Anda di halaman 1dari 48

Design Criteria

Oleh:
Wiryawan

MK Azas Perancangan Ruang


Arsitektur Udayana
2020
Sometimes I think we arrive at a solution before we know what the
problem is. We say: “My next design will be Round!,” without logic or
analysis.
—William Peña
If I were given one hour to save the planet, I would spend 59 minutes
defining the problem and one minute resolving it.
—Einstein
Pertanyaan untuk Mahasiswa Arsitektur
jika suatu saat nanti anda sudah menjadi Arsitek
Apakah anda tahu APA yang anda kerjakan?
Apakah anda tahu BAGAIMANA cara mengerjakannya?
Apakah anda tahu MENGAPA anda mengerjakannya?

why

how
what
I. Isu dalam desain arsitektur
ISU yang kemudian melahirkan AZAS dan PRINSIP dalam
arsitektur di abad I SM dituliskan oleh Marcus Vitruvius
Pollio dalam bukunya De architectura. Pada buku
pertama dari sepuluh buku, pada Bab III dapat diketahui
bahwa ada 3 prinsip atau kualitas yang harus dimiliki
oleh bangunan-Arsitektur.
… All these should possess strength, utility, and beauty. Strength arises from carrying
down the foundations to a good solid bottom, and from making a proper choice of
materials without parsimony. Utility arises from a judicious distribution of the parts,
so that their purposes be duly answered, and that each have its proper situation.
Beauty is produced by the pleasing appearance and good taste of the whole, and by
the dimensions of all the parts being duly proportioned to each other.

… Semua itu harus memiliki Kekuatan, Kegunaan, dan


Keindahan …
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan diberbagai
bidang, maka azas dan prinsip ini mengalami
perkembangan dan akan terus berkembang sejalanan
dengan waktu, karena pada dasarnya isu dan
Gwilt, Joseph. The Architecture of M.
permasalahan perancangan arsitektur selalu Vitruvius Pollio in Ten Books,… (MDCCCXXVI)
berkembang setiap saat. (1826), London, Priestley and Weale.
Isu dalam desain
arsitektur

• P.10

Gambar 1. Kualitas Arsitektur sebagai sebuah integrase dari persoalan-persoalan fungsi, bentuk, teknikal, dan ekonomi.
Sumber: DJM van der Voordt, HBR van Wegen
Isu dalam desain arsitektur Hershberger R.G. (1999). Architectural Programming,
and Predesign Manager. New York, Mc Graw Hill.
P.56,57
73-167
KRITERIA DESAIN
Posisi Kriteria Perancangan dalam Proses Desain
Arsitektur
Gambar ini pada saat yang sama
menunjukan proses dan produk proses
desain
Catatan:
Garis antara Analisa dan Sintesa tidak solid.
Ini menekankan bahwa ide desain yang
bagus tidak sertamerta mengikuti analisa.

Produk dari Analsisis adalah tujuan-tujuan,


dan Persyaratan Kinerja (Performance
Requirements; kriteria untuk membuat
pilihan), yang sangat penting dalam
mengevalusai konsep-konsep (gagasan
desain) yang dihasilkan dari kegiatan
sintesa.

Gambar 2. Proses Desain: Analisa, Sintesa, dan Evaluasi


Sumber: Duerk, 1993, p. 18
menurut pendapat Portillo dan Dohr, bahwa kriteria
berkontribusi pada pencitraan dan pembentukan
desain dengan cara yang mencerminkan
pengetahuan yang mengacu pada atribut-atribut dan
fungsi struktur-bangunan.
Mereka telah mengamati
bahwa pemilihan kriteria,
penimbangan dan pengaturan
waktu adalah hal penting
dalam proses desain baik oleh
pelajar maupun professional.
Selanjutnya, pengujian kriteria
menawarkan kesempatan
untuk memperluas kesadaran
tentang sifat Desain yang
selalu berkembang. Dengan
demikian kriteria menjadi
jembatan penghubung yang
penting antara proses dan
bangunan dan menawarkan
cara yang berharga untuk
Gambar 3. Peran kriteria yang menyeluruh memahami desain dengan
Sumber: Portillo and Dohr, 1994, p. 404 lebih baik.
The Interface

