Anda di halaman 1dari 19

Value and identities

Professional in Planning
Practice

DWI MARDYANTI
21/484483/PTK/14003

MAHARDHIKA EGA NUGRAHAENI


21/484568/PTK/14010
Agenda
The End Of
Professionalism
01 Style
Partitioner 02
Perspective

Intrinsic Value And 03


Appropriate Objective

Process And
Appropriate Action 04
Competing Obligations 05
Arti Menjadi Profesional Perencanaan?
Sistem perencanaan di Inggris yang
menyoroti, khususnya cara di mana
konteks tersebut telah diubah secara
material oleh konfigurasi ulang
hubungan antara negara,
masyarakat dan individu yang terjadi Instrinsic Value and output
pada 1980-an dan 1990-an ketika
pekerjaan empiris mulai Process and appropriate
diperkenalkan. action

Diskusi tentang perspektif Competing obligation


praktisi yang dikembangkan
melalui kerangka kerja yang
mengeksplorasi dalam nilai
dan identitas professional
dalam praktek perencanaan
yaitu :
The end of Professionalism

Dampak restrukturisasi masyarakat


Inggris terhadap perencanaan :
Pembentukan Negara pasca perang
mewakili profesionalisme dalam Kebangkitan pasar bebas
masyarakat Inggris yang menerapkan Penyelarasan kembali system perencanaan dengan
pasar properti dan pengembangan dan penilaian
sector public kembali hubungan klien/jasa
Perubahan pada penataan pemerintahan lokal
Tahun 1970an Kepercayaan
Manejerialisme meggantikan profesionalisme sebagai
social democrat berakhir dan
norma organisasi; adanya pendekatan korporatif
menimbulkan restrukturisasi
pada masyarakat Inggris
Lingkup pekerjaan perencanaan lebih beragam
Keragaman tempat kerja dan pekerjaan yang
dilakukan para perencana, bersama dengan
perubahan lain telah melemahkan klaim yang Pratitioner Prespective
sebelumnya telah menjadi dasar identitas
profesional.

Persepsi tentang sifat perencanaan tidak sepenuhnya


dapat dipisahkan dari konteks dan pengalaman. Arah
tindakan dan penekanan yang dipilih dipengaruhi
dan dibentuk oleh jaringan kebijakan
Dalam praktiknya mungkin sulit untuk
membedakan secara tepat antara tindakan yang
tepat, nilai-nilai intrinsik dan kewajiban yang
mendasarinya. Namun, kesulitan ini membantu
untuk menyoroti dilema yang dihadapi praktisi
dan ketegangan bahkan kontradiksi yang
seringkali melekat pada perencanaan.
Intrinsic Value and Approprite Objectives
Praktisi lebih nyaman jika
Terdapat kesulitan dalam tujuan perencanaan dalam
membahas isu-isu kaitannya yang disebut sebagai
berkenaan dengan nilai lingkungan berkelanjutan
dalam kaitannya dengan dibandingkan dengan proses
praktik perencanaan pasar.

Kebutuhan untuk mencapai


Asumsi yang mendasari pembangunan bekelanjutan
bahwa perencanaan menjadi hal utama dalam
adalah tentang intervensi diskusi para praktisi,
pasar yang memberikan kontradiksi utama berkaitan
sesuatu sebagai titik awal. dengan tema “keberlanjutan”
Namun, diskusi dan implikasi kebijakan
mengungkapkan persepsi perencanaan.
yang sangat berbeda
tentang peran Dilema :
perencanaan dalam • masalah keseimbangan
kaitannya dengan proses kebutuhan generasi sekarang
pasar. Persepsi ini sering dan masa depan.
kali dipengaruhi oleh • masalah menyeimbangkan
kemakmuran ekonomi lingkungan dengan
local. kesejahteraan manusia.
Process and Approprite Action

Sejak penerbitan laporan Skeffington pada


Perencanaan sebagai proses tahun 1969 (Komite Partisipasi Publik
argumentasi antara dalam Perencanaan) perencanaan dan
professional yang terlibat perencana di Inggris telah
dalam banyak diskusi. mengembangkan keterikatan pada
keterlibatan publik
Para perencana yang lebih senior
menekankan pentingnya konsultan keterikatan ini sangat penting sehingga
sebagai sarana untuk menjadi pusat dari apa arti pentingnya
meningkatkan kualitas seorang perencana bagi mereka,
pengambilan keputusan dalam sementara bagi yang lain adanya
perencanaan dan hasil dari keterlibatan publik justru menambah
proses tersebut. gangguan dari tugas sebagai seorang
perencana.
Penggunaan konsultan
perencanaan yang lebih luas Partisipasi publik yang terkait
telah meningkatkan kualitas dengan proses penyusunan
argumen tetapi untuk membuat rencana merupakan salah satu
pekerjaan itu berhasil, otoritas aspek paling penting dalam
perlu memiliki sumber daya penyusunan perencanaan
yang memadai.
Competing Obligation

