Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat diperlukan untuk kebutuhan hidup orang banyak, termasuk seluruh makhluk hidup. Oleh sebab itu, sumber daya air yang ada harus dilindungi agar pemanfaatannya dapat dirasakan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lainnya. Pemanfaatan air dalam berbagai kepentingan harus dilakukan dengan bijaksana. Permasalahan utama saat ini yaitu yang berfokus pada sumber daya air yang meliputi kualitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus menerus meningkat dan kualitas air untuk kebutuhan domestik yang semakin menurun.

Hingga saat ini, Indonesia telah memiliki peraturan yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang

Pengendalian Pencemaran Air. Pemerintah juga telah mencanangkan programprogram penataan lingkungan yang pada dasarnya berkaitan dengan upaya pengelolaan sumber daya air dan sumber daya alam lainnya, dalam rangka pengendalian dampak lingkungan. Jonggol merupakan sebuah kawasan yang dulunya sempat ingin dijadikan sebagai calon ibukota Republik Indonesia. Berlokasi di propinsi Jawa Barat dengan letak yang strategis yaitu 50 km dari ibukota kab. Bogor, 60 km dari ibukota negara Jakarta, dan 156 km dari ibukota provinsi Bandung.

Wilayah Jonggol memiliki luas wilayah 12,586 ha dengan jumlah penduduk 97.025 jiwa (tahun 2012). Salah satu permasalahan pengelolaan kualitas sumber daya air yang terdapat di sebuah kawasan pesantren Madinatul Quran, yang berlokasi di Jonggol, Bogor. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan para santri dilingkungan pesantren adalah bersumber dari mata air yang terdapat disekitar kawasan pesantren tersebut.

Karena sumber mata air yang dihasilkan terletak didaerah perbukitan, maka kualitas air akan bercampur dengan tanah sehingga warna dari air yang ditampung untuk kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus) agak keruh. Gambaran mengenai sumber aliran air yang digunakan dan penyimpanan bak penampungan sumber air dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2 berikut ini.

Gambar 1.1 Sumber aliran air

Gambar 1.2 Bak penampungan air

1.2 Rumusan Masalah Adapum rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberikan sebuah upaya untuk memenuhi kebutuhan air di kawasan Pesantren Madinatul Quran.

1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penilitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian meneliti air baku dikawasan pesantren madinatul quran; b. Parameter yang diuji yaitu pH, kekeruhan, warna, bau, rasa, dan kadar besi (Fe); c. Merancang sistem filtrasi sederhana dengan sistem saringan pasir lambat up flow dengan berbagai alternatif penyaringan.

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: a. Bagaimana memurnikan air baku yang menjadi kebutuhan sehari-hari para santri di pondok pesantren Madinatul Quran; b. Bagaimana kefektifan filter penyaringan dalam memurnikan air baku dengan berdasarkan parameter ph, Fe, kekeruhan, bau, rasa, dan warna; c. Bagaimana mengupayakan sebuah teknologi pemurnian air yang ditinjau dari segi aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial.

1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang akan dirasakan dengan penerapan sistem pemurnian air ini kedepannya dapat meningkatkan jumlah santri yang akan menimba ilmu dipesantren nantinya karena dengan fasilitas air bersih yang menyehatkan untuk para santri. Selain itu manfaat yang dirasakan oleh masyarakat sekitar ialah dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi dan juga sebagai kebutuhan air lainnya. Dan terciptanya lingkungan yang sehat disekitar kawasan wisata islami ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penilitian Terdahulu Penelitian tentang pemurnian air sudah sangat banyak dibahas dan dengan berbagai metode yang digunakan seperti yang dilakukan oleh (Mary S., 2012), mengenai pengolahan air melalui media filter pasir kuarsa dengan menganalisa keefektifan pasir kuarsa yang terdapat pada sungai Malimpung untuk menurunkan kadar ph, kekeruhan, warna, bau, dan rasa dalam air dengan saringan single medium. Selain itu penelitian mengenai penyaringan air tanah juga dilakukan oleh (Abdur rahman,2004) yaitu dengan menggunakan media zeolit alami untuk menurunkan kadar besi dan mangan yaitu dengan merancang sebuah kolom gelas yang berisi zeolit untuk menyaring air tanah.

Penelitian lain tentang pemurnian air juga dilakukan oleh (Yusminar, dkk, 2010) yaitu dengan mengolah air gambut dengan menggunakan bentonit. Prosesnya dengan menyaring air gambut yang merupakan air permukaan dari tanah bergambut dengan menggunakan metode gabungan yaitu metode adsorpsi, koagulasi-sedimentasi, dan filtrasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Sukmayanti A., dkk, 2008) mengenai pengembangan model proses filtrasi dan disinfeksi yang akan mempengaruhi kualitas air minum isi ulang. Dimana penelitian ini membahas mengenai penggunaan filtrasi karbon dan pasir silika sebagai filtrasi akan berpengaruh dalam menurunkan/mengurangi jumlah zat

padat yang terlarut, kekeruhan, warna, zat padat terlarut, serta besi dan sulfat. Sementara itu penelitian mengenai penyediaan air bersih yaitu dengan menggunakan air laut di pesisir pantai Kenjeran Surabaya pernah dilakukan oleh (Irman J.K., 2008), yaitu dengan menggunakan filter tembikar, yang dimana filter tembikar ini akan digunakan untuk pengolahan air yang telah tercemar oleh bakteri e.coli, logam berat, warna, dan kekeruhan.

