Anda di halaman 1dari 38

TUGAS LIMBAH

PENGELOLAAN LIMBAH LINGKUNGAN

Disusun oleh : Fransisca Kristi Astuti Rosalia Suryaningtyas Marcelina W. A. Rompas Elizabeth Sita P. (108114160) (108114162) (108114163) (108114165)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014

BAB I PENDAHULUAN

Peningkatan kebutuhan terhadap obat di Indonesia telah menyebabkan peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi. Peningkatan jumlah dan kegiatan industri farmasi ini tentu saja mempengaruhi kehidupan lingkungan yang bersinggungan langsung maupun berdekatan dengan lokasi industri farmasi tersebut. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1988 disebutkan : Dalam pembangunan industri harus selalu diusahakan untuk memelihara kelestarian lingkungan, mencegah pencemaran serta perusakan lingkungan hidup dan pemborosan penggunaan sumber alam. Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab III, Pasal 5, Ayat (2) ditegaskan bahwa Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup, mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Ketentuan ini masih banyak dilanggar oleh kalangan industri. Industri farmasi adalah industri yang menghasilkan produk yang memiliki nilai terapeutik bagi manusia dan hewan. Produk-produk tersebut antara lain : (1) Senyawa kimia dan produk botani yang digunakan dalam pengobatan, (2) Sediaan farmasi (tablet, kapsul, sirup, injeksi, salep, krim, infus, dan lain-lain), (3) Produk diagnostik in vitro dan in vivo, (4) Produk biologi seperti vaksin dan sera. Proses dan kegiatan industri farmasi sangat beragam dan tergantung dari produk yang dihasilkan. Masing-masing industri farmasi tersebut akan menghasilkan limbah yang berlainan dengan karakteristik yang berlainan.

Limbah adalah buangan yang kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi (Ginting, 2007), serta merupakan produk sampingan yang dihasilkan dari suatu aktivitas produksi. Pada dasarnya, limbah farmasi merupakan salah satu dari limbah medis berbahaya karena sifat toxicity, flammable, reactivity, dan corrosive. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi tetap berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Limbah farmasi secara khusus baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan apabila terakumulasi dalam jumlah berlebih. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang baik dan benar untuk menghindari resiko-resiko berbahaya yang mungkin akan terjadi.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

1.

Pengertian Limbah Industri Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumber daya (Ginting, 2007).

2.

Klasifikasi Limbah Industri Berdasarkan nilai ekonominya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002). Klasifikasi limbah berdasarkan wujudnya : A. Limbah Cair Limbah cair diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu : 1). Limbah cair domestik (domestic waste water)

merupakan limbahyang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, restoran, penginapan, mall dan lain-lain. Contoh : air bekas cucian pakaian atau peralatan makan, air bekas mandi, tinja, sisa makanan berwujud cair dll. 2). Limbah cair industri (industrial waste water) Merupakan limbah yang dihasilkan dari buangan industri. 3). Rembesan dan Luapan ( infiltration and inflow ) Rembesan yaitu : limbah cair yang berasal dari berbagai sumber saluran pembuangan yang rusak, pecah atau bocor sehingga merembes ke dalam tanah. Luapan yaitu : limbah cair yang meluap dari saluran pembuangan yang terbuka karena debitnya melebihi daya tampungnya. Contoh : air buangan dari talang atap, AC. 4). Air hujan Air hujan dikategorikan sebagai limbah apabila hujan terjadi pada daerah yang tercemar udaranya oleh gas-gas sulfur maupun nitrogen sehingga ketika hujuan turun, terjadilah hujan asam sebagai akibat terjadinya reaksi antara gas-gas belerang dan nitrogen di udara dengan air hujan.Hujan asam pHnya rendah, berasa masam, bersifat korosif dan kadang-kadang terasa gatal di kulit (Salmiyatun, 2003). B. Limbah Padat Limbah padat bisa merupakan limbah organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme maupun anorganik yang tak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Sampah anorganik biasanya terakumulasi dan menimbulkan berbagai permasalahan di lingkungan.

