Anda di halaman 1dari 3

Membangun Peradaban dari Ruang Publik Kita

I Putu Eka Mulyawan

Hanya diskusi saja tempat publik harus bayar 500 ribu rupiah? Dalam hati saya bertanya, setahun lalu ketika kawan kawan BEM UNUD mengadakan diskusi di lapangan Renon, Denpasar. Mengadakan diskusi saja harus merogoh kocek yang dalam. Alih- alih biaya itu untuk kebersihan,dll. Ditambah dengan pengurusan yang menurut seorang kawan berbelit. Apalagi ketika diskusi menyangkut momentum kenaikan BBM, atau penggulingan pemerintah. Sedikit sedikit dituduh subversif (kata ini sering saya gunakan belakangan, mungkin karena agak nakal). Agaknya berbeda dengan tempat tempat yang teduh di Yogyakarta. Yang masyarakat daam hal ini begitu fasih untuk berbicara dan diskusi. Suasana kota gudeg dan pelajar membuat yogya pantas menjadi salah satu yang baik adanya ruang publik. Adanya tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi dan pemahaman pentingnya keberadaan ruang ini bagi literasi warganya. Selain menambah pengetahuan juga memberikan kesempatan masyarakat untuk berkeluh kesah tentang berbaga hal terutama berkaiitan dengan berbagai kebijakan. Hal tersebut sejalan dengan Inti konsep diskusi kritis yang digagas habermas, dimana adanya kesediaan warga privat (individu) untuk berkumpul berdiskusi kritis terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga menghasilkan opini publik terhadap kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, masyarakat mengerti tentang konsep keraton yogya, mampu menggeser keinginan pemerintah pusat untuk mengganti kepemimpinan sri sultan Hamengkubuwono X dengan gubernur hasi Pemilukada. Melalui berbagai diskusi publik, telaah dan aksi berhasil dirumuskan masih perlunya penetapan Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DIY. Ketiadaan hal ini memungkinkan terjadinya pembentukan opini oleh pemerintah, pengusaha yang punya akses ke pemerintahan dan media. Mungkin telaah yang dilakukan terhadap isu kenaikan BBM dapat dijadikan contoh. Sejak awal april berita- berita menyiarkan defisitnya anggaran Pendapatan dan belanja Negara yang besar subsidi mencapai 200 triliyun jebol. Pemerintah menyempatkan untuk berbicara mengenai kenaikan BBM di berbagai kesempatan. Dan analisis penggunaan subsidi BBM oleh ekonom (yang tanda petik merupakan penyokong analisis pemerintah). Jadi masyarakat pada bulan mei ini pasrah untuk kenaikan BBM yang diperkirakan mencapai 40-50%. Walaupun pemerintah masih mencari waktu yang tepat untuk menaikkan BBM hingga 5 mei ini. Mengingat banyak momentum yang dapat memukul dan membuat ledakan demontrasi massa seperti hari buruh (1 mei), hari pendidikan (2 mei), tragedi semanggi 1998 dan Reformasi (12 mei dan 28 mei). Opini adanya opsi lain dan upaya pemerintah untuk berinovasi menyelesaikan lingkaran setan ini. Mengigat kebutuhan BBM yang begitu luas serta punya pengaruh terhadap masyarakat. Apakah ada alternatif, efisiensi belanja barang atau peningkatan angkutan publik untuk semua daerah di Indonesia. Sehingga mengurangi beban subsidi secara sistematis. nonsense ketika negara ini

mengklaim sebagai negara demokratis tersebar di dunia. Dimana harus berhadapan dengan opini yang dibentuk oleh kapitalisasi bersekutu dengan pemerintah dan media. Gagasan Habermas sangatlah sederhana, sangat indonesia. Ia bermimpi terciptanya negara demokrasi deliberatif, yang dimana demokrasi dalam arti sebenarnya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang kita maknai hanya sebgai suatu prosedur melalui pemilu semata. Ruang Publik di Bali. Dalam kasus pulau bali, menjadi unik. Adanya berbagai faktor yang menyebabkan akses dan penggunaan ruang publik sangat kecil. Mengapa? Kapitalisasi pariwisata mendorong akses publik terhadap tempat tempat yang memiliki potensi ruang publik berkurang. Keberadaan ruang masyarakat ini harus berdampingan ruang pengusahaan pariwisata. Kalau berkunjung ke nusa dua, masyarakat cenderung enggan ke pantai karena aksesnya terbatas. Kadang beberapa tempat memberikan signage Private area dan tidak jarang menemukan berbagai sanksi hukum jika melewati batas- batas ruang tersebut. Jalan jalan menuju pantai atau daerah wisata harus direnggut oleh berbagai cafe dan artshop. Sempadan pantai yang makin sempit juga secara tidak langsung memaksa aktivitas upacara masyarakat untuk berhimpitan tamu tamu hotel yang berjemur di tepian pantai. Ironis. Pariwisata juga mendorong pemerintah untuk represif terhadap aktivitas masyarakat di ruang publik. Konser musik masyarakat atau mahasiswa harus izin sana sini. tetapi kalau berbagai konferensi internasional begitu mudah. Berbagai aktivitas internasional mendapatkan prioritas, jaga penuh, dan bahkan meminggirkan masyarakat. aktivitas kritis harus ada pembatasan dengan dalih dapat merusak citra pariwisata, Dapat mengurangi kadar keamanan bali. sering sekali berbagai kegiatan harus dikuntit intelijen dan kepolisian. Jadi dimana berbagai undang- undang tentang kebebasan berpedapat dan berkumpul. Bahkan tercantum dengan jelas dalam undang- undang dasar 1945 pasal 28 E ayat 3 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Nyen kal ganti, Presiden nu seger,Anggota DPR nu bek (siapa yang akan diganti, presiden masih sehat, anggota DPR masih banyak), mungkin kawan- kawan sering dengar di berbagai perbincangan santai dengan sejawat. Kalimat ini merupakan gurauan namun indikasi keengganan untuk urun pendapat terhadap berbagai hal. Selain ketiadaan masih enggannya masyarakat memanfaatkan berbagai fasilitas publik dan ruang publik. Masih hanya sebatas pada fungsi rekreatif belum pada tahap pembangunan opini publik. Ruang publik seperti kawasan terbuka jumlahnya hanya sebesar 22 persen (di denpasar dibawah angka tersebut) itupun termasuk pada hutan, kawasan persawahan, dll. Melihat banyak kendala terhadap keberadan ruang publik kita masih beruntung, kenapa? Ruang publik tidak semata ruang terbuka, taman, dan berbagai pedestrian. Merujuk pengertian ruang publik adalah place (ruang atau tempat yang memiliki memori dan kesan) sekaligus multi fungsi, dari rekreasi hingga tempat diskusi. Pura atau pun banjar menjadi salah satu publik space. Yang secara tidak langsung memaksa krama untuk berinteraksi dalam berbagai kegiatan budaya.

Warga masyarakat juga dapat menggunakan beberapa galeri dan markas organisasi seni, budaya, dan advokasi untuk melakukan berbagai kegiatan yang mencerdaskan (enlightmen). Anak muda bahkan saat ini sangat sering untuk memanfaatkan pertokoan/ toko ritel untuk bertemu dan mengobrol. pentingnya isi bukan ruang dan jumlah tempatnya. Tinggal kepedulian akan sekitar ditingkatkan. Tergiang kalimat peradaban itu lahir dari ruang publik yang kritis, sehat dan merdeka. Semoga.

Anda mungkin juga menyukai