam pelaksanaannya mengadakan kerjasama dengan salah satu universitas negeri yang ada di Kabupaten Banyumas. Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten

Purbalingga didirikan pada tahun 2008 dibangun diatas tanah seluas 250 m 2 dengan luas tanah keseluruhan 1 Ha yang terletak di Desa Mipiran, Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga. Susunan Organisasi dan Tata Kerja di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga menggunakan Peraturan Bupati Purbalingga Nomor 67 Tahun 2008. Struktur organisasi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga terdiri dari Kepala Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga, Sub Bagian Tata Usaha, Satgas Produksi Ternak, Satgas Pakan Ternak, Satgas Pengolahan Limbah Ternak, dan Kelompok Jabatan Fungsional. Tabel 5.1 DISTRIBUSI STATUS KEPEGAWAIAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010
No 1 2 3 Status Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil Honorer Harian Lepas Total Jumlah (orang) 8 10 10 28

Sumber :

Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga 2010

38

Hasil produksi yang ada di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan antara lain pupuk organik/ kompos, makanan ternak, dan pedet (hasil insiminasi buatan). Koperasi Produksi Subur KIKKU tahun 2008 dibentuk untuk mengurusi proses produksi penjualan pupuk organik dan makanan ternak sapi potong. Untuk insiminasi buatan ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga.

B. Pembahasan Khusus 1. Suhu Tahap awal pengomposan aerobik terjadi pada suhu 25 C 45 C, mikroba yang bekerja pada tahap ini adalah bakteri mesofilik dan segera diikuti oleh kenaikan suhu yang didiami oleh bakteri termofilik yaitu antara 46 C 65 C yang merupakan suhu ideal untuk pengomposan. (Dipo Yuwono, 2009, h. 25). Awal pengomposan (minggu pertama) dalam penelitian ini didapat rata-rata suhu dari tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dengan hasil berbeda-beda. Hasil pengukuran ratarata suhu kompos terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 5% yaitu 31oC dan suhu tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 25% yaitu 31,56oC. Minggu kedua, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran suhu tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 25%

39

yaitu 32,25 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 5% yaitu 31,68 C. Minggu ketiga, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran suhu tertinggi masih terdapat pada variasi serbuk gergaji 25% yaitu 31,87 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 10% yaitu 31,18 C. Minggu keempat, rata-rata suhu yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran suhu tertinggi masih terdapat pada variasi serbuk gergaji 25% yaitu 31,71 C dan suhu terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 5% yaitu 30,75 C. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu terjadi pada minggu kedua yang berkisar antara 32 C 33oC. Suhu kemudian turun kembali pada minggu ke-3 dan ke-4. Penurunan suhu ini belum optimal dikarenakan oleh keterbatasan waktu penelitian yang hanya mengambil waktu 30 hari. Menurut Rynk (1992), kompos dikatakan matang jika suhunya hampir sama dengan suhu lingkungan yaitu 25 oC. Pengaruh suhu terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi pada penelitian ini belum terlihat dikarenakan dari semua variasi serbuk gergaji, suhu kompos cenderung sama, yaitu antara 30 C 31 oC.

40

Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan kompos berada dalam suhu yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme pengurai. Untuk mempertahankan suhu pengomposan perlu diperhatikan ketinggian tumpukan bahan kompos. Ketinggian tumpukan yang baik dari berbagai jenis bahan adalah 1 1,2 m dan tinggi maksimum 1,5 1,8 m.Tumpukan bahan yang terlalu rendah akan membuat bahan lebih cepat kehilangan panas sehingga suhu tinggi tidak tercapai. Selain itu, mikroorganisme phatogen tidak akan mati dan proses dekomposisi oleh mikroorganisme termofilik tidak akan tercapai. (Nan Djuarnani, 2005, h. 28). 2. pH Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut. (Dipo Yuwono, 2009, h. 25). Rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% pada awal pengomposan, hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 20% dan 25% yaitu 8,56 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 10% yaitu 8,31.

41

Minggu kedua, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiaptiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 15% dan 20% yaitu 8,50 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 10% yaitu 8,31. Minggu ketiga, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiaptiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 5%, 10%, dan 15% yaitu 8,37 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 20% dan 25% yaitu 8,18. Minggu keempat, rata-rata pH yang diperoleh dari pemeriksaan tiap-tiap variasi pemberian serbuk gergaji 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% hasil pengukuran pH tertinggi terdapat pada variasi serbuk gergaji 15% yaitu 8,25 dan pH terendah terdapat pada variasi serbuk gergaji 20% yaitu 7,75. Kenaikan pH pada kompos ini terjadi sejak minggu pertama sampai minggu kedua yaitu berkisar antara pH 8 9. Kemudian pH turun sedikit demi sedikit pada minggu ketiga dan keempat. Kenaikan pH diiringi pula dengan kenaikan suhu kompos, begitu juga dengan penurunan pH diiringi dengan penurunan suhu yang terjadi pada minggu ketiga. Pengaruh pH terhadap C/N ratio kompos pada penelitian ini terlihat bahwa semakin banyak variasi pemberian serbuk gergji semakin rendah pH dan nilai C/N ratio semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit

