Oleh :
ANGGI YUWITA SRIRAHAYU
105070203111003
1. KLASIFIKASI
Secara umum ada 3 jenis penyakit lupus yang diketahui sampai
sekarang ini yaitu :
a. Cutaneus Lupus
Seringkali disebut dicoid dimana penyakit ini sering menyerang
bagian kulit saja. Untuk mengetahui gambaran penyakit ini yakni:
Adanya ruam yang muncul didaerah kulit kepala, telinga,
wajah, lengan, punggung dan dada leher, atau bahkan
ruam pada seluruh tubuh
SLEi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh
batas erithemayang meninggi, skuama, sumbatan falikuler
dan telangiektasia
(http://www.scribd.com/doc/62400839/askep-kita-SLE)
Salah satu bagian tubuh dan/atau seluruh tubuh berwarna
merah sampai bersisik.
Kadang-kadang sampai gatal dan hampir semua golongan
ini akan berubah menjadi sistemik.
Penyakit ini menimbulkan kecacatan karena SLEi ini
memperlihatkan jaringan parut.
(http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3-Fredy.pdf)
b. Sistemik Lupus
Yaitu penyakit lupus yang menyerang organ tubuh seperti
persendian, otak/saraf, darah, pembuluh darah, paru-paru, ginjal,
jantung, hati, dan mata. Penyakit ini adalah jenjang penyakit lupus
yang sangat berat karena jenis ini menyerang organ-organ vital
baik
satu
dan/atau
beberapa
organ
vital
lainnya.
(http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3-Fredy.pdf)
c. Drug Induced Lupus (DIL)
Obat banyak
terakumulasi
ditubuh
sehingga
memberikan
benda
asing
tersebut.
(http://www.scribd.com/doc/62400839/askep-kita-SLE)
Timbul setelah sering menggunakan obat-obat tertentu. Obatobat antibiotic seperti golongan sulfa, oabt-obat antituberkulosa
sperti NH, golongan obat hydralazin untuk hipertensi dan
golongan obat prokainamid untuk jangtung, namun untuk
beberapa tahun terakhir ini obat hydrlazin dan prokainamid
sudah jarang sekali dipakai.
(http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3Fredy.pdf)
2. DEFINISI
Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dikenal juga
dengan penyakit Lupus yang dalam bahasa Latin berarti anjing hutan,
penyakit dengan kelainan kulit didaerah wajah yang dikira disebabkan
oleh gigitan anjing hutan (Lahita, 1998 ; Bimanesh, 1990)
Dalam perkembangannya ternyata penyakit lupus tidak hanya
mengenai kulit wajah saja tetapi juga dapat menyerang hamper
seluruh organ tubuh. Istilah lengkap penyakit lupus adalah Lupus
Eritematosus Sistemik (SLE). Eritematosus artinya kemerahan,
sedangkan sistemik berarti tersebar luas diberbagai organ tubuh,
tetapi dalam pembicaraan sehari-hari SLE disebut lupus saja (Philips,
1996 ; Heru, 2002)
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun multi-sistem akibat kerusakan jaringan. Penyakit SLE khas
ditandai oleh kerusakan pembuluh darah yang terjadi secara berulang
diseluruh tubuh. Penyakit SLE terjadi karena penumpukan kompleks
imun dan antibody, terutama pada jaringan vaskuler (Nasution dan
Kasjmir, 1995 ; Simon, Etkin, Godine, et al, 1999)
ditandai
dengan
adanya
autoantibodi
terhadap
menyebabkan
kerusakan
pada
beberapa
organ
tubuh.
eritematosus
sistemik
atau
systemic
lupus
jaringan
tertentu
dan
menimbulkan
gejala
klinis
yang
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia
RS
Ketiganya menggunakan criteria berbeda-beda yaitu berturutturut criteria Dubois, criteria pendahuluan ARA, dan criteria ARA yang
telah diperbaiki.(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
Insidensi di RS. Sardjito Yogyakarta insiden 10,1 per 10.000
perawatan dalam 4 tahun, sedangkan di RSU Dr. Pirngadi Medan
1,42 per 10.000 perawatan selama 3 tahun (purwanto, 1987 ; Tarigan,
1987)
4. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan
yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan.
Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktorfaktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti
hidralazin,
prokainamid,
isoniazid,
klorpromazin
dan
beberapa
antigen
yang
selanjutnya
merangsang
antibodi
kedua
organ
tersebut
akan
menimbulkan
dalam
pemebentukan
kompleks
imun
sehingga
keadaan
normal
system
kekebalan
berfungsi
tubuh,
sehingga
terjadi
penyakit
menahun.
(http://www.scribd.com/doc/20459556/SLE)
Faktor
resiko
terjadinya
SLE
berdasarkan
Obat
yang
pasti
menyebabkan
Lupus
Obat
f. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadangkadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.
g. Stress
Stress berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecenderungan akan penyakit ini.
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi.
Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya
berbagai system dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala
pada satu system yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya
system imun. Pada tipe menahun terdapa remisi dan eksaserbasi.
Remisisnya mungkin berlangsung bertahun-tahun. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam, lemah, dan
menurunnya berat badan. Gejala di kulit termasuk ruam malar
(butterfly rash), ulkus di kulit dan mukosa, purpura, alopesia
(kebotakan), fenomena Raynaud, dan fotosensitifitas. Gejala sendi
sering ditemukan. Bersifat simetris dan tidak menyebabkan kelainan
sendi. Nefritis lupus umumnya belum bergejala pada masa awitan,
tetapi sering berkembang menjadi progresif dan menyebabkan
kematian. Gejalanya berupa edema, hipertensi, gangguan elektrolit,
dan gagal ginjal akut. Biopsi ginjal diindikasikan pada pasien yang
tidak responsive pada terapi kortikosteroid. Pengendalian hipertensi
sangat
penting
untuk
mempertahankan
fungsi
ginjal.
(http://adulgopar.fiSLE.wordpress.com/2009/12/lupus-eritematosussistemik.pdf)
Genetically susceptible individual
Genes involved:
MHC Class II Complement
Additional unidentified genes
Environmental Trigger(s)
Unknown
T-cell driving force CD4-dependent
(Spesificities unknown)
IgG autoantibody production
Self-antigen driven
Autoantibody-mediated clinical
manifestations
Gambar 1 : Model pathogenesis Lupus Erythematosus Sistemic
Onset penyakitnya dapat spontan atau didahului factor
presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri,
obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan, dan trauma
fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas
seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam,
kadang-kadang disertai menggigil. (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi 3, 1996)
a. Gejala Muskuloskeletal
Gejala
yang
sering
pada
SLE
adalah
gejala
tanpa
menyebabkan
deformitas,
kontraktur
atau
kulit
dapat
menyebabkan
ulserasi
dari
c. Ginjal
Kelainan
ginjal
ditemukan
pada
68%
kasus
SLE.
kronik,
tuberculosis
ginjal,
dsb.
Gagal
ginjal
f.
Saluran Pencernaan
Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, hal ini
mungkin disertai mual (muntah jarang) dan diare. Gejala akan
menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat
pengobatan
yang
adekuat.
Nyeri
yang
timbul
mungkin
Limfadenopati
difus
kadang-kadang
disangka
yang
timbul
biasanya
termasuk tipe
mata
dapat
berupa
konjungtivitis,
edema
Serositis
1) Pleuritis
ketosidosis
dan
gangguan
keseimbangan
elektrolit
atau
2) Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat
yang dapat menyebabkan atau kelainan metabolic seperti
uremia,
ketosidosis
dan
gangguan
keseimbangan
elektrolit
i.
Kelainan Hematologik
1) Anemia hemolitik dengan retikulositosis
atau
2) Leucopenia, < 4000/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau
lebih
atau
3) Limfopenia, < 1500/mm3 pada 2 kali pemeriksaan atau
lebih
atau
4) Trombositopenia, < 100.000/mm3, tanpa adanya obat
yang mungkin menyebabkannya.
j.
Kelainan Imunologi
1) Adanya sel LE
atau
2) Anti DNA : antibodi terhadap native DNA (anti-dsDNA)
dengan titer abnormal
atau
3) Anti-Sm
polos
atau
4) Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama paling
sedikit 6 bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi
Troponema pallidum atau uji fluoresensi absorpsi antibodi
troponema.
k. Antibodi Antinuklear
Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur dengan cara
lain yang setara pada waktu yang sama dan dengan tidak
adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindrom lupus karena
obat
8. PENATALAKSANAAN
Sampai sekarang SLE belum disembuhkan dengan sempurna.
Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala
klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi, mengatasi fase akut, dan
dengan demikian memperpanjang remisi dan survival rate. (Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
Penatalaksaan SLE harus mencakup obat, diet, aktivitas yang
melibatkan banyak ahli. Alat pemantau pengobatan pasien SLE
adalah evaluasi klinis dan laboratoris yang sering untuk menyesuaikan
obat dan mengenali serta menangani aktivitas penyakit. Lupus adalah
penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan
selamanya.
(http://adulgopar.fiSLE.wordpress.com/2009/12/lupus-
eritematosus-sistemik.pdf)
Tujuan
pengobatan
SLE
adalah
mengontrol
manifestasi
a. Obat Obatan
Bentuk pengobatan SLE ditentukan antara lain oleh aktivitas
penyakit. Meskipun agak sulit ditetapkan secara tepat, aktivitas
penyakit, sebenarnya merupakan gabungan antara gambaran klinis
dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mencerminkan adanya
inflamasi aktif, sekunder terhadap SLE. (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
1) NSAID dan Salisilat
NSAID dipakai pada SLE dengan gejala ringan. Sering
juga diapaki bersama-sama dengan kortikosteroid untuk
mengurangi dosis kortikosteroid. Dapat dipakai sebagai terapi
simtomatis pada atritis/atralgia, mialgia dan demam. Preparat
salisilat atau preparat lain seperti indometasin (3x25 mg/hari),
asetaminofen (6x650 mg/hari) dan ibuprofen (4x300-400
mg/hari). Ini harus disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi
simtomatis lain misalnya diperlukan pada : (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
Eritema
Fenomen Raynoud
Pencegahan timbulnya fenomen ini diusahakan dengan
protective clothing
2) Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang sangat penting dalam
pengobatan SLE. Dapat digunakan secara topical untuk
manifestasi kulit, dalam dosis rendah untuk aktivitas minor dan
dalam dosis tinggu untuk aktivitas mayor (Tabel 1 di halaman
Lampiran) (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3, 1996)
Pada keadaan yang berat, terutama gangguan susunan
saraf pusat dengan kejang-kejang dan psikosis, diberikan
kelainan
klinis
menajadi
tenang,
dosis
imunosupresif,
fotoprotektif,
dan
stabilisasi
fungsi
imun.
Penggunaan
obat
imunosupresif
paling
sering
diapakai
ialah
azatioprin
dan
Metrotreksat
b. Diet
Retriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian
besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang
diperbolehkan adalah yang mencakup sukup kalsium, rendah
lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan
suplemen
makanan
dan
obat
tradisional.
(http://adulgopar.fiSLE.wordpress.com/2009/12/lupus-eritematosussistemik.pdf)
c. Aktivitas
Pasien
Lupus
sebaiknya
tetap
beraktivitas.
Olah
raga
Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi
d. Evaluasi
Masalah Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Balai Penerbit
FKUI:Jakarta.1996.
2. http://www.scribd.com/doc/62400839/askep-kita-SLE
3. http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/vol%207/3-Fredy.pdf
4. http://adulgopar.fiSLE.wordpress.com/2009/12/lupus-eritematosussistemik.pdf
5. http://www.cdc.gov/arthritis/basics/lupus.htm
6. http://www.scribd.com/doc/20459556/SLE
7.