Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan kesehatan tidak hanya dilakukan melalui perbaikan pelayanan di bidang kesehatan, melainkan yang tidak kalah pentingnya adalah upaya meningkatkan perbaikan gizi masyarakat. masalah gizi berakar dari kemiskinan, masalah ini tidak mungkin hanya dipecahkan oleh nutritionist (ahli gizi), dan bukan semata-mata merupakan tanggung jawab Kementerian Kesehatan, melainkan perlu melibatkan beberapa lintas sektor, baik instansi pemerintah, LSM maupun perorangan. Pemenuhan kebutuhan gizi dilakukan melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perilaku sadar gizi, aktifitas gizi, meningkatkan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, serta meningkatkan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Dalam pemenuhannya, dilakukan pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan antara lain bayi dan balita; remaja perempuan; ibu hamil dan menyusui. Pemenuhan gizi yang optimal bagi tubuh setiap individu untuk memelihara kesehatan sesuai dengan kebutuhannya, berdasarkan pada usia, jenis kelamin, dan status kesehatannya. Penyelenggaraan perbaikan gizi dilakukan melalui berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan gizi perorangan, kelompok atau masyarakat. peran serta pemerintah di dalam pemenuhan kebutuhan gizi dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi di masyarakat (Prasetyawati, 2012). Penilaian status gizi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyakitpenyakit yang erat kaitannya dengan asupan gizi. Semakin maju ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara status gizi dan penyakit, semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan mengenai indikator yang digunakan dalam pengukuran tubuh manusia, semakin kuat pula keyakinan tentang perlunya dilakukan penilaian status gizi terhadap masyarakat secara teratur. Indikator status gizi yang dikembangkan oleh para pakar dapat digunakan untuk

menginterpretasikan keadaan gizi masa kini, masa lalu dan prospeksinya di masa mendatang (Almatsier dkk, 2011). 1.2 Tujuan Magang 1.2.1 Tujuan Umum Diharapkan selesai mengikuti kegiatan magang, peserta magang telah mampu dan terampil dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan praktik yang diperoleh selama menempuh pendidikan di FKM-Unsrat, serta memperoleh gambaran mengenai tugas, fungsi dan tanggung jawab Sarjana Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Wawonasa. 1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Bagi Peserta Magang a. Mampu mengidentifikasi dan menjelaskan tentang organisasi, sistem manajemen, prosedur kerja dan ruang lingkup pelayanan di tempat magang (Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Perusahaan dan Instansi terkait lainnya baik milik Pemerintah maupun Swasta) b. Mampu mengidentifikasi masalah, merumuskan dan memberikan alternatif pemecahan masalah (problem solving) yang ada di tempat magang c. Mampu melakukan tindakan-tindakan standar yang umum dilaksanakan dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, ditekankan pada bidang minat yang digeluti d. Mampu bekerja sama dengan orang lain dalam satu tim sehingga diperoleh manfaat bersama baik bagi peserta magang maupun instansi tempat magang. 1.2.2.2 Bagi Fakultas dan Tempat Magang a. Fakultas mendapat masukan yang berguna untuk penyempurnaan kurikulum dalam upaya mendekatkan diri dengan kebutuhan pasar kerja b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi tempat magang c. Membina dan meningkatkan kerja sama antara FKM dengan instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta tempat mahasiswa melaksanakan magang d. Membuka peluang kerja bagi para lulusan untuk berkarier di instansi/unit kerja pemerintah maupun swasta.

1.3 Manfaat Magang 1.3.1 Bagi Mahasiswa a. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan yang berhubungan dengan Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat, terutama sesuai bidang peminatan yaitu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Gizi Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, serta Epidemiologi b. Terpapar dengan kondisi dan pengalaman kerja di lapangan c. Mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis masalah yang tepat terhadap permasalahan yang ditemukan di tempat magang d. Memperkaya kajian dalam Bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat terutama sesuai bidang minat yang digeluti e. Penemuan baru mengenai analisis permasalahan dan kiat-kiat pemecahan masalah kesehatan f. Memperoleh gambaran peluang kerja bagi Sarjana Kesehatan Masyarakat g. Mendapatkan bahan untuk penulisan skripsi/karya ilmiah. 1.3.2 Bagi Tempat Magang a. Tempat magang dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membantu penyelesaian tugas-tugas yang ada sesuai kebutuhan di unit kerja masingmasing b. Tempat magang mendapatkan alternatif calon pegawai/karyawan yang telah dikenal kualitas dan kredibilitasnya c. Turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan perguruan tinggi dalam menciptakan lulusan yang berkualitas, terampil dan memiliki pengalaman kerja. 1.3.3 Bagi Fakultas a. Laporan magang dapat menjadi salah satu bahan audit internal kualitas pengajaran b. Memperkenalkan program kepada stakeholders terkait c. Mendapatkan masukan bagi pengembangan program

d. Terbinanya jaringan kerja sama dengan tempat magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. 1.4 Waktu dan Pelaksanaan Magang Pelaksanaan magang dilaksanakan selama selang waktu 4 minggu mulai dari tanggal 13 Januari 15 Februari 2014 yang bertempat di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil.

Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan. Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006. Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr. Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24 Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief,

MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr. Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi kevakuman selama hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pelantikan ini dilakukan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

Anda mungkin juga menyukai