42

variasi pemberian serbuk gergaji semakin tinggi pH dan nilai C/N ratio semakin kecil. 3. Kelembaban Kelembaban kompos harus dijaga agar bakteri pengurai dapat bekerja seoptimal mungkin, karena dalam proses pengomposan mikroba membutuhkan keadaan lembab untuk kelangsungan hidup mikroorganisme itu sendiri. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40% 60% dengan nilai yang paling baik adalah 50%. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai. (Dipo Yuwono, 2009, h. 25). Berdasarkan hasil pemeriksaan kelembaban kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji, diperoleh bahwa hasil pemeriksaan kelembaban tertinggi ada pada variasi serbuk gergaji 5% dan hasil terendah ada pada variasi serbuk gergaji 10% dan 25%. Hasil pemeriksaan kelembaban tiap variasi serbuk gergaji dalam penelitian ini berbeda-beda. Hal ini disebabkan banyak tidaknya variasi

43

serbuk gergaji pada bahan kompos. Semakin banyak serbuk gergaji, kelembaban berkurang tiap harinya. Karena air yang ada pada bahan kompos akan meresap ke serbuk gergaji. Pengaruh kelembaban terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi pada penelitian ini terlihat bahwa semakin banyak variasi pemberian serbuk gergaji kelembaban semakin rendah dan nilai C/N ratio semakin tinggi. Sebaliknya, semakin sedikit variasi pemberian serbuk gergaji kelembaban semakin tinggi kompos kotoran sapi dan nilai C/N ratio semakin kecil. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelembaban kompos antara lain pembalikan kompos secara rutin (seminggu sekali), pemberian air secukupnya pada kompos, proses pengomposan berada pada tempat tertutup/ terlindung dari matahari, dan atau tumpukan bahan kompos yang terlalu tebal. 4. C/N Ratio Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N

44

yang ideal dalam proses pengomposan

yaitu 30:1. Setelah matang,

kompos memiliki nilai C/N ratio antara 10:1 hingga 20:1. (Wikipedia Indonesia, 2009). Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi diperoleh nilai C/N ratio tertinggi pada variasi pemberian serbuk gergaji 25%, yaitu 33:1. Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi terkecil ada pada variasi pemberian serbuk gergaji 5%, yaitu 13:1. Hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada pada variasi pemberian serbuk gergaji 5% yaitu 13:1. 5. Pembalikan dan Pengayakan Pembalikan bahan kompos dilakukan dengan meletakkan lapisan teratas bahan pada lapisan bawah dan meletakkan lapisan bawah pada bagian atas, yaitu dengan cara sebagai berikut: a. Bahan dikeluarkan dari bak pengomposan selapis demi selapis kemudian diletakkan di luar bak pengomposan. b. Setelah bahan dikeluarkan seluruhnya, mulailah bahan dimasukkan kembali ke dalam bak pengomposan selapis demi selapis sambil diatur supaya lapisan bahan yang semula berada paling atas akan berubah posisi pada bagian paling bawah, dan sebaliknya. Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan kualitas kompos yang baik, yaitu ukuran butiran kompos yang seragam. Pengayakan dilakukan dengan bantuan alat pengayak (penyaring) yang sederhana. Ukuran lubang penyaringan bervariasi. Semakin kecil ukuran lubang penyaring maka

45

kompos yang didapatkan semakin halus. Hal ini tergantung selera masingmasing penyaring. 6. Pengaruh Variasi Pemberian Serbuk Gergaji Kotoran sapi umumnya banyak mengandung air sehingga perlu dicampur dengan bahan lain yang mengandung karbon kering untuk membuat kompos, misalnya jerami atau serbuk gergaji. Kompos yang diperoleh dari hasil pengomposan bahan baku dengan volume seimbang akan menghasilkan kompos dengan C/N ratio terendah. (Willyan Djaja, 2008, h. 12). Berdasarkan hasil pemeriksaan C/N ratio kompos kotoran sapi terhadap variasi pemberian serbuk gergaji, diperoleh hasil bahwa semakin banyak variasi serbuk gergaji, semakin banyak pula nilai C/N ratio kompos kotoran sapi. Sebaliknya, semakin sedikit variasi serbuk gergaji, semakin kecil pula nilai C/N ratio kompos kotoran sapi. Oleh sebab itu komposisi campuran serbuk gergaji dengan kotoran sapi yang ideal ada pada variasi serbuk gergaji 5% dan 10%. 7. Analisis Statistik Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis diperoleh nilai signifikan sebesar 0,111 lebih besar dari nilai yaitu sebesar 5% atau 0,05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

46

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji U Mann-Whitney antar perlakuan sebagai berikut: a. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 10%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. b. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 15%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. c. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 20%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. d. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 5% dengan 25%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. e. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 15%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,439. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. f. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 20%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji.