Gambar 4. Interface between Programming and Design


Sumber: Pena, 2001. p. 22
The product of programming is a statement of the problem. Stating the problem is
the last step in problem seeking (programming), and it is also the first step in
problem solving (design). The problem statement, then, is the interface between
programming and design. It’s the baton in a relay race. It’s the handoff from
programmer to designer. In any case, the problem statement is one of the most
important documents in the chain that is the total project delivery system.
Produk pemrograman adalah pernyataan masalah. Menyatakan masalah adalah langkah terakhir
dalam penelusuran masalah (pemrograman), dan itu juga merupakan langkah pertama dalam
pemecahan masalah (desain). Pernyataan masalah, kemudian, adalah antarmuka antara pemrograman
dan desain.
arti kamus KRITERIA
Pranala (link):https://kbbi.web.id/kriteria

BERIKUT ADALAH ARTI, MAKNA, DAN CRITERIA


PENGERTIAN DARI "KRITERIA":
PLURAL OF criterion
KRITERIA /KRI-TÉ-RIA/
• Dasar: - • criterionnoun [ C ]
Bidang: - UK /kraɪˈtɪə.ri.ən/ US /kraɪˈtɪr.i.ən/ PLURAL criter
Jenis: -
Kelas: nomina ia UK /-ri.ə/ US /-ˈtɪr.i.ə/
Ragam: -
Lain: -
Arti: Kriteria berarti ukuran yang menjadi dasar
penilaian atau penetapan sesuatu C1 a standard by which you judge, decide about,
or deal with something:
Nomina memiliki 1 arti. Nomina memiliki arti dalam bidang ilmu linguistik.
Nomina memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga nomina dapat The Health Service should not be judged by financial criteria alone.
menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan.
Nomina berarti kelas kata yang dalam bahasa indonesia ditandai oleh tidak
dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya rumah adalah nomina karena
tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek
atau objek dari klausa
What is Design Criteria in Architecture
MEASUREMENT, CRITERIA AND JUDGEMENT IN DESIGN

Measuring the success of design


… we saw how a design solution is characteristically
an integrated response to a complex multi-dimensional problem.
One element of a design solution is quite likely simultaneously to
solve more than one part of the problem. But how good a response
is a design solution to its complex problem? How can we choose
between alternative design solutions? Is it possible to say that one
design is better than another and, if so, by how much? The question
before us in this chapter, then, is the extent to which we can
measure the degree of success of the design process.
p. 63
… kita melihat bagaimana sebuah solusi desain bersifat khas sebagai sebuah respon
terpadu untuk sebuah permasalahan multi-dimensi yang kompleks. Satu elemen dari
sebuah solusi desain sangat mungkin secara bersamaan memecahkan lebih dari
sebagian masalah. Tapi seberapa bagus respon dari solusi desain untuk masalah yang
kompleks? Bagaimana kita bisa memilih antara alternative solusi desain? Apakah
mungkin untuk mengatakan satu desain lebih baik dari yang lain dan, jika ya, seberapa
banyak? Pertanyaan sebelum kita masuk kedalam bab ini, maka, sejauh mana kita
bisa mengukur tingkat keberhasilan proses desain.
p. 101

Portillo and Dohr analysed these criteria and found they could be
clustered into five categories which they call symbolic, compositional,
behavioural, preferential and pragmatic.
Portillo dan Dohr menganalisis kriteria dan dikelompokkan
ke dalam lima kategori:
1. simbolik,
2. komposisi,
3. perilaku,
4. preferensial
5. pragmatis.

Gambar 5. Functions of design criteria


Sumber: Portillo and Dohr, 1994. p. 411
p. 110

The designer must work to negotiate a solution which meets the relative and disparate sets of criteria
which are held, often implicitly, by clients, users and legislators as well as members of the design
team.
Portillo and Dohr have contributed to this discussion significantly by recognising the importance of
criteria in the design process. The problem with design so often is that you cannot set sensible criteria
for success unless you have some appreciation of what is possible.

