Evolusi
Evolusi
Apakah spesies-spesies secara esensi masih tetap sama atau apakah mereka
berubah? Bagaimana suatu organisme bertumbuh dari embrio hingga menjadi
orang dewasa? Dua pertanyaan yang sangat jelas ini tampaknya menemukan
jawaban bersama dalam teori bahwa “ontogeni merekapitulasikan filogeni”
(sebuah teori yang sekarang ini telah ditinggalkan).
Dalam bahasa Inggris yang mudah dimengerti, ide ini menyatakan bahwa
sejarah dari perkembangan sebuah organisme (“ontogeni”-nya) mengulangi
perkembangan evolusioner dari spesies-spesies-nya (“filogeni”). Untuk
mengatakan bahwa jika para nenek moyang evolusioner manusia itu mencakup
ikan dan monyet, maka, pada titik yang berbeda dalam pertumbuhannya, embrio
manusia akan menyerupai ikan dewasa dan menyerupai seekor monyet dewasa.
Ide ini telah dikembangkan pada tahun 1860-an oleh pakar zoologi Jerman,
Ernst Haeckel (1834-1919), yang menyebutnya “hukum bio-genetika”; ringkasan
bahasa Inggrisnya: “ontogeni merekapitulasikan filogeni”, yang dimuat dalam
jurnal Quarterly Journal of Microscopical Science pada tahun 1872. (Haeckel
menemukan istilah “ontogeni” dan “filogeni”, seperti halnya istilah sekarang yang
lebih akrab: “ekologi”).
Dibalik teori Haeckel adalah pertanyaan yang sudah sangat lama tentang
bagaimana organisme mengambil bentuk. Sebagaimana dijelaskan oleh
Aristoteles, pakar zoologi yang pertama, embrio-embrio binatang, pada awalnya,
tampak tak berbentuk. Dia cenderung untuk meyakini bahwa pertumbuhan
berlangsung dalam tiga tahap yang jelas, dimana selama tahap-tahap itu, suatu
bentuk baru yang dikesankan dari luar pada embrio ini.
1
Ontogeni = Asal-usul dan perkembangan dari suatu organisme individual. Juga disebut dengan
Ontogenesis (Penerjemah).
2
Filogeny (Phylogeny) = Perkembangan evolusioner dari suatu spesies binatang atau tumbuhan. Disebut
juga dengan phylogenesis (Penerjemah).
Bertentangan dengan teori ini, yang mempengaruhi selama berabad-abad,
teori lain telah dikembangkan pada abad delapan belas. Disebut dengan “pra-
formasionisme” (preformationism), ia menganut pendapat bahwa organisme dari
konsepsi mengandung bentuk dewasa yang lengkap, yang terbentang dalam
waktu. Jadi, embrio manusia sejak dari garis start-nya telah mempunyai
sepasang lengan, kaki, paru-paru, mata, telinga, dan seterusnya, hanya saja
masih dalam versi yang primitif. Tidak ada bentuk yang perlu dibebankan dari
luar; segala sesuatunya telah ada disana, hanya menunggu untuk tumbuh.
Ironisnya, proses ini adalah apa yang dimaksudkan oleh para pakar biologi, pada
mulanya, sebagai “evolusi” (secara harfiah berarti “membuka gulungan”),
meskipun demikian, ia bertentangan dengan apa yang kita maksudkan sekarang
ini dengan “evolusi”.
Preformasionisme mengalami keterpurukan saat peralihan abad sembilan
belas, ketika para filosuf, ilmuwan, dan penyair dan semacamnya, mulai
memandang dunia ini bukan sebagai telah dibentuk sebelumnya (preformed)
atau yang bersifat statis, tapi sebagai suatu proses dinamis yang konstan, sebagai
perubahan yang progresif. Pada waktu yang sama, ide-ide “Romantik” yang lain
juga dianut, diantaranya adalah keyakinan tentang kesatuan esensial manusia
dengan seluruh alam ini. Diilhami oleh ide-ide semacam ini, sekelompok pakar
biologi Jerman yang dikenal sebagai para filosuf natural (Naturphilosophen)
pertama kali mengajukan sejenis rekapitulasi biologis.
Sebagaimana mereka telah membayangkannya, manusia adalah makhluk
terhebat dan paling maju di muka bumi ini, tujuan dimana seluruh Alam ini
selalu diperjuangkan dan terhadapnya (manusia) ia disatukan. Dengan
pengandaian bahwa Alam beroperasi, sebagaimana yang mereka asumsikan,
berdasarkan pada hukum-hukum yang selalu sama dan universal, manusia harus
menghadirkan kembali tahap yang paling maju dari suatu perkembangan organik
yang dibagi bersama dengan semua makhluk. Semua organisme yang lebih
rendah, demikian kesimpulan dari Naturphilosophen, hanyalah aproksimasi-
aproksimasi (sangat mirip) secara sebagian (tidak lengkap) dengan manusia, dan
manusia adalah tahap akhir dalam suatu proses kesempurnaan. Jadi, ketika
manusia bertumbuh dari sejak embrio hingga menjadi bayi yang baru lahir, ia
harus melalui semua aproksimasi-aproksimasi yang lebih rendah untuk
mencapai tingka yang lebih tinggi, sementara binatang-binatang yang lebih kecil
telah dibakukan dalam suatu keadaan perkembangan yang tertahan.
Teori ini---yang tidak secara pasti merampas dunia ini dengan serangan
tiba-tiba---masih tidak beranjak terlalu jauh dari teori Haeckel. Karena semua
yang telah dikatakan oleh Naturphilosophen ini adalah bahwa embrio manusia
melewati tahap-tahap yang dilalui oleh organisme-organisme lain di masa
sekarang ini. Selanjutnya, sementara masing-masing dari spesies-spesies yang
“lebih tinggi” ini menghadirkan kembali sejenis langkah evolusioner yang
melampaui spesies-spesies yang lebih rendah, spesies-spesies itu sendiri tidak
berubah sepanjang waktu. Versi evolusi yang lebih akurat dari Haeckel tentang
teori ini telah diilhami, tentu saja, oleh karya Charles Darwin Origin of Species
(1859), yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman pada tahun 1860.
Pada permukaan, tak ada satupun yang mustahil tentang tesis ini. Embrio-
embrio manusia mempertahankan keunggulan sifat-sifatnya (features) [seperti
halnya insang-insang] yang adalah relics (tumbuh-tumbuhan atau hewan purba
yang masih tetap hidup) evolusioner dan yang mengalami kepunahan atau yang
digantikan ketika janin berkembang. Jika alam ini bersifat ekonomis dan tidak
mengupayakan hukum-hukum atau proses-proses yang tidak ia perlukan, maka,
akan menjadi masuk akal bahwa proses melewati dari yang sederhana menuju
kompleksitas akan menduplikasi evolusi dari organisme yang sederhana menuju
ke organisme yang lebih kompleks. Haeckel bahkan meyakini bahwa evolusi
(filogeni) secara langsung telah menyebabkan jalan ontogeni.
Tapi, pada pengujian secara lebih jauh, gagasan ini terbukti tidak
mencukupi persyaratan (inadequate). Masalah terbesarnya adalah teori evolusi
Haeckel. Dalam pandangannya, suatu spesies berkembang dengan cara
beradaptasi dengan lingkungannya dan kemudian dengan melewati perubahan-
perubahan yang dihasilkan menuju generasi berikutnya. (Posisi ini dikenal
sebagai “Lamarckisme”). Ketika ditunjukkan kemudian bahwa evolusi
bergantung pada (pada esensinya bersifat acak) mutasi genetika, seringkali pada
tahap-tahap perkembangan yang paling dini, permadani telah digulung dari
bawah biogenesis. Karena, jika evolusi “terjadi” untuk berbicara secara longgar)
menuju ke permulaan dari ontogenesis---yaitu, jika gen-gen bermutasi secara
dini di dalam suatu perkembangan embrio---maka rekapitulasi akan gagal.
Karena, teori Haeckel, pada dasarnya, menyatakan bahwa filogenesis adalah
additive (suatu substansi yang ditambahkan dalam jumlah kecil pada sesuatu
yang lain untuk meningkatkan atau memperkuatnya)---yaitu, anda mengambil
serangkaian langkah-langkah evolusioner dan menambahkan sesuatu yang baru
di akhirnya.
Jika menyangkut apa saja, maka, filogeni merekapitulasikan ontogeni.
Yaitu, ketika perkembangan dari suatu organisme menyimpang dari jalur yang
normal yang evolusi dari spesies menjadi mungkin. Dewasa ini, para pakar
biologi melihat dengan lebih bersemangat pada karya dari Karl Ernst von Baer,
seorang warga Jerman yang mengkritik Naturphilosophen (dan juga, secara
kebetulan, selanjutnya mengkritik Darwin). Pada tahun 1820-an, von Baer
mencatat bahwa perkembangan embrionik itu tidak bersifat seragam atau paralel
diantara hewan-hewan, tapi lebih beragam sifatnya. Semua embrio-embrio
vertebrata (hewan yang mempunyai tulang belakang), misalnya, pada dasarnya,
terlihat serupa di awalnya, karena mereka memulai sesuatu dalam keadaan
mereka yang paling generik dan tidak berbeda. Dan jika kita membandingkan
perkembangan embrionik dari spesies-spesies yang berbeda, kita melihat bahwa
mereka tidak mengikuti garis-garis yang paralel, tapi lebih berupa, secara
progresif, menyimpang dari yang umum menuju ke yang khusus, dengan tujuan
akhir untuk menghasilkan tingkat perkembangan yang penuh dari spesies itu.
yaitu, masing-masing spesies mengikuti jalannya sendiri, yang semakin
menyempit dan sangat khas dari tahap telur hingga dewasa. Divergensi dari
spesies-spesies lain, bukan repetisi (proses mengulang-ulang) dari mereka, inilah
aturannya.
Atas dasar ini dan karena alasan-alasan lain, rekapitulasi secara resmi
ditolak oleh para pakar biologi (meskipun dalam sketsa yang kasar, ia tampak
memiliki beberapa kebenaran). Namun demikian, teori Haeckel menyebar
melalui ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmu-ilmu humaniora dan tidak pernah
ditinggalkan seluruhnya. Carl Jung, yang reputasinya sedang menanjak,
menggabungkannya ke dalam teorinya tentang “alam bawah sadar kolektif” [lihat
hal. ...]. Yang juga tidak kurang otoritatifnya adalah DR. Benjamin Spock yang
mempertahankan ide ini dalam buku kecilnya (sebagai referensi) yang populer
tentang pengasuhan anak, dan juga yang tidak kurang terhormatnya adalah
seorang ilmuwan Stephen Jay Gould yang telah menulis sebuah buku di tahun
tujuh puluhan yang mempertahankannya. Rekapitulasi mungkin sama sulitnya
dengan mengguncang ide tentang kemajuan (progress) itu sendiri.