47

g. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 10% dengan 25%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,121. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. h. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 15% dengan 20%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,439. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. i. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 15% dengan 25%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,333. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. j. Variasi pemberian serbuk gergaji sebanyak 20% dengan 25%, diperoleh nilai signifikannya adalah 0,667. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan suhu, pH, kelembaban, dan komposisi dari pemberian serbuk gergaji. Hasil nilai signifikan antar varian untuk semua uji U MannWhitney memiliki nilai lebih besar dari nilai yaitu sebesar 0, 05, maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi di Unit Pelaksana Teknis Aneka Usaha Peternakan Kabupaten Purbalingga Tahun 2010.

48

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan 1. Nilai C/N ratio kompos kotoran sapi dengan variasi pemberian serbuk gergaji 5% (13:1), serbuk gergaji 10% (21:1), serbuk gergaji 15% (23:1), serbuk gergaji 20% (28:1), dan serbuk gergaji 25% (33:1). 2. C/N ratio kompos kotoran sapi yang ideal ada pada serbuk gergaji 5% yaitu 13:1. 3. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan nilai signifikan 0,111>0,05, sehingga tidak ada perbedaan yang bermakna antara variasi pemberian serbuk gergaji terhadap C/N ratio kompos kotoran sapi.

B.

Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk memperbanyak replikasi dan konsentrasi dipersempit. 2. Diharapkan waktu untuk proses pengomposan diperpanjang agar memperoleh hasil kompos yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Aris Santjaka. 2008. Bio Statistika. Politeknik Kesehatan Depkes Semarang Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. KepMenKes No.1405 tahun 2002. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Departemen Pertanian, Dirjen Peternakan. 2009. Pedoman Teknis Pengembangan Pupuk Organik Cair dan Padat. Jakarta : Dirjen peternakan Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga. 2009. Profil Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Purbalingga. Purbalingga

Dipo Yuwono. 2009. Kompos. Jakarta : Penebar Swadaya.

___________, Nur Kasim S., dan Lia Budimuljati S. Pengaruh Imbangan Kotoran Sapi Perah dan Serbuk Gergaji Terhadap Kualitas Kompos . http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/03/pengaruh_imbanga n_kotoran_sapi_perah_dan_serbuk_gergaji_terhadap_kualitas_kompos.pd f. (diakses tanggal 19 Oktober 2009, pukul 16.45 WIB)

Handoko Riwidikdo. 2007. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press

Indriani, Yovita Hety. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta : penebar Swadaya

L. Murbandono. 2007. Membuat Kompos. Jakarta : penebar Swadaya

Nan Djuarnani, Kristian, dan Budi Susilo S. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta : AgroMedia Pustaka

Rachman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta : Kanisius

Republik Indonesia. Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta : Departemen RI

Rynk R, 1992. On Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca, N.Y. 1992; 186pp. A classic in onfarm composting.

Setiawan, Ade Iwan. 2008. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Jakarta : penebar Swadaya

Tim Penulis PS. 2008. Penanganan dan Pengolahan Sampah. Jakarta : penebar Swadaya

Tri Cahyono. 2009. Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Karya Tulis Ilmiah. Purwokerto : Politeknik Kesehatan Depkes Semarang Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. Kompos. http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos (diakses tanggal 19 Oktober 2009, pukul 16.45 WIB)

Willyan Djaja. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Jakarta : AgroMedia Pustaka

LAMPIRAN 1 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pembuatan Kompos (Sumber : Unit Pelaksanaan Teknis Aneka Usaha Peternakan, 2009)

A. Alat : 1. Keranjang ukuran P:L:T=60:50:40 cm3 sebanyak 10 buah 2. Garu 3. Timbangan 4. Paralon dengan panjang 60 cm dan diameter 4 inci 5. Alat tulis