Perancang harus bekerja untuk menegosiasikan sebuah solusi yang dapat memenuhi berbagai kriteria
yang sudah dimiliki oleh klien, pengguna, penentu kebijakan maupun team perancang.

Disini kita bias melihat bahwa Portillo dan Dohr sangat berkontribusi dalam diskusi ini mengenai
pentingnya kriteria dalam proses desain. Permasalahan dengan desain sangat sering muncul adalah
ketika Anda tidak berhasil menetapkan kriteria yang masuk akal kecuali jika Anda punya apresiasi
terhadap berbagai kemungkinan.
Criteria consistently reference design functions and evaluative processes
based on purpose while constraints intimate design functions usually
characterised as restrictive and more closely aligned with specific solution
requirements.
(Portillo and Dohr 1994. p. 109)
Kriteria secara konsisten mengacu pada fungsi rancangan dan proses evaluatif berdasarkan tujuan,
sementara batasan (costrains) umumnya bersifat membatasi dan lebih selaras dengan persyaratan
solusi yang spesifik

Mereka berpendapat bahwa konstrain-batasan bersifat membatasi dan mempersempit alternatif


desainer, sedangkan kriteria bersifat fleksibel dan evaluatif.
The programmer should not seek requirements
where they do not exist! If the client is looking
to the architect for a creative new way to
achieve a goal, it makes little sense to set forth
strict performance or design criteria. It may be
better left as a goal. However, if a particular
performance or feature really is required, it
should be stated.
p. 343

Programmer seharusnya tidak mencari persyaratan yang sebenarnya tidak ada!


Jika klien mencari arsitek untuk cara baru yang kreatif untuk mencapai tujuan,
tidak masuk akal untuk menetapkan kinerja atau desain kriteria yang ketat.
Mungkin lebih baik dibiarkan sebagai sebuah tujuan. Namun, jika kinerja atau
fitur tertentu benar-benar diperlukan, itu harus dinyatakan dengan tegas.
p.446

The program can provide the Program dapat menghasilkan kriteria atau
criteria or standards of evaluation standar evaluasi untuk digunakan oleh
perancang, klien, dan programmer untuk menilai
for use by the designer, client, and solusi desain.
programmer to judge the design • Sudahkah nilai-nilai yang ada diungkapkan?
solution. • Sudahkah tujuan tercapai?
• Sudahkah kebutuhannya terpenuhi?
• Have the values been expressed? • Apakah semua ide sudah diterapkan? Jika
tidak, mengapa tidak?
• Have the goals been achieved?
• Have the needs been satisfied?
• Were any of the ideas utilized? If
not, why not?
Langkah-langkah
programing Consideration

