Anda di halaman 1dari 24

RESUME GAMBARAN EKG PADA KASUS KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER

OLEH : SGD 3

Rai Rahayu Wiraningsih Ni Putu Karina Dewi Ni Made Cintia Prabhawidyaswari I Kadek Agus Anggriawan Ni Made Listia Dewi I Gede Subagia Ida Ayu Sri Werdi Sundari Putri Ni Luh Ayu Sudi Susanti I Anom Mesa Wisnu Santa Ni Putu Intan Mertaningsih

(1202105001) (1202105016) (1202105031) (1202105032) (1202105037) (1202105039) (1202105043) (1202105074) (1202105079) (1202105080)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2014

A. ELEKTROKARDIOGRAFI 1. EKG (elektrokardiogram) Alat ini merekam aktifitas listrik sel diatrium dan ventrikel serta membentuk gelombang dan kmpleks yang spesifik. Aktifitas listrik tersebut didapat dikulit dengan yang mengguanakan elektroda kabel

dihubungkan

dengan

kemesin ekg. Jadi EKG merupakan voltmeter yang merekam aktivitas listrik depolarisasi sel otot jantung. 2. Kertas EKG Merupakan kertas grafik yang terdiri dari kotak-kotak kecil dan besar yang diukur dalam mulimeter. waktu Garis dan garis horisontal vertikal

merupakan

merupakan voltase. Pada rekaman ekg standar dibuat dengan kecepatan 25,,/detik, kalibrasi biasa dilakukan dengan 1 miliVolt yang menghasilkan defleksi setinggi 10 mm. Kalibrasi dapat diperbesar atau diperkecil tergantung kebutuhan dan harus diatur sebelum merekam EKG. Sadapan EKG standar Rekaman standar EKG 12 sadapan terdiri dari tiga sadapan ekstremitas standar, 3 sadapan ekstremitas diperkuat dan 6 sadapat prekordial. Masing masing sadapan elketroda dihubungkan kealat yang mengukur perbedaan potensial antara elektroda tertentu dan menghasilkan gambaran karakteristik tertentu pada EKG. Sadapan ekstremitas standar ( sadapan bipolar)

Sadapan bipolar standar terdiri dari sadapan I, II dan III yang mengukur perbedaan potensial listrik antara lengan kanan dan lengan kiri (sadapan I),lengan kanan dan tungkai kiri (sadapan II) serta lengan kiri dan tungkai kiri (sadapan III). Ketiga sadapan ini membentuk segitiga sama sisi dan jantung berada ditengah yang disebutt dengan segititga Einthoven. Jika ketiga sadapan ini dipisah makan

sadapan I merupakan aksis horisontal dan membentuk sudut 0, sadapat II membentuk sust 60 dan sadapan III membentuk sus=dut 120 dengan jantung. Aksis listrik iini disebut sistem referensi aksial dan digunakan untuk menghitung aksis jantung. Sadapan ekstremitas diperkuat (augmented) Alat EKG modern dapat

memperbesar ampitudo defleksi VE, VL dan VF sekitar 50%. Sadapan-sadapan ini dinamakan sadapan ekstremitas unipolar yang diperkuat dan diberi tanda aVR. Sadapan perikordial: Lead V1 Lead V2 Lead V3 Lead V4 Lead V5 Lead V6 Lead V7 Lead V8 Lead V9 : ruang interkostal IV tepi sternum kanan : ruang interkostal IV tepi sternum kiri : pertengahan antara V2 dan V4 : ruang intercosta V garis midklavikularis kiri : garis aksilaris anterior kiri : garis mid aksilaris kiri : garis aksilaris posterior kiri : garis skapularis posterior kiri : batas kiri kolumna vertebralis

Lead V3R-(R

: dada sisi kanan dengan tempat sama seperti sadapan V3-9 sisi kiri.

3. GAMBARAN EKG NORMAL Kriteria irama sinus (SR) atau EKG normaladalah sbb : Irama teratur. Frekwensi jantung (HR) antara 60100 x/menit. Gel P normal, setiap gel P diikuti gel QRS dan T. Interval PR normal ( 0,12 0,20 detik ) Gel QRS normal ( 0,06 0,12 detik ) Semua gel sama. Irama EKG yg tidak mempunyai kriteria tersebut disebut disritmia atau aritmia. Secara sistemis, intepretasi EKG dilakukan dengan menentukan : a) Ritem atau irama jantung b) Frekuensi (laju QRS) c) Morfologi gelombang P d) Interval PR e) Kompleks QRS: Aksis jantung

Amplitudo Durasi Morfologi

f) Segmen ST g) Gelombang T h) Interval QT i) Gelombang U 1. Menentukan irama jantung Karaketristik sinus ritme : Laju Ritme : 60-100x/m : interval P-P

regular, interval R-R regular Gelombang P : positif disadapan II, selalu diikuti kompleks QRS PR interval : 0,12-0,20 detik

dan konstan dari beat to beat Durasi QRS intraventrikel. Irama sinus Irama HR Gel P : Teratur : 60 100 x/menit : Normal, Setiapgelombang P selaludiikuti QRS : kurang dari 0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi

PR interval: Normal QRS : Normal

sinus bradikardi Irama HR Gel P : Teratur : < 60 x/menit : Normal, setiap

gelombang P selaludiikuti QRS komplek PR interval : Normal QRS : Normal

-sinus takikardi Irama HR Gel P : Teratur : 100 150 x/menit : Normal, setiapgelombang

P selalu diikuti QRS komplek PR interval: Normal QRS : Normal

Sinus aritmia Irama HR Gel P : tidakteratur : 60 x/menit : normal, setiap

gelombang P selalu diikuti QRS komplek PR interval: normal QRS sinus arrest Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gel P, QRS, dan T Irama : teratur kecuali pada episode yang hilang HR Gel P : 60 100 x/menit : normal, setiap gel P selalu diikuti QRS komplek : normal

PR interval : normal QRS : normal

2. Menentukan frekuensi jantung (laju QRS) Ada 3 metode yaitu : Tiga ratus dibagi jumlah kotak besar antara R-R Seribu lima ratus dibagi jumlah kotak kecil antara R-R Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10 atau dalam 12 detik dikalikan dengan 5.

Normal : Lebar : 0,06 - 0,12 detik Tinggi : Tergantung lead

Normal gelombang Q Lebar : < 0,04detik Dalam :< 1/3 tinggi R

Gel R defleksi positif pertama pada

gelombang QRS. Gel R umumnya positif di lead I,II,V5 dan V6. Di lead aVR, V1,V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada Gel S defleksi negatif sesudah gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang S terlihat dalam dari V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang. Kepentingan : Mengetahui adanya hipertrofi ventrikel Mengetahui adanya Bundle branch block Mengetahui adanya infark 3. Morfologi gelombang P Normal: Tinggi <=0,3mvolt Lebar <=0,12 detik Selalu potistif di LII Selalu negatif di aVR Berlekuk(dilatasi atrium kiri) Runcing (dilatasi atrium kanan) Inversi(dilatasi atrium kiri) Kepentingan : untuk mengetahui kelainan diatrium

4. Menetukan interval PR Normal : 0,12 sampai 0,20 detik Kepentingan : kelainan sistem konduksi 5. Analisa kompleks QRS Analisis terdiri dari : Menentukan aksis jantung Sumbu jantung ditentukan dengan menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata rata sadapan I sebagai sumbu X dan sadapat aVF sebagai sumbu y. Aksis normal berkisar antara -300 sampai +1100. Beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung adalah: Bila hasil resultan sadapan I positif aVF positif, maka sumbu jantung berada pada posisi normal. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan sadapa II postifi: aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka deviasi aksis kekiri (LAD= left axis devitation) berada pada sudut +1100 sampai +1800. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVG negatif, maka deviasi aksis kanan atas, berada pada sudut -900 sampai +1800.Disebut juga daerah no man is land.