B. Bahan : 1. Kotoran Sapi 2. Abu jerami : : 10 kg 1 kg 25 grm 2 kg 0,5 kg; 1 kg; 1,5 kg; 2 kg; dan 2,5 kg

3. Bahan pengaktif : 4. Kapur bangunan : 5. Serbuk gergaji :

C. Cara Kerja : 1. Siapkan Keranjang sebanyak 10 buah. 2. Menimbang kotoran sapi sebanyak 10 kg untuk setiap keranjang. 3. Menimbang bahan campuran berupa serbuk gergaji sebanyak 0,5 kg; 1 kg; 1,5 kg; 2 kg; dan 2,5 kg. 4. Urutan bahan yang ditumpuk dari bawah yaitu: a. Lapisan pertama kotoran sapi

b. Lapisan kedua bahan pengaktif c. Lapisan ketiga abu jerami d. Lapisan keempat kapur bangunan e. Lapisan kelima serbuk gergaji 5. Aduk sampai rata kemudian masukkan ke dalam keranjang. 6. Masukkan paralon ke dalam keranjang (ditengah-tengah), dimana paralon ini berfungsi sebagai lubang penghawaan. 7. Beri label/ tanda pada setiap keranjang. 8. Mengukur suhu dan pH bahan kompos setiap hari (sore) dan catat hasil pengukuran pada kertas kerja. 9. Melakukan proses pengadukan atau pembalikan setiap 7 hari sekali sampai 3 minggu. 10. Pada minggu ke-4 masuk pada proses pendinginan, selanjutnya diayak dan siap digunakan.

LAMPIRAN 3 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Suhu (Sumber : Suparmin, 2003 )

A. Alat : 1. Thermometer 2. Alat tulis

B. Bahan : Kompos

C. Cara Kerja : 1. Ambil thermometer alkohol. 2. Masukkan ke dalam tumpukan kompos selama 5 menit dengan kedalaman 15 cm. 3. Catat suhu bahan kompos tersebut.

LAMPIRAN 4 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan pH (Sumber : Suparmin, 2003)

A. Metode pemeriksaan Metode yang digunakan yaitu Colorimetri

B. Alat : 1. pH indikator universal 2. Standar warna universal 3. Alat tulis

C. Bahan : Kompos

D. Cara Kerja : 1. Ambil satu buah pH indikator universal. 2. Masukkan setengah panjang stik tersebut ke dalam kompos. 3. Tunggu sampai basah sempurna ( 3 menit), kemudian ambil dan cocokkan dengan standar warna universal. 4. Catat nilai pH pada standar warna universal yang paling cocok.

LAMPIRAN 5 hal. 1 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Kelembaban (Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

A. Alat : Organoleptik (telapak tangan)

B. Bahan : Kompos

C. Cara Kerja : 1. Letakkan sedikit kompos ke telapak tangan. 2. Genggam dan diperas kompos yang ada di telapak tangan hingga bisa dirasakan basah atau kering.

LAMPIRAN 5 hal. 2 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Kelembaban (Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Alat : Hygrometer

B. Bahan : Kompos

C. Cara Kerja : 1. Letakkan alat hygrometer di tempat yang akan diukur kelembabannya. 2. Tunggu beberapa menit dan catat skalanya.

LAMPIRAN 6 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan COrganik (Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Metode Pemeriksaan: Metode yang digunakan yaitu penyulingan dan titrimetri

B. Alat : 1. Labu erlenmeyer 300 ml 2. statip dan buret

C. Bahan : 1. Kompos 100 gram 2. Air murni

D. Pereaksi : 1. Asam fosfat 85 % pa. 2. Larutan standar fero sulfat 1 N. Dilarutkan 278 gram FeSO 4.7H2O dengan 750 ml air murni, lalu ditambahkan 15 ml H2SO4 pekat dalam labu ukur 1 liter. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis 1 liter. Larutan ini distandarisasi dengan larutan standar KmnO4. 3. Indikator barium difenilamina sulfonat 0,16 %. Dilarutkan 1,6 gram barium difenilamina sulfonat dalam 1 liter air murni.

E. Cara Kerja : 1. Timbang sampel kompos sebanyak 0,5 gram, masukkan ke dalam labu erlenmeyer 300 ml. 2. Tambahkan 5 ml larutan K2Cr2O7 2 N dan digoyang sampai sampai sampel terendam rata. 3. Tambahkan 7,5 ml H2SO4 pekat, kocok dan biarkan selama 45 menit sambil setiap 10 menit digoyang. 4. Buat 2 buah blanko tanpa sampel kompos lalu dikerjakan sama seperti sampel untuk menstandarisasi larutan ferosulfat 1 N. 5. Encerkan dengan 150 ml air murni lalu tambahkan 10 ml asam fosfat pekat dan setelah dingin ditambahkan beberapa tetes indikator barium difenilamina sulfonat dan dititrasi dengan larutan ferosulfat 1 N. 6. Titrasi dilakukan sampai mendekati titik akhir warna keungu-ungan. Setelah itu titrasi diperlambat sampai mencapai titik akhir pada perubahan warna kehijauan. 7. Hitung dengan rumus: % C Organik = 0,6 x (b-a) x N x 1,3 x FK Dimana: a b = ml FeSO4 titrasi sampel = ml FeSO4 titrasi blanko

N = kenormalan ferosulfat 1,3 = koreksi oksidasi bahan organik FK = faktor koreksi kelembaban

LAMPIRAN 7 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Prosedur Pemeriksaan Nitrogen (Sumber : IM. Widjik Suranta, M.Sc dan Dr. A. Hardjono, 1999)

