Anda di halaman 1dari 4

FIQH SELEKSI Oleh : H. Sofyan Siraj Abdul Wahab, Lc.

MM Dewan Penasehat Ikatan DaI Indonesia (IKADI) Riau Perjalanan dakwah adalah perjalanan yang sangat berat dan penuh tantangan. Ini hanya bisa dilakukan oleh pribadi-pribadi pilihan yang sangat paham akan tugas dan beban dakwah yang ia emban. Sehingga proses seleksi merupakan suatu hal yang sangat penting mengatur rekrutmen, dan tercermin dalam kualitas pilihan terhadap unsur yang menjadi sasaran dakwah kita. Penyempurnaan seleksi ini menghabiskan tenaga, namunakan menjauhkan kita dari sebagian besar problem yang kita dapatkan darinya. Cara yang paling umum dilakukan oleh daI Islam adalah memilah-milah individuindividu disekitarnya , yang dimungkinkan meresponnya saat ia mengajak mereka. Laldu ia membagi mereka dalam beberapa tingkatan. Tingkatan pertama terdiri dari orang yang memiliki keberanian, kecerdasan, kepribadian yang kuat, jauh dari riya dan debat. Dan orang yang memiliki sifat amanah, kualitas nasab yang tinggi, dan sifat-sifat lain yang setara dengan sifat ini patut diberi prioritas seandainya ia menjadi dai. kemudian terdiri dari orang-orang yang sifat baiknya agak kurang. Kemudian kelompok yang tidak layak, yaitu unsur-unsur yang tidak memiliki kelayakan akibat sifat pengecut, tidak cerdas serta berkepribadian lemah. Mereka tidak bisa menjadi dai. meskipun kita mencurahkan tarbiyah kepada mereka. Perhatian mesti terfokus kepada tingkatan pertama disemua fase perjalanan, baik dimasa tasis, atau sesudahnya. Tetapi pada fase keterbukaan boleh memperhatikan kelompok kedua, apabila ia mengira telah merekrut kelompok polihan. Sedangkan tingkatan orang-orang lemah, maka daI membiarkannya tetap di luar wilayah tanzhim (organisasi), dan sentuhan terhadap mereka hanya pada fase terakhir. Pembagian ini dilakukan berkaitan dengan orang-orang shaleh, yang memiliki kesiapan terhadap komitmen islami. Dan orang-orang yang tidak memiliki kesiapan seperti ini, dan bingung di tengah kegelapan atheisme atau debu syubhat, maka jelas kita harus menjauhi mereka. Tetapi kita berbicara tentang orang-orangyang memiliki tandatanda untuk merespon, dengan asumsi bahwa pilihan kita terhadap tingkatan yang paling tinggi membuat aktivitas tarbiyah menjadi lebih mudah. Sebab apabila kita ingin menghindari fitnahdi dalam jamaah maka kita harus meminimalisir penerimaan unsurunsur lemah sejak awal. Hal ini bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan etika syariyah apabila kita menempuh cara seleksi ini dan enggan menerima orang-orang pengecut atau kurang cerdas. Disini tidak berlaku kisah dalam surah abasa wa tawalla. Karena analogi pada fase ini seperti seorang panglima perang yang sedang membangun pasukan, panglima hanya merekrut setiap orang yang berani dan cerdas, karena watak pertempuran yang menuntut demikian. Bukan analogi seorang dokter yang mengobati siapa saja. Makna ini tidak bertentangan dengan pesan yang disampaikan oleh seorang sholeh kepada imam al

Banna dimana ia menyerupakan dakwah dengan rumah sakit. Sebab dakwah memang demikian halnya, memberi soslusi kepada manusia dengan kedekatan dakwah kepada mereka, tanpa komitmen untuk memasukkan mereka ke dalam barisan dakwah. Kita tidak mengklaim umat islam itu hanya kita saja sedangkan orang yang berada di luar organisasi kita bukan muslim, sehingga sebagian orang menentang ketika melihat seleksi. Kita hanya jamaah dari umat islam yang memotivasi diri untuk memelihara umat islam, mengingatkan, mengayomi masalah-masalahnya, dan berusaha menerapkan hokum Al-Quraan padanya. Dan untuk tugas ini hanya orang-orang yang layak saja yang dapat direkrut untuk dapat dimasukkan dalam lingkungan tanzhim (organisasi), disamping mencintai kaum muslimin lainnya yang dalam pandangan kami tidak berpotensi untuk memikul tugas-tugas bersama kami dengan baik dan sempurna. Kami tidak menolak solidaritas dan tolong menolong dengan mereka, tetapi di luar tanzhim dan sesudah fase tasis yang berat. Rasulullah saw juga menyerahkan tugas berat ini kepada para sahabat yang kuat untuk memikulnya. Menyerahkan urusan perang kepada sahabat seperti Khalid bin walid serta mengankat Abu Bakar dan Umar menjadi menteri. Begitu kagum kepada ketampanan Dahiyah al Kalbi, sehingga beliau mengutusnya sebagai duta kepada Heraclius. beban berat hanya dipikulkan kepada sahabat fuqoha, pemberani, dan fasih, bukan kepada orang lemah dan lugu, meskipun mereka sama-sama beriman. Diantara hal yang dapat menyempurnakan seleksi ini adalah upaya yang keras untuk mendapatkan keserasian sifat orang-orang yang kita masukkan ke dalam tanzhim (organisasi) pada fase tasis dengan pendekatan komprehensif yang menjadi karakter dakwah kita. Hal ini menuntut kita untuk menjauhi lima tipe orang : Pertama, orang yang hanya menkhususkan diri pada prilaku social semata, mempersempit ruang gerak Jemaah, menyurutkan luasnya cakrawala amal, membatasinya hanya pada pembangunan masjid dan pengobatan orang sakit. Dan tidak mencurahkan tenaga untuk melawan partai-partai zholim serta penguasa tiran. Kedua, menjauhi orang yang keras dan militeristik, gampang mengalirkan darah, terpengaruh oleh cara-cara partai sekuler, dan menganggap amal tarbiyah dan pertarungan sebagai penghalang dan usaha yang sia-sia, dan tidak bisa membedakan antara ketergesaan dengan langkah perubahan bertahap yang dilakukan Jemaah. Ketiga, menjauhi pengkaji fiqh murni, yang mana mereka membatasi peran seorang muslim mengkaji, menulis dan merangkum buku, tanpa melakukan langkah praktis untuk mengajar dan mengarahkan masyarakat awam. Keempat, menjauhi ahli ibadah dalam khalwat, pembuat bidah dalam aqidah dan prilaku, yang mengikuti metode filsafat, meninggalkan sunnah yang matsurah. Dan tidak berhendti pada nash yang shoheh. Kelima, menjauhi orang yang mengabaikan masalah-masalah umat yang besar dan meninggalkan perlawanan terhadap penguasa zholaim dan partai-partai durjana.

Demikianlah, lima dorang ini tidak memiliki tempat dalam barisan organisasi kita (tanzhim), yang ada hanya interaksi dengan mereka di luar organisasi, dan tanpa komitmen, selama interaksi ini tidak menyebabkan suatu bahaya. Walaupun semikian halnya, upaya untuk mendapatkan unsur-unsur yang berkualitas dan tinggi sifat-sifatnya tidak boleh mendorong kita untuk terburu-buru dengan menolak unsur-unsur yang kurang kapabel. Tidak ada salahnya jika kita merangkul mereka untuk berdiam di sudut-sudut tanzhim (struktur) lapis kedua, tanpa meminta mereka untuk terlibat secara serius, dan tidak menugasi mereka dengan perkara-perkara besar. Mereka dikategorikan sebagai stok organisasi (khazin thanzimi). Sebagaimana pabrik yang stagnan mengalihkan produknya kegudang untuk menunggu geliat pasar dan peningkatan harga. Mereka dilibatkan dalam pendistribusian selebaran pergerakan, melakukan tugastugas penjagaan dan korespodensi, partisipasi finansial, serta mendidik anak-anak mereka menjadi pasukan harakah, kompetensi mereka untuk melakukan amal ishlah yang bersifat umum. Dakwah kita adalah dakwah islamiyah, ikatannya adalah ikatan akidah, bukan yang lain. Sikap tawadu adalah merupakan sunnah imaniyah. Golongan yang terdepan adalah golongan orang yang memiliki komitmen yang kuat terhadap islam dan akidahnya. Karena dakwah kita bukan hanya sekedar masjid, ibadah, melainkan untuk memerintah dan memberi pengaruh dalam kehidupan. Tercapainya dialog dakwah dengan masyarakat merupakan hal yang wajib dan tidak bisa ditinggalkan selamalamanya. Kita berbicara dengan mereka menurut kemampuan akal mereka, kita menuntun mereka melalui orang-orang yang berasal dari mereka, bukan dari orang-orang yang berasal dari minoritas yang oleh mayoritas dianggap saingannya, sehingga menyebabkan kaum mayoritas mundur dari dialog bersama dakwah. Karakteristik DaI Kontemporer Di dalam dakwah terdapat dua unsur penting : daI dan madu, setelah mengetahui karakter madu, maka hal ini memaksa kita juga berbicara tentang karakter para dai. Suatu hal yang mesti diakui bahwa daI kita kebanyakan belum memiliki kualitas yang mumpuni untuk terjun ke dunia politik, tidak seperti halnya politikus yang menjadi lawannya. Mereka berhasil memalsukan kebathilan mereka dan memperdalam pengaruh mereka dengan berbagai sistem yang mereka kuasai: sistim pendidikan, ekonomi. Mereka juga mampu mengenali karakter manusia dan keinginannya, mereka juga menguasai bahasa asing. Sedikit sekali diantara kita yang tinggi kualitasnya sehingga mampu memperoleh kesuksesan dibidang-bidang dakwah umum, seperti redaksi jurnal politik, pelaksana tugas parlemen, pemimpin lembaga administratif pada berbagai organisasi, asosiasi dan perkumpulan.

Keikhlasan kita sangat unik sikap tawafhu kita jarang ada padanannya, persaudaraan kita sangat kuat dan ibadah kita sangat indah, tetapi kesuksesan politik sangat sulit dicapai hanya dengan sifat-sifat tersebut. Begitu juga penampilan seorang daI, ikut memberi pengaruh pada madunya, seorang daI harus berdandan rapi dihadapan orang-orang dalam batas-batas yang mubah selama tidak mengeluarkan kita dari sikap tawadhu. Sebagaimana Rasulullah saw berdandan dihadapan para delegasi dengan pakaian yang bagus dan elok. Begitu juga bahan bacaan, seorang daI hendaknya memiliki wawasan terhadap bahasa musuh yang bisa didapatkan melalui bacaan dan propaganda mereka melalui media. Dan juga seorang daI hendaknya juga menguasai bidang spesialisasi mereka dengan tingkat kemahiran tertentu, seperti : dokter, arsitek atau pengacara. Sehingga masyarakat membutuhkan mereka dan mereka melayani masyarakat dengan professional, amanah, menjaga dkepentingan mereka, dan jujur. Dengan demikian hilanglah sekat antara mereka dengan masyarakat. Dan mereka memahami mereka sebagai teladan yang hilang. Demikianlah para daI islam hendaknya, dengan keikhlasan dan daya guna, sehingga mereka mampu menghadapi pengaruh aktivis partai sekuler dan orang-orang bodoh yang dihembuskan oleh berbagai propaganda, dan memilih slogan-slogan besar dan gelar-gelar palsu. Begitulah idealnya para daI, mereka mampu mendayagunakan potensi yang tersembunyi di dala fenomena social yang dinamis.

Anda mungkin juga menyukai