Contoh limbah padat : logam berat (berasal dari industri-industri logam, pemakaian bahan logam, pencucian bahan logam dari sampah), kaca (digunakan dalam bentuk botol, arsitektur, komponen kendaraan, elektronik, sanitasi dll), plastic (digunakan dalam bentuk pembungkus, kemasan, botol, pipa, peralatan rumah tangga, komponen kendaraan, elektronik, arsitektur dll), kertas ( digunakan dalam bentuk lembaran kertas, karton, kardus, pembungkus, kemasan, sanitasi dll) serta kain/tekstil (digunakan dalam bentuk pakaian, selimut, kanvas lukis, sanitasi, mebel, tenda dll) (Salmiyatun, 2003). C. Limbah Gas Limbah gas merupakan bahan buangan yang berupa gas berasal dari asap kendaraan bermotor maupun gas yang berasal dari pabrik-pabrik industri. Penyumbang terbesar limbah gas adalah pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin, solar, kerosin dan lain-lain yang menghasilkan CO2 sebagai penyebab dari global warming atau pemanasan global (Salmiyatun, 2003). Klasifikasi Limbah menurut asalnya : A. Limbah industri Limbah industri adalah semua bahan buangan yang merupakan sisa dari kegiatan industri.Limbah industri bisa berwujud padat, cair maupun gas.Selain itu limbah industri ada yang dikategorikan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sumber limbah B3 adalah kegiatan-kegiatan industri logam berat, pertambangan, kesehatan, farmasi, mesin-mesin, bahan kimia dan juga rumah tangga. Limbah B3 yang sering dijumpai adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenic (As), cadmium (Cd), kromium (Cr) dan

nikel (Ni).Logam-logam tersebut dapat terakumulasi dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang dapat menyebabkan gangguan organ tubuh, system saraf, kanker bahkan kematian. Sejumlah 40% limbah B3 tersebut dibuang ke lingkungan (sungai atau badan-badan air)sehingga menimbulkan pencemaran, disimpan diarea pabrik dan sekitarnya dan hanya sekitar 5% yang diolah dengan baik (Salmiyatun, 2003). B. Limbah domestic / rumah tangga Limbah domestic / rumah tangga adalah semua jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga/pemukiman. Limbah rumah tangga ini bisa berwujud padat, cair maupun gas, sedangkan jenisnya ada yang organic maupun anorganik bahkan ada yang termasuk B3. Limbah rumah tangga yang berwujud padat misalnya sisa kegiatan mengolah bahan makanan (sisa sayuran, buah-buahan, daging dll), sisa makanan olahan, bekas kemasan makanan, kaleng-kaleng, botol, kain, karet dll.Limbah padat yang berupa B3 misalnya oli bekas, pemutih, baterai kering, semir sepatu, pembersih kaca, kamper, pengharum ruangan, plastic, serat asbes, aerosol, obat nyamuk dll.Sedangkan limbah rumah tangga yang berwujud cair seperti air bekas cucian pakaian, air bekas cucian peralatan rumah tangga, air bekas cucian kendaraan bermotor, air bekas mandi, tinja dll. Limbah rumah tangga yang berwujud gas biasanya hanya berupa asap yang dihasilkan selama proses memasak ataupun membakar sampah padat (Salmiyatun, 2003).

C. Limbah perhotelan/pusat perdagangan/mall Semua jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan perhotelan, atau penginapan, pusat perdagangan atau mall.Hotel atau mall merupakan sarana umum yang bertujuan memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat / pelanggan, oleh sebab itu perlu dijaga kebersihannya. Limbah yang dihasilkan dari tempat-tempat ini meliputi: 1. Sampah basah, berupa sisa bahan olahan, sisa makanan/masakan yang mudah sekali diuraikan oleh mikroorganisme sehingga mudah membusuk dan menimbulkan bau yang menyengat. Sampah basah ini biasanya beasal dari ruang dapur, restaurant atau employee dining room. 2. Sampah kering, berupa sampah yang bisa terbakar atau tidak mudah terbakar.Misalnya kertas, tekstil, kulit, kayu, plastic, kaleng-kaleng/botolbotol bekas, pecahan kaca, bekas lampu, logam-logam bekas bongkaran bangunan, daun-daunan/ranting dari halaman dll (Salmiyatun, 2003). D. Limbah Pertanian dan peternakan Limbah yang dihasilkan dari sisa kegiatan pertanian dan peternakan. Kegiatan pertanian akan menghasilkan limbah berupa sisa hasil panen, sisa kemasan pupuk, kemasan insektisida, bahan-bahan kimia yang berasal dari proses pemupukan dan pemberantasan hama dll. Sedangkan limbah peternakan berupa kotoran ternak, kemasan pakan ternak, kemasan obatobatan yang digunakan dan juga menghasilkan limbah gas berupa metana (Salmiyatun, 2003).