A. Metode Pemeriksaan: Metode yang digunakan yaitu penyulingan dan titrimetri

B. Alat : 1. Alat Digestion Block, 40 lubang dengan pengatur 2. Tabung destruksi 75 ml dengan tanda garis pada 30 m 3. Alat penyulingan nitrogen 4. Labu didih 5. Labu erlenmeyer 300 ml 6. Statip dan buret

C. Bahan : 1. Kompos 100 gram 2. Air murni

D. Pereaksi : 1. Asam sulfat pekat pa. 2. Campuran selen. Dicampurkan 100 gram K2SO4 atau Na2SO4 anhidrous dan 1 gram tepung selen, ditumbuk sampai halus dan homogen. 3. Larutan natrium hidroksida 30 %. Dilarutkan 800 gram hablur NaOH teknis dalam piala gelas dengan 1 liter air murni. Setelah dingin diencerkan sampai menjadi 2 liter.

4. Larutan asam borat 1 %. Dilarutkan 10 gram hablur H3BO3 pa dengan air murni sampai menjadi 1 liter. 5. Indikator campuran MM HBK. Dilarutkan 0,155 gram hijau bromokresol dan 0,1 gram merah metil dengan 200 ml etil alkohol 95 %. 6. Larutan standar asam sulfat 0,05 N. Dipipet 50 ml larutan standar H2SO4 1 N ke dalam labu ukur 1000 ml. Diencerkan dengan air murni sampai tanda garis 1 liter. Larutan standar H2SO4 dibuat dari larutan standar titrisol H2SO4. 7. Batu didih atau batu apung yang dihancurkan.

E. Cara Kerja : 1. Timbang 0,6 gram sampel kompos yang akan diperiksa. 2. Masukkan sampel tersebut ke dalam destruksi. Tambahkan 0,5 gram campuran selendan 3 ml H2SO4 pekat. Diaduk dan didestruksi diatas alat Digestion Block. 3. Didestruksi mula-mula pada suhu 150 oC selama 30 menit. Setelah itu, suhu dinaikkan sampai 350 oC dan destruksi dilanjutkan sampai larutan destruksi jernih dan keluar uap putih. 4. Tabung destruksi diturunkan, setelah dingin ditambahkan air murni, kocok lalu pindahkan ke dalam labu didih, tambahkan setengah sendok batu didih lalu diencerkan dengan air murni sampai terisi 100ml. 5. Labu erlenmeyer 125 ml diisi 20 ml larutan asam borat 1 % dan 5 tetes indikator campuran MM HBK dan dihubungkan dengan alat penyuling sebagai penampung NH3 yang tersuling. 6. Sampel dalam labu didih ditambahkan 20 ml larutan NaOH 30% lalu segera dihubungkan dengan alat penyuling dan dipanaskan untuk menyuling NH3. penyulingan dihentikan setelah 25 ml cairan tersuling. 7. Labu erlenmeyer diturunkan, lalu pembakaran dihentikan dan NH3 yang tertampung dititran dengan larutan standar H2SO4 0,05 N. Larutan standar yang digunakan dicatat.

8. Hitung dengan rumus: % N = (a-b) x 0,117 x FK

Dimana: a b

= ml H2SO4 titrasi sampel = ml H2SO4 titrasi blanko

FK = faktor koreksi kelembaban

LAMPIRAN 8 hal. 1 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Tabel C/N Ratio Bahan Organik (Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

No

Nama Bahan Organik Urin Darah Buangan Pemotongan Hewan Tinja Lumpur Aktif Sampah Sayur-sayuran Sampah Dapur Campur Pupuk Hijau Ganggang Laut Kulit Kentang Jerami Gandum Jerami Padi Jerami Jagung Serbuk Gergaji Kertas Koran Kayu Kertas Daun-daunan (segar) Daun-daunan (kering) Daun Dadap Muda Daun Tephrosia Kulit Kopi Batang Pohon Pangkasan, Cabang Pangkasan Teh Bungkil Biji Kapuk Bungkil Kacang Tanah Kotoran Sapi Kotoran Ayam Kotoran Kuda

C/N Ratio 0,8 : 1 3:1 2:1 6 : 1 hingga 10 : 1 6:1 12 : 1 hingga 20 : 1 15 : 1 14 : 1 19 : 1 25: 1 40 : 1 hingga 125 : 1 50 : 1 hingga 70 : 1 100 : 1 500 : 1 50 : 1 hingga 200 : 1 200 : 1 hingga 400 : 1 150 : 1 hingga 200 : 1 10 : 1 hingga 40 : 1 50 : 1 hingga 60 : 1 11 : 1 11 : 1 15 : 1 hingga 20 : 1 15 : 1 hingga 60 : 1 15 : 1 hingga 17 : 1 10 : 1 hingga 12 : 1 7:1 20 : 1 10 : 1 25 : 1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

