Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN Hipertensi merupakan penyakit non infeksius yang memiliki prevalensi global yang tinggi.

Penyakit ini diderita oleh 77,9 juta atau 1dari 3 populasi dewasa dunia. Poupulasi hipertensi ini tidak hanya menyerang populasi dengan kondisi ekonomi yang baik, tetapi juga pada kalangan ekonomi rendah . Penyakit ini telahh menjadi bencana global bagi populasi manusia 1. Hipertensi dapat memberikan banyak kelainan penyakit atau komplikasi. Komplikasi dari penyakit ini meliputi multi sistem organ tubuh, mulai darisistem saraf pusat yang dapat berakibat pada strok hemoragic, gangguan pada vaskuler mata, gangguan pada jantung dengan manifestasi gagal jantung, gangguan pada ginjal dengan manifestasi gagal ginjal akut, serta gangguan pada arteri perifer /makroangiopati, terutama pada extremitas inferior dengan keluhan utama berupa kesemutan hingga terjadi Pheriperal Arteri Disease 2. Hipertensi pada dasarnya dapat dicegah progrsivitasnya menjadi kearah yang lebih buruk. Terapi yang dapat dilakukan, terutama ialah perbaikan pola hidup. Terapi ini mencakup ppengaturan pola makan, diet rendah garam, dan olahraga teratur. Terapi farmakologis juga perlu diberikan ketika tekanan darah telah mencapai hippertensi derajat 1. Setiap derajat dari hipertensi memiliki jenis terapi yang berbeda. Adanya komplikasi tertentu seperti diabetes melitus, dan gagal ginjal kronik memilki target terapi yang berbeda dalam menurunkan tekanan darah, guna mencegah perburukan dari kedua penyakit sebelumnya 2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
3

. Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga

melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output

B. EPIDEMIOLOGI Prevalensi kejadian hipertensi sangat banyak terjadi pada populasi penduduk dunia. Berdasarkan data dari AHA ,1 dari 3 populasi dunia mengidap hipertensi. Data dari NHANES 2007 menyebutkan bahwa dari keselurahan populasi hipertensi, 47, 5 % penderita hipertensi tidak pernah terkontrol, sedangkan pada 52,5 % sisanya terkontrol. Angka kematian karna hipertensi di amerika serikat pada 2009 menyebutkan bahwa 348.102 dari total 2,4 juta kematian pada tahun tersebut meninggal karna hipertensi. Pada populasi dunia. Berdasarkan data Gialiano 2012, tentang sebaran jumlah pasien hipertensi di beberapa

negara Eropa dapat dilihat pada bagan berikut 4 :

Gambar 2.1 Preevalensi hipertensi di Eropa

C. ETIOLOGI Etiologi hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Maka peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi 5. Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak meninbulkan hipertensi . Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik . Adanya resistensi vaskular turut meningkatkan tekanan darah. Hal ini terjadi, sebagai akibat faktor endokrin dan faktor neurologis. Aktivitas hormon angiotensin II dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah. Demikian pula aktivitas dari hormon epineprin dan dopamin dapat menyebabkan peningkatan tahanan perifer dan berimplikasi pada peningkatan tekanan darah. Aktivitas saraf simpati, dapat menyebabkan kontraksi otot vaskuler dan menyebabkan terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah. Hal ini juga akan berimplikasi pada peningkatan tekana darah 5

D. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko hipertensi meliputi :

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur 5.

Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause. Perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Di daerah perkotaan Semarang didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita 5

Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidup kita memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi 6. Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan pada fungsi nitrit oxide/cyclic GMP yang berfungsi sebagai vasodilator alami dalam tubuh. Pada keadaan hipertensi karna faktor familial, gangguan sekresi pada faktor

ini menyebabkan kemampuan tubuh dalam melakukan vasodilatasi pada pembulluh darah tubuh menurun dan menyebabkan terjadinya hipertensi 7. Konsumsi garam > 6 gram per hari, kurangnya olah raga dan toleransi gula terganggu dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi pada pasien 6. Berdasarkan data prevalensi hypertennsi di asia, kasus hypertensi banyak ditemukan di jepang yang diakibatka oleh konsumsi garam 5,8 mg/ hari. Konumsi garam dalam jumlah besar dalam sehari dapat menyebabkan terjadinya aktivitas hormon aldosteron. Hormon ini dapat menyebabkan terjadinya induksi retensi cairan dalam pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya peninngkatan volume cardiac output dan secara nyata dapat meningkatkan tekanan darah 8.

E. PATOFISIOLOGI Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah 4. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi6 .

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi 6 Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer 4 6

F.

MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang paling sering muncul pada hipertensi grade 2 6 : Dada berdebar-debar Nyeri kepala, dapat berupa migrain, dapat pula berupa nyeri kepala oksipitl Mata dan muka yang berubah menjadi kemerahan

Mual muntah Pusing ( gambaran seperti terombang ambing)

G.

DIAGNOSIS Penegakan diagnosis dari hipertensi ditetapkan bila tekanan darah pasien lebih dari

139/89 pada pemeriksaan dengan keadaan pasien rileks, tanpa beraktivitas dan tidak dalam pengaruh obat/makanan tertentu dan dalam keadaan tertentu yang merangsang peningkatan tekanan darah , pada pemeriksaan pertama dan persisten dalam satu bulan dengan dua kali pemeriksaan pada 1 bulan tersebut 7 . Klasifikasi dari hypertensi sendiri berdasarkan JNC 7 ialah sebagai berikut 9 :

Gambar 2.2 Klasifikasi Hypertensi

Adapun hipertensi dikatakan maligna bila mencapai mencapai tekanan darah > 220/>120. Hipertensi malignan sendiri terbagi jadi hipertensi urgensi dan emergensi, dimana pada hipertensi urgensi belum terdapat kerusakan organ target, sedangkan pada hipertensi emergensi telah terdapat kerusakan organ target. Organ target yang wajib ada ketika mendefinisikan hipertensi emergensi ialah papil edeme 10, 11.

H.

TATALAKSANA Penatalaksanaan hypertensi dapat dilakukan via terapi farmaklogis dan non

farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi 6,9 :


Menurunkan berat badan dengan target BMI < 25kg/m2 Restriksi konsumsi garam < 6 gram /hari Hindari konsumsi alkohol Aktif berolahraga 30 menit perhari 5-6 kali perminggu Terapi farmakologis yang dapat dilakukan dapat dilihat pada bagan berikut 9,12:

Gambar 2.3 Flow chart terapi anti hipertensi

Regimen anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain sebagai berikut 6 :

Gambar 2.4 regimen terapi anti hipertensi

Anda mungkin juga menyukai