Gambar 6. Consideration and Framework Sumber: Pena, 2001

Five Steps of Programming (1) Establish Goals, (2) Collect and


Analyze Facts, (3) Uncover and Test Concepts, (4) Determine
Needs, and (5) State the Problem. (1,3,5 are qualitative and 2,4 are
quantitative).
1. Goals— What does the client want to achieve, and Why?
2. Facts— What do we know? What is given?
3. Concepts— How does the client want to achieve the goals?
4. Needs— How much money and space? What level of quality?
5. Problem— What are the significant conditions affecting the design of
the building? What are the general directions
the design should take? p.24-25
State the Problem
• Programming is a process leading to an explicit statement of an architectural problem. It’s the
handoff package— from programmer to designer.
• After pondering information derived from previous steps, designer and programmer must write
down the most salient statements regarding the problem, the kind of statements that will shape
the building. These, if skillfully composed, can serve as premises for design, and later as design
criteria to evaluate the design solution.
• There should be a minimum of four statements concerning the four major considerations,
components of the whole problem: Function, Form, Economy, and Time. Typically, they cover the
functional program, the site, the budget, and the implications of time. Rarely should there be
more than ten statements. More than this would indicate that the problem is still too complex or
that minor details are being used as premises for design. Statements must represent the essence
of the problem.
• The problem statements must be clear and concise— in the designer’s own words so there is no
doubt that he or she understands. The problem statements should focus on the obvious— which
is often overlooked. Stress the uniqueness of the project.
• Building Systems Performance Criteria: The performance criteria used for the evaluation and
selection of building systems. They define the functionality sought from building systems to meet
quality level expectations.
p.92
On Problem Statements
• Problem Statement: A description of the critical conditions and design premises that
become the starting point for schematic design.
• Hypothesis: An assumed or real condition taken as a basis for inference from which to
draw conclusions.
• Condition: Something established or agreed upon as a requisite to the doing of
something else.
• Premise: A condition stated as leading to a conclusion.
• Design Premise: A specific condition leading to a general design directive.
• Criteria: The standards by which performances are tested or judged.
• Design Criteria: The problem statements used as standards to judge a design solution.
• Abstract (Adjective): Having no reference to a thing or things: opposed to concrete.
• Abstract (Noun): A synopsis or the concentrated essence of a larger whole, after the
filtering out of unneeded details.
• Essence: The intrinsic of indispensable properties. The essential nature of a thing.
p.134
… The complete design process, which in other cases can be worked through step by step, has
now to be worked through in less time. The skill to make the right decisions is brought up from
previous choices (experience) and not to work through an impoverished design process with less
design variants and therefore a smaller chance on a good result (creativity). Often this type of
design process also leads to ‘concurrent engineering’ with the danger that cause and effect do
not connect anymore: sometimes there is already an effect while the cause has yet to be
developed. Then the designers find themselves all mixed up: they confuse result with objective
while in the mean time the evaluation criteria are silently shifted. A high level of alertness and
‘art of navigation’ is required. The design method supplies the basic framework for internal
communication.
p.87

