[a work in progress]
Kerangka Penyajian
1. Latar Belakang Penyusunan KSPN (dan KSPD) 2. Pendekatan dalam Penyusunan KSPN (dan KSPD) 3. Telaah Kebijakan/Peraturan-Perundangan Terkait
Tantangan desentralisasi dan demokratisasi (perubahan peran dan penentuan arah di dalam tata-kelola pembangunan dan penyelenggaraan kota)
Terdapat berbagai peraturan-perundangan RTRWN (PP 26/2008) KSNP-Kota (Permen 494//2005), Rancangan RTR-Pulau dll. Serta berbagai studi terkait (NUDS 1985, 2000) dll. Tapi kondisi kota-kota Indonesia umumnya masih memprihatinkan
B. Institusionalisasi KSPN
Identifikasi basis hukum yang menjamin keterlaksanaan KSPN (termasuk pembentukan forum perkotaan, mekanisme monitoring dan evaluasi partisipatif berkala). Juga harus masuk ke RPJM-N 2010 2014
TOR
TASK A
Pemahaman TOR
Kaji Kondisi Kebijakan & Linkungan Strategis
Draft Rev-1e
Seminar Experts Draft Rev-2 KSPN Seminar Draft Final KSPN Masalah Kebijakan Strategi Final KSPN Masalah Kebijakan Strategi
Draft Rev-1d
Draft Rev-1c Draft Rev-1b Draft Rev-1a
Stakeholders
TASK C
Final KSPD
Telaah
Penentuan
Perumusan
Telaah
Lingkungan Strategis
Perkembangan Global / Nasional / Lokal (Konteks / Tantangan / Pembelajaran)
UU 25/2004
SPPN
UU 26/2007
Penataan Ruang
Berbagai UU Lain
Yang terkait UU 33/2004 UU 17/2003 UU 4/1992
UU 17/2007
RPJP-N 2005-2025
PP 65/2005
SPM
PP 7/2005
RPJM-N 2004-2009
PP 26/2008
RTRW-N
Berbagai PP Lain
Yang terkait
PP 34/2009
Pengelolaan Kws Kota
PP .. / .
RPJM-N 2010-2014
PerPres .. /.
RKP tahunan
PerPres .. /.
RTR-Pulau
PerPres .. /.
Terkait lainnya
PerMendagri
SPP dan lain-lain
PerMenPU
KSNP-Kota dan lain-lain
KSPN
PP 26/2008 RTRW-Nasional
Telah menetetapkan Sistem Perkotaan Nasional yang berhirarki (PKN Pusat Kegiatan Nasional, PKW Pusat Kegiatan Wilayah, dan PKSN Pusat Kegiatan Strategis Nasional) PKN, PKW dan PKSN merupakan pusat kegiatan (industri dan jasa) dan simpul transportasi antar wilayah Memberikan arahan terhadap pengembangan infrastruktur perkotaan dan perdesaan untuk mendukung sistem kegiatan industri jasa berskala nasional, provinsi dan kabupaten, serta mendukung sistem kegiatan industri/jasa di kawasan andalan Mengharuskan kawasan perkotaan untuk memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, terutama di kota-kota pantai, metropolitan dan besar, antara lain melalui mekanisme pengendalian
PP 26/2008 RTRW-Nasional
Pulau Sumatera Jawa-Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Total PKN 9 11 2 5 5 2 3 37 PKW 56 38 10 28 24 11 11 178 PKSN 4 0 3 10 2 4 3 26
Kebijakan 2: Pengembangan Permukiman yang Layak Huni, Sejahteran, Berbudaya dan Berkeadilan Sosial
Dengan Strategi: (i) Pengembangan Prasarana dan saranan dan Pelayanan Dasar Perkotaan yang Memadai dan Berkeadilan, (ii) Pengembangan Perumahan dan Permukiman yang Layak Huni dan Terjangkau, (iii) Pengembangan Proses Pendanaan dan Penyediaan Tanah bagi Pembangunan Permukiman yang Partisipatif, (iv) Pengembangan Ekonomi Perkotaan Berdaya Saing Global, dan (v) Penciptaan Iklim Kehidupan Sosial Budaa yang Saling Menghargai, Saling Mendukung serta Mengapresiasi Budaya
Di Pulau Sumatera terdapat 10 propinsi dan 66 kota yang terbagi atas 6 Kota PKN, 3 PKN/PKSN, 2 PKSN, 2 PKW/PKSN, 53 PKW, dengan 2 Kota Metropolis, 4 Kota Besar.