LAMPIRAN 8 hal. 2

No

Nama Bahan Organik Cemara Kopo Bubuk, Endapan Apel, Buah Kulit Kayu Sampah Buah-buahan Rumput-rumputan Potongan/ Liar (segar) Jagung, Bonggol Kacang-kacangan

C/N Ratio 60 : 1 hingga 110 :1 20 : 1 21 : 1 100 : 1 hingga 130 : 1 35 : 1 12 : 1 hingga 25 : 1 60 : 1 15 : 1

30 31 32 33 34 35 36 37

LAMPIRAN 9 PENGARUH VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI TERHADAP C/N RATIO KOMPOS KOTORAN SAPI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010

Rumus Perhitungan Jenis Bahan Baku Kompos (Sumber : Dipo Yuwono, 2009)

(A x C/N Ratio A) + (B x C/N Ratio B) = 30 A+B

Dimana:

A B

= Berat bahan A = Berat bahan B

C/N Ratio A = C/N Ratio bahan A C/N Ratio B = C/N Ratio bahan B

LAMPIRAN 10 hal. 1 HASIL PENGUKURAN SUHU KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010 Suhu (C) Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Rep I 31 31 30 31 31 32 32 30 31 31 32 32 33 33 32 31 5% Rep RataII Rata 31 31 31 31 31 30,5 31 31 31 31 31 31,5 31 31,5 31 30,5 32 31,5 32 31,5 31 31,5 32 32 32 31,5 33 33 33 31,5 31 31 Rep I 31 31 31 31 32 32 32 31 32 32 32 33 33 32 32 31 10% Rep II 30 30 31 32 32 31 32 31 31 31 31 32 32 32 33 30 RataRata 30,5 30,5 31 31,5 32 31,5 32 31 31,5 31,5 31,5 32,5 32,5 32 32,5 30,5 Rep I 31 30 31 31 32 32 32 30 31 31 31 32 33 33 32 31 15% Rep RataII Rata 31 31 31 30,5 31 31 32 31,5 32 32 31 31,5 32 32 30 30 31 31 32 31,5 31 31 32 32 32 32,5 33 33 33 32,5 31 31 Rep I 31 31 31 32 32 31 32 30 31 31 31 32 33 33 33 31 20% Rep II 31 31 31 32 32 32 32 31 32 31 32 32 33 32 33 31 RataRata 31 31 31 32 32 31,5 32 30,5 31,5 31 31,5 32 33 32,5 33 31 Rep I 31 31 31 31 32 32 32 31 31 31 32 32 33 33 33 32 25% Rep II 31 31 32 32 32 33 32 31 32 32 32 33 33 33 33 31

Suhu Lingkungan (C) RataRata 31 33 31 30 31,5 31 31,5 31 32 31 32,5 30 32 32 31 30 31,5 28 31,5 32 32 30 32,5 29 33 28 33 28 33 29 31,5 30

LAMPIRAN 10 hal. 2

Suhu (C) Hari Ke17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rep I 31 31 31 32 31 31 31 32 32 31 31 30 30 31 5% Rep RataII Rata 31 31 32 31,5 32 31,5 33 32,5 33 32 30 30,5 30 30,5 31 31,5 31 31,5 31 31 31 31 31 30,5 30 30 30 30,5 Rep I 31 31 31 32 32 30 31 31 32 33 32 31 31 30 10% Rep II 31 31 31 31 32 31 32 31 32 32 32 31 31 30 RataRata 31 31 31 31,5 32 30,5 31,5 31 32 32,5 32 31 31 30 Rep I 31 31 32 32 31 31 32 31 32 33 32 32 31 30 15% Rep RataII Rata 31 31 31 31 32 32 32 32 32 31,5 31 31 32 32 32 31,5 32 32 32 32,5 32 32 31 31,5 31 31 31 30,5 Rep I 31 31 32 33 32 32 32 32 32 33 32 31 31 31 20% Rep II 31 32 32 31 32 31 23 32 32 32 32 32 31 31 RataRata 31 31,5 32 32 32 31,5 32,5 32 32 32,5 32 31,5 31 31 Rep I 32 32 32 32 33 33 32 31 32 32 33 32 32 31 25% Rep II 31 31 32 31 32 32 33 33 32 33 32 31 31 32

Suhu Lingkungan (C) RataRata 31 30 31,5 31 32 28 31 28 32,5 29 32,5 28 32,5 30 32 30 32 33 32,5 29 32,5 31 31 29 31 29 31,5 30