Untuk penelitian menggunakan media filter saringan pasir lambat pernah dilakukan oleh (Safira, 2009) yaitu dengan menguji kehandalan dari sistem saringan pasir lambat dalam pengolahan air. Dimana penilitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja dari sebuah sistem penyaringan dengan melihat kehandalannya dalam pengolahan air murni dan mencari faktor-faktor pembatas dalam pengelohan air dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat.

Penelitian oleh (Pangidoan, 2013) yang juga menggunakan media saringan pasir lambat untuk mengolah air bersih dilingkungan kampus Universitas Pasir Pengaraian dengan sistem up flow. Di mana penelitian ini merancang sebuah model penyaringan pasir dengan sistem up flow untuk menyaring air dengan menggunakan media pasir dan kerikil. Penelitian menggunakan saringan pasir lambat dengan dua tingkat pernah dilakukan oleh (Nisaul M., 2009) yaitu dengan cara melakukan tahap penyisihan besi-mangan, kekeruhan dan warna pada kondisi aliran tak jenuh pada air sungai cikapundung.

Berdasarkan parameter yang digunakan dalam penelitian pemurnian air oleh peneliti terdahulu dan yang akan digunakan oleh penulis untuk kedepannya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Matriks Penelitian
No. Variabel Penlitian Saringan Pasir Lambat Penelitian ini, (Safira Astari, 2009) (Pangidoan, 2013) (Nisaul 2009) M., Filter Pasir Kuarsa (Mary S., (Abdurahman, 2012) 2004) Metode Penyaringan Air Zeolit alami Saringan Bentonit Filter Karbon Filter Tembikar A., (Irman, J.K., 2008)

(Yusminar, dkk., (Sukmayanti 2010) 2008)

Aspek Teknis

2 3 4

Aspek Lingkungan Aspek Ekonomi Aspek Sosial

Penelitian ini Penelitian ini Penelitian ini

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah penulis kutip diatas, dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis Perancangan Sistem Pemurnian Air di Kawasan Pesantren Madinatul Quran Jonggol Bogor merupakan karya penulis yang dimana penelitiannya tidak hanya membahas tentang bagaimana merancang sebuah sistem pemurnian air tetapi juga dari sebuah sistem ini nantinya akan terkait dengan integrasi sistem yang ada dilingkungan kawasan wisata islami ini kedepannya, sehingga bagi para santri serta masyarakat sekitar akan saling bersinergi dalam memanfaatkan sistem pemurnian air ini untuk kedepannya.

BAB III LANDASAN TEORI

3.1

Sumber Daya Air

Sumber daya air yang terdiri atas sumber air dan daya air yang merupakan sebuah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang akan memberikan manfaat yang besar untuk mewujudkan terciptanya kesejahteraan untuk masyarakat dari berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, budaya, politik, maupun bidang ketahanan nasional.

Hefni (2003) menyebutkan bahwa pengelolaan terhadap sumber daya air sangat penting dan pemanfaatan secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolaan yang dilakukan yaitu dengan metode pemantauan dan interpretasi data terhadap kualitas air, yang mencakup kualitas fisika, kimia, dan biologi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air mendefinisikan beberapa peristilahan sebagai berikut: a. Air, yang meliputi semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air yang terdapat di atas permukaan tanah; b. Kualitas air, yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa

10

parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan sebagainya); c. Pencemaran air, yaitu yang termasuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

3.2

Penjernihan Air

Prinsip dasar penjernihan air di sebuah kawasan khususnya di pedesaan yang meliputi berbagai aspek yang harus dipenuhi diantaranya sebagai berikut: a. Bersifat tepat guna dan sesuai dengan kondisi, lingkungan fisik, maupun sosial budaya masyarakat setempat; b. Pengoperasiannya mudah dan sederhana; c. Bahan-bahan yang digunakan mudah dan sederhana; d. Bahan-bahan yang digunakan berharga murah; e. Bahan-bahan yang digunakan tersedia di lokasi dan mudah diperoleh; f. Efektif, memiliki daya pembersih yang besar untuk memurnikan air.

Alamsjah (2006), mengemukakan bahwa prinsip penyaringan (filtrasi) merupakan sebuah proses untuk memisahkan antara padatan/koloid dengan cairan. Proses

11

penyaringan bisa merupakan proses awal (primary treatment) atau penyaringan dari proses sebelumnya. Apabila air olahan mempunyai padatan dengan ukuran seragam, saringan yang digunakan adalah single medium. Sebaliknya bila ukuran padatan beragam, digunakan saring dual medium atau three medium. Penyaringan air olahan yang mengandung padatan dilakukan dengan cara membuat saringan bertingkat, yaitu saringan kasar, saringan sedang, sampai saringan halus.

Untuk merancang sebuah sistem penyaringan ini perlu penelitian terlebih dahulu terhadap beberapa faktor diantaranya sebagai berikut (Kusanaedi, 2010): a. Jenis limbah padat (terapung atau tenggelam); b. Ukuran padatan; ukuran yang terkecil dan ukuran yang terbesar; c. Perbandingan ukuran kotoran padatan besar dan kecil; d. Debit air olahan yang akan diolah.

Berikut merupakan beberapa karakteristik atau kriteria pengamatan untuk memastikan apakah suatu sumber daya air itu bersih atau tidak. Dengan berbagai kriteria seperti warna, rasa, bau, kekeruhan, pH (derajat keasaman), dan kadar besi (Fe).

3.3

Warna

Hefni (2003) menyebutkan bahwa warna perairan dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color).

12

Warna sesungguhnya ialah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Standar warna yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air adalah berwarna bening dengan skala TCU 15.

3.4

Bau

Bau suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya dekomposisi zat-zat organik pada suatu perairan yang dapat menimbulkan gas-gas. Gas yang keluar dari hasil dekomposisi bukan saja menimbulkan bau yang kurang sedap tetapi adakalanya dapat mematikan biota yang ada di dalamnya. Standar bau air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990

Tentang Pengendalian Pencemaran Air adalah air tidak berbau.

3.5

Rasa

Parameter ini erat kaitannya dengan pengujian parameter warna dan bau sehingga seringkali pada pelaksanaannya digabungkan. Rasa suatu perairan dalam kondisi baik yaitu berasa hambar, bila suatu perairan sudah berwarna kurang baik atau dan bau kurang sedap secara otomatis akan mempunyai rasa yang kurang enak. Standar rasa air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

13

Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air adalah tidak berasa atau hambar.

3.6

Kekeruhan

Kekeruhan dapat mempengaruhi masuknya sinar matahari ke dalam air. Sinar matahari sangat diperlukan oleh organisme yang berada di dalam perairan untuk proses metabolisme. Bila suatu perairan keruh maka sinar matahari yang masuk akan sedikit karena terpencar-terpencar oleh adanya partikel yang terlarut, dan bila air tidak keruh maka sinar matahari yang masuk akan banyak.

Kekeruhan dapat dipakai sebagai indikasi kualitas suatu perairan. Air alami dan air buangan yang mengandung koloid dapat memudarkan sinar sehingga dapat mengurangi transmisi sinar. Kekeruhan dapat mengurangi proses fotosintesis tanaman dalam air. Misalnya vegetasi perairan berakar dan ganggang, mengurangi pertumbuhan tanaman dan mengurangi produktifitas ikan. Standar kekeruhan air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air dengan batas maximal bernilai 25 NTU.

3.7

pH (derajat keasaman)

Novita (2011) menyebutkan bahwa pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang

14

terlarut. Standar pH air

yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air yaitu antara 6,5 8,5. 3.8 Besi (Fe)

Besi merupakan suatu elemen kimiawi yang dapat ditemui disemua tempat dibumi, pada semua lapisan geologis, dan semua badan air. Dengan adanya unsurunsur besi yang terdapat dalam air diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme. Dinyatakan pula dalam kandungan besi dalam air yaitu bersumber dari dalam tanah sendiri di samping itu dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranya dari larutan pipa besi, reservoir air dari besi atau endapan-endapan buangan industri. Standar kadar besi dalam air yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air yaitu sebanyak 0,3 mg/l. Apabila konsentrasi besi yang terlarut dalam air telah melebihi batas yang telah ditetapkan, maka akan menyebabkan berbagai permasalahan yang diantaranya sebagai berikut : a. Gangguan teknis. Endapan Fe (OH) yang bersifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap di saluran pipa, sehingga akan mengakibatkan saluran pipa menjadi buntu dan efek yang ditimbulkan seperti mengotori bak yang terbuat dari seng, mengotori wastafel, dan kloset b. Gangguan fisik Gangguan fisik yang akan ditimbulkan yaitu adanya besi yang terlarut dalam air yaitu akan timbulnya warna, rasa, dan bau. Air yang terkontaminasi dengan

15

besi akan terasa tidak enak dan berbau karena konsentrasi besi yang terlarut >0,1 mg/L. c. Gangguan kesehatan Senyawa besi yang terdapat dalam tubuh manusia jumlahnya kecil, fungsi dari senyawa besi dalam tubuh ini akan membantu proses pembentukan sel-sel darah merah yang dimana tubuh manusia memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian besar diperoleh dari air. Apabila zat besi (fe) yang melebihi dosis yang dikonsumsi oleh tubuh manusia akan berdampak pada kesehatan. Dampak kesehatan yang ditimbulkan karena dosis fe yang berlebihan dalam tubuh akan tidak dapat mengsekresi Fe yang akan berakibat apabila mendapat transfusi darah maka warna kulitnya akan menjadi hitam karena akumulasi Fe. Selain itu, air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi, dan apabila dosis yang dikonsumsi cukup besar maka akan merusak dinding usus.

3.9

Penyaringan (filtrasi)

Penyaringan merupakan sebuah proses pemisahan antara padatan/koloid dengan cairan. Proses penyaringan dapat dikategorikan sebagai proses awal ( primary treatment) atau penyaringan dari proses sebelumnya. Bahan padatan yang pada umumnya dapat dilihat langsung terapung seperti potongan kayu atau potongan sayuran. Bahan padatan yang berupa logam, tulang, bulu atau daun dapat disaring secara kasar atau sedang dengan melalui proses awal ( primary treatment).

16

Apabila air yang akan disaring berupa cairan yang mengandung butiran halus, maka sebelum proses penyaringan sebaiknya dilakukan koagulasi atau netralisasi yang menghasilkan endapan.

3.10

Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padatan yang terdapat pada air olahan. Proses sedimentasi bisa terjadi bila air mempunyai berat jenis dari air sehingga tenggelam. Prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada pada dasar pengendapan sedangkan air murni berada di atas.

3.11

Saringan Pasir Lambat

Saringan pasir lambat (SPL) atau slow sand filter (SSF) yang telah lama dikenal di Eropa sejak awal tahun 1800an. Dalam memenuhi kebutuhan akan air bersih, saringan pasir lambat dapat digunakan dalam menyaring air keruh ataupun air kotor. Saringan pasir lambat sangat cocok dalam memenuhi kebutuhan air bersih dalam komunitas skala kecil atau skala rumah tangga. Ini karena debit air yang dihasilkan oleh SPL relatif kecil.

Saringan pasir lambat merupakan sebuah proses filtrasi yang berupa wadah yang diisi pasir dengan ukuran tertentu dan berfungsi untuk menyaring serta menurunkan tingkat kekeruhan air karena dengan adanya peran mikroorganisme sehingga akan menghasilkan air yang bersih.

17

Saringan pasir lambat proses pengerjaannya sederhana, murah dalam pembelian bahan bakunya, serta dapat dipercaya sebagai salah satu metode pembersihan persediaan air bersih. Dalam saringan pasir lambat, air yang mengalir berdasarkan gravitasi yang melalui pasir halus dengan kecepatan yang rendah. Untuk kondisi rata-rata harian yang dihasilkan berkisar antara 0,1-0,4 m3/m2/jam (kecepatan rendah). Dengan lapisan filter yang telah tersusun dari pasir halus dengan diameter efektif berkisar 0,15-0,35 mm dengan materi tersuspensi dan koloid dari air baku akan tertahan di lapisan teratas filter yang akan mengakibatkan penyumbatan. Hal ini akan menyebabkan filter harus dibersihkan agar berfungsi kembali seperti semula dengan cara membuang/mengangkat lapisan kotor penyumbat (kotoran) sedalam satu sampel atau beberapa sentimeter. (Huisman, 1975)

Berdasarkan jenisnya, saringan pasir lambat digolongkan sebagai berikut: a. Saringan pasir lambat model down flow atau konvensional Saringan pasir lambat dengan menggunakan sistem aliran penyaringan dari atas ke bawah. Keuntungan dari sistem penyaringan down flow ini antara lain tidak memerlukan tekanan untuk menaikkan air dikarenakan air akan turun sesuai dengan adanya gaya gravitasi. Untuk kelemahan dari sistem ini yaitu memerlukan perawatan yang lebih, karena mengharuskan untuk pencucian media pasir dengan cara manual yaitu mengeluarkan media pasir kemudian dikeringkan dan dipasang kembali.

18

b. Saringan pasir lambat model up flow Saringan pasir lambat dengan menggunakan sistem aliran penyaringan dari bawah ke atas. Keuntungan dari sistem up flow ini yaitu menghasilkan aliran air tenang sehingga proses penyaringan lebih baik, unsur-unsur yang akan disaring akan dipengaruhi gaya gravitasi sehingga tetap berada dibawah, dan apabila saringan kotor maka proses pencucian akan terjadi dengan sendirinya yaitu dengan cara membuka kran pembuangan, proses ini dinamakan sebagai pencucian balik (back wash). Sedangkan kelemahan dari sistem penyaringan up flow ini adalah penempatan sumber air harus lebih tinggi atau letak reservoar harus lebih tinggi dari pipa.

3.12

Faktor Yang Mempengaruhi Penyaringan

Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi proses penyaringan adalah sebagai berikut: a. Susunan lapisan pasir Susunan lapisan pasir yang mencakup dari luas permukaan pasir yang akan digunakan serta ketebalan lapisan pasir yang berstandar dan akan digunakan dimedia penyaring yaitu antara 50-60 cm. Sedangkan untuk diameter pasir yang digunakan dalam saringan pasir lambat antara 0,3-1 mm. Dan lama pemakaian dari media saring yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu dengan melakukan pembersihan secara rutin agar dapat memaksimalkan proses penyaringan untuk kedepannya.

19

b. Suhu air Temperatur atau suhu air akan sangat mempengaruhi dalam penerimaan air oleh masyarakat, selain itu akan mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan air apabila temperatur air tersebut sangat tinggi. c. Kecepatan penyaringan Tingkat kecepatan penyaringan akan mempengaruji penggunaan filter, untuk memperpanjang masa penggunaan filter maka diperlukan pengaturan tekanan pada lapisan pasir yaitu dengan cara menambahkan ketinggian air diatas media saring. Kecepatan penyaringan air pada proses saringan pasir lambat yaitu berkisar antara 0,1-0,2 m/jam, ini dikarenakan proses penyaringan saringan pasir lambat ini tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu sehingga prosesnya lama. d. Kualitas air baku Apabila kualitas air baku mempunyai kekeruhan yang relatif tinggi maka diperlukan proses pendahuluan berupa penyaringan. Adapun contoh skema dari saringan pasir lambat dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini:

20

(Sumber: Nusa Idaman Said, 1996) Gambar 3.1 Proses Saringan Pasir Lambat

3.13

Elemen Saringan Pasir Lambat

Adapun elemen terpenting yang digunakan dalam proses saringan pasir lambat adalah sebagai berikut: a. Aliran air baku Aliran air dalam proses saringan pasir lambat harus diperhatikan, karena sistem saringan ini apabila aliran air yang dialirkan terlalu deras akan mengakibatkan filter penyaring seperti pasir akan tercampur dengan air. b. Lapisan pasir Tingginya lapisan pasir menjadi perhatian penting dalam penyaringan saringan pasir lambat. Standar tinggi lapisan pasir pada filter saringan pasir lambat berkisar antara 50-60 cm.

21

c. Kerikil; Lapisan kerikil memiliki peranan dalam hal menyaring kotoran/padatan yang terdapat pada air. d. Pengaturan aliran air di dasar saringan Aliran air pada dasar saringan penting untuk mengatur proses pengurasan atau pencucian filter saringan serta mengatur aliran air yang akan dilalui oleh filter.

3.14

Mekanisme Penyaringan Saringan Pasir Lambat

Mekanisme proses untuk penyaringan air bersih dimana air baku yang bersumber pada sungai atau mata air akan dialirkan ke tangki penerima, kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai zat kimia, ini bertujuan untuk mengendapkan kotoran yang terdapat dalam air baku. Selanjutnya dialirkan ke penyaringan dengan proses saringan pasir lambat setelah itu dialirkan ke dalam bak penampung air bersih. Air baku yang dialirkan ke saringan pasir lambat akan menyaring kotoran-kotoran yang ada didalamnya akan tertahan pada media pasir dikarenakan adanya akumulasi kotoran baik dari zat organik maupun anorganik pada media filternya akan membentuk sebuah lapisan ( film) biologis.

Dengan adanya lapisan ini, maka selain hasil penyaringan air secara fisika juga dapat menghilangkan (impuritis) secara biokimia. Kadar ammonia dengan konsentrasi yang rendah, zat besi, mangan, dan zat-zat yang menimbulkan bau pada air dapat dihilangkan dengan proses ini, sehingga proses pengolahan air ini dapat dinilai sebagai kualitas yang baik.

22

Pengolahan air baku ini sangat sesuai untuk kualitas kekeruhan air yang rendah dan relatif tetap, biaya operasional yang dikeluarkan rendah dikarenakan proses pengendapan tanpa bahan kimia dan proses pencucian media filter juga lebih mudah.Untuk proses disinfeksi/penghilangan kuman yang terkandung dalam air dapat menggunakan berbagai cara seperti proses klorinisasi, brominasi, ozonisasi, penyinara ultraviolet, ataupun menggunakan aktif karbon. Apabila ingin dikonsumsi, sebaiknya air hasil dari penyaringan ini dimasak terlebih dahulu hingga mendidih sebelum dikonsumsi.

3.15

Definisi Sistem

Definisi sistem yang dikemukakan oleh (Maryono, A., 2011) merupakan suatu keterpaduan ( wholism) antar elemen-elemen (sub-sistem) yang saling berinteraksi, berintegrasi, berbagi, bersinergi, dan berkolaborasi untuk suatu tujuan tertentu dengan proses mekanisme metabolisme loop-feedback input-process-output tertentu dengan target produk dan waktu pencapaian tertentu dengan adanya mekanisme kontrol perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara kontinyu yang bersifat terbuka serta mempunyai batasan-batasan tertentu dan berada atau terkait dengan lingkungan tertentu.

3.16

Pola Pikir Sistem

Maryono, 2011 menyebutkan bahwa pengembangan suatu sistem membutuhkan suatu pola pikir untuk menyelesaikan permasalahan sebuah sistem. Salah satu pola pikir sistem yang dikembangkan yaitu pola pikir integralistik yang

23

merupakan sebuah pola pikir yang mengaitkan antara satu permasalahan dengan permasalahan yang lain, semakin banyak yang terkait dengan permasalahan tersebut dengan kaitan yang logis dan realistis, maka semakin bagus pula penyelesaian masalah yang akan diusulkan.

Sebagai contoh sebuah permasalahan tentang pemenuhan kebutuhan air bersih di suatu kawasan atau lingkungan tertentu. Di mana sebuah kawasan yang kesehariannya bergantung untuk penggunaan air baku dari sungai. Kondisi sungai yang tercemar dan kotor sangat tidak layak untuk kesehatan karena air sungai telah terkontaminasi bakteri dan zat pencemar lainnya seperti limbah domestik maupun limbah rumah tangga. Untuk mewujudkan pemenuhan akan kebutuhan air yang bersih dan layak diperlukan berbagai elemen-elemen pendukung yang membantu terselesaikannya masalah tersebut, diantaranya faktor dari kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga lingkungannya yaitu dengan tidak membuang sampah di sumber air seperti sungai. Selain itu peran serta masyarakat untuk menyadari pentingnya dalam menjaga kelestarian disekitar sungai.

3.17

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem yang akan dilakukan dalam upaya penerapan sebuah proses pemurnian air bersih di kawasan wisata islami pesantren madinatul quran dan masyarakat sekitarnya yaitu dengan cara melakukan sosialisasi tentang pentingnya sebuah kualitas air yang bersih untuk kesehatan serta dengan memperkenalkan sebuah teknologi sederhana untuk memurnikan air. Pengenalan teknologi ini harus

24

mencakup sistem masyarakat disana, dari segi kemampuan masyarakat untuk mengembangkan teknologi tersebut, hingga ketersediaan bahan baku untuk penerapan teknologi pemurnian air tersebut.

Peran serta masyarakat dan para santri akan membantu mewujudkan kualitas air bersih dan layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk proyeksi kedepannya kawasan pesantren akan menjadi sebuah kawasan wisata islami yang nantinya fasilitas untuk ketersediaan air bersih sangat vital bagi pengunjung wisatawan dan juga bagi para santri dan masyarakat sekitarnya.

3.18

Kebutuhan Air

Menurut WHO (World Health Organization) kebutuhan air seseorang tidak dapat diprediksi, sebagai contoh untuk kebutuhan mencuci pakaian ataupun mencuci tangan dan kaki. Walaupun secara umum kebutuhan akan penggunaan air setiap orang berbeda-beda, tetapi perkiraan untuk pengelompokan kebutuhan air dapat digolongkan seperti kebutuhan air untuk minum tentunya lebih sedikit dan lebih bersih dibandingkan dengan kebutuhan mandi atau cuci pakaian.

Kebutuhan penggunaan air dikelompokkan dari yang terpenting dan akan menjadi sebuah hirarki berbentuk piramida hirarki kebutuhan minimal air. Pengelompokan kebutuhan air yang paling utama berada paling atas karena merupakan sebuah kebutuhan yang wajib karena alasan untuk bertahan hidup dalam jangka waktu yang pendek yaitu kebutuhan untuk konsumsi air minum.

25

Teori yang diterapkan oleh Abraham Maslow mengenai hirariki kebutuhan air dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Hirarki kebutuhan air (sumber: WHO, minimum water requirment)

Dari penjelsan gambar hirarki kebutuhan di atas, dapat dijelaskan untuk menghitung kebutuhan air dalam suatu kawasan dengan memperkirakan banyaknya jumlah air yang akan digunakan. Sebagai contoh dalam sebuah kawasan pesantren dengan perkiraan kasar jumlah santri yang menggunakan air dikawasan tersebut adalah 100 orang dan melihat kebutuhan untuk bertahan hidup yang dikategorikan meminum air untuk konsumsi dan kebutuhan memasak, dan kebutuhan untuk membersihkan badan seperti mandi dan buang air dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1 berikut ini. sehingga

...........................(3.1)

26

3.19

Studi Kelayakan

Studi kelayakan merupakan suatu kegiatan analisis yang cermat sistemis dan menyeluruh mengenai faktor-faktor atau aspek yang dapat mempengaruhi kemungkinan berhasilnya (layaknya) pelaksanaan atas sebuah gagasan usaha. Dalam melakukan sebuah studi kelayakan, hendaknya terlebih dahulu ditentukan aspek-aspek kelayakan apa saja yang akan dikaji.

Salah satu aspek yang terpenting dalam sebuah studi kelayakan sebuah pengembangan kawasan di Pesantren Madinatul Quran dan dalam pengembangan sebuah teknologi pemurnian air bersih nantinya akan mencakup berbagai aspek yang diantaranya aspek teknis dan teknologi, aspek lingkungan, dan aspek

ekonomi dan sosial. Penjelasan mengenai berbagai kelayakan yang terkait dapat dilihat sebagai berikut. a. Aspek teknis dan teknologi Menurut (Veronika, 2009) aspek teknis merupakan aspek yang berkaitan dengan pengoperasian atau pembangunan suatu proyek secara teknis. Studi aspek teknis dan teknologi akan menjelaskan kebutuhan apa saja yang diperlukan serta bagaimana teknis atau proses suatu produksi yang akan dilaksanakan untuk kedepannya;

27

b. Aspek lingkungan Dalam peninjauan dari aspek lingkungan, dilakukan sebuah analisa mengenai dampak lingkungan yang mungkin terjadi dengan adanya sebuah kegiatan indusri ini (Makarina, 2006). Dampat yang akan timbul ada yang langsung mempengaruhi dan pada suatu kegiatan atau akan terlihat pada masa yang akan datang (Elvira). c. Aspek ekonomi dan sosial Menurut (Nia, 2013), aspek ekonomi dan sosial merupakan pengaruh yang akan terjadi khusunya dibidang perekonomian masyarakat dan bidang sosial kemasyarakatan. Setiap usaha yang dijalankan akan memberikan dampak yang positif dan negatif bagi berbagai pihak.

Bagi masyarakat, adanya investasi yang ditinjau dari aspek ekonomi akan memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan, sedangkan bagi pemerintah akan memberikan pemasukan berupa pendapatan baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

28

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perancangan sistem pemurnian air ini dilakukan di kawasan pondok pesantren Madinatul Quran Jonggol, Bogor. Waktu penelitian akan dimulai pada bulan Maret 2014 sampai dengan bulan Mei 2014. Adapun gambaran lokasi pondok pesantren Madinatul Quran dapat dilihat pada Gambar 4.1berikut ini.

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian (Sumber: Google Earth)

4.2 Bahan dan Alat Penelitian Adapun bahan dan alat yang akan digunakan selama penelitian ini adalah sebagai berikut:

29

a. Sampel air baku di kawasan Pondok Pesantren Madinatul Quran Air baku yang digunakan oleh para santri dan masyarakat sekitar merupakan air yang bersumber dari mata air sodong di kawasan pegunungan, Jonggol, Kab. Bogor; b. Alat yang akan digunakan adalah sebagai berikut : Alat filtrasi Saringan Pasir Lambat model up flow; pH meter; Turbidity meter Phenantroline spectrofotometer (ferrover) Botol Sampel Styrofoam Stopwatch

4.3 Tahap Penelitian 4.3.1 Pengujian sampel air baku Menguji sampel air baku yang ada di lokasi dengan parameter pH (derajat keasaman), kekeruhan, bau, rasa, warna, serta kadar besi (Fe) yang terkandung dalam air.

4.3.2 Pemasangan Saringan Pasir Lambat Pemasangan saringan pasir lambat untuk menyaring air baku yang bersumber pada aliran air yang kemudian dipompa menuju tandon air dan kemudian diteruskan kedalam filter penyaringan. Adapun proses saringan pasir lambat

30

menggunakan sistem up flow, untuk gambaran skemanya dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini. Air baku
Tandon air

Bak Penampungan Air Bersih

Gambar 4.2 Skema Penyaringan Saringan Pasir Lambat

4.3.3 Pengujian Sampel Filtrasi Hasil sampel air yang telah di filtrasi kemudian akan di uji dengan parameter pH (derajat keasaman), kekeruhan, bau, rasa, warna, serta kadar besi (Fe) yang terkandung dalam air. Dan memberikan alternatif untuk media saring yang efektif untuk hasil penyaringan air yang baik

4.3.4 Perbandingan Hasil Uji Sampel Membandingkan hasil sampel awal sebelum filtrasi dan sesudah filtrasi untuk mengetahui bagaimana kefektifan sistem filter dalam meningkatkan kualitas air baku.

31

4.3.5 Analisa dan Pembahasan Analisa dan pembahasan mengenai data sampel air yang diuji, selain itu menguji keefektifan saringan filter yang digunakan yaitu dengan membandingkan filter mana yang efektif digunakan serta menghitung kebutuhan air yang akan digunakan. Adapun alternatiif saringan filter adalah sebagai berikut: a. Saringan filter yang terdiri dari kerikil dan pasir b. Saringan filter yang terdiri dari kerikil, pasir, dan ijuk; c. Saringan filter yang terdiri dari kerikil, pasir, arang tempurung kelapa.

Selain itu, analisa yang akan dilakukan nantinya berupa studi kelayakan terhadap berbagai aspek yang terkait dalam pengembangan teknologi pemurnian air ini yang diantaranya kelayakan dari segi teknis dan produksi, kelayakan dari segi lingkungan, serta kelayakan dari segi ekonomi sosial.

4.3.6 Kesimpulan dan Saran Memberikan kesimpulan akhir dari penelitian yang dijalankan berdasarkan pada tujuan awal yang telah ditetapkan. Serta memberikan saran untuk kemajuan penelitian yang berikutnya yang lebih baik.

4.4 Variabel Penelitian Adapun variabel penelitian yang dibahas adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas, yaitu berupa kualitas air baku yang akan diuji untuk dilakukan filtrasi baik yang sebelum maupun yang sesudah;

32

b. Variabel terikat, yaitu berupaparameter uji yang akan digunakan untuk mengukur kualitas sampel air seperti ph, kekeruhan, bau, rasa, warna, dan kadar besi (fe). Serta menguji kefektifan filter yang digunakan dengan lamanya proses filtrasi dengan rentan waktu 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.

3.5 Diagram Alir Proses Penelitian Adapun diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Pra Survei Penelitian

Kualitas Air Baku yang terdapat di kawasan Pesantren Madinatul Quran

Kebutuhan air yang digunakan di kawasan Pesantren Madinatul Quran

Identifikasi Data yang dibutuhkan Data Primer: - Data Sampel Air Baku; - Data Sampel Air Baku setelah tahap filtrasi. Data Sekunder: - Data Santri dan Masyarakat di kawasan pesantren Madinatul Quran; - Referensi Buku, Jurnal, dan Internet.

Analisa Teknis 3 alternatif filter : 1. Kerikil Pasir 2. Kerikil Pasir Ijuk 3. Kerikil Pasir Arang Tempurung Kelapa

Pengujian Sampel Air Baku di Laboratorium Proses Filtrasi Saringan Pasir Lambat Pengujian Sampel Air Filtrasi di Laboratorium 1 Standar Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian dan Pencemaran Air

33

Analisa Lingkungan

Alternatif Penyaringan yang efektif memurnikan air

Analisa Ekonomi dan Sosial

A Analisa Perhitungan Kelayakan Ekonomi

Analisa Kebutuhan Air Bersih yang akan digunakan di kawasan Pesantren Madinatul Qur,an

Analisa dan Pembahasan Penelitian

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.3 Diagram Alir Proses Penelitian

34

4.6 Jadwal Penelitian Adapun uraian jadwal penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Jadwal Penelitian
No 1 2 3 4 5 6 Kegiatan Pra Survei Penelitian Penyusunan Proposal Seminar Proposal Revisi Tahap Penelitian Pengambilan sampel air baku untuk diuji Pengujian proses pemurnian air menggunakan saringan pasir lambat Pengujian air filtrasi Analisa kebutuhan air Analisa efektifitas filter Saringan Pasir Lambat Analisa pendekatan sistem melalui studi feasibility study Asistensi Dengan Dosen Pembimbing Seminar Kemajuan Seminar Hasil Revisi Ujian Tesis Bulan Februari Maret 2014 April Mei

Januari

7 8 9 10 11 9 10 11 12 13

DAFTAR PUSTAKA Alegantina, S., 2008, Pengembangan Model Proses Filtrasi dan Disinfeksi Yang Mempengaruhi Kualitas Air Minum Isi Ulang, Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 3 Tahun 2008.

Astari, S., 2014,Kehandalan Saringan Pasir Lambat Dalam Pengolahan Air, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

35

Debora, N., 2011, Peningkatan Kualitas Air Bersih Berbahan Baku Air Sungai Mahakam Samarinda Memakai Serbuk Kelor ( Moringa Oleivera) dan Arang Tempurung Kelapa, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Effendi, H., 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta.

Huisman, L., 1975, Slow Sand Filter, Daft University of Technology, Netherlands.

Idaman Said, N., 1996, Teknologi Pengolahan Air Bersih Dengan Proses Saringan Pasir Lambat Up Flow.

Makhmudah, N., 2009, Penyisihan Besi-Mangan, Kekeruhan dan Warna Menggunakan Saringan Pasir Lambat Dua Tingkat Pada Kondisi Air Tak Jenuh, Studi Kasus Air Sungai Cikapundang, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Maryono, A., 2011, Pola Pikir Sistem The Power of Systemic Thinking, Lembaga ECO COMM INDONESIA, Eco Engineering and Community Empowerment, Sleman, Yogyakarta.

36

Pangidoan, 2013, Pengolahan Air Bersih di Lingkungan Kampus Universitas Pasir Pengaraian Dengan Sistem Up Flow, Universitas Pasir Pengaraian, Riau.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1990, Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Rahman, A., 2004, Penyaringan Air Tanah Dengan Zeolit Alami Untuk Menurunkan Kadar Besi dan Mangan, Departemen Kesehatan Lingkungan, Universitas Indonesia, Depok.

Sutrisno, T., 1996, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Rineka Cipta, Jakarta.

WHO (World Health Organization), Minimum Water Quantity Needed for Domestic Uses, WHO/SEARO Technical Notes for Emergencies

http://aimyaya.com/menghitung_perkiraan_kebutuhan_minimal_air/, oleh aimyaya, diunduh pada tanggal 20 Februari 2014, 14.23 WIB.

diposting

Anda mungkin juga menyukai