6. Analisis segmen ST, gelombang T, interval QT dan gelombang U Segmen ST Diukur dari akhir QRS s/d awal gel T

Normal :Isoelektris Kepentingan : Elevasi pada injuri/infark akut Depresi Pada iskemia Gelombang T Gambaran yang ditimbulkan oleh repolarisasi ventrikel Nilai normal : * 1 MV di lead dada * 0,5 MV di lead ekstrimitas * Minimal ada 0,1 MV Kepentingan : * Mengetahuiadanyaiskemia/infark * Kelainanelektrolit

B. KEGAWATDARURATAN KARDIOVASKULER 1. ASD (Atrial Septal Defect) ASD ( Atrial Septal Defect ) adalah adanya lubang abnormal antara atrium kanan dan kiri. Kelainan ini bersifat konginetal yang terjadi ketika foramen ovale gagal menutup setelah lahuir atau jika terdapat lubang lain antara atrium kiri atau kanan akibat kurang sempurna penutupan dinding antara kedua atrium selama masa gestasi(Bare & Suzanne. 2002) Pada pemeriksaan EKG akan tampak deviasi sumber frontal jantung yang mengarah kekanan. Kompek QRS akan terihat sedikit memanjang dan terdapat karakteristik poa rSr pada V1. Pada V6 dapat terihat gambaran S yang lebih panjang dari normal. Kompleks QRS (menggambarkan berkas His dan cabang-cabangnya) biasanya istiah sebah blokade cabang berkas kanan inkomplit. Hal ini terjadi bukan akibat gangguan hantaran,

melainkan akibat hipertropi ventrikel kanan yang kelebihan volume. Pada defek sekat atrium tipe I, didapatkan gambaran EKG yang sangat

karakteristik dan patogmonosis, yaitu sumbu jantung frontal selalu kekiri. Ini mungkin disebabkan oleh defek pada sinoatrioventikular. Pada gambaran EKG lainnya mungkin akan didapatkan pemanjangan interva PR karena adanya hipertropi atrium. Hipertropi ventrikel kanan tipe volume menyebabkan gambaran rsR pada V3R dan pemanjangan S pada V5 dan V6. Adanya gambaran hipertropi ventrikel kiri mencerminkan adanya insufisiensi katup mitral yang cukup berat (Sundana, Krisna. 2007.)

2. IMA (Infark Miokard Akut) Infark Miokard (IM) atau serangan jantung diklasifikasikan sebagai gelombang Q dan non gelombang Q. Pada infark gelombang Q, gelombang Q abnormal terjadi dalam 1 3 hari, karena tak ada arus depolarisasi yang dihantarkan oleh jaringan nekrotik dank arena arus balik mengalir dari bagian jantung yang lain. Gelombang Q abnormal berdurasi 0,04 detik atau lebih dan kedalamannya 25% gelombang R. Pada MI non gelombang Q, perubahan segmen ST dan gelombang T tidak diikuti oleh gelombang Q, namun gejala serta analisa enzim jantung memperkuat diagnose penyakit ini. Selama penyembuhan MI, biasanya segmen ST adalah yang pertama kali kembali ke normal (1 sampai 6 minggu). Gelombang T menjadi besar dan simetris dalam 24 jam, dan mengalami inverse dalam 1-3 hari selama 1-2

minggu. Perubahan gelombang Q biasanya permanen. MI gelombang Q lama biasanya ditunjukkan oleh gelombang Q yang bermakna tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T. (Smeltzer & Bare,2002)

