Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (Santrock, 2007 : 200). Pandangan ini menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati. R emaja seringkali mengalami pergolakan emosi yang tinggi, serta d iiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi (Santrock, 2007 :201). Masa remaja juga merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) dapat berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Larson pada tahun 1999 menemukan bahwa remaja umumnya mengalami mood swing , dimana remaja memerlukan waktu hanya 45 menit untuk berubah dari mood senang luar biasa ke se dih luar biasa, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama (Larson & Petraitis, 1999) Reaksi reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja tentunya dapat berda mpak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya karena emosi memainkan peranan yang penting dalam kehidupan. Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980 : 218) adalah mencapai kemandirian emosional, dimana remaja harus mampu menyalurkan dan men gelola emosinya dengan tepat. Mengelola emosi bertujuan untuk memperoleh keseimbangan dalam emosi, sehingga perilaku yang dihasilkan akan bersifat adaptif. Pada kenyataannya, terdapat permasalahan klasik di kehidupan sehari hari terkait dengan emosi, dian taranya adalah kenakalan remaja. Data yang diperoleh Badan Pemasyarakatan Anak (Bapas) kelas II tentang kenakalan remaja menunjukkan selama tahun 2008, secara keseluruhan terdapat 345 perkara, tahun 2009 terdapat 312 perkara, dan tahun 2010 terdapat 309 pe rkara.

Permasalahan lainnya adalah tawuran. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2012, kasus tawuran pelajar di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, yaitu dari tahun 2010, hingga
2
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2012. Pada tahun 2011, terd apat 339 kasus tawuran yang menyebabkan 82 anak meninggal dunia. Sedangkan pada bulan Juni 2012, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Kasus yang terjadi tersebut memberikan gambaran yang mengkhawatirkan, bukan hanya melonjak 260% dibandingkan periode pada tahun 20120, melainkan juga korban jiwa yang meninggal akibat tawuran naik hingga 100%. Sementara itu jumlah kasus di Bandung menurut data yang didapatkan dari Kasubseksi Bimbingan Kerja Anak Badan Pemasyarakatan Kelas 1, Pengadilan Negeri Bandung rata rata tiap bulannya menghadapi 30 kasus kriminal yang dilakukan oleh anak yang berusia 14 18 tahun. Kasus kasus tersebut meliputi pemerasan, pencurian, dan narkotika (Chruch, 2012). Se lain permasalahan di atas, terdapat beberapa kasus yang menarik terkait dengan pengelolaan emosi pada remaja. Seorang siswa SMA di Surabaya diketahui tulang hidungnya retak akibat dipukul dengan helm oleh temannya. Penyebabnya adalah dia tidak sengaja buan g angin di kelas, yang menyebabkan temannya tersebut marah, hingga akhirnya temannya tersebut membenturkan helm ke muka korban (Romana, 2012). Kasus lain adalah tawuran antara siswa SMA 25 Bandung dengan siswa SMA Sumatra hingga menghancurkan sebuah angkot , hanya gara gara saling meledek (Dono, 2011). Sementara itu, pada tahun 2008 Pengadilan Negeri Bandung pernah menangani kasus pembunuhan yang

dilakukan pelajar SMA yang membunuh temannya sendiri akibat bertengkar hingga pelaku tersulut emosi (Chruch, 2012 ). Permasalahan di atas berkaitan dengan pernyataan Saarni bahwa remaja belum mampu melakukan kontrol emosi secara lebih tepat dan mengekspresikan emosi dengan cara cara yang diterima masyarakat (Santrock, 2007 : 199). Menurut Goleman, berbagai perilaku ke tidakmampuan mengelola emosi merupakan gambaran adanya emosi emosi yang tidak terkendali, dan mencerminkan meningginya ketidakseimbangan emosi, padahal emosi memainkan peranan penting dalam perilaku individu (Goleman, 2001 :28). Emosi merupakan suatu pera saan dan pikiran pikiran khas individu, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian motif untuk bertindak. Apabila
3
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

emosi berhasil dikelola maka individu akan mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepas kecemasan, kemurungan ata u ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari perasaan perasaan negatif tersebut. Sebaliknya, individu yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal hal yang merugi kan diri sendiri. Berpijak pada pernyataan sebelumnya, diperlukan adanya suatu kemampuan dalam mengelola emosi. Kemampuan mengelola emosi merupakan komponen yang paling tinggi dari kecerdasan emosi. Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kema

mpuan yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, serta kemampuan untuk mengatur keadaan jiwa. Menurut Caruso & Salovey (2005 : 70) terdapat empat kemampuan yang harus dimiliki a gar seseorang dikatakan cerdas emosi, kemampuan tersebut terdiri atas (1) kemampuan untuk mempersepsi dan mengidentifikasi emosi secara akurat ( the ability to perceive emotions or identify accurately, (2) kemampuan untuk menggunakan emosi (the ability to u se emotions to facilitate thinking and reasoning ), (3) kemampuan untuk memahami emosi ( the ability to understand emotions), (4) kemampuan untuk mengelola emosi (the ability to manage emotions). Kemampuan yang keempat menurut Caruso & Salovey (2005 : 97) me rupakan kemampuan yang paling fundamental dari kecerdasan emosi. Pengelolaan emosi menjadi hal yang menarik dan mengundang para peneliti untuk mengembangkan dan melihat kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. Studi yang dilakukan Bastian et al (2005) m enemukan bahwa pengelolaan emosi merupakan satu satunya cabang dari empat cabang kecerdasan emosi yang dapat memprediksi kepuasan hidup (life satisfaction) . Penelitian Schutte et al pada tahun 2001 (Hodgson & Wertheim, 2007) menemukan bahwa tingginya skor kecerdasan emosi seseorang berkorelasi dengan keramahan dan wellbeing. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mayer et al pada tahun 2004 mengungkapkan bahwa seseorang dengan kemampuan mengelola emosi yang tinggi memiliki kecederungan yang lebih rendah terha dap perilaku kekerasan dan
4

Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bullying . Penelitian tersebut juga mengungkap bahwa seseorang yang memiliki kemampuan mengelola emosi terbukti lebih mampu beradaptasi. Hodgson & Wertheim (2007) menyatakan bahwa : those with greater emotion management skills ha ve also been shown to be more adaptable to stressors such as transgressions (Mayer et al., 2004), more co operative with better social skills (Schutte et al., 2001) and more able to resolve interpersonal problems (Bar On, Tranel, Denburg, & Bechara, 2003; Rahim & Psenicka, 2002 dalam Hodgson & Wertheim, 2007). Sebaliknya, individu yang tidak memiliki kemampuan untuk mengelola emosi menurut penelitian Law, Wong, & Song pada tahun 2004 akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan seseorang (Hodgson & Wertheim, 2007). Penelitian Mustamsikin (2011) menemukan bahwa kemampuan pengelolaan emosi memberi pengaruh yang signifikan terhadap perilaku agresif siswa. Caruso & Salovey (2005 : 207) menyebutkan bahwa ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi ak an berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif, seperti terjerumus kepada narkotika dan minuman keras, bersikap agresif, serta prokrastinasi atau menunda nunda pekerjaan. Dengan melihat berbagai fenomena terkait pengelolaan emosi pada remaja, maka d irasakan penting adanya upaya bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan dan pencegahan, agar siswa memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang baik dan tidak terjerumus ke dalam perilaku yang maladaptif. Selain itu, mengacu pada Standar Kompetensi K emandirian Peserta Didik aspek perkembangan kematangan emosi tataran tindakan, siswa usia remaja harus mampu mengekspresikan perasaan atas dasar pertimbangan kontekstual serta mengekspresikan perasaan dalam cara

cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulk an konflik (DEPDIKNAS, 2008 : 254). Sehingga layanan yang diberikan merupakan upaya bantuan dan bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan perilaku efektif untuk mengelola emosinya. Teknik yang dapat dilakukan untuk mengelola emosi menurut Caruso & Salo vey (2005 : 128) diantaranya adalah disentisisasi sistematik, music therapy , dan menulis. Menurut Caruso & Salovey (2005 : 138) disentisisasi sistematik
5
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat membantu untuk tetap terbuka terhadap emosi yang datang, sekaligus tetap tenang dalam menghadapin ya. Mendengarkan musik juga dapat membantu pengelolaan emosi, menurut Benenzon (2008) terapi musik dapat memperbaiki dan memelihara keadaan mental fisik dan emosi, karena di dalam musik terdapat vibrasi harmoni yang dapat menyeimbangkan dan menurunkan gelo mbang kedua belah otak, sehingga mampu memahami kejadian secara lebih baik. Selain kedua teknik di atas, menulis pengalaman emosional juga dapat menjadi teknik untuk mengelola emosi karena memiliki efek yang menguntungkan dan dapat menyehatkan emosi. Menur ut Caruso & Salovey (2005 : 136), menulis tentang perasaan dan emosi yang terdalam dapat menyehatkan emosi dan merupakan salah satu cara cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi. Dari ketiga teknik tersebut, teknik yang di pilih peneliti untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi siswa adalah menulis ekspresif atau expressive writing. Teknik ini dipilih karena menulis merupakan cara yang relatif mudah bagi remaja untuk dapat m engekspresikan dirinya. Remaja dapat kapan saja dan dimana saja melakukan aktivitas menulis. Apabila dalam sesi konseling seorang konselor tidak bisa selalu hadir untuk mendengarkan, maka menulis memiliki kekuatan tersendiri karena kertas dan pensil selalu ada dan dapat digunakan oleh remaja sebagai media untuk mencurahkan emosinya. Menulis juga

memiliki kekuatan tersendiri dibandingkan dengan berbicara. Mengutip pernyataan Bolton (2004 : 3) bahwa: Writing is different from talking, it has a power all of it s own. Writing can allow exploration of cognitive, emotional, and spiritual areas otherwise not accessible, and an expression of elements otherwise inexpressible. Hal ini juga merujuk pada hasil studi Pennebaker & Chung (2007) yang menemukan bahwa menuli s memiliki dampak positif terhadap sistem imun seseorang dan bagaimana mereka mampu menghadapi situasi yang sulit. Selain itu, Pennebaker juga mengungkapkan bahwa dengan menulis memberikan manfaat, yaitu dapat menjernihkan pikiran, mengatasi trauma yang me nghalangi penyelesaian tugas tugas penting, dan membantu memecahkan masalah.
6
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian Qonitatin, Widyawati & Asih (2011) menemukan bahwa menulis ekspresif terbukti mampu menurunkan depresi ringan pada mahasiswa. Penelitian Fikri (2012) juga mengungkap ba hwa menulis pengalaman emosional dapat menurunkan emosi marah pada remaja. Expressive writing merupakan bagian dari adalah expressive theraphies yang berkembang sejak tahun 1987 oleh Pearson dan Nolan (Pearson & Wilson, 2008 : 2). Expressive therapies ber fokus pada emosi dimana konseli menggunakan seni, teknik, dan proyektif. Pada expressive therapies Beck mengemukakan terdapat proses pelepasan emosional yang dicurahkan melalui tulisan, serta mempertinggi proses kognitif terhadap pengalam tersebut. Oleh ka renanya, teknik expressive writing

ini dipilih untuk meningkatkan pengelolaan emosi pada siswa. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Berbagai fenomena yang banyak terjadi di kalangan remaja saat ini, seperti agresi, tawuran, dan berbagai kenakalan remaja lainnya, disebabkan adanya ketidakmampuan remaja dalam mengelola emosi yang dimilikinya. Emosi mema inkan peranan penting dalam setiap perilaku. Studi menunjukkan bahwa individu dengan kemampuan mengelola emosi memiliki kecenderungan yang lebih rendah terhadap kekerasan dan perilaku bullying serta lebih mampu beradaptasi ( Mayer et al , 2004), lebih koperatif dan memiliki keterampilan sosial (Schutte et al , 2001), serta lebih mampu menyelesaikan masalah interpersonal (Bar On, Tranel, Denburg, & Bechara, 2003), sehingga k emampuan pengelolaan emosi perlu dimiliki oleh setiap remaja agar p erilaku yang dihasilkan adaptif dan dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Larson (1999) remaja harus dibekali keterampilan untuk memahami dan mengontrol emosi serta menggunakan emosi tersebut dengan cara yang positif. Upaya yang dapat dilakukan untuk me ningkatkan kemampuan pengelolaan emosi adalah dengan teknik menulis ekspresif. Menulis merupakan kegiatan yang mudah dan merupakan bentuk komunikasi manusia sehari hari. Perkembangan teknologi juga turut mempermudah kegiatan ini, sehingga menulis
7
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dapat saj a dilakukan tidak hanya melalui kertas dan pensil. Menurut Pennebaker & Chung (2007) dengan menulis ekspresif, individu dapat mengekspresikan

emosi yang berlebihan (katarsis) dan menurunkan ketegangan, serta meningkatkan kemampuan individu dalam menghadapi masalah. S ehingga fokus dari menulis ekspresif adalah memberikan media pada remaja agar dapat berekspresi secara emosional, mengekspresikan pengalaman reflektif, dan memperluas pemahaman terhadap kondisi emosional yang dihadapinya. Berdasarkan identifikas i masalah kemampuan pengelolaan emosi dan menulis ekpresif sebagai upaya pengembangan kemampuan tersebut, maka rumusan masalah penelitian adalah Apakah Teknik Expressive Writing Efektif untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi pada Remaja? Pertanyaan penelitian di atas dirinci menjadi pertanyaan pertanyaan penelitian berikut ini : 1. Bagaimana tingkat kemampuan pengelolaan emosi pada siswa SMA? 2. Bagaimana pelaksanaan proses expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi? 3. Apakah teknik expressive writing efektif untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi? C. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memperoleh gambaran empiris mengenai efektivitas teknik expressive writing untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan emosi pada siswa. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan serta keilmuan bimbingan dan konseling, serta dapat memperkaya keilmuan dalam pengelolaan emosi dan penggunaan expressive therapy

untuk konseling.
8
Anisa Rahmadani, 2013 Efektivitas Teknik Expressive Writing Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengelolaan Emosi Siswa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti P enelitian ini dapat menjadi pengalaman serta menambah wawasan mengenai pengelolaan emosi. b. Bagi Konselor Konselor sekolah dapat menggunakan layanan dasar bagi siswa sebagai upaya preventif untuk mencegah perilaku perilaku yang maladaptif pada siswa. E. Asumsi Penelitian 1. Emosi memainkan peranan penting dalam perilaku individu. 2. Pengelolaan emos i merupakan kemampuan yang paling fundamental dari kecerdasan emosi (Caruso & Salovey, 2005 : 57) 3. Ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi akan berdampak pada berbagai perilaku yang maladaptif (Caruso & Salovey, 2005 : 128) 4. Menulis dapat menja di salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi (Caruso & Salovey, 2005 : 135) F. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi ini meliputi BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian,identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, dan struktur organisasi skripsi . BAB II Kajian Pustaka yang terdiri dari pengantar, batang tubuh, serta simpulan. BAB III Metode Penelitian, yang terdiri dari populasi dan sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, langkah langka h penelitian, dan teknik analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan

Pembahasan yang memaparkan hasil penelitian serta pembahasan. BAB V Simpulan dan Rekomendasi.

Mengelola emosi Mengelola Emosi


Liliana Elisetia, Psi.

Pada suatu ketika ada seorang pemilik perusahaan textil menampar seorang karyawan wanita. Siang itu mereka terlibat pertengkaran setelah pertemuan selesai. Setelah semua pimpinan perusahaan kembali ke ruang kerja masing-masing, Yosep (bukan nama sebenarnya) memerintahkan wina (bukan nama sebenarnya) untuk tetap di ruang meeting karena ada permasalahan yang harus diselesaikan. Wina adalah seorang akuntan di perusahaan tersebut. Wina membuat kesalahan sedikit dalam penghitungan keuangan perusahaan yang akhirnya si bos memarahinya mulai dari permasalahan yang sebenarnya hingga mengungkit masalah-masalah lain yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.

Wina tetap sabar mendengarkan ocehan si bos namun akhirnya si bos mulai mengatakan hal-hal yang tidak enak sementara wina membantah ia tidak perna melakukan hal tersebut yaitu memanipulasi laporan keuangan perusahaan. Tentu saja wina yang sejak tadi terlihat santai kini berbalik marah. Karena keduanya sama-sama keras kepala akhirnya si bos menampar wina. Satu minggu kemudian wina menuntut bosnya dengan tuduhan penganiayaan perempuan. Setelah itu wina mengundurkan diri dari perusahaan tersebut.

Mengapa hal tersebut sampai terjadi ? josep adalah seorang yang berpendidikan dan berpengalaman, demikian pula wina. Keduanya memiliki taraf kecerdasan yang tinggi. Jika mereka memikirkan apakah yang akan terjadi jika mereka berdua saling marah maka hal di atas tidak terjadi karena sebenarnya persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan kepala dingin tanpa merugikan keduanya. Menagapa hal ini sampai terjadi ?

Dari cerita di atas kita dapat melihat bahwa kecerdasan tidak menjamin emosi yang baik dan terarah. Tidak semua orang memiliki kemampuan mengelola emosi yang baik. Ada orang pandai dengan kemampuan mengola emosi yang baik. Kemampuan seseorang dalam mengola hidangan emosinya dapat membantu seseorang berhasil dalam kehidupan di berbagai bidang, sementara orang lain dengan IQ yang tinggi sekalipun jika tidak dapat mengolah dan mengatasi emosi maka ia akan mengalami stress berat dan kemandekan (stagnasi). Untuk mengelola dan mengatasi emosi ini diperlukan suatu kecerdasan atau kita sebut dengan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan diri/hati, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Bila suatu permasalahan muncul dengan intensitas yang cukup berat pertama-tama kita persiapkan diri kita. Diri kita menyadari (recognize) mengenal perasaan yang pada saat itu muncul pada diri kita dan mulailah mengenali diri anda dengan mengatasi emosi tersebut dan bukan emosi yang mengendalikan diri kita.

Contohnya jika saat itu kekasih memutuskan anda, dan anda tidak menerima keputusan sepihak tersebut namun apadaya berbagai cara telah dilakukan untuk membuat anda berdua rujuk kembali tidak berhasil. Maka saat itu yang harus anda lakukan adalah bangkitlah. Sedih boleh tetapi hanya untuk sesaat. Setelah anda bangkit kuasailah diri anda dari masalah tersebut yang kemungkinan suatu hari akan muncul kembali. Janganlah murung atau menyendiri, jangan tertutup dan bersembunyi di dalam rumah. Keluarlah dari dunia anda karena masih banyak hal penting yan harus anda kerjakan. Mulai membina suatu hubungan atau relasi dengan orang lain yang dapat meluaskan pergaulan anda, meluaskan pandangan anda, dan belajar berempati pada orang lain agar anda lebih dicintai oleh lingkungan sekitar anda. Jika telah mampuh melawati suatu permasalahan pertahankanlah perasaan bahagia anda dan jika suatu hari anda mengalami masalah serupa atau masalah-masalah lain pecahkanlah dengan kepala dingin dan kreatif dalam memecahklan masalah anda. Mudah-mudahan berhasil. Kemampuan mengelola emosi

Konsep kecerdasan emosi pertama kali diperkenalkan oleh Coleman (1995). Menurutnya, kemampuan individu dalam mengelola emosinya akan membantu kesuksesan di masa datang. Terdapat 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu: a. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan latar belakang tindakannya. b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya baik yang berupa emosi positif maupun emosi negatif. c. Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, dapat berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam hidupnya. d. Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami perasaan, pikiran, dan tindakan orang lain berdasarkan sudut pandang orang tersebut. e. Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk membangun hubungan secara efektif dengan orang lain, mampu mempertahankan hubungan sosial tersebut dan mampu menangani konflik-konflik interpersonal secara efektif.

Anda mungkin juga menyukai