Anda di halaman 1dari 7

Akademi Kebidanan Martapura Yayasan KORPRI Banjar

Millenium Development Goals (MDGs) 2015


[Kontroversi, Pekembangan MDGs di Indonesia, MDGs dalam Bidang Kesehatan
Nurul Hidayah, S.KM

2013

Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com

KONTROVERSI DAN PERKEMBANGAN MDGs DI INDONESIA, MDGs DALAM BIDANG KESEHATAN


KONTROVERSI TERKAIT MDGs Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. Tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs. Menurut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Don K Marut, Pemerintah Indonesia perlu menggalang solidaritas negara-negara Selatan untuk mendesak negara-negara Utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan utang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk Indonesia. Menanggapi pendapat tentang kemungkinan Indonesia gagal mencapai tujuan MDGs apabila beban mengatasi kemiskinan dan mencapai tujuan pencapaian MDG pada tahun 2015 serta beban pembayaran utang diambil dari APBN pada tahun 2009-2015, Sekretaris Utama Menneg PPN/Kepala Bappenas Syahrial Loetan berpendapat apabila bisa dibuktikan MDGs tidak tercapai di 2015, sebagian utang bisa dikonversi untuk bantu itu. Pada tahun 2010 hingga 2012 pemerintah dapat mengajukan renegosiasi utang. Beberapa negara maju telah berjanji dalam konsesus pembiayaan (monetary consensus) untuk memberikan bantuan. Hasil kesepakatan yang didapat adalah untuk negara maju menyisihkan sekitar 0,7 persen dari GDP mereka untuk membantu negara miskin atau negara yang pencapaiannya masih di bawah. Namun konsensus ini belum dipenuhi banyak negara, hanya sekitar 5-6 negara yang memenuhi sebagian besar ada di Skandinavia atau Belanda yang sudah sampai 0,7 persen. MDGs DI INDONESIA Indonesia, sebagai salah satu negara dari 189 negara anggota PBB yang turut menandatangani kesepakatan Milenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB di awal era perubahan abad 20 ke abad 21, didalam implementasi komitmennya, dilaksanakan dengan penciptaan program pembangunan yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), sebagai satu paket pembangunan yang terukur guna memenuhi hasil kesepakatan yang akan dicapai pada kurun waktu tahun 2000 hingga akhir tahun 2015. Sejatinya, Millennium Development Goals 2015 dengan penetapan 18 target (sasaran) dan 48 indikator sebagai alat ukur kinerja masing-masing rencana aksi, yang terangkum dalam 8 (delapan) hasil
Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com Page 1

By: Nurul Hidayah, S.KM

kesepakatan pada setiap tujuan MDGs yang akan dicapai sampai dengan tahun 2015, menjadi referensi penting bagi pembangunan diIndonesia dalam kerangka praktis namun berbobot untuk mengukur pembangunan yang diupayakan. Mengacu pada rasio pencapaian target MDGs 2015 secara kuantitatif dan terjadwal dalam penanggulangan dimensi kemiskinan, penyediaan infrastruktur dasar, promosi persamaan gender, pendidikan, dan lingkungan berkelanjutan yang juga merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia, Pemerintah Indonesia dengan komitmen yang tinggi untuk mencapai sasaran sasaran tersebut, walaupun mengalami banyak kendala terus melakukan kreatifitas program dengan akselerasi pencapaian yang dilandasi semangat kebersamaan seluruh pemangku kepentingan nasional. Menyadari peran strategis Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, terkait dengan strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang memiliki daya dukung luas dengan menggali spirit dalam makna yang dapat mempercepat terwujudnya sasaran dan target Indonesia MDGs 2015, memerlukan sebuah medium yang komprehensif yaitu dalam bentuk Pameran & Forum untuk menjabarkan upaya pemerintah dengan inventarisasi situasi pembangunan yang terkait dengan pencapaian sasaran, pengukuran, dan menganalisa kemajuan seiring dengan upaya menjadikan pencapaianpencapaian ini menjadi kenyataan, sekaligus mengidentifikasi dan meninjau kembali kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran-sasaran Indonesia MDGs 2015. Di Indonesia sendiri, melalui program pencapaian MDGs, SBY menginstruksikan penjabaran butir-butir tujuan di atas menjadi target-target yang lebih praktis dan derivatif. Berdasarkan situs resminya, MDGs sendiri oleh Indonesia diterjemahkan sebagai beberapa tujuan dan upaya pembangunan manusia, sekaligus sebagai usaha penanggulangan kemiskinan ekstrem. Boleh dikatakan, presiden kita, SBY hingga saat ini tergolong salah satu dari beberapa kepala negara yang cukup aktif mewakili Indonesia dalam beberapa acara manifestasi internasional. Hingga periode kedua pemerintahannya ini SBY berulang kali keluar negeri dan menghadiri pertemuan baik secara bilateral dengan beberapa kepala negara, maupun secara konferensional seperti pada beberapa konferensi isu perubahan iklim dan pemulihan ekonomi. Saat ini boleh dikatakan pula bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam forum diskusi internasional. MDGs ini sendiri saat ini sudah memiliki sistem koordinasi sendiri yang oleh pemerintah Indonesia diupayakan agar bisa efektif dalam pencapaiannya. Saat ini pemerintahan SBY sudah memasuki periode ke-2. MDGs nampaknya perlu disosialisikan lebih luas ke masyarakat dengan interpretasi dan pembahasan yang lebih sederhana. SBY selaku pemegang tongkat koordinasi penyelenggaraan pemerintahan serta penyalur program-program dunia untuk masyarakatnya memang dituntut untuk selalu terbuka dan solutif. Dengan serangkaian tim kerja serta koordinator kabinet pastilah tidak begitu susah untuk membuat masyarakat mengetahui program-program pemerintah yang paling baik, apalagi memang hanya menyangkut kesejahteraan masyarakat. MDGs saat ini memang belum begitu populer di tahah air, masih banyak masyarakat yang belum paham bahkan menyebut istilahnya saja sudah susah payah. Maka sekali lagi, adalah tugas pemerintah yang membahasakannya agar lebih merakyat. Sosialisasi program dunia untuk masyarakat Indonesia bisa juga menjadi media pembangunan hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat yang saat ini sangat rentan terhadap isu-isu diferensial dan cenderung menimbulkan reaksi represif. Beberapa isuyang terjadi belakangan ini semakin menguatkan adanya indikasi bahwa hubungan pemerintah dengan rakyat semakin renggang dan tegang. Di saat seperti inilah masyarakat membutuhkan kedewasaan pemerintah yang bisa menjadi panutan. Karena padahakikatnya, hampir tidak ada rakyat yang anti terhadap pemerintahnya sendiri.
Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com Page 2

By: Nurul Hidayah, S.KM

Bagaimanapun, program Millenium Development Goals (MDGs) ini sangat cocok merepresentasikan masalah-masalah yang dialami Indonesia. Adalah betul bahwa melalui MDGs negara-negara lain juga saat ini berjuang menyelesaikan masalah-masalah yang sama, dengan caranya masing-masing. Maka, memasuki tahun kedua dalam periode kedua pemerintahannya, SBY memang sepatutnya berpikir keras guna memposisikan diri dan pemerintahannya di antara masyarakat dalam menghadapi tantangantantangan ke depan ini. Target penyelesaian krisis pada tahun 2015 yang dicanangkan pemerintah tentunya didukung penuh oleh segenap masyarakat. Karena itulah, implementasi dan penyelesaian misi-misinyalah yang harus disiasati pemerintah agar jauh dari konflik dan selalu bisa diterima masyarakat. Dalam kondisi sudah lumayan dipandang dunia seperti ini, Indonesia bawjib membuktikan sesuatu, paling tidak memperlihatkan kemajuan-kemajuan MDGs pada 2015. MDGs DALAM BIDANG KESEHATAN Dibidang kesehatan tujuan yang hendak dicapai dalam MDGs adalah sebagai berikut: Tabel 1. MDGs bidang kesehatan, Tujuan, Target dan Indikator

Perkembangan MDGs terakhir disampaikan pemerintah pada tahun 2004. Laporan tersebut merupakan gambaran pencapaian target MDGs selama kurun waktu 1990- 2002/2003. Dibidang kesehatan ada beberapa hal yang penting untuk diketahui: 1. Menurunkan Angka Kematian Anak a. Angka Kematian Balita (AKBA) Angka kematian Balita dilaporkan menurun dari 97/ 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989 menjadi 46/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Rata-rata penurunan AKBA
Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com Page 3

By: Nurul Hidayah, S.KM

pada tahun 1990-an adalah 7% pertahun. Penting untuk dicatat bahwa pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai target yang ditetapkan dalam World Summit for Children (WSC) yaitu 65/1000 kelahiran hidup. b. Angka Kematian Bayi (AKB) Penurunan Angka Kematian Bayi dilaporkan sudah sangat menggembirakan. Pada tahun 1989 AKB adalah 68/1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 1999 sudah mencapai 35/1000 kelahiran hidup. Namun walaupun demikian, AKB di Indonesia masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara ASEAN antara lain 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali dari Filipina dan 1, 8 kali dari Thailand. c. Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak Persentase anak usia 12-23 bulan yang menerima sedikitnya satu kali imunisasi meningkat sebanyak 14% dalam kurun waktu 1991 (57,5%) dan 2002 (71,6%). Sementara itu target Nasional untuk imunisasi campak untuk tahun 2010 ditetapkan 90%. 2. Meningkatkan Kesehatan Ibu a. Angka Kematian Ibu Angka Kematian Ibu menurun dari 400/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 307 /100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan dengan negara maju dan beberapa negara ASEAN. Target Nasional pada tahun 2015 Angka Kematian Ibu menjadi 124/100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, ekslampia/gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama dan infeksi. Perdarahan yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak bertanggung jawab terhadap 28% kematian ibu. Ekslamsia merupakan penyebab kedua kematian ibu yaitu 13%. Aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 11 % kematian ibu di Indonesia. Sepsis, penyebab lain kematian ibu sering terjadi karena kebersihan dan hiygiene yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit akibat hubungan seks yang tidak diobati berkontribusi pada 10% kematian ibu. Partus lama yang berkontribusi bagi 9% kematian ibu, sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak dan gangguan kontraksi uterus. b. Proporsi Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Komplikasi persalinan menurun apabila persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih di lingkungan yang higienis dengan sarana yang memadai. Menurut data Susenas terjadi peningkatan proporsi kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari 41% pada tahun 1990 menjadi 68% pada tahun 2003. Sedangkan target Nasional pada tahun 2010 adalah 90%. c. Angka Pemakaian Kontrasepsi Angka pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur dilaporkan meningkat sekitar 4% dari 50% pada tahun 1990 menjadi 54 % pada tahun 2002. Sementara itu pasangan usia subur yang tidak menginginkan hamil tetapi tidak memakai kontrasepsi sekitar 9%. 3. Memerangi HIV/AIDS dan Penyakit Menular Lainnya
Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com Page 4

By: Nurul Hidayah, S.KM

a. HIV/AIDS Penurunan HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya mendapat perhatian besar dalam MDGs bidang kesehatan. Di Indonesia sendiri sampai akhir September 2003 tercatat 1.239 kasus AIDS dan 2.685 kasus HIV positif. Ini tentu saja bukan angka sebenarnya karena laporan jumlah penderita HIV/AIDS ini ibarat puncak gunung es, artinya yang menderita jauh lebih banyak dari yang tercatat. Para ahli memperkirakan hingga saat ini terdapat 90.000-130.000 orang di Indonesia yang hidup dengan HIV. Pola penyebaran yang umum terjadi adalah lewat hubungan seksual, selanjutnya lewat napza suntik. Di Jakarta terjadi kenaikan infeksi HIV pada pengguna napza suntik dari 15% pada tahun 1999 menjadi 47,9 % pada 2002. 1. Prevalensi HIV dikalangan ibu hamil yang berusia 15-24 tahun Penelitian di Provinsi Riau pada tahun 1998-1999 menunjukkan bahwa 0,35% ibu hamil telah terinfeksi HIV. Konseling dan testing sukarela di Jakarta Utara menunjukkan prevalensi HIV dikalangan ibu hamil adalah 1,5 % pada tahun 2000 dan meningkat 2,7 % pada 2001. 2. Penggunaan kondom pada pemakai kontrasepsi Data Susenas menunjukkan bahwa pengguna kondom sebagai alat KB pada wanita menikah usia subur sangat rendah yaitu 0,4% pada tahun 2002. 3. Persentase anak muda usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehen-sif tentang HIV/AIDS Sebuah penelitian pada tahun 2002 menunjukkan bahwa ada 38,4% dari pelajar sekolah menengah atas usia 15-19 tahun di Jakarta yang menunjukkan secara benar cara penularan HIV dan menolak konsep yang salah tentang penularan HIV. b. Malaria Hampir separuh dari penduduk Indonesia tinggal di daerah endemik malaria. Ratarata prevalensi malaria diperkirakan 850/100.000 penduduk, dengan angka tertinggi di Gorontalo, menyusul NTT dan Papua. Angka Kematian spesifik karena malaria diperkirakan 10/100.000 penduduk. Dari Anak balita dengan gejala klinis malaria hanya 4,4% yang menerima pengobatan. Kelambu dan penyemprotan rumah dapat meminimalisir penularan malaria. Anak Balita yang tidurnya menggunakan kelambu diperkirakan 32% sedangkan penggunaan kelambu yang telah direndam dengan insekisida hanya 0,2 %. c. Tuberkulosis (TB) Indonesia menempati urutan ke tiga kasus TB terbanyak didunia. Dilaporkan ada 582.000 kasus baru per tahun hampir separuhnya adalah BTA positif. Artinya dalam 100.000 penduduk terdapat 271 yang menderita TB dengan 122 diantaranya adalah BTA positif. Angka Kematian Spesifik karena TB adalah 68/100.000 penduduk. Penyakit TB merupakan penyakit kronik, melemahkan tubuh dan sangat menular. Penyembuhan memerlukan diagnosis akurat melalui pemeriksaan mikroskopis, pengobatan jangka panjang dengan ketaatan meminum obat anti TB. Analisis kohor tahun 2001 menunjukkan bahwa 85, 7 % penderita menyelesaikan pengobatan (pengobatan lengkap dan sembuh). Dibeberapa propinsi seperti Riau Bali dan Gorontalo angka kesembuhan lebih dari 95% sedangkan di Papua hanya 15,7%.
Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com Page 5

By: Nurul Hidayah, S.KM

Kelangsungan berobat pada penderita TB tidak hanya ditentukan oleh kepatuhan berobat, tetapi juga ketersediaan obat yang tidak terputus di fasilitas kesehatan. Survei tahun 2000 terhadap stok obat anti TB di fasilitas kesehatan menunjukkan angka kehabisan stok bervariasi dari 2-8%.

Ilmu Kesehatan Masyarakat www.dayookireidesu@wordpress.com

Page 6

By: Nurul Hidayah, S.KM

Anda mungkin juga menyukai