Provinsi Provinsi Jambi
Provinsi Bengkulu
Provinsi Lampung
Kota Jambi Muara Bulian Muara Bungo Sarolangun Kuala Tungkal Palembang Muara Enim Lahat Lubuk Linggau Sekayu Kayu Agung Baturaja Prabumulih Bengkulu Manna Muko Muko Pangkal Pinang Tanjung Pandan Muntok Manggar Bandar Lampung Metro Kalianda Kota Agung Menggala Kotabumi Liwa
Fungsi Kota PKN PKW PKW PKW PKW PKN PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKW PKN PKW PKW PKW PKW PKW PKW
Provinsi Riau
Kota Curitiba, Brazil (1,8 juta penduduk) Keterpaduan antara landuse planning dan transportation planning serta urban design menciptakan kota yang efisien
Kota ini juga terkenal sangat environmental-friendly
Where we want to be
Proses yang terbuka dipamerkan selama satu bulan sebelum disyahkan. Masyarakat dapat memberi komentar secara rinci pada setiap panel ulasan saat ini, usulan masa datang dan strategi pencapaiannya
Solo dan Pekalongan di Jawa Tengah adalah salah satu contoh dari kota-kota yang secara aktif berinisiatif dan menerapkan target untuk memastikan bahwa semua anggota masyarakat mendapat perumahan / permukiman yang layak Solo juga merupakan contoh dari kota-kota yang banyak melakukan berbagai inisiatif lain bagi perbaikan kota dan masyarakatnya (termasuk dalam penanganan pedagang kaki lima (PKL) / sektor informal
B. Aspek Ekonomi-Finansial B-1. Belum termanfaatkannya secara optimal potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serya daya saing kota B-2. Belum terkendalinya ekonomi informal perkotaan (dan belum adanya strategi yang jelas untuk menghadapi pertumbuhan ekonomi informal) B-3. Masih tingginya tingkat kemiskinan di kawasan perkotaan B-4. Masih terbatasnya kapasitas fiskal/finansial pemerintah daerah
F-1. Kualitas lingkungan perkotaan yang cenderung menurun (polusi dll) F-2. Tapak ekologis perkotaan yang cenderung meningkat F-3. Tata bangunan dan lingkungan yang belum memperhatikan daya dukung lingkungan setempat F-4. Kurangnya kesiapan antisipasi dan upaya mitigasi bencana
Sarana dan prasarana kota pada umumnya cukup tersedia (walaupun sederhana), tetapi kota-kota besar menghadapi keterbatasan. Kesiapan terhadap bencana (mis. tsunami di Pantai Barat) masih terbatas.
Terdapat kantong-kantong kemiskinan yang cukup serius di Palembang dan Medan. Dua kota metropolitan ini juga mengalami fiscal gap yang paling serius
SUMATERA UTARA
SUMATERA BARAT RIAU JAMBI SUMATERA SELATAN
42.4
29.0 43.7 28.3 34.4
46.1
34.3 50.4 32.4 38.7
50.1
39.8 56.6 36.5 42.9
54.4
45.3 62.1 40.6 47.0
58.8
50.6 66.9 44.5 50.9
63.5
55.6 71.1 48.4 54.6
BENGKULU LAMPUNG
KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
29.4 21.0
43.0
35.2 27.0
47.8
41.0 33.3
52.2
46.5 39.8
56.5
51.7 46.2
60.3
56.5 52.2
63.9
Tiga propinsi memiliki penduduk perkotaan > penduduk perdesaan, yang lainnya antara 33% hingga 43% urban
K-3 Memastikan bahwa setiap kota mampu memanfaatkan potensi ekonomi lokal untuk kesejahteraan warganya serta untuk meningkatkan dayasaing sesuai dengan perannya (baik di tingkat regional, nasional ataupun internasional) dan bahwa setiap kota dapat menangani permasalahan ekonomi informal dan kemiskinan melalui pendekatan yang berkeadilan.
