Anda di halaman 1dari 3

PERJALANAN PENYAKIT Dalam perjalanan penyakit infeksi Hepatitis B kronik dikenal 4 fase, yaitu fase imunotoleransi, fase immune

clearance, fase inaktif, dan fase reaktivasi. Skema perjalanan penyakit infeksi hepatitis B kronik dapat dilihat pada gambar 1.

Pada fase imunotoleransi praktis tidak ada respon imun terhadap partikel-partikel virus hepatitis B sehingga tidak ada sitolisis sel-sel hati yang terinfeksi dan tidak ada gejala klinik. Fase imunotoleransi ini bisa berlangsung sangat lama pada penderita yang terkena infeksi hepatitis B pada masa perinatal karena belum masaknya sistem kekebalan secara keseluruhan. Pada infeksi hepatitis B yang terjadi pada orang dewasa, fase ini pendek karena sistem imun sudah masak. Fase imunotoleransi ini pada hepatitis akut terjadi pada masa inkubasi. Pada fase imunotoleransi ini tidak ada keluhan, tes fungsi hati normal, dan yang ada kelainan adalah HBsAg +, HBeAg +, dan anti HBe -, kadar HBV DNA sangat tinggi, lebih dari 105 kopi/cc (109-1010kopi/cc). Pada fase imunoclearance bisa terjadi flare dengan keluhan ringan sampai berat tapi banyak juga yang asimptomatik. Pada fase ini didapatkan kadar transaminase yang meningkat. HBsAg +, HBeAg +, dan Anti HBe -, kadar HBV DNA masih tinggi (107108kopi/cc). Pada sebagian pasien gejala klinik yang lebih berat justru terjadi pada saat terjadi flare, sebelum HBeAg menjadi negatif dan anti HBe menjadi positive. Pada akhir dari fase imunoclearance HBsAg masih tetap positif, HBV DNA ada dalam kadar yang sangat rendah (kurang dari 102 kopi/cc), HBeAg -, Anti HBe +, dan setelah terjadi hal itu pasien masuk dalam fase inaktif. Pada umumnya sangat sulit membedakan antara pasien yang ada dalam imunotoleransi dengan fase inaktif tanpa pemeriksaan HBV DNA. Dengan pemeriksaan HBV DNA, fase imunotoleransi ditandai dengan masih tingginya kadar HBV DNA, sedang fase inaktif ditandai dengan HBV DNA yang negatif atau dalam kadar yang rendah. Pada fase inaktif, HBsAg bisa negatif tapi kebanyakan masih positif. HBeAg yang dulunya positif menjadi negatif dan anti HBe menjadi positif. Pada fase inaktif HBeAg yang tadinya positif menjadi negatif dan digantikan dengan anti HBe yang positif. Tetapi pada sebagian dari kasus-kasus yang telah mengalami serokonversi menjadi anti-HBe +, didapatkan titer HBV DNA yang masih cukup tinggi, pada kasus-kasus ini didapatkan virus yang mengalami mutasi pre-core yang tidak dapat membuat

HBeAg tetapi dapat menimbulkan anti HBe pada penderita. Dalam keadaan ini penderita mengalami Hepatitis B kronik HBeAg negatif. Tetapi sebagian dari penderita-penderita hepatitis B kronik dengan HBeAg negatif dan anti HBe positif adalah penderita-penderita dengan hepatitis B kronik HBeAg positif yang telah mengalami serokonversi dan tidak mengalami mutasi pre-core (tipe liar). Kasus ini mempunyai prognosa yang baik dan kemungkinan menjadi sirosis lebih kecil. Pasien-pasien ini dinamakan inactive HBV carrier yang harus dibedakan dengan pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa dengan memakai batas kadar DNA VHB sebesar 104 kopi/cc pada 93% kasus dapat dibedakan antara carrier inactive dengan hepatitis B kronik HBeAg negatif. Fase reaktivasi terjadi setelah fase inaktif. Reaktivasi adalah timbulnya tanda-tanda aktivitas penyakit hati dengan manifestasi seperti hepatitis B akut pada penderita infeksi hepatitis B kronik yang sebelumnya secara klinik sudah tenang dan telah melewati fase inaktif yang antara lain ditunjukkan dengan negatifnya HBeAg dan positifnya anti HBe. Fase reaktivasi ini juga disebut fase immune escape.

TERAPI Tujuan pengobatan pada hepatitis kronik karena infeksi VHB adalah menekan replikasi VHB sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel. Saat ini, hanya interferon-alfa (IFN-) dan nukleosida analog yang mempunyai bukti cukup banyak untuk keberhasilan terapi. Respon pengobatan ditandai dengan menetapnya perubahan dari HBeAg positif menjadi HbeAg negatif dengan atau tanpa adanya anti-HBe. Hal ini disertai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan perbaikan penyakit hati (normalisasi nilai ALT dan perbaikan gambaran histopatologi apabila dilakukan biopsi hati). Umumnya pengobatan hepatitis B dibedakan antara pasien dengan HBeAg positif dengan pasien dengan HBeAg negatif karena berbeda dalam respon terhadap terapi dan manajemen pasien. Pengobatan antivirus hanya diindikasikan pada kasus-kasus dengan peningkatan ALT. Interferon mempunyai efek antivirus, antiproliferasi dan immunomodulator. Cara kerja interferon dalam pengobatan hepatitis belum diketahui dengan pasti. Pada pasien dengan HbeAg positif, pemberian IFN- 3 juta unit, 3 kali seminggu selama 6-12 bulan dapat memberi keberhasilan terapi (hilangnya HBeAg yang menetap) pada 30 40 % pasien. Pasien dengan HBeAg negatif, respon terapi dengan melihat perubahan HBeAg tidak bisa digunakan. Untuk pasien dalam kelompok ini, respon terapi ditandai dengan tidak terdeteksinya DNA-VHB (dengan metode non-amplifikasi) dan normalisasi ALT yang menetap setelah terapi dihentikan. Respon menetap dapat dicapai pada 15 25% pasien. Penggunaan interferon juga dapat menghilangkan HBsAg pada 7.8% pada pasien dengan HBeAg positif dan 2 8% pada pasien dengan HBeAg negatif. Hilangnya HBsAg tidak tercapai pada penggunaan lamivudin. Penggunaan pegylated-interferon alfa 2a selama 48 minggu pada pasien hepatitis B kronik dengan HBe-Ag negatif setelah 24 minggu follow-up 59 % pasien menunjukkan transaminase normal dan 43 % dengan DNA VHB yang rendah (< 20.000 copy/mL) dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan lamivudine saja (44 % dengan transaminase normal dan 29 % dengan DNA VHB rendah). Lamivudin lebih kurang menimbulkan efek samping dibandingkan dengan inteferon dan dapat digunakan per oral sehingga lebih praktis untuk pasien. Lamivudin digunakan dengan dosis 100 mg per hari, minimal selama 1 tahun. Kebehasilan terapi dengan

menghilangnya HbeAg dicapai 16-18% pasien. Angka keberhasilan terapi dapat lebih besar bila jangka waktu pengobatan ditambahkan namun bersamaan dengan itu, timbulnya VHB mutan juga menjadi lebih besar yang dapat menghambat keberhasilan terapi. Studi jangka panjang penggunaan lamivudin menunjukkan obat ini dapat menurunkan angka kejadian komplikasi akibat hepatitis kronik berat atau sirosis. Studi semacam ini belum ada pada interferon walaupun angka keberhasilan serokonversi lebih besar dari pada lamivudin Nukleosida analog lain seperti adefovir memberikan angka keberhasil terapi yang lebih kurang sama dengan lamivudin tetapi kurang menimbulkan mutan sehingga dapat digunakan apabila ditakutkan akan timbulnya virus mutan atau apabila pada penggunaan lamivudin sudah timbul virus mutan. Entecavir memberikan angka keberhasilan serokonversi yang hampir sama dengan lamivudin.

Anda mungkin juga menyukai

  • MMSE
    MMSE
    Dokumen7 halaman
    MMSE
    Anggi Pressistha II
    Belum ada peringkat
  • Askep Klien Gagal Jantung
    Askep Klien Gagal Jantung
    Dokumen8 halaman
    Askep Klien Gagal Jantung
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • A Melo Blast Oma
    A Melo Blast Oma
    Dokumen6 halaman
    A Melo Blast Oma
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • TRANEKSAMAT
    TRANEKSAMAT
    Dokumen2 halaman
    TRANEKSAMAT
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Angina Ludovici
    Angina Ludovici
    Dokumen16 halaman
    Angina Ludovici
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Tugas Hidung
    Tugas Hidung
    Dokumen18 halaman
    Tugas Hidung
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Pseudokista Upload
    Pseudokista Upload
    Dokumen13 halaman
    Pseudokista Upload
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • JR
    JR
    Dokumen6 halaman
    JR
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Diagnostik Evaluasi Dispnea
    Diagnostik Evaluasi Dispnea
    Dokumen10 halaman
    Diagnostik Evaluasi Dispnea
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Referat Moisturizeri
    Referat Moisturizeri
    Dokumen13 halaman
    Referat Moisturizeri
    septiandwirismianto
    100% (1)
  • Cystic Fibrosis
    Cystic Fibrosis
    Dokumen10 halaman
    Cystic Fibrosis
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • SBP
    SBP
    Dokumen4 halaman
    SBP
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat
  • Lapsus 1
    Lapsus 1
    Dokumen7 halaman
    Lapsus 1
    septiandwirismianto
    Belum ada peringkat