E. Limbah Rumah Sakit Semua jenis limbah yang dihasilkan dari rumah sakit yang bisa berwujud padat maupun cair yang berasal dari kegiatan medis maupun non medis di rumah sakit. Limbah rumah sakit digolongkan menjadi 2, yaitu : 1) Limbah medis, yaitu limbah yang langsung dihasilkan dari kegiatan diagnosis maupun tindakan medis terhadap pasien. Limbah ini bisa berwujud padat seperti kapas, kasa, perbam, injeksi, botol injeksi, botol infus, selang infus, kateter, masker, ampul, kemasan pil/kapsul dll. Sedangkan yang berwujud cair misalnya air bekas bilasan dari ruang bedah, air bekas otopsi dll yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan bau yang tidak sedap atau dapat menjadi media penularan penyakit. Selain itu juga ada limbah radioaktif yang berasal dari ruang radiologi seperti bekas foto hasil rontgen dll. 2) Limbah non medis, yaitu limbah yang dihasilkan dari selain kegiatan medis di rumah sakit. Limbah non medis ini bisa berwujud padat yang berasal dari ruang kantor administrasi, ruang tunggu, ruang rawat inap, unit gizi/dapur, unit pelayanan, halaman parker atau taman. Contohnya adalah : kertas, botol tinta, polpen bekas, sisa makanan, sisa bahan makanan, bekas kemasan makanan, kayu, daun-daun, ranting dll. Yang berwujud cair berasal dari kloset / WC, dapur, lavatory berupa tinja, air bekas mandi, air bekas cucian pakaian pasien/selimut dll (Salmiyatun, 2003).

Usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran lingkungan meliputi 2 cara pokok, yaitu : 1. Pengendalian non teknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangundangan yang dapat merencanakan, mengatur, mengawasi segala

bentuk kegiatan industri dan bersifat mengikat sehingga dapat memberi sanksi hukum pagi pelanggarnya. 2. Pengendalian teknis, yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara-cara yang berkaitan dengan proses produksi seperti perlu tidaknya mengganti proses, mengganti sumber energi/bahan bakar, instalasi pengolah limbah atau menambah alat yang lebih modern /canggih. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah : - Mengutamakan keselamatan manusia - Teknologinya harus sudah dikuasai dengan baik - Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan (Salmiyatun, 2003).

BAB III PEMBAHASAN 1. Limbah Air Air limbah industri farmasi merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potensial. Oleh karena itu air limbah perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Masalah yang sering muncul dalam hal pengolahan limbah adalah terbatasnya dana yang ada untuk membangun fasilitas limbah. Secara alamiah limah air yang dihasilkan oleh industri termasuk dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Karakteristik limbah B3 yang beragam tantangan dan pengolahannya dan tuntutan yang unik dari tiap segmen industri maupun tiap pemilik industri memunculkan peluang bagi kalangan akademisi dan peneliti untuk menjawab tantangan tersebut sejalan dengan kegiatan industri yang semalin berkembang. A. Teknologi Pengolahan limbah Cair Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Secara Alami Pengolahan limbah secara alami dapat dilakukan degan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam tersebut, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dilirkan ke lingkungan sekitar. Kolam stabilisasi yang biasa digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif yang biasanya digunakan

untuk air limbah yang tercemar bahan organik pekat, dan kolam maturasi yang digunakan untuk pemusnahan mikroba patogen. Cara alami ini biasanya direkomendasikan untuk daerah tropis yang sedang berkembang karena tidak membutuhkan banyak biaya. b.Secara Buatan Pengolahan air limbah secara buatan dapat dilakukan dengan Instalasi Pengolaha Air Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu : primary treatment, secondary treatment dan tertiary treatment.

B. Metode Pengolahan Air Limbah Metode pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Teknologi yang digunakan pun harus dapat

dioperasikan dan dipelihara oleh perusahaan. Metode pengolahan air limbah tersebut dibagi menjadi 3, yaitu : a. Pengolahan Secara Fisika (Primary Treatment)

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diingikan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersusensi yang berukuran besar. Sedangkan untuk bahan yang mudah megendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detens hidrolisis dalam bak pengendap. b.Pengolahan Secara Kimia (Secondary Treatment) Pengolahan air limbah secara kimia biasaya dilakukan untuk menghiangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengandap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor dan zat organik beracun yang membutuhkan bahan kimia tertentu untuk menghilangkannya. Penghilangan kandungan bahan-bahan tersebut dari air limbah pada prisipnya adalah

dengan rekasi kimia yang memungkinkan adanya perubahan sifat bahan, misalnya dari yang tidak dapat diendapkan menjadi dapat diendapkan. Contoh dari pengolahan secara kimia misalnya dengan penukar ion, elektrolisis atau reaksi oksidasi/reduksi. c. Pengolahan Secara Biologis (Tertiary Treatment) Semua air buangan yang mudah terdegradasi dapt diolah secara biologis. Pengolahan secara biologis ini termasuk dalam pengolahan sekunder. Pengolahan secara biologi dianggap sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Pengolahan secara biologis dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: - Reaktor Pertumbuhan Tersuspensi (Suspended Growth Reactor): Mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Dalam jenis ini menggunakan medote lumpur aktif misalnya oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. - Reaktor Pertumbuhan Lekat (Attached Growth Reactor): Pada reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tmbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan diriya. Misalnya tracking filter, cakram biologi, dan filter terendam.

Terdapat 2 sistem pengolahan secara biologis, yaitu 1 Anaerobik Sistem anaerobik filter : memproses bahan yang tidak terendapkan dan bahan padat terlarut dengan cara mengontakkan dengan surplus mikroorganisme dan menguraikan bahan-bahan yang terdapat dalam air limbah. Menggunakan filter berupa media yang menandung bakteri anaerob kemudian air limbah dapat lewat kemudian kandungan organik dalam limbah akan diuraikan oleh bakteri tersebut.

2 Aerobik Secara sederhana, pengolahan air limbah aerobik pada penghapusan polutan organik dalam air limbah oleh bakteri yang memerlukan oksigen untuk bekerja. Air dan karbondioksida merupakan produk akhir dari proses pengolahan air limbah aerobik. Contoh dari proses pengolahan secara aerobik adalah lumpur aktif dan filtrasi tetes. Bakteri yang berkembang dalam lingkungan yang kaya oksigen bekerja untuk memecah dan mencerna air limbah di dalam pabrik. 2. Limbah Tanah Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial;

penggunaan pestisida; masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraaan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping). Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Penanggulangan tanah yang tercemar akibat limbah industri dapat dilakukan dengan langkah berikut: A. Remediasi Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Terdapat dua jenis remediasi yaitu in-situ (on-site) dan ex-situ (offsite). Pembersihan on-site yaitu pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah berada di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Seterusnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan offsite ini jauh lebih mahal dan rumit.

B. Bioremediasi Secara umum bioremediasi adalah teknik aplikasi berdasarkan prinsip - prinsip proses biologis untuk membersihkan atau mengurangi senyawasenyawa polutan berbahaya di dalam tanah, air tanah dan perairan. Penyisihan atau pengurangan polutan senyawa melalui aktivitas enzimatis organisme yang mampu mentransformasikan senyawa polutan sebagai

sumber energi dan karbonnya. Pengertian bioremediasi secara khusus adalah proses pembersihan tanah yang sudah tercemar dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme (jamur, bakteri). Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logamlogam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Mikroorganisme dapat menggunakan bahan pencemar sebagai sumber energi, sumber karbon atau aseptor elektron untuk metabolisme hidupnya. Masuknya bakteri pada ukuran populasi tertentu

terutama bakteri yang adaptif dan resisten terhadap lahan terpolusi, dapat mengikat logam berat karena mereka memproduksi protein permukaan atau sequens peptida yang mampu mengikat logam berat. Beberapa bakteri yang adaptif pada lahan yang terpolusi logam berat antara lain Ralstonia, Pseudomonas dan Bacillus, mereka menghasilkan protein pengikat logam berat yang disebut metallothionein. Banyak bakteri, khamir dan algae mampu mengakumulasikan ion logam dalam sel mereka

beberapa kali lipat dari konsentrasi logam di lingkungan sekitarnya. Namun demikian, jika kemudian tergabung ke dalam rantai makanan maka hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Teknik bioremediasi akan mempercepat proses perombakan polutan dengan memilih inokulan mikroba yang sesuai dan memanipulasi lingkungan yang sesuai bagi mikroba tersebut sehingga memungkinkan proses terjadinya perombakan polutan secara maksimal. Teknik bioremediasi memiliki beberapa keuntungan antara lain bioremediasi merupakan proses alami, hasil proses bioremediasi bukan merupakan produk yang berbahaya, tanah terkontaminasi dapat kembali ditanami. Namun demikian teknik ini juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: tidak seluruh polutan mampu didegradasikan oleh mikroba, akumulasi senyawa toksik yang merupakan metabolit sekunder selama proses bioremediasi tidak dapat dihindari, proses perombakan akan mengalami kesulitan apabila polutan logam berat bercampur dengan polutan organik . Proses bioremediasi memerlukan beberapa persyaratan agar dapat berlangsung, antara lain: a. Mikroorganisme merupakan kunci pada kegiatan bioremediasi. Sehingga organisme yang digunakan harus dapat merombak polutan secara lengkap dengan kecepatan yang reasonable sampai mencapai batas aman. b. Mikroorganisme memerlukan tambahan sumber C dalam melakukan proses degradasi polutan. Sehingga, perlu dilakukan penambahan

elektron aseptor yang sesuai, tergantung pada spesies mikroba dan kondisi lingkungan setempat, misalnya O2 untuk polutan yang

memerlukan kondisi aerob, nitrat, fumarat atau sulfat untuk yang memerlukan kondisi anaerob. c. Kondisi lingkungan setempat sangat penting dalam aktivitas degradasi oleh mikroorganisme, hal ini meliputi ketersediaan oksigen, kelembaban, pH, bahan organik dan suhu. d. Proses metabolisme oleh mikroorganisme perombak, hasil

metabolismenya tidak terakumulasi dan tidak menghasilkan metabolit yang lebih toksik dari polutan induknya. e. Bioavailability polutan menjadi faktor yang lebih penting untuk keberhasilan atau kegagalan proses bioremediasi. f. Faktor ekologi bagi mikroba sangat penting untuk diperhatikan, jangan sampai mikroba perombak berada dalam kondisi stres secara ekologis atau berkompetisi dengan mikroba lain yang non degradatif. g. Faktor yang tidak kalah penting adalah biaya. Jika strategi bioremediasi sangat mahal dan masyarakat pengguna (industri, pemerintah) tidak akan menggunakannya. Dengan demikian, teknik bioremediasi hendaknya tidak lebih mahal daripada pengolahan secara fisik atau kimia dan dapat digunakan setiap saat. Bioremediasi dapat terjadi secara intrinsik dan direkayasa

(engineered). Bioremediasi intrinsik adalah bioremediasi yang berlangsung dengan sendirinya tanpa campur tangan manusia karena kondisi lingkungan menunjang (nutrien tersedia) dan mikroba yang berperan dalam jumlah yang

mencukupi. Namun demikian seringkali faktor lingkungan tidak optimal sehingga tidak memungkinkan terjadinya bioremediasi intrinsik sehingga memerlukan perbaikan faktor lingkungan, hal ini disebut engineered bioremediation. Konsep proses bioremediasi didasarkan pada 4 proses utama: a. Biodegradasi Merupakan proses dekomposisi biokimiawi dari suatu senyawa menjadi senyawa dengan toksisitas yang lebih rendah atau menjadi produk yang tidak berbahaya (misalnya CO2 dan H2O) melalui aktivitas

mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. b. Biotransformasi Merupakan proses konversi yang diperantarai secara biokimiawi oleh aktivitas mikroorganisme, suatu kontaminan menjadi kurang toksis. c. Akumulasi biologis, Beberapa bakteri dan tanaman mampu mengakumulasi kontaminan di dalam jaringan mereka. Di dalam tanaman sifat ini dapat dimanfaatkan untuk mengakumulasikan kontaminan ke dalam biomassa yang dapat dipanen. d. Mobilisasi kontaminan, Mobilisasi diperantarai secara biokimia dari kontaminan menjadi larutan yang kemudian dipisahkan dari tanah terkontaminasi dan kontaminan akan diambil kembali atau dihancurkan. Untuk meningkatkan efisiensi proses bioremediasi, beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain :

a. Biostimulasi : penambahan biostimulan. Melibatkan penambahan nutrisi, oksigen dan mengatur kelembaban, penambahan jenis stimulan berupa vitamin, surfaktan dan lain-lain, yang bertujuan untuk menstimulasi aktifitas jasad renik. b. Bioaugmentasi : penambahan kultur-kultur' spesifik dari organismeorganisme yang berperan secara spesifik dan telah teruji

kemampuannya. c. Rekayasa design dan rekayasa bioproses untuk optimasi sistem. d. Rekayasa genetika, untuk meningkatkan kemampuan agen hayati dalam bioremediasi. C. Fitoremediasi Fitoremediasi fitodegradasi, dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, Fitoekstraksi rizofiltrasi, mencakup

fitostabilisasi,

fitovolatilisasi.

penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Rizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap,

mengendapkan, dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase dan oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Fitovolatilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya ke udara lewat daun, atau dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi sebelum dilepas lewat daun. Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu penyerapan

logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Penyerapan oleh akar. Telah diketahui, bahwa agar tumbuhan dapat menyerap logam maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer) dengan beberapa cara bergantung pada spesies tumbuhannya : Perubahan pH Pada Thlaspi cearulescens, mobilisasi seng dipacu dengan terjadinya penurunan pH pada daerah perakaran sebesar 0,2-0,4 unit. Ekskresi zat khelat. Mekanisme penyerapan kromium lewat pembentukan suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor telah diketahui secara mendalam pada jenis rumput-rumputan. Molekul fitosiderofor yang terbentuk ini akan mengikat (mengkhelat) besi dan membawanya ke dalam sel akar melalui peristiwa transport aktif. Pembentukan reduktase spesifik logam. Di dalam meningkatkan penyerapan besi, tumbuhan membentuk suatu molekul reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui kanal khusus di dalam membran akar. Translokasi di dalam tubuh tumbuhan. Setelah logam dibawa masuk ke dalam sel akar, selanjutnya logam harus diangkut melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem, ke

bagian tumbuhan lain. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul khelat. Berbagai molekul khelat yang berfungsi mengikat logam dihasilkan oleh tumbuhan. - Lokalisasi logam pada jaringan Untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tumbuhan mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar . Selain tumbuhan hiperakumulator, tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi, terdapat juga tumbuhan lahan basah yang memiliki kemampuan alamiah untuk menghilangkan berbagai jenis limbah pada beberapa tingkat efisiensi. Tumbuhan ini dipakai untuk pengolah limbah karena tumbuhan tersebut mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari limbah. Tumbuhan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan tajuk yang besar dapat menyimpan bermacam hara mineral. Pada media kerikil, pertumbuhan tanaman timbul dapat menurunkan konsentrasi hara mineral. Rizoma dan akar Phragmites australis Scirpus spp. berfungsi sebagai filtrasi dan pengendap senyawa hidrokarbon dan logam berat beracun. Tingkat konsentrasi logam berat dalam jaringan tanaman-tanaman tersebut adalah sebagai berikut: akar > rizoma > daun . Penerapan Fitoremediasi Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan sangat ditentukan oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau

degradasi senyawa organik oleh tumbuhan. Pada dasawarsa terakhir terjadi akumulasi yang cepat tentang pengetahuan mengenai aspek-aspek fisiologi tersebut. Manfaat tumbuhan untuk remediasi logam telah mengidentifikasi karakteristik penting, sebagai berikut : a. Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun. b. Tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi. c. Tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun. Penanganan agar industri tidak tercemar oleh atmosfer (CPOB 2012) : a. Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk

memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan aman. b. Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan dimusnahkan, yang ditarik, dan yang kedaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat yang dapat disalurkan. c. Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua

bagian terkait dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang dipersyaratkan. d. Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung dari kondisi cuaca, dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan peralatan yang memadai e. Akses masuk ke area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman hanya diberikan kepada personil yang berwenang. Langkah pencegahan dapat berupa sistem alarm dan kontrol akses yang memadai. f. Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan pembersih yang dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat dan/atau bahan obat. g. Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia. h. Harus tersedia prosedur tertulis dan peralatan yang sesuai untuk mengendalikan lingkungan selama penyimpanan obat dan/atau bahan obat. Faktor lingkungan yang harus dipertimbangkan, antara lain suhu, kelembaban, dan kebersihan bangunan. i. Area penyimpanan harus dipetakan pada kondisi suhu yang mewakili. Sebelum digunakan, harus dilakukan pemetaan awal sesuai dengan prosedur tertulis. Pemetaan harus diulang sesuai dengan hasil kajian

risiko atau jika dilakukan modifikasi yang signifikan terhadap fasilitas atau peralatan pengendali suhu. Peralatan pemantauan suhu harus ditempatkan sesuai dengan hasil pemetaan. j. Sterilisasi seluruh ruangan produksi dengan Radiasi UV, dimana dapat dihasilkan secara buatan dengan lampu asap merkuri. Unit energi radiasi diukur dalam mikrowatt per unit area per unitwaktu. Cahaya UV 15 watt menghantarkan radiasi 38W/cm2 /s pada jarak 1 m. Radiasi UV sama efektifnya untuk bakteri gram-positif maupun gram-negatif. Untuk sebagian besar bakteri yang tidak membentuk spora, dosis yang mematikan bervariasi mulai dari 1800 W/cm2 /s sampai 6500 W/cm2 /s. Spora bakteri membutuhkan 10 kali dosis tersebut.Saat ini sudah ada lampu yang disebut lampu germisidal, yang memancarkan sinar ultraviolet dengan konsentrasi tinggi dengan daya germisidal paling efektif,yaitu terletak pada daerah 260 270 nm. Sinar ultra violet umumnya digunakan untuk mengurangi kontaminasi di udara dan pemusnahan selama proses di lingkungan, aksi letal ketika sinar UV melewati bahan, energi bebas ke elektron orbital dalam atomatom dan mengubah ke area kereaktifannya. 3. Limbah Suara Polusi suara atau pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman makhluk hidup di sekitarnya. Pencemaran suara diakibatkan suara-suara bervolume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi bising dan tidak menyenangkan.

Klasifikasi sumber polusi suara pada industri beserta dampaknya: A. Sumber polusi suara pada tempat industri / pabrik Sumber pencemaran bunyi ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Di industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu: a. Mesin, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin. b. Vibrasi, yaitu kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain. c. Pergerakan udara, gas dan cairan, yaitu kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain. B. Dampak polusi suara bagi pekerja pabrik a. Gangguan Fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.

b.Gangguan Psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain. c.Gangguan Komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang. d. Efek pada pendengaran Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.

C. Upaya untuk meminimalisir polusi suara di tempat industri / pabrik 1. Mendesain mesin / peralatan dengan kebisingan rendah. 2. Memberikan penghalang untuk mengontrol kebisingan. 3. Menggunakan alat / perangkat seperti penutup telinga. 4. Melindungi reseptor suara seperti membuat bangunan yang bisa mengisolasi kebisingan dan membuatnya kedap suara. Alat peredam suara, kini banyak digunakan sistem kendali bising yang aktif. a. Dimensi Bangunan Peredam Bising tersebut antara lain: Tinggi minimal 2,75m (makin tinggi kemampuan redaman makin baik). Dengan tebal dinding minimal 10 cm. b. Bahan bangunan peredam bising, yaitu : 1) Penggunaan bahan untuk mereduksi bising adalah dari hasil olahan industri berupa beton ringan agregat yang disebut ALWA berupa konblok (masif) dengan komposisi campuran: Semen : Pasir : ALWA= 1 : 4 : 4 2) Dimensi konblok ALWA dapat dicetak menurut ukuran pabrik, sebagai berikut: (30 x 10 x 15) atau (30x15x15)cm. 3) Bahan selain ALWA seperti Bata Merah atau Batako harus dengan rancangan khusus untuk memperoleh kemampuan redaman bising yang baik 4. Limbah Udara A. Sistem tata udara Kualitas udara merupakan suatu salah satu faktor penentu kualitas dari obat yang dihasilkan oleh industri farmasi. Hal pertama yang perlu