LAMPIRAN 11 hal. 1 HASIL PENGUKURAN RATA-RATA pH KOMPOS PADA PEMBUATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DENGAN VARIASI PEMBERIAN SERBUK GERGAJI DI UNIT PELAKSANA TEKNIS ANEKA USAHA PETERNAKAN KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2010 pH Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Rep I 9 9 8 8 8 8 9 8 9 9 8 9 8 8 8 9 5% Rep RataII Rata 8 8,5 8 8,5 8 8 9 8,5 9 8,5 9 8,5 9 9 8 8 8 8,5 8 8,5 8 8 8 8,5 9 8,5 8 8 8 8 9 9 Rep I 8 8 9 9 9 8 9 8 9 8 8 8 8 9 9 8 10% Rep RataII Rata 8 8 9 8,5 8 8,5 8 8,5 8 8,5 8 8 8 8,5 8 8 9 9 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8,5 9 9 8 8 Rep I 8 8 9 8 8 8 9 8 8 8 8 8 9 9 9 8 15% Rep RataII Rata 9 8,5 8 8 9 9 9 8,5 8 8 8 8 8 8,5 9 8,5 9 8,5 9 8,5 8 8 8 8 8 8,5 9 9 9 9 9 8,5 Rep I 9 9 8 8 8 9 9 8 8 8 9 9 9 8 9 8 20% Rep II 9 8 8 8 9 9 9 9 9 8 8 8 9 9 9 8 RataRata 9 8,5 8 8 8,5 9 9 8,5 8,5 8 8,5 8,5 9 8,5 9 8 Rep I 8 8 9 9 9 8 8 9 9 8 9 9 8 8 8 8 25% Rep II 9 8 9 9 9 9 8 8 9 9 9 9 8 8 8 8 RataRata 8,5 8 9 9 9 8,5 8 8,5 9 8,5 9 9 8 8 8 8

LAMPIRAN 11 hal. 2 pH Hari Ke17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rep I 9 9 9 8 8 8 8 8 8 8 9 8 8 8 5% Rep RataII Rata 8 8,5 8 8,5 9 9 9 8,5 9 8,5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8,5 8 8 8 8 8 8 Rep I 8 8 9 9 8 8 8 8 9 8 8 8 7 8 10% Rep RataII Rata 9 8,5 9 8,5 9 9 8 8,5 8 8 8 8 9 8,5 8 8 8 8,5 9 8,5 8 8 8 8 8 7,5 8 8 Rep I 8 8 8 9 8 9 8 9 8 8 8 8 9 8 15% Rep RataII Rata 9 8,5 9 8,5 8 8 8 8,5 8 8 9 9 8 8 8 8,5 9 8,5 9 8,5 8 8 8 8 8 8,5 8 8 Rep I 8 8 8 9 8 9 9 8 8 8 8 7 8 8 20% Rep II 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 7 RataRata 8 8 8 8,5 8 8,5 8,5 8 8 8 8 7,5 8 7,5 Rep I 8 8 9 8 8 8 8 9 8 8 8 8 7 7 25% Rep II 8 8 8 8 8 9 8 8 9 8 8 8 8 7 RataRata 8 8 8,5 8 8 8,5 8 8,5 8,5 8 8 8 7,5 7

Lampiran 12.

Lampiran 13. Hal 1

Lampiran 13. Hal 2

Lampiran 14 hal. 1

Oneway
Des criptives CN 95% Confidence Interval for Mean Low er Bound Upper Bound 3,4494 22,5976 -4,6915 46,2095 -15,3043 60,9583 -10,3445 66,2485 -2,9979 69,4909 18,0894 29,0338

N 5% 10% 15% 20% 25% Total 2 2 2 2 2 10

Mean 13,0235 20,7590 22,8270 27,9520 33,2465 23,5616

Std. Deviation 1,06561 2,83267 4,24405 4,26244 4,03404 7,64962

Std. Error ,75350 2,00300 3,00100 3,01400 2,85250 2,41902

Minimum 12,27 18,76 19,83 24,94 30,39 12,27

Maximum 13,78 22,76 25,83 30,97 36,10 36,10

Tes t of Homogene ity of Variance s CN Levene Statistic 2E+015 df 1 4 df 2 5 Sig. ,000

ANOVA CN Sum of Squares 465,037 61,613 526,651 df 4 5 9 Mean Square 116,259 12,323 F 9,435 Sig. ,015

Betw een Groups Within Groups Total

Post Hoc Tests


Multiple Com parisons Dependent V ariable: CN Mean Dif f erence (I-J) Std. Error -7,73550 3,51037 -9,80350 3,51037 -14,92850* 3,51037 -20,22300* 3,51037 7,73550 3,51037 -2,06800 3,51037 -7,19300 3,51037 -12,48750 3,51037 9,80350 3,51037 2,06800 3,51037 -5,12500 3,51037 -10,41950 3,51037 14,92850* 3,51037 7,19300 3,51037 5,12500 3,51037 -5,29450 3,51037 20,22300* 3,51037 12,48750 3,51037 10,41950 3,51037 5,29450 3,51037 -7,73550 3,51037 -9,80350 3,51037 -14,92850 3,51037 -20,22300* 3,51037 7,73550 3,51037 -2,06800 3,51037 -7,19300 3,51037 -12,48750 3,51037 9,80350 3,51037 2,06800 3,51037 -5,12500 3,51037 -10,41950 3,51037 14,92850 3,51037 7,19300 3,51037 5,12500 3,51037 -5,29450 3,51037 20,22300* 3,51037 12,48750 3,51037 10,41950 3,51037 5,29450 3,51037

Tukey HSD

(I) gergaji 5%

10%

15%

20%

25%

Bonf erroni

5%

10%

15%

20%

25%

(J) gergaji 10% 15% 20% 25% 5% 15% 20% 25% 5% 10% 20% 25% 5% 10% 15% 25% 5% 10% 15% 20% 10% 15% 20% 25% 5% 15% 20% 25% 5% 10% 20% 25% 5% 10% 15% 25% 5% 10% 15% 20%

Sig. ,309 ,168 ,040 ,012 ,309 ,971 ,362 ,077 ,168 ,971 ,623 ,140 ,040 ,362 ,623 ,598 ,012 ,077 ,140 ,598 ,787 ,383 ,081 ,022 ,787 1,000 ,958 ,163 ,383 1,000 1,000 ,312 ,081 ,958 1,000 1,000 ,022 ,163 ,312 1,000

95% Conf idence Interval Low er Bound Upper Bound -21,8174 6,3464 -23,8854 4,2784 -29,0104 -,8466 -34,3049 -6,1411 -6,3464 21,8174 -16,1499 12,0139 -21,2749 6,8889 -26,5694 1,5944 -4,2784 23,8854 -12,0139 16,1499 -19,2069 8,9569 -24,5014 3,6624 ,8466 29,0104 -6,8889 21,2749 -8,9569 19,2069 -19,3764 8,7874 6,1411 34,3049 -1,5944 26,5694 -3,6624 24,5014 -8,7874 19,3764 -24,4917 9,0207 -26,5597 6,9527 -31,6847 1,8277 -36,9792 -3,4668 -9,0207 24,4917 -18,8242 14,6882 -23,9492 9,5632 -29,2437 4,2687 -6,9527 26,5597 -14,6882 18,8242 -21,8812 11,6312 -27,1757 6,3367 -1,8277 31,6847 -9,5632 23,9492 -11,6312 21,8812 -22,0507 11,4617 3,4668 36,9792 -4,2687 29,2437 -6,3367 27,1757 -11,4617 22,0507

*. The mean dif f erenc e is s ignif icant at the .05 lev el.

Lampiran 14 hal. 2

Kruskal-Wallis Test

Ranks CN gergaji 5% 10% 15% 20% 25% Total N 2 2 2 2 2 10 Mean Rank 1,50 4,00 5,50 7,50 9,00

a,b Tes t Statistics

Chi-Square df A sy mp. Sig.

CN 7,527 4 ,111

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: gergaji

Lampiran 14 hal. 3

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 5% 10% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 5% 15% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 5% 20% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 5% 25% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 10% 15% Total N 2 2 4 Mean Rank 2,00 3,00 Sum of Ranks 4,00 6,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN 1,000 4,000 -,775 ,439 ,667


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 10% 20% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 10% 25% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 15% 20% Total N 2 2 4 Mean Rank 2,00 3,00 Sum of Ranks 4,00 6,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN 1,000 4,000 -,775 ,439 ,667


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 15% 25% Total N 2 2 4 Mean Rank 1,50 3,50 Sum of Ranks 3,00 7,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN ,000 3,000 -1,549 ,121 ,333


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

Mann-Whitney Test
Ranks CN gergaji 20% 25% Total N 2 2 4 Mean Rank 2,00 3,00 Sum of Ranks 4,00 6,00

b Tes t Statis tics

Mann-Whitney U Wilc oxon W Z Asy mp. Sig. (2-tailed) Ex ac t Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

CN 1,000 4,000 -,775 ,439 ,667


a

a. Not c orrec ted f or ties . b. Grouping Variable: gergaji

LAMPIRAN 15 FOTO PENELITIAN

Gambar 1. Pencampuran Bahan Baku Kompos

Gambar 2. Pewadahan Bahan Baku Kompos

Gambar 3. Pengukuran Suhu Kompos

Gambar 4. Pengukuran pH Kompos

Gambar 5. Pembalikan Kompos

Gambar 6. Pengayakan Kompos

Gambar 7. Penimbangan Sampel Kompos

Gambar 8. Jumlah Sampel Kompos

Gambar 9. Pengukuran pH

Gambar 10. Destruksi

Gambar 11. Penyulingan

Gambar 12. Titrasi

Anda mungkin juga menyukai