Anda di halaman 1dari 4

KESUKSESAN KOLEKTIF Oleh : H. Sofyan Siraj Abdul Wahab, Lc.

MM

Istilah masyarakat madani tentu sudah tidak asing lagi bagi kita semua, bahkan seringkali menjadi tema sentral dalam berbagai seminar, lokakarya, serta diskusi fanel. Kalau boleh dikatakan, masyarakat madani adalah masyarakat impian. Civil society adalah istilah lain yang sepadan dengan istilah masyarakat madani yang mana sistemnya bergerak secara dinamis berputar pada lintas orbit dengan loyalitas penuh. Keterikatan, rasa memiliki begitu kental mewarnai setiap bagian dan sistem yang menggerakkan dinamika tersebut. Sebagai sebuah sistem, tentu ada kekuatan sentral yang menggerakkan sesuai dengan keinginan yang diinginkan system secara keseluruhan. Di sini terlihat dengan jelas betapa sebuah sistem mempercayakan dinamika gerak mereka kepada kekuatan sentral yang memiliki gaya Tarik agung serta memiliki pengaruh. Kekuatan sentral inilah yang dibahasakan dengan kepemimpinan. Kepemimpinan adalah sunnatullah yang mesti ada pada tataran makro dan mikro ruang alam semesta. Kebaikan dan kebathilan adalah juga sunnatullah yang diciptakan sang Pemilik semesta sebagai ruang perjuangan hamba-hamba-Nya untuk menjadi manusia beriman atau sebaliknya. Hal itu berlangsung sampai hari ini hingga alam semesta dimusnahkan. Dalam kenyataannya kebaikan dan kebathilan bergerak dengan dinamika mereka secara sendiri-sendiri serta mempunyai lintas orbit yang berbeda pula. Masing-masing berputar pada lintas orbit dengan penuh keyakinan dan loyalitas. Layaknya yahudi yang mengklaim Palestina adalah tanah suci mereka dengan alasan di sana ada tembok ratapan, begitu juga dengan Nasrani merasa Palestina adalah milik mereka karena Isa Almasih lahir di Betlehem. Kaum Muslimin juga berjuang untuk kebebasan Palestina sebab masjid Al Aqso adalah kiblat pertama yang disucikan oleh umat islam serta ia bagian bumi yang mendapat mendapat amanah sebagai tempat rasul memulai miraj untuk menghadap Allah Yang Maha Agung di Sidratil muntaha. Demikian pula halnya dengan kepemimpinan yang mengusung berbagai ideology yang dianggap mampu menyelamatkan.namun dalam doktrin islam, hanya ada satu kebenaran yaitu berputar pada lintas orbit illahi yang dinamai dengan hukum islam yang mencakup ruang aqliyah,ruhiyah, dan jasadiyah sebagai bagian yang tidak dipisahkan oleh berbagai dikotomi. Maka dengan demikian semua lintas orbit yang tidak berputar pada lintas orbit illahi adalah kebathilan.

Ini tentu saja akan melahirkan clash ((benturan) dengan argumentasiargumentsi yang tidak terselesaikan sepanjang zaman, ia tidak bisa dikompromikan sampai kapanpun. Demikianlah, kebaikan dan kebathilan selalu berdampingan seperti dua garis lurus yang tidak akan mendapatkan titik temu. Maka keduanya akan melakukan kompetisi untuk menjadi dominan pada ruang makro, sekali lagi hanya menjadi dominan tidak untuk menghapuskan. Sebab di zaman keemasan Islam sekalipun kebathilan tetap tumbuh, akan tetapi tidak menjadi kekuatan yang dominan., ia menjadi kekuatan pinggiran dan mendapat control dari pihak yang dominan. Saudaraku, pada masyarakat yang mana nabi Muhammad saw hidup di dalamnya kekuatan bathil senantiasa ada. Namun, dapat teridentifikasi dengan baik karena nabi memberikan haknya sebagai manusia dan warga Negara. Hal ini terlihat pada perjanjian yang dibuat Rasulullah saw dengan pihak Yahudi yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Pendekatan yang dilakukan Rasulullah saw adalah dengan menumbuhkan dan menciptakan kebutuhan bersama serta kemudian membuat common enemy yang mana orang yang ingin mengganggu kedaulatan Negara Madinah akan diperangi bersama-sama (pihak Muslim dan Yahudi yang terikat dengan perjanjian). Disini kita menyaksikan bagaimana Rasulullah saw berusaha membangun suatu masyarakat dan institusi kepemimpinan yang penuh loyalitas. Walaupun kemudian orang Yahudi melakukan pengkhianatan pada saat terjadi perang khandaq. Sebagai konsekunsi penghianatannya mereka diusir dari Madinah serta dicabut hak-haknya sebagai warga Negara. Namun hal ini hanya bias dilakukan jika islam menjadi kekuatan yang dominan, bagaimana pula halnya jika kekuatan yang ada seimbang tentu agak sulit dilakukan, karena ini akan bias menimbulkan gejolak social, akan tetapi justru umat islam ditantang untuk menunjukkan bahwa islam rahmatan lilalamin. Dengan demikian fiqh dakwah sangat berperan dalam hal ini, untuk menjawab bagaimana seharusnya bersikap dan melakukan bargaining dengan pihak di luar orbit kita agar tidak dianggap kaku oleh mereka dan tidak dianggap terlalu cair oleh barisan jamaah kita. Kita kembali diuji! Untuk itu seorang dai harus memiliki kecerdasan (fathonah) agar bisa senantiasa survive dalam kondisi bagaimanapun. Karena permasalahannya bukan hanya untuk menjadi dominanpada lintasan-lintasan orbit akan tetapi adalah kewajiban survive dalam lintasan orbit ilahi. Saat seperti ini diperlukan adaptasi dengan arti kita tidak mencair menjadi mereka akan tetapi kita sbergabung dengan mereka untuk merumuskan kebijakan-

kebijakan publik yang bisa diterima oleh semua umat. Dengan demikian lintas orbit kebenaran dan kebathilan terus dapat bergerak secara dinamis tanpa ada benturan yang berarti. Justru dengan demikian kita semakin teruji, namun tidak berarti kita berhenti untuk menyelesaikan agenda dakwah yang kita usung. Karena ini hanya salah satu bagian dari fase (marhalah) dakwah untuk melangkah ketahapan yang berikutnya. Ikut serta dalam merumuskan kebijakan publik berarti ikut mewarnai dinamika. Disinilah akan terlihat warna apa yang dominan. Namun, satu hal yang perlu kita catat adalah: kemenangan saat di dunia hanya sberupa nilai lebih dari perjuangan yang telah dilakukan karena kemenangan yang hakiki adalah kemenangan saat tergabungnya kita dalam barisan Ukasyah saat mengahadap Allah swt di akhirat kelak. Karena kehidupan saat ini adalah juga bagian fase-fase kehidupan yang diciptakan oleh Allah swt. Dan setiap fase kehidupan ada pemenangnya sendiri. Yaitu yang istiqomah dalam lintasan orbit ilahi Namun perjuangan untuk menjadi yang dominan harus senantiasa dievaluasi sebagai salah satu bentuk jiddiyah (keseriusan) bergerak dalam harokah dakwah. Evaluasi berguna untuk mengukur sudah sampai pada fase apa gugusan orbit kita bergerak. untuk itu evaluasi harus dilakukan terhadap lembaga kepemimpinan dan terhadap jemaah itu sendiri. Karena pemimpin dilahirkan oleh jemaah, untuk itu proses tarbiyah mutlak dilakukan karena jemaah dan pemimpin ibarat metamarposis kepompong menjadi kupu-kupu.

End note 1. Lemah dan kuatnya loyalitas tergantung berapa besar pengorbanan yang diberikan oleh kekuatan sentral kepada gugusan bintang yang mengitarinya. Untuk itu kontribusi jelas dibutuhkan sebagai upaya untuk mendapatkan loyalitas tersebut. Dengan demikian sebagai kekuatan sentral ia harus mampu menemukan poros dirinya sebagai salah satu bagian poros-poros yang ada di alam makro. Kalau tidak loyalitas akan melemah bahkan akan hilang.

Anda mungkin juga menyukai