… Proses desain yang lengkap, yang dalam kasus lain dapat dikerjakan selangkah
demi selangkah, saat ini harus dikerjakan dalam waktu yang lebih singkat.
Keterampilan dalam membuat keputusan yang benar berasal dari berbagai
pilihan yang dimiliki sebelumnya (pengalaman), dan melalui tahapan proses
desain yang baik, dengan varian desain yang banyak dan oleh karena itu ternuka
peluang yang lebih luas untuk sebuah hasil yang baik (kreativitas).
Seringkali jenis proses desain seperti ini mengarah pada 'rekayasa bersamaan'
dengan sebab akibat yang membahayakan yang tidak saling terhubung:
terkadang sudah ada dampak namun penyebabnya belum berkembang.
Kemudian para perancang menyadari diri mereka dalam kebingungan: menjadi
rancu antara hasil dengan tujuan sementara pada saat yang sama kriteria
evaluasi secara diam-diam dikesampingkan. Diperlukan kepekaan dan "seni
navigasi" yang tinggi.
Metode desain menyediakan kerangka dasar untuk komunikasi internal.
Permanent Quality Assurance in the design
process
This process quality control is the basis of the notion ‘quality guarantee’ for the material realization of buildings
and building components by the industry. The design quality is achieved by, first of all, communicable design
processes. In the routine of design it could be followed by design quality manuals, eventually possibly leading
to certification. If the minimum criteria are determined, control is indeed also possible. But what to do when
the quality criteria are not, or hardly determined? To avoid that the designer fools himself as well as his client
and the consumer by great uncertainty as framed in the notion ‘black box design’ and to achieve that he looks
upon his design methods as a ‘glass box design’, there has to be at the start of every design process, among
other things, the fixing of the evaluation criteria of the design result. After this the quality of the design can be
assessed or measured continuously. This also can be intervened when insufficient interim results are noticed.
This mechanism of feedback also proves to be a good help with the attending of graduates during their design
processes.
p.88
.. Salah satu gagasan sentral yang paling penting adalah
‘original'. Pada aspek ‘original' Profesor Taeke de Jong
[11] menulis: “tugas perancang adalah untuk menjajaki
kemungkinan-kemungkinan yang mustahil, terutama
…One of the most important kernel notions is ketika pengembangan yang paling memungkinkan tidak
‘original’. On the ‘original’ aspect Professor Taeke de diinginkan. Kemungkinan-kemungkinan ini tidak dapat
Jong [11] writes: “the designer’s duty is to explore diprediksi karena ketidakmungkinannya, untuk itu
improbable possibilities, especially when the most
probable development is not wished for. These seseorang harus merancangnya”.
possibilities cannot be predicted by their improbability, “Desain secara akademis harus mengungkap
one has to design them”. “The academic design has to
bring to light essentially new possibilities (‘discovery’ kemungkinan baru ('penemuan')”. Oleh arsitek, Kriteria
or ‘invention’)”. The design criteria are mostly kept desain sebagian besar dibiarkan mengambang, dan
hovering and the design process is looked upon by proses desain dipandang sulit untuk dijelaskan.
architects as being hard to describe. This attitude
comes from cultural narrow-mindedness and a desire Sikap ini berasal dari budaya berpikiran sempit dan
for mystification. It is better to make the design keinginan untuk membuat bingung.
process explicit out of the excess of intuition with
which it is now surrounded. Besides, the Industrial Lebih baik membuat proses desain eksplisit yang
Design Professor Jan Buys [2] tries to accomplish the dihasilkan dari intuisi. Selain itu, Profesor dari Desain
exact opposite: in the cool scientific design process of
industrial designers, he finds also that intuition, Industri; Jan Buys [2] mencoba untuk menghasilkan yang
emotion, passion and creativity are needed. We hope sebaliknya: dalam proses desain ilmiah para Perancang
to meet each other somewhere in the middle. industrial, ia menemukan juga bahwa intuisi, emosi,
P. 93 semangat dan kreativitas diperlukan. Kita berharap
mempertemukan semuanya di tengah-tengah.
… Despite all this diversity, it will be noted that a number of elements recur with some regularity:
• the search for a creative solution to a spatial problem,
• that satisfies requirements set in advance (e.g. usability and technical feasibility),
• based on an analysis and an attempt to translate information.
The Working Party on Assessment Criteria for Design Disciplines and the Advisory Board for Technological Policy
at the Delft University of Technology also listed criteria for determining whether a design is scientifically sound:
• Originality (the design must contain a demonstrable element of novelty).
• Utility (an effective solution to a concrete problem).
• Efficiency (ability to fulfil its function over an extended period of time, i.e. a long useful life).
• The usual criteria applicable to any scientific exercise: reliability, verifiability and a methodical approach (in
this case to design), with an adequate level of objective validity or substantiated subjective validity. &
Applicability (capable of being executed and applied in other situations or contexts).

…terlepas dari semua keragaman ini, akan dicatat bahwa sejumlah elemen berulang dengan
beberapa keteraturan:
• pencarian solusi kreatif untuk masalah spasial,
• yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebelumnya (misal kegunaan dan kelayakan
teknis),
• berdasarkan analisis dan upaya untuk menerjemahkan informasi.

Unit Kerja pada Kriteria Penilaian untuk Bidang Desain dan Dewan Penasehat untuk
Kebijakan Teknologi di Universitas Teknologi Delft juga mencantumkan kriteria untuk
menentukan apakah suatu desain bisa dikatakan ilmiah:
• Orisinalitas (desain harus mengandung elemen baru yang dapat dibuktikan).
• Utility (solusi efektif untuk masalah konkrit).
• Efisiensi (kemampuan untuk memenuhi fungsinya selama jangka waktu yang panjang,
yaitu masa manfaat yang panjang).
• Kriteria umum yang berlaku untuk setiap latihan ilmiah: keandalan, verifikasi dan
pendekatan metodis (dalam hal ini untuk merancang), dengan tingkat validitas obyektif
yang memadai atau validitas subyektif yang bisa dibuktikan. Keterbangunan (mampu
dieksekusi dan diterapkan dalam situasi atau konteks lain).

p. 112
P. 120 P. 121
Gambar 8. Basic design cycle.
Source: Roozenburg and
Eekels, 1991
Sumber: Voordt and Wegen,
2005

Gambar 7. From problem statement to design in four phases.


Source: Boekholt, 1987.
Sumber: Voordt and Wegen, 2005 4 fase dari pernyataan masalah menuju
desain:
Boekholt (1987) used a similar division, but limited 1. Mengembangkan pernyataan
himself to four phases which merge gradually into one
another (Figures 6 and 7): masalah dan tujuan.
1. Developing a statement of problem and goals. 2. Merumuskan prinsip-prinsip fisik dan
spasial dasar.
2. Formulating basic physical and spatial principles.
3. Menghasilkan varian yang berbeda
3. Generating significantly different and original dan asli secara signifikan.
variants. 4. Menilai dan memilih varian dengan
4. Assessing and selecting variants with the help of bantuan kriteria yang diformulasikan
explicitly formulated criteria. secara eksplisit.
p. 149 Moreover, the client is often not aware of all the different possibilities, nor are the requirements and wishes of everyone else involved
generally laid down completely and explicitly in the programme of requirements. Take for example the wishes of users and visitors and the
private regulations imposed by various pressure groups. Thus, any assessment must take account of other criteria, not just the programme of
requirements. We shall therefore follow Burt (1978) (in Giddings and Holness, 1996) and use a wider definition of quality:
Quality is the totality of attributes that enables to satisfy needs, including the way in which individual attributes are related, balanced and
integrated in the whole building and its surroundings.
Four steps need to be taken to determine the quality of a building (Van der Voordt and Vrielink, 1987):
1. Determine which factors are to be taken into account by the assessment.
2. Measure the relevant variables.
3. Evaluate the outcome of those measurements.
4. Assign weights according to the importance of each different factor.

Selain itu, klien sering tidak menyadari berbagai kemungkinan yang ada, begitu pula dengan persyaratan dan keinginan dari
semua orang yang terlibat yang secara umum ditetapkan sepenuhnya dan secara eksplisit dalam program persyaratan-
persyaratan. Ambil contoh keinginan pengguna dan pengunjung dan peraturan perusahaan swasta yang diterapkan untuk
menekan oleh berbagai kelompok. Dengan demikian, penilaian apa pun harus mempertimbangkan kriteria lain, bukan hanya
persyaratan program. Karena itu kita harus mengikuti Burt (1978) (dalam Giddings and Holness, 1996) dan menggunakan
definisi kualitas yang lebih luas:
Kualitas adalah totalitas atribut yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan, termasuk cara di mana atribut individu
terkait, seimbang dan terintegrasi di seluruh bangunan dan sekitarnya.
Empat langkah yang perlu diambil untuk menentukan kualitas sebuah bangunan (Van der Voordt dan Vrielink, 1987):
1. Tentukan faktor mana yang harus dipertimbangkan dalam penilaian.
2. Ukur variable-variabel yang relevan.
3. Evaluasi hasil dari pengukuran tersebut.
4. Tetapkan bobot sesuai dengan pentingnya setiap faktor yang ada.
For the sake of simplicity, the factors to be assessed are divided into four categories:
a. Functional (utility value, future value).
b. Aesthetic (experiential value).
c. Technical.
d. Economic and legal.

Secara sederhana, faktor-factor (dari bangunan) yang akan dinilai dibagi menjadi empat kategori:
a. Fungsional (nilai utilitas, nilai masa depan).
b. Estetika (nilai pengalaman).
c. Teknis.
d. Ekonomi dan hukum.

p.151
Quality assessment: methods of Measurement
p. 169 Criteria for functional quality
People involved in programming, designing and evaluating buildings are in general concerned to achieve the best possible quality
in the circumstances, subject to limiting conditions such as time, money, legislation and regulations. It is therefore essential to be
clear what quality means, what level of quality is wanted and how this level can be translated into spatial performance requirements
and design solutions.

Kriteria untuk kualitas fungsional

Orang-orang yang terlibat dalam pemrograman, merancang dan mengevaluasi bangunan pada
umumnya berkepentingan untuk mencapai kualitas terbaik yang mungkin terjadi, tergantung pada
kondisi yang membatasi seperti waktu, uang, undang-undang dan peraturan. Karena itu penting untuk
menjelaskan apa arti kualitas, tingkat kualitas apa yang diinginkan dan bagaimana tingkatan ini dapat
diterjemahkan ke dalam persyaratan kinerja spasial dan solusi desain.
Design criteria – performance requirement
p.7-8
Pemrograman juga merupakan rencana
untuk tindakan dan organisasi dari semua
sumber daya (staf, informasi, anggaran,
dll), yang diperlukan untuk
mengembangkan desain dalam konteks
yang spesifik dan dengan persyaratan
khusus. Pemrograman adalah
mengumpulkan, mengatur, menganalisis,
meginterpretasi, dan menyajikan informasi
yang relevan untuk sebuah proyek desain.
untuk memfasilitasi kegiatan tersebut,
saya menganjurkan membagi program
menjadi dua bidang utama yang menjadi
perhatian:
1. analisis keadaan eksisting, yang
merupakan konteks di mana desain
harus ditempatkan dan mencakup hal-
hal seperti analisis tapak, profil
pengguna, aturan, kendala, dan iklim.
2. proyeksi dari kondisi yang harus terjadi
di masa depan, yang merupakan
kumpulan kriteria yang harus dipenuhi
oleh desain agar menjadi sukses dan
mencakup misi, tujuan, konsep, dan
persyaratan kinerja.
p.14
Performance Requirements:
Agar tujuan desain dapat diwujudkan,
bangunan harus berfungsi dengan cara
yang mengedepankan tingkat dari
keinginan yang diunggulkan.
Performance requirement adalah
sarana untuk mengkomunikasikan
tingkatan fungsi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan.
Performance requirement juga
disebut dengan nama lain. Pena
(1987) “Statement of the problem”
adalah rangkuman performance
requirement dari “design criteria”.
p.48-49
Performance Requirements:
Adalah alat untuk evaluasi dan
pengukuran.
Performance requirement adalah
pernyataan tentang tingkat
keterukuran fungsi dari objek yang
dirancang, bangunan, atau tempat
dimana tujuan (goal) harus terpenuhi.
Juga disebut spesifikasi kinerja,
standart, kriteria, dan juga sering
diistilahkan dengan tujuan (objective).
Performance requirement lebih
spesifik dari tujuan (goal), karena
berhubungan dengan fungsi bukan
kualitas.
p.50
Karena Performance requirement
adalah pernyataan fungsi maka harus :
1. Spesifik
2. Terukur
3. Operasional
Harus menjawab pertanyaan
“Bagaimana tujuan supaya bisa
diimplementasikan?”
Kerangka pikir
Contoh
kriteria dan
konsep desain
1 3

2
Contoh 4
format

no 5a

menunjukan 5a1 5a2 5a3,4,5,…


urutan
berpikir 5b
5b1 5b2 5b3,4,5,…
5 c,d,…
5c1 5c2 5c3,4,5,…
Contoh
PENYUSUNAN
KRITERIA
DESIN
Daftar pustaka
• Duerk, D.P. (1993). Architecture Programming, Information Management for Design. New York,
John Wiley & Sons.
• Eekhout M. (2008). Methodology for Product Development in Architecture. Netherlands, IOS
Press.
• Hershberger R.G. (1999). Architectural Programming, and Predesign Manager. New York, Mc Graw
Hill.
• Lawson B. (2005). How Designers Think, The design process demistified. Oxford, Elsevier.
• Pena W.M. and Parshall S.A. (2001). Problem Seeking, An Architectural Programing Premier. New
York, John Wiley & Sons.
• Portillo, M. and Dohr, J. H. (1994). ‘Bridging process and structure through criteria.’ Design Studies
15(4): 403–416.
• Preiser W.F.E and Visher J. C. (Ed) (2005). Assessing Building Performance. Oxford, Elsevier.
• Voordt T.J.M.V.D and Wegen H.B.R.V (2005). Architecture in Use, An introduction to the
programming, design and evaluation of buildings. Oxford, Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai