Oleh:
Wiryawan
why
how
what
I. Isu dalam desain arsitektur
ISU yang kemudian melahirkan AZAS dan PRINSIP dalam
arsitektur di abad I SM dituliskan oleh Marcus Vitruvius
Pollio dalam bukunya De architectura. Pada buku
pertama dari sepuluh buku, pada Bab III dapat diketahui
bahwa ada 3 prinsip atau kualitas yang harus dimiliki
oleh bangunan-Arsitektur.
… All these should possess strength, utility, and beauty. Strength arises from carrying
down the foundations to a good solid bottom, and from making a proper choice of
materials without parsimony. Utility arises from a judicious distribution of the parts,
so that their purposes be duly answered, and that each have its proper situation.
Beauty is produced by the pleasing appearance and good taste of the whole, and by
the dimensions of all the parts being duly proportioned to each other.
• P.10
Gambar 1. Kualitas Arsitektur sebagai sebuah integrase dari persoalan-persoalan fungsi, bentuk, teknikal, dan ekonomi.
Sumber: DJM van der Voordt, HBR van Wegen
Isu dalam desain arsitektur Hershberger R.G. (1999). Architectural Programming,
and Predesign Manager. New York, Mc Graw Hill.
P.56,57
73-167
KRITERIA DESAIN
Posisi Kriteria Perancangan dalam Proses Desain
Arsitektur
Gambar ini pada saat yang sama
menunjukan proses dan produk proses
desain
Catatan:
Garis antara Analisa dan Sintesa tidak solid.
Ini menekankan bahwa ide desain yang
bagus tidak sertamerta mengikuti analisa.
Portillo and Dohr analysed these criteria and found they could be
clustered into five categories which they call symbolic, compositional,
behavioural, preferential and pragmatic.
Portillo dan Dohr menganalisis kriteria dan dikelompokkan
ke dalam lima kategori:
1. simbolik,
2. komposisi,
3. perilaku,
4. preferensial
5. pragmatis.
The designer must work to negotiate a solution which meets the relative and disparate sets of criteria
which are held, often implicitly, by clients, users and legislators as well as members of the design
team.
Portillo and Dohr have contributed to this discussion significantly by recognising the importance of
criteria in the design process. The problem with design so often is that you cannot set sensible criteria
for success unless you have some appreciation of what is possible.
Perancang harus bekerja untuk menegosiasikan sebuah solusi yang dapat memenuhi berbagai kriteria
yang sudah dimiliki oleh klien, pengguna, penentu kebijakan maupun team perancang.
Disini kita bias melihat bahwa Portillo dan Dohr sangat berkontribusi dalam diskusi ini mengenai
pentingnya kriteria dalam proses desain. Permasalahan dengan desain sangat sering muncul adalah
ketika Anda tidak berhasil menetapkan kriteria yang masuk akal kecuali jika Anda punya apresiasi
terhadap berbagai kemungkinan.
Criteria consistently reference design functions and evaluative processes
based on purpose while constraints intimate design functions usually
characterised as restrictive and more closely aligned with specific solution
requirements.
(Portillo and Dohr 1994. p. 109)
Kriteria secara konsisten mengacu pada fungsi rancangan dan proses evaluatif berdasarkan tujuan,
sementara batasan (costrains) umumnya bersifat membatasi dan lebih selaras dengan persyaratan
solusi yang spesifik
The program can provide the Program dapat menghasilkan kriteria atau
criteria or standards of evaluation standar evaluasi untuk digunakan oleh
perancang, klien, dan programmer untuk menilai
for use by the designer, client, and solusi desain.
programmer to judge the design • Sudahkah nilai-nilai yang ada diungkapkan?
solution. • Sudahkah tujuan tercapai?
• Sudahkah kebutuhannya terpenuhi?
• Have the values been expressed? • Apakah semua ide sudah diterapkan? Jika
tidak, mengapa tidak?
• Have the goals been achieved?
• Have the needs been satisfied?
• Were any of the ideas utilized? If
not, why not?
Langkah-langkah
programing Consideration
… Proses desain yang lengkap, yang dalam kasus lain dapat dikerjakan selangkah
demi selangkah, saat ini harus dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat.
Keterampilan dalam membuat keputusan yang benar berasal dari berbagai
pilihan yang dimiliki sebelumnya (pengalaman), dan melalui tahapan proses
desain yang baik, dengan varian desain yang banyak dan oleh karena itu ternuka
peluang yang lebih luas untuk sebuah hasil yang baik (kreativitas).
Seringkali jenis proses desain seperti ini mengarah pada 'rekayasa bersamaan'
dengan sebab akibat yang membahayakan yang tidak saling terhubung:
terkadang sudah ada dampak namun penyebabnya belum berkembang.
Kemudian para perancang menyadari diri mereka dalam kebingungan: menjadi
rancu antara hasil dengan tujuan sementara pada saat yang sama kriteria
evaluasi secara diam-diam dikesampingkan. Diperlukan kepekaan dan "seni
navigasi" yang tinggi.
Metode desain menyediakan kerangka dasar untuk komunikasi internal.
Permanent Quality Assurance in the design
process
This process quality control is the basis of the notion ‘quality guarantee’ for the material realization of buildings
and building components by the industry. The design quality is achieved by, first of all, communicable design
processes. In the routine of design it could be followed by design quality manuals, eventually possibly leading
to certification. If the minimum criteria are determined, control is indeed also possible. But what to do when
the quality criteria are not, or hardly determined? To avoid that the designer fools himself as well as his client
and the consumer by great uncertainty as framed in the notion ‘black box design’ and to achieve that he looks
upon his design methods as a ‘glass box design’, there has to be at the start of every design process, among
other things, the fixing of the evaluation criteria of the design result. After this the quality of the design can be
assessed or measured continuously. This also can be intervened when insufficient interim results are noticed.
This mechanism of feedback also proves to be a good help with the attending of graduates during their design
processes.
p.88
.. Salah satu gagasan sentral yang paling penting adalah
‘original'. Pada aspek ‘original' Profesor Taeke de Jong
[11] menulis: “tugas perancang adalah untuk menjajaki
kemungkinan-kemungkinan yang mustahil, terutama
…One of the most important kernel notions is ketika pengembangan yang paling memungkinkan tidak
‘original’. On the ‘original’ aspect Professor Taeke de diinginkan. Kemungkinan-kemungkinan ini tidak dapat
Jong [11] writes: “the designer’s duty is to explore diprediksi karena ketidakmungkinannya, untuk itu
improbable possibilities, especially when the most
probable development is not wished for. These seseorang harus merancangnya”.
possibilities cannot be predicted by their improbability, “Desain secara akademis harus mengungkap
one has to design them”. “The academic design has to
bring to light essentially new possibilities (‘discovery’ kemungkinan baru ('penemuan')”. Oleh arsitek, Kriteria
or ‘invention’)”. The design criteria are mostly kept desain sebagian besar dibiarkan mengambang, dan
hovering and the design process is looked upon by proses desain dipandang sulit untuk dijelaskan.
architects as being hard to describe. This attitude
comes from cultural narrow-mindedness and a desire Sikap ini berasal dari budaya berpikiran sempit dan
for mystification. It is better to make the design keinginan untuk membuat bingung.
process explicit out of the excess of intuition with
which it is now surrounded. Besides, the Industrial Lebih baik membuat proses desain eksplisit yang
Design Professor Jan Buys [2] tries to accomplish the dihasilkan dari intuisi. Selain itu, Profesor dari Desain
exact opposite: in the cool scientific design process of
industrial designers, he finds also that intuition, Industri; Jan Buys [2] mencoba untuk menghasilkan yang
emotion, passion and creativity are needed. We hope sebaliknya: dalam proses desain ilmiah para Perancang
to meet each other somewhere in the middle. industrial, ia menemukan juga bahwa intuisi, emosi,
P. 93 semangat dan kreativitas diperlukan. Kita berharap
mempertemukan semuanya di tengah-tengah.
… Despite all this diversity, it will be noted that a number of elements recur with some regularity:
• the search for a creative solution to a spatial problem,
• that satisfies requirements set in advance (e.g. usability and technical feasibility),
• based on an analysis and an attempt to translate information.
The Working Party on Assessment Criteria for Design Disciplines and the Advisory Board for Technological Policy
at the Delft University of Technology also listed criteria for determining whether a design is scientifically sound:
• Originality (the design must contain a demonstrable element of novelty).
• Utility (an effective solution to a concrete problem).
• Efficiency (ability to fulfil its function over an extended period of time, i.e. a long useful life).
• The usual criteria applicable to any scientific exercise: reliability, verifiability and a methodical approach (in
this case to design), with an adequate level of objective validity or substantiated subjective validity. &
Applicability (capable of being executed and applied in other situations or contexts).
…terlepas dari semua keragaman ini, akan dicatat bahwa sejumlah elemen berulang dengan
beberapa keteraturan:
• pencarian solusi kreatif untuk masalah spasial,
• yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebelumnya (misal kegunaan dan kelayakan
teknis),
• berdasarkan analisis dan upaya untuk menerjemahkan informasi.
Unit Kerja pada Kriteria Penilaian untuk Bidang Desain dan Dewan Penasehat untuk
Kebijakan Teknologi di Universitas Teknologi Delft juga mencantumkan kriteria untuk
menentukan apakah suatu desain bisa dikatakan ilmiah:
• Orisinalitas (desain harus mengandung elemen baru yang dapat dibuktikan).
• Utility (solusi efektif untuk masalah konkrit).
• Efisiensi (kemampuan untuk memenuhi fungsinya selama jangka waktu yang panjang,
yaitu masa manfaat yang panjang).
• Kriteria umum yang berlaku untuk setiap latihan ilmiah: keandalan, verifikasi dan
pendekatan metodis (dalam hal ini untuk merancang), dengan tingkat validitas obyektif
yang memadai atau validitas subyektif yang bisa dibuktikan. Keterbangunan (mampu
dieksekusi dan diterapkan dalam situasi atau konteks lain).
p. 112
P. 120 P. 121
Gambar 8. Basic design cycle.
Source: Roozenburg and
Eekels, 1991
Sumber: Voordt and Wegen,
2005
Selain itu, klien sering tidak menyadari berbagai kemungkinan yang ada, begitu pula dengan persyaratan dan keinginan dari
semua orang yang terlibat yang secara umum ditetapkan sepenuhnya dan secara eksplisit dalam program persyaratan-
persyaratan. Ambil contoh keinginan pengguna dan pengunjung dan peraturan perusahaan swasta yang diterapkan untuk
menekan oleh berbagai kelompok. Dengan demikian, penilaian apa pun harus mempertimbangkan kriteria lain, bukan hanya
persyaratan program. Karena itu kita harus mengikuti Burt (1978) (dalam Giddings and Holness, 1996) dan menggunakan
definisi kualitas yang lebih luas:
Kualitas adalah totalitas atribut yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan, termasuk cara di mana atribut individu
terkait, seimbang dan terintegrasi di seluruh bangunan dan sekitarnya.
Empat langkah yang perlu diambil untuk menentukan kualitas sebuah bangunan (Van der Voordt dan Vrielink, 1987):
1. Tentukan faktor mana yang harus dipertimbangkan dalam penilaian.
2. Ukur variable-variabel yang relevan.
3. Evaluasi hasil dari pengukuran tersebut.
4. Tetapkan bobot sesuai dengan pentingnya setiap faktor yang ada.
For the sake of simplicity, the factors to be assessed are divided into four categories:
a. Functional (utility value, future value).
b. Aesthetic (experiential value).
c. Technical.
d. Economic and legal.
Secara sederhana, faktor-factor (dari bangunan) yang akan dinilai dibagi menjadi empat kategori:
a. Fungsional (nilai utilitas, nilai masa depan).
b. Estetika (nilai pengalaman).
c. Teknis.
d. Ekonomi dan hukum.
p.151
Quality assessment: methods of Measurement
p. 169 Criteria for functional quality
People involved in programming, designing and evaluating buildings are in general concerned to achieve the best possible quality
in the circumstances, subject to limiting conditions such as time, money, legislation and regulations. It is therefore essential to be
clear what quality means, what level of quality is wanted and how this level can be translated into spatial performance requirements
and design solutions.
Orang-orang yang terlibat dalam pemrograman, merancang dan mengevaluasi bangunan pada
umumnya berkepentingan untuk mencapai kualitas terbaik yang mungkin terjadi, tergantung pada
kondisi yang membatasi seperti waktu, uang, undang-undang dan peraturan. Karena itu penting untuk
menjelaskan apa arti kualitas, tingkat kualitas apa yang diinginkan dan bagaimana tingkatan ini dapat
diterjemahkan ke dalam persyaratan kinerja spasial dan solusi desain.
Design criteria – performance requirement
p.7-8
Pemrograman juga merupakan rencana
untuk tindakan dan organisasi dari semua
sumber daya (staf, informasi, anggaran,
dll), yang diperlukan untuk
mengembangkan desain dalam konteks
yang spesifik dan dengan persyaratan
khusus. Pemrograman adalah
mengumpulkan, mengatur, menganalisis,
meginterpretasi, dan menyajikan informasi
yang relevan untuk sebuah proyek desain.
untuk memfasilitasi kegiatan tersebut,
saya menganjurkan membagi program
menjadi dua bidang utama yang menjadi
perhatian:
1. analisis keadaan eksisting, yang
merupakan konteks di mana desain
harus ditempatkan dan mencakup hal-
hal seperti analisis tapak, profil
pengguna, aturan, kendala, dan iklim.
2. proyeksi dari kondisi yang harus terjadi
di masa depan, yang merupakan
kumpulan kriteria yang harus dipenuhi
oleh desain agar menjadi sukses dan
mencakup misi, tujuan, konsep, dan
persyaratan kinerja.
p.14
Performance Requirements:
Agar tujuan desain dapat diwujudkan,
bangunan harus berfungsi dengan cara
yang mengedepankan tingkat dari
keinginan yang diunggulkan.
Performance requirement adalah
sarana untuk mengkomunikasikan
tingkatan fungsi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan.
Performance requirement juga
disebut dengan nama lain. Pena
(1987) “Statement of the problem”
adalah rangkuman performance
requirement dari “design criteria”.
p.48-49
Performance Requirements:
Adalah alat untuk evaluasi dan
pengukuran.
Performance requirement adalah
pernyataan tentang tingkat
keterukuran fungsi dari objek yang
dirancang, bangunan, atau tempat
dimana tujuan (goal) harus terpenuhi.
Juga disebut spesifikasi kinerja,
standart, kriteria, dan juga sering
diistilahkan dengan tujuan (objective).
Performance requirement lebih
spesifik dari tujuan (goal), karena
berhubungan dengan fungsi bukan
kualitas.
p.50
Karena Performance requirement
adalah pernyataan fungsi maka harus :
1. Spesifik
2. Terukur
3. Operasional
Harus menjawab pertanyaan
“Bagaimana tujuan supaya bisa
diimplementasikan?”
Kerangka pikir
Contoh
kriteria dan
konsep desain
1 3
2
Contoh 4
format
no 5a