K-6 Memastikan bahwa kebutuhan warga kota akan perumahan yang layak dan terjangkau dapat terpenuhi serta bahwa permukiman kumuh dapat diperbaiki / dihapuskan. K-7 Mendorong kota-kota untuk menerapkan pembangunan kota yang berbasis angkutan umum massal (transit-oriented development), dimulai sejak sebelum kota menjadi besar dan sprawling.
Strategi Pewujudan
S-1 Penerapan sasaran terukur dan terikat waktu (measurable and time-bound) di semua aspek pembangunan yang bisa diukur. S-2 Penerapan pendekatan insentif dan disinsentif, baik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maupun dari pemerintah pada umumnya kepada masyarakat dan swasta S-3 Mendorong kerjasama antar-daerah dan antar-pihak. S-4 Penguatan kapasitas yang terus-menerus serta pengembangan knowledge management. S-5 Penerapan mekanisme monitoring dan akuntabilitas yang partisipatif.
S-6 Mendorong kota-kota untuk fokus pada satu atau segelintir produk atau fungsi unggulan (tanpa mengurangi atau melemahkan keharus kotakota untuk memenuhi standard pelayanan perkotaan) sehingga dapat menjadi city brand yang kuat dan menonjol bagi kota tersebut.
Strategi Pewujudan
100% kawasan perkotaan
Peningkatan kapasitas pengelola kota dan dukungan bagi penerapan tata-kelola yang baik
Peningkatan kapasitas pengelola kota dan dukungan bagipPenerapan tatakelola yang baik
kota-kota yg sdh memenuhi SPP kota-kota yg mjd pusat regional kota-kota yg mjd kota internasional
kota-kota yg mjd pusat regional kota-kota yg mjd kota internasional kota-kota yg mjd kota internasional
Kondisi 2015
Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di 30% kota Akses ke ICT dimiliki oleh 20% penduduk perkotaan Indonesia Setidaknya 20% kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary) Permukiman kumuh tinggal 60% dari baseline (kondisi 2010)
Kondisi 2020
Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di 60% kota Akses ke ICT dimiliki oleh 40% penduduk perkotaan Indonesia Setidaknya 40% kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary) Permukiman kumuh tinggal 30% dari baseline (kondisi 2010)
Kondisi 2025
Std pelayanan perkotaan min. diterapkan di semua kota Akses ke ICT dimiliki oleh 60% penduduk perkotaan Indonesia Setidaknya 60% kota-kota besar dan metropolitan menerapkan prinsip TOD (termasuk urban growth boundary) Tidak ada lagi permukiman kumuh di kota-kota di Indonesia
Kondisi 2015
Tingkat polusi menjadi 75% dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun ..% 30% kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 3 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia Setidaknya 30% kota-kota memiliki mekanisme mitigasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm
Kondisi 2020
Tingkat polusi mjd 50% dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun ..% 60% kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 6 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia Setidaknya 60% kota-kota memiliki mekanisme mitigasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm
Kondisi 2025
Tingkat polusi mjd 25% dari base-line. Tapak ekologis perkotaan untuk kota besar/metro, kota sedang, kota kecil turun ..% Semua kota memenuhi syarat RTH UU 26/2007 Setidaknya 10 kota masuk dalam kota livable Asia/ dunia Setidaknya 90% kota-kota memiliki mekanisme mitigasi / antisipasi bencana yang berkekuatan hkm
Kondisi 2015
30% kota memiliki kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional Setidaknya 30% memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 3 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 10% kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 15%