diperhatikan adalah letak bangunan industri farmasi hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Selain itu, upaya untuk mengendalikan kondisi lingkungan tersebut, maka setiap industri farmasi diwajibkan untuk memiliki Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS). Sistem ini mengatur udara yang masuk dan keluar dari ruang produksi agar udara yang masuk maupun keluar dari ruang produksi tetap bersih. Tujuan Sistem Tata Udara : 1. Pasokan udara untuk karyawan 2. Menghindari kontaminasi silang antar produk 3. Menghindari kontaminasi produk kepada karyawan 4. Menghindari kontaminasi karyawan kepada produk Pada prinsipnya sistem tata udara terdiri dari : 1. Blower/fan : Blower adalah bagian dari AHU yang berfungsi untuk menggerakkan udara di sepanjang sistem distribusi udara yang terhubung dengannya (melalui ducting). 2. Filter : Filter merupakan bagian dari AHU yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengontrol jumlah partikel dan mikroorganisme (partikel asing) yang mengkontaminasi udara yang masuk ke dalam ruang produksi. Filter yang digunakan untuk AHU dibagi menjadi beberapa jenis/tipe, tergantung efisiensinya, yaitu : a. Pre-Filter = Efisiensi penyaringannya 35%

b. Medium Filter = Efisiensi penyaringan 95% c. High Efficiency Particulate Air (HEPA) Filter = Efisiensi

penyaringannya 99,97% 3. Ducting : Ducting adalah bagian dari AHU yang berfungsi sebagai saluran tertutup tempat mengalirnya udara. Secara umum, Ducting merupakan sebuah sistem saluran udara tertutup yang menghubungkan Blower dengan ruang produksi, yang terdiri dari : a. saluran udara yang masuk (Ducting Supply) b.saluran udara yang keluar dari ruang produksi dan masuk kembali ke AHU (Ducting Return) Ducting harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat mendistribusikan udara ke seluruh ruangan produksi yang membutuhkan dengan habatan sekecil mungkin. Desain Ducting yang tidak tepat akan mengakibatkan hambatan udara yang besar sehingga akan menyebabkan inefisiensi energi yang cukup besar. Ducting juga harus didesain agar memiliki insulator di sekeliling permukaannya yang berfungsi untuk menahan penetrasi panas dari udara luar yang memiliki suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu di dalam Ducting. 4. Damper : Dumper adalah bagian dari Ducting AHU yang berfungsi untuk mengatur jumlah (debit) udara yang dipindahkan ke dalam ruangan

produksi. Besar kecilnya debit udara yang dipindahkan dapat diatur sesuai dengan pengaturan tertentu pada Dumper. Hal ini amat berguna terutama untuk mengatur besarnya debit udara yang sesuai dengan ukuran ruangan yang akan menerima distribusi udara tersebut.

5. Diffuser : adalah ujung dari ducting yang membawa udara masuk kedalam ruangan (supply grill) atau ujung dari ducting yang membawa udara keluar ruangan (retum grill). 6. Cooling Coil: berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban relatif yang akan didistribusikan ke ruangan produksi.

Gambar 1. Sistem tata udara

Sumber : http://www.energystar.gov/index.cfm?c=power_mgt.datacenter_efficiency_economizer_airside

Tingkat

kebersihan

ruang/area

untuk

pembuatan

obat

hendaklah

diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini:

Catatan: Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril. Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1 Pembuatan Produk Steril B. Penanganan Limbah Udara Limbah Udara, berasal dari gas dari laboratorium dan pembakaran zat padat, serta debu dari proses produksi, pengemasan, penyimpanan bahan baku, transport antar proses,. Sistem penanggulan limbah udara antara lain pada tabel berikut:

1. Memasang dust collector pada ruang produksi dan koridor untuk menangkap debu yang dihasilkan dari ruang produksi. Cara pembuangan limbah debu produksi yang dikumpulkan oleh dust collector pada gedung beta laktam adalah sebagai berikut: Catridge atau filter dust collector dilepas, kemudian dimasukkan ke dalam kantong dan diikat. Filter yang sudah terbungkus dan terisolasi kemudian dibawa ke ruang khusus yang dipersiapkan untuk melebur/melarutkan limbah debu dari filter dust collector. Kantong yang terisi filter dust collector tersebut dibuka kemudian dilarutkan kedalam air yang kemudian air tersebut dialirkan ke kolam pengolahan limbah gedung beta laktam untuk dinetralisir. Kemudian filter yang sudah bersih dibakar bersama limbah padat non beta laktam pada tempat tersendiri. 2. Pemasangan bak penangakap uap, 3. Lemari Asam untuk menangkap gas yang dihasilkan dari suatu reaksi kimia, 4. Pembakaran terutama untuk bahan organik beracun , 5. Incenerator cerobong tinggi dengan penambahan filter atau scrubber, 6. Mengatur airflow pada ruang produksi dan ruang penyimpanan, 7. Mengatur tekanan antar ruang menggunakan Airlock Airlock merupakan ruangan dengan tekanan udara disesuaikan yang terletak diantara tempat-tempat yang tidak memiliki tekanan udara yang sama. Dengan airlock ini maka udara akan terkurung dalam suatu ruangan, dan diruangan yang mengunci udara tersebut telah ada penghisap udara yang

memiliki filter (HEPA filter) sehingga udara yang dihisap diolah kembali menjadi udara bersih sehingga udara yang masuk dan keluar dari gedung sudah memenuhi persyaratn ruang yang telah ditentukan. Terdapat empat jenis airlock yakni 1) Cascading Pressure Airlock; 2) Pressure Bubble Airlock; 3) Pressure Sink Airlock dan 4) Potent Compound Airlock (Airlock Combination). 8. Mengoptimalkan pembakaran bahan bakar, 9. Mempertahankan level minimum N2.

5. Listrik Tenaga listrik, lampu penerangan harus diatur supaya memiliki tengangan yang stabil, agar tidak mengakibatkan yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan, atau terhadap ketepatan atau ketelitian fungsi dari peralatan. Untuk mengatasi tengangan listrik yang tidak stabil digunakan stabilisator, sedangkan untuk mengatasi masalah listrik padam, industri farmasi harus menyediakan generator agar proses produksi dan proses lainnya dalam industry farmasi tetap berjalan.

BAB IV KESIMPULAN Limbah farmasi secara khusus baik langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan apabila terakumulasi dalam jumlah berlebih. Oleh karena itu perlu diperhatikan cara penanganan atau pengolahan khusus untuk tiap-tiap jenis limbah yang dihasilkan agar tidak mencemari lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009, Pengolahan Limbah Industri Farmasi, tersedia online,

http://download.fa.itb.ac.id/filenya/Handout%20Kuliah/Farmasi%20Lingkungan /Limbah%20Industri%20Farmasi.pdf , diakses pada 23 Maret 2014 Anonim, 2009, Pengantar Pengolahan Limbah, tersedia online

http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/pengantarair-limbah-compatibility-mode1.pdf , diakses pada 23 Maret 2014

pengolahan-

Damanhuri, E., 2010, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Teknik Lingkungan FTSP Institut Teknologi Bandung, Bandung. Dirjen POM, 2006, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Dirjen POM, 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta. Ginting, Ir. Perdana, 2007, Sistem Pengelolaan Lingkungan Dan Limbah Industri, Cetakan pertama. Yrama Widya, Bandung. Haryanti, V., 2008, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara, Universitas Sumatera Utara, Medan. Raczynski, A., and Watson, R., 1998, Pollution Prevention and Abatement Handbook, The World Bank Group, Washington D.C.. Raharjo,M. 2005. Sistem Management Lingkungan, Program Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang. Rangkuti, B., 2009, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Kimia Farma Tbk., Universitas Sumatera Utara, Medan. Risk Reduction Engineering Laboratory and Center for Environmental Research and Development, 1991, Guides to Pollution Prevention The Pharmaceutical Industry, U.S Environmental Protection Agency, Ohio. Salmiyatun, 2003, Panduan Pembuangan Limbah Perbekalan Farmasi, penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Siaka, I M. 2010. Distribusi Cemaran Logam Berat Kromium (Cr) Di Sekitar Industri Logam Desa Susut, Bangli,

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/08_artikel%20made%20siaka_edit.pdf, Diakses tanggal 23 Maret 2014 Silitonga, F., 2008, Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Mutiara Mukti Farma, Universitas Sumatera Utara, Medan. U.S. Department of Health and Human Services Food and Drug Administration Center for Drug Evaluation and Research, 2004, Current Good Manufacturing Practice, Pharmaceutical cGMPs, USA. Widyati, Enny, 2004, Tinjauan tentang Peranan Mikroba Tanah dalam Remediasi Lahan Terdegradasi, http://www.rudyct.com/PPS702ipb/08234/enny_widyati.htm , diakses tanggal 23 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai