Anda di halaman 1dari 9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill di ruang Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Sesuai rekomendasi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) Provinsi Bengkulu nomor : 503/7.a/1455/KP2T/2013, penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu satu bulan terhitung mulai tanggal 4 Juli 2013 s/d 4 Agustus 2013 di ruang Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 10 Juli 2013 s/d 11 Juli 2013 dengan melihat data pada pendokumentasian ruangan yang terkomputerisasi di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Karakteristik pasien yang digunakan sebagai sampel pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan tes treadmill pada bulan januari 2013 hingga bulan juni 2013 dengan hasil tes treadmill positif dan negatif. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut di cek kelengkapannya dan diberi kode, kemudian data dimasukkan kedalam master tabel dan dilakukan analisis, baik secara univariat maupun bivariat.

58

59

2. Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan distribusi frekuensi Body Mass Index sebagai variabel independen dan hasil tes treadmill sebagai variabel dependen. a. Distribusi frekuensi Body Mass Index pasien yang melakukan tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Tabel 6 Distribusi frekuensi Body Mass Index pasien yang melakukan tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Body Mass Index (BMI) Overweight, Obes I dan Obes II Normal dan Underweight Total Frekuensi 42 Persentase 85,7

7 49

14,3 100,0

Berdasarkan tabel 6 di atas tampak bahwa dari 49 sampel (100%) terdapat 42 pasien (85,7%) dengan kategori BMI overweight, obes I dan obes II, 7 pasien (14,3%) dengan kategori BMI normal dan underweight. b. Distribusi frekuensi hasil tes treadmill pasien di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Tabel 7 Distribusi frekuensi hasil tes treadmill pasien di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Hasil tes treadmill Negatif Positif Total Frekuensi 37 12 49 Persentase 75,5 24,5 100,0

60

Berdasarkan tabel 7 di atas tampak bahwa dari 49 sampel (100%) terdapat 37 pasien (75,5%) dengan hasil tes treadmill negatif, dan 12 pasien (24,5%) dengan hasil tes treadmill positif. 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu dan keeratannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka tabulasi silang antara variabel independen dan dependen dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 8 Tabulasi Silang Body Mass Index dengan Hasil Tes Treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu Body Mass Index Overweight, Obes I dan Obes II Normal dan Underweight Total Hasil Tes Treadmill Negatif Positif F % F % 31 73,8 11 26,2 Total 42 100% 7 6 85,7 1 14,3 100% 49 37 75,5 12 24,5 100% 0,665 p

Dari tabel diatas menunjukkan tabulasi silang antara Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill, ternyata dari 42 orang yang termasuk dalam kategori BMI overweight, obes I dan obes II, terdapat 31 orang (73,8%) dengan hasil tes treadmill negatif dan 11 orang (26,2%) dengan hasil tes treadmill positif, sedangkan dari 7 orang yang termasuk dalam kategori BMI

61

normal dan underweight, terdapat 6 orang (85,7%) dengan hasil tes treadmill negatif dan 1 orang (14,3%) dengan hasil tes treadmill positif. Karena terdapat 1 sel frekuensi ekspektasi nilainya < 5 maka digunakan uji Fishers Exact Test. Hasil uji Fishers Exact Test diperoleh nilai p = 0,665 > = 0,05, jadi tidak signifikan, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. B. Pembahasan 1. Distribusi frekuensi Body Mass Index (BMI) di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu Body Mass Index (BMI) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. Menurut Centre for Obesity Research and Education 2007, BMI untuk Indonesia diklasifikasikan ke dalam 6 kategori yaitu: berat badan kurang/underweight (<18,5), Berat badan normal (18,5 22,9), Kelebihan berat badan/Overweight (23,0), Beresiko menjadi obes (23,0 24,9), Obes I (25,0 29,9), Obes II (30,0). Kategori BMI underwight dan normal dalam penelitian ini ditemukan pada 7 pasien (14,3%) dari total 49 pasien Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu yang dijadikan sampel. Sedangkan kategori BMI overweight, obes I dan obes II ditemukan pada 42 pasien dari total 49 pasien Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu yang dijadikan sampel.

62

Berdasarkan keterangan Perawat Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu, sebagian besar sampel pada penelitian ini merupakan kalangan anggota militer yang sedang memeriksakan kesehatan jantungnya sebagai bentuk pelaksanaan kebijakan instansi yang bersangkutan. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga hasil distribusi frekuensi Body Mass Index di RS Tiara Sella didominasi kategori BMI overweight, obes I dan obes II 2. Distribusi frekuensi hasil tes treadmill di Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu Tes treadmill merupakan uji latih jantung beban dengan cara memberikan stress fisiologi yang dapat menyebabkan abnormalitas

kardiovaskuler yang tidak ditemukan pada saat istirahat (Ari W. Sudoyo, et al, 2006). Menurut Mark D. Darrow, 1999, ada empat kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil tes treadmill: positive result, negatif result,

equivocal/inconclusive, dan uninterpretable result. Dalam penelitian ini, kriteria sampel yang digunakan adalah pasien dengan hasil tes treadmill positif dan negatif. Hasil tes treadmill positif dalam penelitian ini ditemukan pada 12 pasien (24,5%) dari total 49 pasien Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu yang dijadikan sampel. Hasil tes treadmill positif disimpulkan jika ditemukan adanya gambaran EKG sugestif iskemia seperti: elevasi segmen ST 0,1 mV, depresi segmen ST, inversi gelombang T dan adanya temuan klinis sugestif

63

iskemia seperti: hipotensi yang diinduksi latihan, angina yang diinduksi latihan, penampilan S3, S4 dan jantung murmur selama latihan. Hasil tes treadmill negatif dalam penelitian ini ditemukan pada 37 pasien (75,5%) dari total 49 pasien Poli Jantung RS Tiara Sella Bengkulu yang dijadikan sampel. Hasil tes treadmill negatif disimpulkan jika tidak terdapat manifestasi seperti pada hasil tes treadmill positif. Jumlah pasien dengan konklusi tes treadmill negatif lebih banyak jika dibandingkan dengan hasil tes treadmill positif. Hal ini dilatarbelakangi oleh mayoritas sampel yang merupakan kalangan militer dimana sampel melaksanakan tes treadmill bukan karena suatu keluhan kesehatan jantung melainkan karena alasan prosedural dalam pelaksanaan kebijakan instansi yang bersangkutan. 3. Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu Hasil tabulasi silang ternyata dari 42 orang yang termasuk dalam kategori BMI overweight, obes I dan obes II, terdapat 31 orang (73,8%) dengan hasil tes treadmill negatif dan 11 orang (26,2%) dengan hasil tes treadmill positif. Hasil tersebut sesuai dengan studi klinis bahwa orang dengan obesitas memiliki risiko penyakit arteri koroner yang lebih besar daripada orang dengan berat badan normal. Hal ini berhubungan dengan distribusi lemak tubuh (Robert H. Eckel, 1997). Katogori BMI overweight, obes I dan obes II adalah kategori dengan nilai BMI 23,0 hingga 30,0 dimana angka tersebut menggambarkan tingginya kadar adipositas tubuh (CDC, 2008).

64

Terdapat hubungan langsung antara risiko SKA dan kadar kolesterol darah. Kolesterol ditranspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan lipoprotein densitas rendah (Low Density Lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan lipoprotein densitas tinggi (High Density Lipoprotein/HDL). Peningkatan kadar lipoprotein merupakan faktor risiko independen untuk SKA. Fungsi lipoprotein ini masih belum jelas, namun diimplikasikan pada risiko PJK familial dan dapat ditemukan pada plak aterosklerotik. Kadar kolesterol LDL yang rendah memiliki peran yang baik pada SKA dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insidensi SKA (Gray, 2005). Aterosklerosis merupakan alasan terjadinya penyempitan pembuluh darah khususnya pembuluh darah koroner. Hal inilah yang menyebabkan munculnya sindroma dan/atau perubahan rekaman EKG pada saat tes treadmill dilakukan, sehingga hasil tes treadmill menjadi positif. Pada tabulasi silang juga dapat dilihat ternyata dari 7 orang yang termasuk dalam kategori BMI normal dan underweight, terdapat 6 orang (85,7%) dengan hasil tes treadmill negatif dan 1 orang (14,3%) dengan hasil tes treadmill positif. Menurut Centre for Obesity Research and Education, kategori BMI normal dan underweight adalah kategori dengan nilai BMI <18,5 hingga 22,9 dimana angka tersebut menggambarkan kadar adipositas tubuh berada dalam ambang normal bahkan kurang. Namun menurut data dokumentasi ruangan, terdapat satu pasien dengan hasil tes treadmill positif. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat faktor obesitas bukanlah satu-satunya

65

faktor risiko SKA. Setelah dicermati lebih lanjut, ternyata pasien tersebut berumur 40 tahun. Hal ini mungkin saja menjadi faktor pendukung mengapa hasil tes treadmill menjadi positif. Faktor pemicu lain tidak dapat terkaji karena terbatasnya pendokumentasian ruangan. Hasil uji Fishers Exact Test diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara Body Mass Index (BMI) dengan hasil tes treadmill di Poli Jantung RS. Tiara Sella Bengkulu. Hasil tersebut bertolak belakang dengan pendapat Gray (2005) dan Arif Muttaqin (2009) yang mengatakan bahwa hiperkolesterol merupakan faktor risiko terjadinya SKA yang dapat diartikan bahwa obesitas memiliki keterkaitan dengan hasil tes treadmill. Ada beberapa alasan yang memungkinkan hasil penelitian ini tidak memiliki hubungan yang signifikan, yaitu sebagai berikut: a. Perbandingan pasien yang hasil tes treadmill-nya negatif lebih banyak dibandingkan hasil tes treadmill yang positif. Tes treadmill merupakan tes yang dilakukan untuk mengenali secara dini apakah terjadi kelainan kardiovaskuler atau tidak. Tes treadmill juga digunakan sebagai tuntunan rehabilitasi pasca infark miokard akut. Dalam hal ini, pasien yang melaksanakan bisa saja masih memiliki masalah kardiovaskuler, bisa juga tidak. Hal ini bisa dibuktikan dengan melihat tabulasi silang dimana dari total 49 pasien yang melakukan tes treadmill, terdapat 37 pasien dengan hasil tes negatif dan 12 pasien dengan hasil tes positif.

66

b. Kadar kolesterol bukanlah satu-satunya faktor pencetus SKA. Menurut Arif Muttaqin, 2009, ada beberapa faktor risiko peningkatan aterosklerosis yang memicu terjadinya SKA, meliputi faktor usia, jenis kelamin, ras dan riwayat keluarga, hiperlipidemia, hipertensi, riwayat merokok, diabetes melitus, diet, dan pola hidup. Selama kurun waktu yang ditentukan dalam pengambilan sampel, ada faktor selain Body Mass Index yang lebih dominan. Sehingga menyebabkan tidak ada hubungan yang signifikan antara Body Mass Index dengan hasil tes treadmill. c. Jumlah sampel yang kurang memadai. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 49 pasien. Pendokumentasian ruangan Poli Jantung RS. Tiara Sella yang terkomputerisasi memiliki keterbatasan ruang penyimpanan yang berdampak pada kelengkapan dokumen hasil tes treadmill pasien di tahun-tahun sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan jumlah sampel kurang memadai sehingga sampel kurang representatif.

Anda mungkin juga menyukai