Kondisi 2020
60% kota memiliki kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional Setidaknya 60% memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 6 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 30% kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 10%
Kondisi 2025
100% kota punya kap-fiskal untuk memenuhi SPP dan designasi peran nasional Setidaknya 90% memiliki iklim usaha kondusif Setidaknya 10 kota memiliki daya saing tinggi tingkat Asia Setidaknya 10% kota-kota yang berpotensi agropolitan berfungsi dg baik Penduduk kota yang miskin tidak lebih dari 5%
Kemiskinan Kota
Kondisi 2015
20% kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya 30% kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 65%
Kondisi 2020
40% kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya 60% kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 60%
Kondisi 2025
60% kota-kota menyediakan sarana komunitas dan budaya serta memiliki perda perlindungan cagar budaya 100% kota-kota berkategori mampu secara kelembagan (memiliki visi, LUSP dan sarana utk mewujudkan visi/LUSP tsb Kontribusi penduduk perkotaan Pulau Jawa menjadi 50%
Strategi Pewujudan
Peraturan / insentif-disinsentif yang disertai dengan dukungan kerjasama dan penguatan kapasitas:
Peraturan-panduan / Insentif-disinsentif bantuan teknis / finansial / jaringan dari pemerintah pusat
Kabupaten / agropolitan
Penguatan kapasitas pemkot dan penguatan kapasitas masyarakat sipil untuk dapat selalu memonitor perkembangan Kota besar /metropolitan
Strategi Pewujudan
Pemantuan dan evaluasi berkala:
- Oleh pemerintah (pusat / propinsi) - Oleh masyarakat (citizen report cards)
2010
2015
2020
2025
Masukan Sumatera
(Untuk Kebijakan dan Strategi Nasional)
Lokakarya ini sebagai upaya menggali masukan daerah / regional untuk kebijakan dan strategi perkotaan nasional
Terima Kasih
Sebagai contoh, kondisi pelayanan air minum di kota-kota di Indonesia masih belum sepenuhnya baik, dan akan terus mengalami tantangan untuk melayani kebutuhan penduduk kota yang semakin besar
IPM Indonesia lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Thailand, Cina dan bahkan Vietnam
Kota
Kota Malang
Kota Sukabumi
Kota Madiun
Kota Tegal
Kota Depok
Kota Banjar
Kota Blitar
Kota Batu
Kota Surakarta
Kota Bandung
Kota Semarang
Kota Cilegon
Kota Probolinggo
Kota Yogyakarta
Kota Magelang
Kota Pekalongan
Kota Mojokerto
Kota Tangerang
Kota Denpasar
Kota Pasuruan
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Kediri
Kota Surabaya
Kota Salatiga
DKI Jakarta
Kota Bogor
Kota Cimahi
77 76 75 74 73 72 71 70
78 76 74 72 70 68 66 64
Rata-rata HDI kota-kota Sumatera lebih tinggi dari kota-kota di Jawa dan Bali
20000
40000
50000
60000
30000
300
0 0 NAD Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua INDONESIA 2005 2004 2003
Tingkat resiko terjadinya tindakan kriminal yang masih diatas 50 per 100.000 orang, sebagai indikasi rendahnya ketaatan hukum
2005
2004
2003
Kota Sabang
Kota Sibolga
Palembang
Kota Dumai
Di sektor pariwisata, Sebagai gerbang utama untuk memasuki Riau Daratan, beberapa turis sudah berulang kali mengunjungi Dumai, terutama yang ingin mengunjungi Malaka. Dumai sangat mudah dicapai karena transportasinya yang lancar. Ada beberapa objek wisata yang menarik dalam perjalanan menuju Dumai, seperti adanya suku terbelakang yang dinamakan suku Sakai, hutan tropis di sepanjang jalan, dan air sungai yang warnanya unik seperti warna teh. Selain itu juga dapat dilihat beratus pipa angguk yang mengangkat minyak dari perut bumi.
Kota Pangkalpinan g
Di sektor pariwisata, Kota Pangkalpinang memiliki potensi yang dapat diandalkan dalam hal kepariwisataan. Kunjungan tamu ke Kabupaten Bangka dan Belitung umumnya melalui atau transit dari daerah ini . Wisata yang menonjol adalah wisata pantai, khususnya di Kota Pangkalpinang dengan pantai Pasir Padinya yang memiliki panorama alam yang mempesona.
70
60
50
EGI SCORE
40
20
10
METROPOLITAN
BESAR
SEDANG
SEDANG
KOTA
SEDANG
KECIL
KECIL
Rata-rata EGI Score nasional adalah 60, dan terlihat bahwa hanya kota Lubuk Linggau yang memiliki EGI diatas rata-rata score nasional.
Angka kemiskinan di daerah urbanized sangat tinggi (warna cokelat dalam peta)
Kota Prabumulih
Kota Bengkulu Kota Bandar Lampung Kota Metro Kota Batam Kota Tanjung Pinang
1.5543
0.6753 0.416 1.5845 1.5412 2.366
Tinggi
Sedang Rendah Tinggi Tinggi Sangat tinggi
Terlihat rendahnya kapasitas fiskal di kotakota besar di Sumatera yang mengindikasikan kurangnya kemampuan kota untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam pembangunan kota.
(C-1) Keterbatasan jumlah, kualitas dan keterpaduan saranaprasarana dasar perkotaan (termasuk sanitasi dan air minum serta energi/listrik)
Dari berbagai pelayanan, hanya pelayanan air minum di Indonesia yang kualitasnya di atas rata-rata negara berpenghasilan rendah dan menengah. Itupun masih dibawah negara-negara di ASEAN.
(C-2) Keterbatasan penyediaan rumah yang layak dan terjangkau serta masih belum tertanganinya secara memadai pemukiman kumuh
Kawasan kumuh seluas 54.000 hektar di tahun 2004 diperkirakan tersebar di 10.065 lokasi di seluruh Indonesia, dan dihuni oleh sekitar 17,2 juta penduduk
Pertambahan kendaraan pribadi yang signifikan, dan tidak diiringi dengan pertambahan angkutan umum (bus)
C-3.
Seluruhnya dibawah ratarata teledensitas infrastruktur telekomunikasi dan informatika negara di Asia.
(D-1) Masih besarnya ketimpangan antar-wilayah dalam hal pembangunan dan taraf hidup warga.
Kesenjangan antar wilayah tercermin dari perbedaan kesejahteraan masyarakat
Kemiskinan di DKI : 3,2 persen penduduk, sedangkan di Papua sekitar 38,7 persen. Penduduk di DKI rata-rata bersekolah selama 9,7 tahun, sedangkan penduduk di NTB rata-rata hanya 5,8 tahun 30 persen penduduk di DKI yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih, sedangkan di Kalimantan Barat lebih dari 70 persen. Di bidang pelayanan kesehatan, jika di DKI hampir seluruh bayi yang lahir mendapat pertolongan dari dokter dan/atau tenaga medis lainnya, sedangkan Maluku Utara kurang dari 40 persen.
(D-2) Masih tingginya migrasi desa-kota yang diakibatkan oleh ketimpangan desa-kota (perbedaan kualitas hidup dan perbedaan kesempatan peningkatan kesejahteraan antara perdesaan dan perkotaan).
D-3. Belum terwujudnya hirarki dan tata peran kota-kota yang jelas sebagaimana yang diatur dalam RTRWN (PKN, PKW, PKSN dan lainlain).
Primacy Jakarta lebih kuat lagi jika mempertimbangkan perkiraan bahwa sekitar 60 70% uang di Indonesia beredar di Jakarta / Jabodetabek [evidence masih dicari]
Birokrasi pemerintah kota yang tidak efisien merupakan hambatan terkuat dalam menjalankan usaha menurut survey
F-3 Tata bangunan dan lingkungan yang belum memperhatikan daya dukung lingkungan setempat rendahnya belanja untuk penanganan kualitas lingkungan hidup