3. VSD (Ventricular Septal Defect) VSD adalah adanya lubang abnormal antara ventrikel kanan dan kiri terjadi ketika dinding antara kedua ventrikel gagal menutup secara sempurna selama gestasi Defek ini adalah defek konginetal jantung yang paling sering terjadi. Ukuran defek (Corwin, 2009) VSD terbagi menjadi: VSD perimembranous (infrakristal, konoventrikular), berada di jalur aliran ventrikel kiri tepat di bawah katup aorta. Sekitar 80% VSD adalah defek jenis ini. perimembranous VSD dapat diklasifikasikan sebagai abnormalitas aliran darah intrakardiak VSD supracristal (conal septal, infundibular, subpulmonik, menentukan keparahan gejala

subarterial, subarterial doubly committed, outlet), mencakup 5-8% dari seluruh kejadian VSD di USA dan 30% di Jepang. Subarterial VSD dapat diklasifikasikan sebagai abnormalitas migrasi jaringan ektomesenkimal VSD muskular (trabekular) dapat diklasifikasikan sebagai

abnormalitas kematian sel

Type III inflow VSD dapat diklasifikasikan sebagai abnormalitas matriks ekstraselular dan defek pada bantalan endokardial (Bare & Suzanne, 2002)

VSD menyebabkan perfusi dari tekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, yaitu dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Hal ini memberikan pengaruh hemodinamik, yaitu: 1) meningkatnya beban volume ventrikel kiri, 2) peningkatan perfusi ke paru, 3) penurunan curah jantung sistemik(Bare & Suzanne, 2002). Etiologi VSD dapat saling terkait satu sama lain, namun dapat dijabarkan sebagai berikut: Faktor maternal (diabetes dan alkohol) Faktor risiko dari genetik (riwayat defek kardiak atau nonkardiak pada orang tua atau saudara kandung) (Bare & Suzanne, 2002) Temuan EKG Temuan EKG pada pasien dengan VSD mencakup: Jika defek kecil, hasil sadapan EKG dapat normal Ketika resistensi pulmonary rendah, kelebihan volume pada ventrikel kiri dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri Ketika resistensi pulmonary meningkat, hipertrofi ventrikel kanan terjadi Ketika resistensi vaskular paru dan sistemik seimbang, kelebihan volume ventrikular kiri berkurang. Hipertrofi ventrikel kiri berkurang sehingga hanya tinggal hipertrofi ventrikel kanan (Sundana.2008) Abnormalitas atrium kanan Abnormalitas atrium kiri Hipertrofi ventrikel kanan Right bundle branch block (RBBB) penuh atau sebagian Hipertrofi ventrikel kiri Jika VSD besar, pola S1 S2 S3 dapat berubah

Tanda Katz-Watchtel: bifasik (ekuifasik) besar pada QRS kompleks teramati pada midprekordial dan lead ekstremitas. Jumlah amplitudo gelombang R dan S pada lead C2, C3, atau C4 lebih dari 60mm (6mV). Tanda ini terlihat ketika

terjadi hipertensi pulmonary dan sebagai hasil dari berkembangnya hipertrofi biventricular (Sundana.2008)

4. ToF (Tetralogi of Fallot ) Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :

Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel

Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan

Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan

Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Interpretasi : Rhythm : Regular HR : 80x/menit P : QRS = 1 : 1 P : T = 3 kotak kecil (kk) ; L=3 kk PR interval : 4 kk QRS : kelainan pada V3, V4, V5, dan V6 karena Q lebih dari 1/3 R dan mengindikasikan ada kelainan septum jantung R pada V1 > daripada S V1 menandakan terjadinya RVH dikarenakan adanya penyempitan katup pulmonal, sehingga kompensasi jantung adalah dengan memperkeras kerja ventrikel kanan. EKG diatas menandakan tejadinya TOF karena : 1. Nilai QRS pada v3 dan v4 lebih dari 1/3 R menandakan terdapat kelainan pada septum jantung 2. Akibat terdapat kelainan pada septum jantung darah dari kedua ventrikel baik kiri maupun kanan bercampur sehingga terjadi overriding aorta karena darah darah ventrikel kanan ikut keluar melalui aorta 3. R pada V1 > daripada S V1 menandakan terjadinya RVH 4. RVH terjadi karena katup pulmonal yang menyempit sehingga ventrikel kanan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke paru-paru sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan

5. VF (Ventrikel Fibrilasi) Vibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada disritmia ini, denyutan jantung tidak terdengar dan tak teraba, dan tak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan disritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikeel tiddak sgera dikoreksi. (Smeltzer, 2001 :762). VF merupakan kadaan yang paling serius dari aritmia jantung, yang bila tidak dihentikan dalam waktu 1-3 menit, hampir akan menimbulkan keadaan yang fatal. VF terjadi karena impuls jantung yang terdapat dalam massa otot ventrikel timbul diluar kendali. Impuls tersebut akan merangsang salah satu bagian otot ventrikel, kemudian merangsang bagian yang lain, kemudian yang lain lagi, dan akhirnya kembali ke tempat semula dan merangsang kembali otot ventrikel yang sama berulang-ulang kali dan tidak pernah berhenti. Bila hal ini terjadi, banyak bagian otot ventrikel yang kecil akan berkontraksi pada waktu yang bersamaan, sementara itu banyak bagian lain dalam jumlah yang sama juga akan berelaksasi. Jadi, tidak pernah ada kontraksi yang terorganisasi dari semua otot ventrikel pada saat yang bersamaan, yang diperlukan untuk siklus pompa jantung. Walaupun terdapat aliran sinyal-sinyal perangsangan yang sangat banyak di seluruh ventrikel, ruang di dalam ventrikel tidak membesar, tidak juga berkontraksi tetapi tetap bertahan pada tahap kontraksi parsial yang tidak dapat ditentukan, juga tidak memompa darah dalam jumlah yang berarti. Oleh karena itu, setelah fibrilasi dimulai, orang tidak akan sadar selama 4-5 detik karena tidak ada aliran darah ke otak, dan kematian jaringan yang tidak dapat dicegah mulai terjadi diseluruh tubuh dalam waktu beberapa menit. Hal-hal tertentu yang sering menimbulkan fibrilasi yaitu : kejut listrik jantung yang tiba-tiba, iskemia otot jantung, terutama system konduksi, atau keduanya (Guyton, 2007 : 158). VF memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu : Frekuensi : cepat, tak terkoordinasi, tidak efektif.

Gelombang P : tak terlihat Kompleks QRS : cepat, undulasi ireguler tanpa pola yang khas (multifocal). Ventrikel hanya memiliki gerakan yang bergetar. Hantaran : banyak focus di ventrikel yang melepaskan impuls pada saat yang sama mengakibatkan hantaran tidak terjadi; tidak terjadi kontraksi ventrikel.

Irama : sangat ireguler dan tidak terkoordinasi, tanpa pola yang khusus.(Smeltzer, 2001 :762).

Figure 1 Hasil EKG ventrikel fibrilasi

6. VT (Ventrikel Takikardi) Menurut Smeltzer & Bare (2002) takikardi ventrikel merupakan disritmia yang disebabkan oleh peningkatan iritabilitas miokard, seperti pada PVC. Penyakit ini biasa berhubungan dengan penyakit arteri coroner dan terjadi sebelum fibrilasi ventrikel. VT sangat berbahaya dan harus dianggap sebagai keadaan gawar darurat. Pasien biasanya sadar akan adanya irama cepat ini dan sangat cemas. Karakteristik VT yaitu : Frekuensi : 150- 200 denyut x/menit Gelombang P : biasa tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu mempunyai pola yag sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan kontraksi atrium. Kompleks QRS : mempunyai konfigurasi yang sama dengan konfigurasi PVC-lebar dan aneh, dengan gelombang T terbalik.

Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan denyut gabungan. Hantaran : berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium. Irama : biasanya regular, tetapi dapat juga takikardi ventrikel ireguler.

(Sumber : bukusakudokter.org)

7. Angina Pektoris Angina pektoris atau nyeri dada ditandai dengan adanya iskemik miokard. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Iskemik merupakan proses yang dapat pulih kembali jika aliran darah koroner segera diperbaiki dan/atau belum terjadi kerusakan di tingkat seluler. Apabila kebutuhan oksigen miokard meningkat atau suplai oksigen ke jaringan miokard menurun, terjadilah iskemik. Apabila iskemik semakin berat dan aliran darah koroner tidak segera diperbaiki, kemungkinan untuk mengalami cedera bahkan infark miokard sangat potensial terjadi. Selanjutnya nekrosis merupakan kelanjutan dari ifark dan merupakan keadaan irreversible. Pasien angina pektoris akan mengalami nyeri dada substernal yang berlangsung kurang lebih 15 menit saat istirahat dan nyeri berkurang setelah menggunakan obat nitrogliserin. Pada pasien angina pektoris,

enzim jantung secara bermakna akan meningkat, namun masih dibawah dua kali nilai normal. Pada pasien infark, gejala klinis yang dapat ditemukan adalah nyeri dada substernal lebih dari 30 menit saat istirahat. Nyeri kadang-kadang menyebar ke daerah lengan, leher dan bahu. Mual dan muntah sering dijumpai saat nyeri berlangsung. Nyeri pada pasien infark berkurang dengan pemberian morfin sulfat atau petidin. Enzim jantung atau CKMB secara signifikan akan meningkat lebih dari dua kali nilai normal. Ketika miokard mengalami infark, beberapa bagian di miokard akan mengalami perubahan yang dapat diidentifikasi dari hasil EKG. Dari dua gejala klinis diatas, diagnosis unstable angina pectoris (UAP) dan infark miokard akut (IMA) dapat ditegakkan bila ada 2 dari 3 hal berikut: a. Riwayat nyeri dada yang khas b. Perubahan EKG (ST elevasi atau T inferted) c. Peningkatan enzim jantung CKMB (biasanya CKMB kurang dari dua kali nilai normal untuk angina pektoris dan lebih dari dua kali nilai normal untuk infark).

8. Atrial Takikardia Supraventrikuler takikardia adalah semua aritmia yang berasal dari fokus supraventrikel, interval R-R kurang dari 600 ms, dan memiliki frekuensi eksitasi lebih dari 100/menit (Aulia, 2009). Karakteristik : Rate Ritme : 100-250 x/menit : Reguler

Gelombang P : kadang gelombang P tumpang tindih dengan gelombang T Durasi QRS : 0.10 detik atau kurang kecuali ada perlambatan konduksi intraventrikel

Gambaran EKG atrial takikardia/SVT Ciri paling khas takikaria atrial, yaitu adanya morfologi gelombang P yang sama yang dapat muncul (sebelum QRS, tertutup QRS dan gelombang T, atau setelah QRS) dengan frekuensi atrium (P-P) antara 120-250 kali/menit, tetapi HR cepat >160 kali/menit. Takikardia atrial disebabkan oleh adanya implus yang sangat cepat yang dikeluarkan di luar pusat atrium (nodus SA) atau dapat juga terjadi karena adanya sirkuit re-entri yang memungkinkan perangsangan berulang implus yang masuk kembali ke dalam serabut konduksi di atrium. Apabila frekuensi atrium sangat cepat, implus di nodus AV mengalami blok oleh implus-implus yang berusaha melalui nodus AV untuk mencegah terjadinya frekuensi ventrikel yang sanagt cepat. Pada individu dengan jantung yang sehat, umumnya nodus AV dapat menerima konduksi atrium sampai 180 kali/menit. Akan tetapi, pada pasien dengan penykit jantung atau pasien yang mendapat terapi pengambatan konduksi di AV , konduksi nodus AV akan mengalami hambatan (mengalami blok). Peristiwa ini disebut takikaria atrial dengan blok yang ditunjukakan dengan irama EKG yang iregular. Takikardia atrial dapat disebabkan oleh kafein, afein, merokok, alkohol, gangguan katup mitral, rheumatic heart disease, COPD, IMA, dan keracunan digitalis (Sudana, 2012). Ciri-ciri takikardia atrial : 1. Irama : teratur, kecuali yang disertai blok di nodus AV. 2. Frekuensi (HR) : 160-240kali/menit. 3. Gelombang P : bentuk bervariasi dan jarak P-P teratur . Gelombang P dapat mendahului QRS, tertutup QRS, atau tertutup gelombang T.

4. Interval P-R bervariasi, bergantung pada letak pemacu atau facemaker yang ada di nodus A. 5. Kompleks QRS : normal (0,06-0,12 detik ) 9. Hipertofi Hipertrofi terbagi menjadi dua, yaitu hipertrofi atrium dan ventrikel. I. Hipertrofi Atrium Gelombang P secara normal tidak lebih dari 0,12 detik dan tingginya (amplitudo) tidak lebih dari 0,3 mV. Gelombang P secara normal menggambarkan depolarisasi di kedua atrium, yakni atrium kanan dan kiri. Hal ini seiring dengan arah pertama arus listrik menjalar dari nodus SA melalui atrium kanan lalu atrium kiri. Dengan menggunakan ilustrasi kita dapat membagi gelombang atrium seperti pada gambar. Hipertrofi atrium terbagi menjadi dua, yaitu hipertrofi atrium kiri dan kanan. Hipertrofi Atrium Kiri Hipertrofi atrium kiri dapat disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan atau peningkatan volume di atrium kiri. Umumnya disebabkan oleh: 1. Stenosis dan isufisiensi (regurgitasi) katup mitralis 2. Infark miokard akut 3. Gagal jantung kiri 4. Hipertrofi ventrikel kiri karenan beberapa faktor, antara lain hipertensi sistemik, stenosis atau regurgitasi katup aorta, dan hipertrofi kardiomiopati Bentuk gelombang P pada hipertrofi atrium kiri sering disebut P mitral. Ciri-ciri hipertrofi atrium kiri atau P mitral secara khusus, antara lain: 1. Durasinya >0,12 detik dan sering berbentuk sela gunung pada sadapan I, II, aVL, dan V4-V6 2. Pada V1 atau V2, kedalamannya >1 mm dan durasinya >0,04 detik Hipertrofi Atrium Kanan

Hipertrofi atrium kanan dapat disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan atau volume di atrium kanan yang disebabkan oleh: Stenosis atau regurgitasi pada katup pulmonal 1. Stenosis atau regurgitasi pada katup trikuspid 2. Hipertensi pulmonal karena beberapa faktor, seperti COPD, status asmatikus, emboli paru, edema paru, insufisiensi (regurgitasi) dan/atau stenosis katup mitralis, serta penyakit jantung bawaan (PJB). Istilah untuk gelombang P pada hipertrofi atrium kanan dikenal dengan P pulmonal. Ciri-ciri hipertrofi atrium kanan atau P pulmonal, antara lain: 1. Gelombang P tinggi dan runcing di sadapan bagian inferior (II, III dan aVF) serta inverted di aVL 2. Pada V1-V3, gelombang P runcing dan tajam. Gelombang P defleksi positif di V1 atau V2 dengan lebar dan tinggi lebih dari 1 mm Cara termudah untuk membedakan antara P pulmonal dan P mitral adalah menarik garis pertengahan dari puncak atau lembah gelombang yang tampak bifasik. Bila lebih lebar ke kiri disebut P pulmonal, sedangkan bila lebih lebar ke kanan disebut P mitral. II. Hipertrofi Ventrikel Hipertrofi ventrikel juga dibagi menjadi dua, yaitu hipertrofi ventrikel kanan dan kiri. Hipertrofi Ventrikel Kanan(Right Ventricular Hypertrophy) RVH dapat disebabkan oleh bebrapa kondisi, antara lain: 1. Stenosis katup pulmonal dan penyakit jantung bawaan (defek septal atrium/ atrial septal defect/ ASD dan defek septal ventrikel/ ventricular septal defect/ VSD) 2. Insufisiensi katup trikuspid 3. Jantung rematik, khususnya yang berhubungan dengan gangguan katup mitralis

4. Hipertensi pulmonal karena beberapa faktor, misalnya COPD, status asmatikus, emboli paru, edema paru, stenosis atau insufisiensi katup mitralis RVH memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. RVH disertai P pulmonal 2. R di V1 0,7 mv 3. VAT > 0,035 detik di V1-V2 4. Gelombang S menetap di V5 atau V6 5. Segmen ST depresi dan gelombang T inverted (strain) di V1V3, II, III dan aVF 6. Terdapat deviasi aksis ke kanan +110o pada dewasa muda dan 120opada remaja Beberapa kriteria RVH berikut juga dapat digunakan untuk menegakkan RVH. Kriterianya adalah sebagai berikut: 1. R di V1 0,7 mV 2. Gelombang QR di V1 3. R/S di V1 > 1 dan R > 0,5 mV 4. R/S di V5 atau V6 < 1 mV 5. S di V5 atau V6 0,4 mV dengan gelombang S di V1 0,2 mV 6. Deviasi aksis ke kanan 7. Terdapat bunyi jantung S1, S2, S3 8. P pulmonal Hipertrofi Ventrikel Kiri (Left Ventricular Hypertrophy) LVH dapat disebabkan oleh peningkatan volume atau peningkatan tekanan di ventrikel kiri sehingga otot-otot di ventrikel kiri semakin terbebani dan membesar, baik ukuran maupun

ruangannya. Penyebab LVH: 1. Insufisiensi katup mitral 2. Stenosis atau regurgitasi katup aorta 3. Hipertensi sistemik

4. Infark miokard akut 5. Hipertrofi kardiomiopati LVH memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. LVH disertai P mitral 2. Tinggi gelombang R pada V5 atau V6 > 27 mm (27 mV) 3. Gelombang S di V1 + gelombang R di V5 atau V6 > 35 mm 4. Di V5 atau V6, VAT > 0,05 detik 5. Segmen ST depresi dan gelombang T inverted (strain) di I, aVL, V5, dan V6 6. Terdapat deviasi aksis ke kiri (30o) 7. RI + SIII = 25 mm ( 2,5 mV) 8. R (I, II atau III) + S (I, II atau III) = 20 mm ( 2,0 mV) 9. S VI atau S V2 + R V5 atau R V6 = 35 mm ( 3,5 mV) Atau Kriteria LVH dapat ditegakkan bila kriteria 1 dan 2 ditemukan. 1. Kriteria 1 R I atau S III = 20 mm ( 2,0 mV) atau R I + S III = 25 mm ( 2,5 mV) atau S V1 atau S V2 + R V5 atau R V6 = 35 mm ( 3,5 mV) Aksis antara -15o dan -30o atau deviasi ke kiri > -30o atau segmen ST depresi di sadapan yang memiliki amplitudo gelombang RT tinggi.

2. Kriteria 2

DAFTAR PUSTAKA 1. Guyton.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC 2. Bare & Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta:EGC. 3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : EGC 4. Sundana, Krisna. 2007. Interpretasi EKG Pedoman untuk Perawat. Jakarta: EGC 5. Aulia, Rizky. 2009. Hubungan Antara Aritmia Dengan Angka Mortalitas Gagal Jantung Akut . Available at

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd.......... Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

Anda mungkin juga menyukai