Mayoritas perencana
mengungkapkan asumsi dasar Ada anggapan yang diterima secara luas
yang menjadi kewajiban utama bahwa keahlian profesional dalam
adalah terkait konsep kompetensi perencanaan pada dasarnya adalah masalah
profesional, otonomi dan penilaian kompetensi teknis dan keahlian tersebut
independen. didukung oleh kumpulan pengetahuan dan
keterampilan khusus.

Keutamaan kewajiban profesionalisme


sepenuhnya konsisten dengan persepsi
yang dibahas sebelumnya mengenai Pandangan teknokratis dari proses
tujuan dan proses yang tepat sehubungan perencanaan di mana perencana adalah
dengan perencanaan. ahli dan paling mampu mengevaluasi
alternatif dan membuat penilaian
berdasarkan pertimbangan cermat dari
semua aspek masalah termasuk jangka
panjang dan juga jangka pendek.
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Kesimpulan

Kondisi di Inggris, semua anggota kelompok perencana


berjuang dengan identitas profesional, menghilangkan stigma
V
yang muncul di masyarakat dan politisi
A R
P L A N N E
Perencana harus mempunyai idealisme profesioal yang didasarkan
pada pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman dalam membuat hal
teknis. Bersamaan dengan rasa profesionalisme, ada penegasan
pelayanan publik yang mengutamakan kepentingan umum U
masyarakat. Perlunya visi dalam dirinya. Berorientasi pada prinsip
penilaian profesional dan akuntabilitas publik

E
Akademis di bidang perencanaan juga terus melakukan penelitian lebih
serius untuk menghasilkan teori yang lebih kuat dan lebih dalam.
Karena perdebatan intelektual tidak membantu praktek perencanaan
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Tanggapan Kritis

• Tradisi perencanaan di Inggris sangat erat kaitannya dengan konsep perencanaan sebagai reformasi sosial. Hal ini didasarkan pada pendekatan
yang dipakai yaitu korporatis (berdasarkan kelompok – kelompok tertentu dalam masyarakat). Manusia dikelompokkan menjadi klaster dan
kemudian diikuti ke dalam klaster sosial. Mengambil pandangan dari (Hoerning et al, 2005) yang berpendapat bahwa untuk mengintegrasikan
dimensi sosial ke dalam perencanaan membutuhkan tiga penekanan utama yaitu (1) masalah sosial (2) organisasi sosial dan (3) proses sosial dan
kemudian melihat ciri perencanaan di inggris salah satunya adalah pertimbangan terhadap ilmu sosial yang masih kecil, hal ini sangat relevan
sekali. Diperkuat dengan pendapat perencana di Inggris bahwa masalah keadilan sosial bukanlah hal yang dapat dan harus ditangani oleh
perencana. Meskipun dalam prakteknya bisa melakukan dialog / FGD dengan praktisi / ahli yang berkaitan dengan sosial buaya maupun perilaku
masyarakat. Karena perencanaan tidak bisa terlepas dari perilaku sosial. Isue – issue terkait kemiskinan, issue perempuan, ketidaksetaraan ras,
akan masuk ke dalam dimensi ekonomi, sosial dan politik dimana perencanaan berlangsung. Kemudian proses sosial seperti partisipasi, kolaborasi
dan manajemen konflik yang juga merupakan bagian dari dimensi sosial (Hoerning et al, 2005), tidak berlaku di Inggris saat itu karena pertisipasi
publik masih belum dianggap utama. Padahal partisipasi publik memainkan peranan yang penting, karena suara masyarakat sangat dibutuhkan
dalam penyusunan program perencanaan dan evaluasi implementasi perencanaan. Begitu juga dengan kebijakan multi – stakeholder yang
melibatkan partisipasi dari organisasi swasta, NGO, masyarakat dan komunitas. Meskipun perencana senior di Inggris menyarankan keterlibatan
rutin antara konsultan pengembang dan konsultan publik untuk meningkatkan keputusan dan kebijakan, namun kenyataannya masih muncul
“label” perencana publik vs perencana swasta
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Tanggapan Kritis

• Stigma yang muncul tentang perencana, tidak hanya terlalu birokratis dan tidak kompeten namun juga dianggap tidak wajar, melakukan pelanggaran dan
korupsi (CSPL;1997) dalam (Heather Campbell and Robert Marshall;2000). Perencana ibarat dua sisi mata uang, mempunyai sisi gelap dan sisi terang. Sisi
gelap perencana sebagai konspirator korupsi bersama dengan pejabat publik dan perusahaan / kontraktor bisnis. Sedangkan sisi terangnya, perencana mampu
merancang mekanisme pengendalian internal dan manajemen risiko untuk mencegah dan mendeteksi korupsi karena mampu memprediksi dan
memproyeksikan faktor risiko korupsi. Oleh karena itu, perencana harus mempunyai integritas. Pembangunan integritas ini dengan memperkuat sisi
preventif yaitu nilai – nilai yang inklusif, transparan dan akuntabel sehingga akan tercipta kepercayaan masyarakat terhadap perencana (Zinnbauer,
Dieter;2019)

Sumber: (Zinnbauer, Dieter;2019). Toward Cities of Integrity: The role of


urban planners
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Tanggapan Kritis

Sumber: RTPI, 2017

Selain itu menurut (Heather Campbell and Robert Marshall;2000), perencana harus
mempunyai kewajiban moral yang akan mempengaruhi arah dan tindakan
perencana
• Nilai individu : merupakan nilai yang dipengaruhi mulai dari masa kanak –
kanak, saat pemilihan karier dan pengalaman professional
• Nilai profesi : Ketika perencana menjadi anggota profesi harus tunduk pada
kode etik yang berlaku, bertindak secara professional harus memenuhi standar
yang dipersyaratkan
• Nilai organisasi tempat perencana bekerja : harus sesuai dengan norma, budaya
dan nilai organisasi yang berlaku
• Nilai masyarakat : harus berorientasi pada publik, mewakili masyarakat yang
pluralistik bukan monolitik

• Selain memgang teguh nilai – nilai etika, menurut RTPI (2017) perencana harus
mempunyai skil untuk mendukung perannya yaitu : (1) negosiasi dan manajemen
proyek (2) perencanaan strategis dan berbasis spasial (3) implementasi dan
pengembangan kebijakan (4) nasihat hukum (5) Analisa lokasi (6) menginterpretasi
peta, rencana dan kebijakan (7) memahami desain, lingkungan alam dan cagar budaya
(8) manajemen pengembangan (9) pemberdayaan komunitas (10) pelatihan dan
penelitian.
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Tanggapan Kritis

• Proses perencanaan sering sekali menghadapi hambatan, utamanya adalah karena


pengaruh politisi sehingga melenceng dari tujuan organisasi. Oleh karenanya dibutuhkan
idealisme, integritas, etika, moral, nilai – nilai yang dipegang dan kompetensi yang
mumpuni. Elemen – elemen tersebut akan memperkuat kualitas seorang perencana
ketika berhadapan dengan pihak – pihak yang berseberangan (misal politisi atau
konsultan pengembang)
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Relevansi dengan kondisi di Indonesia

• Profesi Perencana di Indonesia diwadahi oleh organisasi IAP (Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia) yang beranggotakan profesi perencanaan wilayah dan kota di
seluruh Indonesia. Sebagai seorang perencana selain bertanggung jawab terhadap nilai individu, apabila seorang perencana masuk kedalam organisasi tersebut
harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Merujuk pada kode etik yang dikeluarkan oleh IAP berdasarkan Ketetapan Kongres Istimewa IAP No.5 tahun
1994, menjabarkan nilai / tanggung jawab yang harus dipegang seorang perencana yaitu tanggung jawab terhadap masyarakat, tanggung jawab terhadap
pemberi kerja dan atasan serta tanggung jawab terhadap profesi, rekan sejawat dan diri sendiri.
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Relevansi dengan kondisi di Indonesia

• Dalam profesionalitas perencana, telah disusun jenjang karier bagi perencana publik dan perencana swasta. Bagi perencana publik, aturan jabatan fungsional
Perencana yang diampu oleh Bappenas telah ditetapkan dalam Permen PAN-RB. Sedangkan untuk perencana swasta, dalam melaksanakan proyek perencanaan
dan pembangunan, seorang perencana harus mempunyai sertifikasi perencana.
Review Values And Professional Identities In Planning Practice
- Relevansi dengan kondisi di Indonesia

• Sifat kontrol perencanaan di Indonesia berbeda dengan di Inggris, dimana partisipasi publik dalam perencanaan dilibatkan secara penuh.
Diwujudkan dalam bentuk dialog / rembug antara masyarakat dan pemangku kepentingan. Contohnya adalah rembug desa di Jawa Tengah yang
merupakan bentuk pendekatan komunikasi tanpa jarak antara masyarakat dengan Gubernur Jawa Tengah. Selain mendengar aspirasi masyarakat,
dalam rembug tersebut juga disampaikan arahan dari pimpinan daerah. Selain itu, juga terdapat forum Musrenbang tingkat kelurahan, kecamatan
sebagai bahan penyusunan RKP Kabupaten/Kota. Kegiatan Musrenbang rutin dilakukan untuk membicarakan masalah dan potensi desa agar
teridentifikasi dengan baik, untuk memberikan arah yang jelas atas tindakan yang layak menurut skala prioritas dan dilaksanakan dalam mengatasi
masalah atau memaksimalkan potensi yang dimiliki sebagai dasar program kerja pemerintah desa melaksanakan penganggaran dan kegiatan tahunan
desa. Contoh lain adalah aplikasi QLUE yang dikembangkan oleh Pemda DKI, dimana masyarakat bisa melaporkan masalah perkotaan.

• Garis batas perencana publik dan perencana swasta juga tidak berlaku di Indonesia. Karena kenyataannya, ada kerjasama antara peran perencana
publik dan perencana swasta. Sebagai contoh: Bappeda sebagai Lembaga yang mempunyai fungsi perencanaan, pengendalian dan evaluasi
pembangunan daerah, pemerintahan dan pembangunan manusia, perekonomian dan sumber daya alam, serta infrastruktur dan kewilayahan. Karena
lingkup fungsinya yang luas, seringkali terkendala keterbatasan SDM secara jumlah dan kualifikasi kompetensi. Adanya konsultan swasta melalui
kerjasama / pengadaan tertentu sangat membantu perencana publik dalam menyusun program – program perencanaan. Karena konsultan swasta juga
mempunyai hubungan yang erat serta mampu menggerakkan masyarakat agar aktif terlibat dalam program perencanaan.

• Nilai perencanaan di Indonesia masih mengedepankan dimensi sosial, yang tidak hanya membahas issue sosial namun juga keterlibatan multi –
sektoral yaitu antara instansi publik – LSM – akademisi dan masyarakat. Dialog antara multi – sektoral masih sering terlihat di ruang publik / daring
seperti contoh Webinar antara Pemda – Universitas – Asosiasi – Praktisi untuk saling komunikasi dan berbagi informasi terkini terkait issue dan
kemajuan implementasi perencanaan.
Pertanyaan

• Bagaimana cara menumbuhkan profesionalisme perencanaan?


• Bagaimana cara menghilangkan stigma politisasi dalam perencanaan?
• skill seperti apa yang mampu menjual sebagai perencana yang baik di Indonesia?
• Bagaimana membangun etika profesionalisme perencana public?
Referensi
• Campbell, Heather And Marshall, Robert. 2020. Moral Obligations, Planning, And The Public Interest: A Commentary On
Current British Practice. Environment And Planning B: Planning And Design 2000, Volume 27, Pages 297 – 312
• Friedmann, John. 1987. Planning in The Public Domain: From Knowledge to Action. New Jersey: Princeton University Press
• H, R. D. (n.d.). Peran Serta Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
• Hoernig, Heidi et al. 2005. Planning for People: Integrating Social Issues and Processes into Planning Practice. Berkeley
Planning Journal, 18(1) . 10.5070/BP318111500
• RTPI. 2017. A Guide To Working Internationally
• Sawitri, D. (2006). PROFESI PERENCANA DALAM PERENCANAAN PARTISIPATIF. Mimbar Volume XXII No. 1 , 15 - 32
• Zinnbauer, Dieter. 2019. Towards Cities Of Integrity: The Role Of Urban Planners. Policy Brief. U4 Anti – Corruption Resource
Centre
• Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. Nomor 4 Tahun 2020. Jabatan Fungsional
Perencana
• Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. Nomor 12 Tahun 2020. Penerapan Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia Perencanaan Pembangunan
• Mongabay Situs Berita Lingkungan. (n.d.). Retrieved from https://www.mongabay.co.id/sistem-perencanaan-tata-ruang-di-
indonesia/
• https://iapindonesia.org/memberships/5ee09ba1140bc31fdd4630aa
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai