Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan wawasan nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UndangUndang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila.1 Kaidah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 yang pada pokoknya mewajibkan pemerintah untuk mendayagunakan sumber daya alam yang ada untuk sebanyak-banyak kesejahteraan rakyat. Pemikiran tentang kewajiban negara ini secara konstitusional tersebut lebih dijabarkan lagi dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu prinsip negara, bumi dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya serta menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara untuk digunakan untuk kehidupan orang

Siswanto Sunarso, Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa, Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal. 1

banyak atau dengan kata lain negara bertindak sebgai penyelenggara kepantingan umum (Bestuurzorg)2. Masalah lingkungan hidup secara formil baru menjadi perhatian dunia setelah terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup, yang diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 16 Juni 1972 di Stockholm Swedia, terkenal dengan United Nations Conference on Human Environment. Konferensi berhasil melahirkan kesepakatan internasional dalam menangani masalah lingkungan hidup, dan mengembangkan hukum lingkungan hidup baik pada tingkat nasional, regional, maupun internasional.3 Kesadaran lingkungan di Indonesia tidak terlepas dari adanya pengaruh kesadaran hukum lingkungan yang bersifat global atau internasional. Kesadaran lingkungan yang bersifat global atau

internasional tersebut merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap beberapa kejadian yang timbul dibeberapa negara, diantaranya Jepang dan Amerika Serikat itu sendiri. Pada tahun 1962, di Amerika Serikat terbit sebuah buku yang berjudul The Silent Spring (Musim Semi yang Sunyi) yang dikarang oleh Rachel Carson. Dalam buku itu Carson menguraikan tentang adanya penyakit baru yang mengerikan dan kematian hewan yang disebabkan oleh pencemaran. Musim semi pun mulai sunyi. Buku Carson tersebut berpengaruh amat besar dikalangan masyarakat umum. Laporan ini semakin bertambah dengan ditemukanya telur burung yang tidak dapat menetas, ikan, burung, dan hewan lain
2

Syahrul Machmud, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia, Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2012, hal 106 3 Syahrul Machmud, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Di Indonesia, Indonesia,Mandar Maju, Bandung, 2012, hal 1

yang mengalami kematian, kota besar Los Angeles di Amerika Serikat yang dilanda pencemaran udara yang parah dan mengganggu kesehatan dan menyebabkan kerusakan pada tumbuhan, air susu ibu pun mengandung residu pestisida. Berdasarkan kejadian diatas masyarakat pun makin vokal menyuarakan keprihatinanya terhadap masalah lingkungan. Suara vokal mula-mula berasal dari negara maju yang merasa bahwa hidupnya yang aman dan makmur terancam oleh berbagai masalah lingkungan itu. Masyarakat negara maju tersebut tidak hanya mempersalahkan lingkungan di negara maju, melainkan juga lingkungan di negara sedang berkembang. Protes yang dirasakan masyarakat internasional, terutama masyarakat dinegara maju itu disampaikan pada waktu diselenggarakanya konferensi Internasional di Amerika Serikat pada Tahun 1986.4 Mengingat kenyataan bahwa dinegara yang sedang berkembang sebagian besar kegiatan pembangunan berada dibawah penguasaan dan bimbingan pemerintah, sudah selayaknya bahwa masalah perlindungan lingkungan ini diintegrasikan kedalam proses perencanaan

pembangunan. Salah satu alat perlindungan dan pelestarian lingkunagn dalam rencana pembangunan adalah keharusan untuk melakukan Amdal yang merupakan konsep pengaturan hukum yang bersifat revolusioner dibidang hukum.5 Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) merupakan salah satu instrumen pidana dalam UUPPLH namun seakan terbantahkan
4

Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengatar, Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 53 5 Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Indonesia, Alumni, Bandung, 1992, hal 18

karena asas yang dianut oleh Undang-Undang yang saat ini berlaku adalah asas ultimum remedium sehingga menghambat penegakan sengketa pidana lingkungan di indonesia. Berdasarkan salah satu tujuan hukum pidana yaitu teori gabungan yang diungkapkan salah satu ahli yaitu Van Bemmelen : pidana bertujuan membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat. Tindakan bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan. Jadi pidana dan tindakan, keduanya mempersiakan untuk mengembalikan terpidana kedalam kehidupan masyarakat.6 Grotius mengembangkan teori gabungan yang yang menitikberatkan keadilan mutlak yang diwujudkan dalam pembalasan tetapi berguna bagi masyarakat. Dasar tiap-tiap pidana adalah penderitaan yang beratnya sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana. Tetapi sampai batas nama beratnya pidana dan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terpidana dapat diukur, ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat.7 Penerapan sistem pidana lingkungan dapat menjadi instrumen preventif bagi keselarasan dan keberlanjutan bumi yang kerusakanya dapat dirasakan tidak hanya dimasa sekarang tetapi juga dimasa yang akan datang oleh anak cucu kita sehingga perlu optimalisassi dari penegak hukum. Dari pembahasan tersebut diatas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul Penerapan Sistem Penyelesaian Sengketa

Qemar Seno Adji, 1980. TGS. Gunawan, Materi Kuliah Hukum Pidana Jilid I, Indonesia, Percetakan Karawang, Karawang, 2002, hal. 11
6 7

Pidana Lingkungan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

B. Rumusan Masalah Bertitik tolak pada uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka permasalahan pokok yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana lingkungan ? 2. Bagaimana hambatan penerapan sistem penyelesaian hukum

lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ? 3. Bagaimana penyelesaian hukum pidana lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagn Hidup ?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor enyebab terjadinya tindak pidana lingkungan. 2. Untuk mengetahui hambatan penerapan sistem penyelesaian hukum lingkungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3. Untuk

mengetahui

penyelesaian

hukum

pidana

lingkungan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Dalam bidang akademik, hasil penelitian ini dapat menambah keilmuan dan pemahaman tentang penerapan penyelesaian sengketa pidana lingkungan dengan ketentuan normatif dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Secara Praktis Dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penegak hukum untuk mengambil kebijakan hukum lingkungan dalam

pembangunan serta agar peneyelsaian sengketa pidana lingkungan dapat di optimalisasi sebagai perlindungan dan penelolaan lingkungan hidup.

E. Kerangka Pemikiran Bagi indonesia, pembangunan nasional yang diselenggarakan adalah mengikuti pola pembangunan berkelanjutan yang diakomodasi dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Ketentuan tersebut memberikan dasar hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan linkungan

hidup yang bertujuan melestarikan kemampuan lingkungan hidup agar dapat menunjang kesejahteraan dan mutu hidup generasi mendatang.8 Namun tidah hanya diamantkan dari satu pasal saja terdapat pasal lain diantaranya pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa lingkungan hidup yang baik dana sehat merupakan hak asasi warga negara Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.9 Dalam hal ini hukum pidana menjadi salah satu intrumen bagi penyelesaian sengketa lingkungan hidup serta dijadikan sebgai asas dalam lingkungan hidup. Hukum pidana memainkan peranan dalam upaya penegakan hukum lingkungan, walaupun beban yang ditimpakan pada hukum pidana tidak melebihi kapasitas yang dimilikinya, karena dalam upaya penegakan hukum lingkungan sangat tergantung pada berbagai faktor yang hampir tidak ada dipahami dalam keseluruhanya.10 Dari keberadaan perkembangan pemikiran tentang teori-teori hukum pidana, maka terdapat beberapa asas yang disepakati oleh para penulis atau pakar hukum pidana, ayitu asa legalitas (The Principle of Legality)

Yayasan Bantuan Hukum Indeonesia dan AusAID 2006, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, Jakarta, 2006, hal 214. 9 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 10 Syahrul Machmud, Op Cit, hal 120.

yang bersifat preventif umum, asas kesamaan, asas proporsionalitas, asas publisitas dan asas subsidaritas , serta asas baru dalam UUPPLH yaitu asas ultimum remedium.11 Konsep asas subsidaritas sangat tidak jelas dan kabur sekali untuk dipedomani dalam tataran aplikatif dan juga dianggap sebagai kelemahan penerapan penyelesaian sengketa pidana UUPPLH dalam melaksanakan fungsinya. Penafsiran tersebut dapat dipertegas bahwa, pertama

pendayagunaan hukum pidana disandarkan pada tidak efektifnya hukum administrasi dan hukum perdata dan alternatif penyelesaian sengketa. Pemaknaan kedua, hukum pidana dapat langsung didayagunakan bila tingkat kesalahan pelaku relatif berat, dan/atau akibat perbuatanya menimbulkan keresahan masyarakat.12 Dalam pengkajian terhadap ketentuan pemidanaan tindak kejahatan lingkungan, terlebih dahulu perlu dipahami apakah yang di maksud dengan pidana dan pemidanaan tersebut, kemudian dilanjutkan makna filosofis yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan pemidanaan yang berlaku (ius constitum). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau pengertian dari para sarjana sebagai berikut: 1) Soedarto: Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
11 12

Ibid, hal 121. Ibid, hal 129.

2) Roeslan Saleh: Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik itu. 3) Fitzgerald: Punishment is the authoritative infliction of suffering for an offence. 4) Ted Honderich: Punishment is an authoritys infliction of penalty (something involving deprivation or distress) on an offender for an offence. 5) Blacks Law Dictionary: Punishment is any fine, penalty or confinement inflicted upon aperson by authority of the law and the judgment and sentence of a court, for some crime or offence committed by him or for his omission of a duty enjoined by the law. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut: 13 1) pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat lain-lain yang tidak menyenangkan; 2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh seseorang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh pihak yang berwenang); 3) pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang. Sementara pembatasan makna untuk pengertian pemidanaan menjadi suatu pengertian yang dilematis, terutama dalam menentukan apakah

13

Muladi dan Barda Nawawi arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 2005, hal

4.

10

pemidanaan ditujukan untuk melakukan pembalasan atas tindak pidana yang terjadi atau merupakan tujuan yang layak dari proses pidana adalah pencegahan tingkah laku yang anti-sosial. Menentukan titik temu dari dua pandangan tersebut, jika tidak berhasil dilakukan, memerlukan rumusan baru dalam sistem atau tujuan pemidanaan dalam hukum pidana. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan berdasarkan teor-iteori tentang pemidanaan. Teori tentang tujuan pemidanaan berkisar pada perbedaan hakekat ide dasar tentang pemidanaan, dapat dilihat dari beberapa pemandangan.

F. Metode Penelitian Dalam penelitian untuk skripsi ini dipergunakan metodepenelitian yuridis-normatif. Data yang dipergunakan adalah data sekunder.

Umumnya data yang digunakan berwujud dokumen sehingga penelitian ini disebut juga penelitian kepustakaan (library research). jadi, data penelitian ini dikumpulkan melelui penelitian kepustakaan. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan ini, yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisa buku-buku, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah, koran, dan peraturan perundang-

undanganyang berkaitan dengan penelitian ini. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dalam usaha menganalisis data dengan mengacu kepada norma-norma yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan14.

14

Evi Rumata Parapat, Analisis Yuridis Atas Aktualisasi Transparansi Perjanjian Waralaba Di Bidang Ritel. Jakarta : FH IBLAM. 2009.

11

Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1. Bahan hukum primer, sumbernya adalah peraturan perundnagundangan khususnya yang berkaitan dengan hukum pidana

lingkungan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan tersebut anatar alain : Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Bahan hukum sekunder, sumbernya adalah buku literatur hukum, Jurnal Penelitian Hukum tentang Hukum Lingkungan dan laporan penelitaian hukum, laporan hukum media cetak atau media elektronik yang berhubungan dengan hukum pidana lingkungan. 3. Bahan hukum tersier, sumbernya adalah kamus hukum dan ensiklopedia.15 Data-data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis yuridis kualitatif yakni analisa yang bertitik tolak pada ketentuan perundang-undangan yang ada sebgaia norma hukum positif, dan data yang diperoleh disusun secara sistematis, dituangkan dalam bentuk kalimat tanpa menggunakan formula dan angka-angka.16

15

Talib Puspokosumo, Himpunan Perkuliahan Peranan Hukum dalam Pembangunan, Jakarta, Unpublished, 1997. 16 . Amirudin dan H. Zaenal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Rafindo Perkas, 2004, 30-32.

12

G. Sistematika Penulisan Sebagai hasil dari penelitian ini, maka disusun dalam suatu karya ilmiah berupa skripsi, yang terdiri dari 5 (lima) bab. Untuk memudahkan pemahaman terhadap skripsi ini, maka disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan yang merupakan pengantar dan pedomamn untuk pembahasan-pembahasan berikutnya, yang terdiri dari latar belakang masalah, Raumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis yang berisi uraian mengenai tinjauan umum tentang Pengertian dan Fungsi Hukum Pidana, Lingkungan, Hukum Lingkungan Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bab III Perkembangan Hukum Lingkungan, membahas tentang sejarah perkembangan hukum lingkungan baik internasional maupun nasional. Bab IV Pembahasan, membahas tentang pelaksanaan penerapan sistem penyelesaian hukum pidana lingkungan, faktor terjadinya tindak pidana lingkungan hambatan serta kelemahan asas ultimum remedium dalam hukum lingkungan. Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai