Anda di halaman 1dari 20

BUKU PINTAR BIDANG ADMINISTRASI PERSIDANGAN Oleh: Drs. Mazharuddin, MH.

KPA Balige

I. Persiapan Persidangan A. Penetapan Majelis Hakim 1. Kapankah Majelis Hakim yang menyidangkan suatu perkara ditetapkan ? Jawab : Penetapan Majelis Hakim (PMH) telah ditetapkan Ketua Pengadilan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak perkara didaftarkan (sesuai asas sederhana dan cepat dalam Pasal 2 ayat (4) UU No.50 tahun 2009). 2. Bagaimana jika Majelis Hakim yang ditunjuk tersebut berhalangan ? Jawab : - Apabila Ketua Majelis berhalangan tetap, maka Ketua Pengadilan Agama membuat PMH baru; - Apabila Ketua Majelis berhalangan tidak tetap, maka salah seorang Hakim yang senior didampingi Panitera Pengganti menunda sidang dan dibuat Berita Acara Sidang penundaan dengan menyebut nama hakim yang bersidang; - Apabila Hakim anggota berhalangan, baik tetap maupun tidak tetap, maka digantikan oleh hakim lain dengan PMH baru selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum tanggal persidangan dengan memuat konsideran sebab pergantian tersebut; - Apabila Majelis Hakim secara bersamaan berhalangan sidang, maka Panitera Pengganti menulis pada pada papan pengumuman tetang penundaan tersebut dan memasukkan dalam berkas perkara setelah ditandatangani oleh Panitera Pengganti tersebut, dan para pihak akan dipanggil lagi pada waktu yang akan ditentukan kemudian dengan PHS baru; - Setiap pergantian Majelis Hakim harus dicatat dalam Berita Acara persidangan, selanjutnya mencatatkan dalam Buku Register Perkara; B. Penetapan Hari Sidang 3. Kapan pula Hari Sidang ditetapkan oleh Ketua Majelis? Jawab : Hakim Ketua Majelis harus membuat Penetapan Hari Sidang (PHS) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah menerima berkas perkara dari bagian kepaniteraan atau selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak perkara didaftarkan, setelah terlebih dahulu dimusyawarahkan dengan Anggota Majelis Hakim (sesuai asas sederhana dan cepat dalam Pasal 2 ayat (4) UU No.50 tahun 2009). 4. Bagaimana jika dalam Surat Gugatan Penggugat mengajukan permohonan Sita ? Jawab : Jika terdapat permohonan sita dalam surat gugatan, maka Majelis harus menyikapinya dengan beberapa alternatif Menerbitkan penetapan perintah sita sekaligus dengan Penetapan hari sidang, atau Menerbitkan penetapan perintah sita dengan menangguhkan Penetapan hari sidang, atau

Hal. 1 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Menerbitkan penolakan sita sekaligus disertai dengan Penetapan hari sidang, atau Menerbitkan penetapan penangguhan sita sekaligus disertai dengan Penetapan hari sidang; C. Penugasan Panitera Pengganti. 5. Apakah perlu dibuat Surat Penugasan Panitera Sidang/Panitera Pengganti untuk mencatat jalannya persidangan dan siapa yang menerbitkannya? Jawab : Untuk tertib administrasi perlu dibuat Surat Penugasan Panitera/Panitera Pengganti yang bertugas membantu Majelis Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalan persidangan yang diterbitkan oleh Panitera Pengadilan (Pasal 11 ayat (3) UU No. 48 Th. 2009), kemudian mencatatnya dalam Buku Register Perkara dan menyebutkannya dalam Berita Acara Sidang. 6. Bagaimana jika terjadi pergantian Panitera Sidang/Panitera Pengganti ketika perkara dalam proses ? Jawab: Jika terajadi pergantian Panitera Sidang atau Panitera Pengganti dalam masa proses persidangan, maka harus dicatatkan dalam berita acara sidang yang akan datang tentang pergantian beserta sebabnya, selanjutnya ditulis dalam register perkara yang bersangkutan nama Panitera Sidang/panitera Pengganti tersebut. D. Panggilan 7. Berdasarkan apakah Jurusita/Jurusita Pengganti menyampaikan panggilan sidang suatu perkara ? Jawab : (JS/JSP) berwenang untuk

Jurusita/Jurusita Pengganti berwenang menyampaikan panggilan sidang suatu perkara berdasarkan perintah Ketua Sidang/Ketua Majelis (Pasal 103 UU. No. 7 Tahun 1989 Jo. Pasal 716 ayat (1) R.Bg./Pasal 388 ayat (1) HIR serta Keputusan Ketua MA No. KMA/055/SK/X/1996 tangal 30 Oktober 2006). Untuk tertib administrasi dan kepastian petugas yang ditunjuk, maka harus tercantum nama JS/JSP yang bersangkutan dalam Penetapan Hari Sidang (PHS). 8. Apakah arti resmi dan patut dalam suatu pemanggilan sidang ? Jawab : Arti "resmi" dalam suatu pemanggilan adalah panggilan secara tertulis yang dilaksanakan Jurusita/Jurusita Pengganti dalam wilayah hukum Pengadilan yang bersangkutan dan disampaikan kepada pihak yang berperkara (formil/materil) di tempat yang ditunjuk dalam surat gugatan/berita acara sidang (jika terjadi peribahan alamat atau pemberian kuasa). Sedangkan kata "patut" berarti panggilan tersebut dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum hari/tanggal persidangan (Pasal 146 R.Bg./Pasal 122 HIR dan Pasal 26 ayat (4) PP No. 9 Tahun 1975). 9. Bagaimanakah jika pihak yang dipanggil tidak ditemui di alamat yang tersebut dalam surat gugatan pada saat JS/JSP menyampaikan panggilan ? Jika pada saat melaksanakan pemanggilan JS/JSP tidak bertemu dengan pihak yang dipanggil, maka panggilan disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa/yang dipersamakan dengan itu untuk disampaikan kepada yang bersangkutan (Pasal 718 ayat (3) R.Bg./Pasal 390 HIR, Pasal 26 PP. No. 9 Tahun 1975 dan Pasal 138 ayat 3 KHI) atau dapat juga disampaikan melalui Sekretaris Lurah/Sekretaris Desa/yang dipersamakan dengan itu untuk disampaikan kepada pihak yang bersangkutan. Asli relaas yang diserahkan kepada Majelis telah ditandatangani oleh pejabat tersebut berikut stempel jabatannya. Oleh karena itu Ketua RT/RW/Kepala Lingkungan tidak termasuk jajaran Pejabat Umum/Publik, sehingga pemanggilan yang disampaikan melalui Ketua RT/RW/Kepala Lingkungan tidak sah.
Hal. 2 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

10. Bagaimana jika Panggilan yang disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa/yang dipersamakan dengan itu tetapi tidak mempunyai stempel, apakah panggilan tersebut sah? Apabila JS/JSP telah menyampaikan relaas panggilan tersebut kepada Lurah/Kepala Desa/Sekretaris Lurah/Sekretaris Desa/yang dipersamakan dengan itu, maka panggilan tersebut tetap sah, karena sah tidaknya panggilan tidak ditentukan oleh stempel (Pasal 718 ayat (1) RBg./Pasal 390 ayat (1) HIR); 11. Bagaimana apabila Lurah/Kepala Desa/Sekretaris Lurah/Sekretaris Desa/yang dipersamakan dengan itu menolak menerima atau menandatangani relaas panggilan ? Jika Lurah/Kepala Desa/Sekretaris Lurah/Sekretaris Desa/yang dipersamakan dengan itu menolak menerima/menandatangani relaas panggilan, maka JS/JSP menulis dalam Berita Acara Panggilan tentang penolakan tersebut beserta alasan penolakannya; 12. Bagaimanakah jika pihak yang dipanggil di kediamannya JS/JSP bertemu dan berbicara langsung, tetapi pihak berperkara tersebut tidak mau menerima dan menandatangani Relaas Panggilan, apakah panggilan tersebut harus disampaikan melalui Kepala Desa/Lurah? Jika pihak yang ditemui tidak bersedia menerima dan/atau menandatangani relaas panggiklan, maka JS/JSP mencatat pada berita acara relaas Bahwa telah bertemu dan berbicara dengan yang bersangkutan, tetapi yang bersangkutan tidak mau menerima dan menandatangani Relaas panggilan tersebut sehingga tidak diperlukan lagi penyampaian melalui Lurah/Kepala Desa/yang ditersamakan dengan itu, sebab pemanggilan demikian telah dipandang sah.; 13. Bagaimana melakukan pemanggilan terhadap Tergugat yang Bisu/Tuli atau Buta? Jawab : Relaas tersebut tetap disampaiakan kepada Tergugat dan apabila terdapat kesulitan, maka Jurusita/Jurusita Pengganti dapat meminta bantuan kepada keluarganya untuk menjelaskan maksud surat tersebut, dengan menuliskan dalam Berita Acara Panggilan bahwa Bertemu dengan Tergugat secara langsung di tempat kediamannya dengan didampingi oleh keluarganya karena Tergugat Bisu/Tuli/Buta; 14. Bolehkah panggilan disampaikan di luar jam kerja atau pada malam hari atau hari libur atau hari besar ? Jawab : Surat panggilan dapat disampaikan di luar jam kerja, tetapi tidak boleh pada malam hari, hari libur atau hari besar (Pasal 18 Rv), kecuali ada permohonan khusus dari pihak atau perintah dari Ketua Majelis yang menyebutkan panggilan tersebut dapat dilaksanakan pada malam hari/hari libur/hari besar; 15. Bolehkah panggilan disampaikan melaui internet, e-mail, website, sms, fax. dsb ? Jawab : Panggilan yang disampaikan melaui internet, e-mail, website, sms, fax. Adalah tidak sah, meskipun yang bersangkutan hadir di persidangan, dan para pihak harus dipanggil lagi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 16. Bagaimana penyampaian panggilan kepada pihak yang sedang dalam tahanan atau penjara ? Jawab : Penyampaian Relaas kepada pihak yang berada dalam Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan. Jika tidak dapat bertemu (tidak diizinkan atau tidak bersedia ditemui), maka disampaikan melaui Petugas Rutan atau Lapas yang dibubuhi tandatangan petugas Rutan atau Lapas tersebut;

Hal. 3 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

17. Bagaimanakah penyampaian panggilan jika pihak yang berperkara bertempat tinggal di Luar Negeri ? Jawab : Pemanggilan terhadap pihak yang berada diluar negeri tidak boleh dikirim langsung ke alamat para pihak, tetapi harus dilaksanakan melalui perwakilan RI setempat (Pasal 28 PP No. 9/1975) cq. Dirjen Protokol Deplu dengan tembusan kepada Kedubes RI dimana pihak berada. Dalam hal ini Majelis Hakim tidak harus menunggu pengembalian relaas, cukup bukti pengiriman Surat dijadikan dasar menyidangkan perkara tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan terhitung sejak pendaftaran perkara atau tanggal penundaan sidang (KMA No. 055/75/91/I/UMTU/Pdt/1991 tanggal 11 Mei 1991); 18. Jika pihak Tergugat tidak diketahui alamat keberadaannya/ghaib, bagaimana cara pemanggilan dan pemberitahuan isi putusannya ? Jawab : Jika Tergugat ghaib, panggilan dan pemberitahuan isi putusan dilaksanakan dengan penempelan panggilan pada papan pengumuman Kantor Bupati/Walikota yang mewilayahi tempat tinggal Penggugat / Pemohon dan penempelan pada papan pengumuman Pengadilan (Pasal 718 ayat (3) R.Bg./Pasal 390 ayat (3) HIR.). 19. Bagaimana tehnis melakukan pemanggilan terhadap Tergugat yang ghaib dalam perkara perceraian ? dan bagaimana pula cara pemberitahuan putusannya ? Jawab : Pemanggilan terhadap Tergugat yang ghaib dalam perkara perceraian dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman Pengadilan dan mengumumkan melalui media masa yang ditetapkan Ketua Pengadilan Agama yang bersangkutan sebanyak dua kali pengumuman, dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama denganan pengumuman kedua, dan tenggat waktu antara pengumuman kedua dengan hari/tanggal sidang berjarak sekurang-kurangnya melampaui 3 (tiga) bulan (Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975). Sedangkan pemberitahuan putusan dilakukan dengan cara penempelan pada papan pengumuman Pengadilan. 20. Bagaimana penyampaian panggilan jika Tergugat meninggal dunia (dalam perkara selain perceraian) ? Jawab : Apabila pihak berperkara yang dipanggil telah meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak diketahui, maka panggilan disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa/yang dipersamakan yang mewilayahi kediaman terakhir pihak berperkara dimaksud (Pasal 718 R.Bg./ Pasal 380 ayat (2) HIR). 21. Kepada siapa panggilan yang resmi harus disampaikan terhadap pihak yang telah memberikan kuasa kepada orang lain ? Jawab: Jika telah ada kuasa, maka panggilan resmi disampaikan kepada pihak formil (Kuasanya), bukan kepada pihak materil. II. Pelaksanaan Persidangan A. Ketentuan Umum Persidangan 22. Bagaimana ketentuan umum persidangan ? Jawab : a. Persidangan harus de-qourum/atribut persidangan harus lengkap.; b. Harus ada Skuriti yang ketat dengan memanfaatkan Metal detector yang ada;

Hal. 4 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

c. Harus ada Portir yang bertugas mempersiapkan kelengkapan dan kerapian ruang sidang, dan sekaligus mendata/mendaftar para pihak yang datang terlebih dahulu.; d. Persidangan dilaksanakan oleh Hakim Majelis yang mempergunakan atribut lengkap; e. Persidangan dilangsungkan di ruang sidang pengadilan, kecuali sidang keliling, dalam hal dilakukan pemeriksaan setempat sidang dibuka dan ditutup di kantor lurah atau kepala desa; f. Persidangan dilaksanakan setiap hari Senin hingga Kamis. Jika alasan mendesak karena sesuatu hal, sidang dapat diselenggarakan pada hari Jumat;

g. Sesuai dengan relaas panggilan, Persidangan harus dilaksanakan tepat waktu pada pukul 09.00 WIB. Jika terjadi keterlambatan oleh satu majelis, sebaiknya diberitahukan secara umum kepada pihak-pihak; h. Seluruh rangkaian jalannya persidangan harus termuat dalam Berita Acara Persidangan (BAP) 23. Kapankan sidang pertama dilaksanakan ? Jawab : Sidang pertama dilaksanakan tidak terlalu lama sejak perkara didaftarkan, dengan mempertimbangkan jarak jauh/dekatnya tempat tinggal pihak-pihak berperkara dengan tempat persidangan (Pasal 146 R.Bg./Pasal 122 HIR.). Khusus sidang perkara perceraian, sidang pertama harus telah dilaksanakan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak perkara didaftarkan (Pasal 68 UU No. 7 Tahun 1989). 24. Siapa yang berhak persidangannya ? Jawab : melaksanakan persidangan dan Bagaimana susunan

Persidangan dilaksanakan oleh Majelis Hakim sebagaimana yang ditetapkan dalam PMH dengan dibantu oleh seorang Panitera yang mencatat jalan persidangan dan
Susunan persidangan terdiri dari seorang Hakim Ketua Majelis, dua orang Hakim Anggota dan seorang Panitera (Pasal 11 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 48 Tahun 2009). 25. Apakah para pihak diperintahkan untuk masuk ke ruang sidang secara sendirisendiri atau bersamaan sekaligus ? Jawab : Para pihak diperintahkan masuk ruang sidang secara bersamaan atau sekaligus guna menerapkan asas equality. 26. Bagaimana posisi duduk para pihak dalam persidangan? Jawab: Penggugat / Pemohon duduk di hadapan sebelah kiri Majelis, sedang Tergugat / Termohon duduk di hadapan sebelah kanan Majelis. 27. Apakah pernyataan sidang terbuka untuk umum merupakan keharusan ? Jawab : Setiap persidangan dibuka harus dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis dan setiap sidang pemeriksaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum hingga pembacaan putusan, kecuali Undang-undang menentukan lain (Pasal 13 ayat 1 UU No.48 Tahun 2009), seperti sidang pemeriksaan perkara perceraian dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum (Pasal 80 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989). 28. Apakah Penggugat dapat mencabut gugatan yang telah disidangkan ? Jawab: Penggugat dapat mencabut gugatan meskipun telah disidangkan, dengan ketentuan: apabila Tergugat belum mengajukan jawabannya, maka tidak diperlukan persetujuan

Hal. 5 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Tergugat atas pencabutan tersebut. Namun jika Tergugat telah mengajukan jawaban, maka pencabutan harus mendapat persetujuan Tergugat (Pasal 271 Rv). 29. Bagaimana tindakan Hakim apabila Penggugat mencabut gugatannya ? Jawab : Apabila Penggugat mencabut gugatannya (baik sebelum atau sesudah Tergugat mengajukan jawaban), maka Hakim menyatakan perkara itu telah selesai selanjutnya dicatat dalam Berita Acara dan membuat penetapan atas pencabutan tersebut (Pasal 271 Rv). 30. Bagaimana langkah hakim, apabila Penggugat/Pemohon melakukan perubahan gugatan ? Jawab : Jika perubahan gugatan diajukan Penggugat/Pemohon sebelum Tergugat/ Termohon mengajukan jawaban, maka dapat dibenarkan sepanjang tidak merubah pokok/substansi perkara tanpa memerlukan persetujuan Tergugat/ Termohon. Sedangkan jika perubahan dimaksud dilakukan setelah Tergugat/Termohon mengajukan jawaban, maka Hakim harus mempertanyakan persetujuan Tergugat/Termohon (Pasal 127 Rv.). 31. Bagaimana tindakan Hakim jika terjadi perubahan gugatan oleh Penggugat/ Pemohon, sedangkan Tergugat/Termohon tidak hadir di persidangan ? Jawab : Hakim dapat mengabulkannya sepanjang tidak melampaui batas-batas materi pokok perkara yang dapat menimbulkan kerugian kepada Tergugat/Termohon dan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata (Pasal 127 Rv.). 32. Apa tindakan Hakim jika Penggugat/Pemohon tidak hadir pada sidang pertama, sedangkan panggilan telah dinyatakan resmi dan patut ? Jawab : Apabila Penggugat/Pemohon tidak hadir dalam sidang pertama, maka Hakim dapat menggugurkan perkaranya, atau memberi kesempatan dengan menunda sidang guna memanggil Penggugat/Pemohon kembali. Tetapi jika Penggugat/ Pemohon juga tidak hadir pada persidangan berikutnya tanpa alasan apapun yang dapat dibenarkan hukum, maka perkara tersebut harus digugurkan (Pasal 148 R.Bg./Pasal 124 HIR.). 33. Bagaimana pula jika Tergugat/Termohon tidak hadir pada sidang pertama, sedangkan Penggugat/Pemohon hadir ? Jawab : Jika Tergugat tidak hadir pada sidang pertama tanpa alasan apapun yang dapat dibenarkan hukum sedangkan Penggugat hadir, maka Hakim dapat memutuskan perkara yang Verstek (Pasal 149 ayat (1) R.Bg./Pasal 125 ayat (1) HIR.) atau menunda persidangan dengan perintah memanggil Tergugat/Termohon sekali lagi (Pasal 150 R.Bg./Pasal 126 HIR). B. Eksepsi Dan Intervensi 34. Apa yang dimaksud dengan eksepsi ? Jawab : Eksepsi (Latin: Exeptio) artinya Tangkisan, sangkalan, bantahan, pengecualian, sangggahan, keberatan; Menurut istilah: yaitu sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara/pokok perlawanan; 35. Apa tujuan dari eksepsi ? Jawab:

Hal. 6 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Tujuan Eksepsi untuk menggagalkan gugatan atau perlawanan dari segi hukum formil; 36. Kapan suatu eksepsi dapat diajukan oleh Tergugat ? Jawab : Eksepsi absolut (menyangkut perkara pokok) dapat diajukan oleh Tergugat pada setiap tahap persidangan (Psl. 136 HIR/162 R.Bg.) bahkan hingga ke tingkat banding. Sedangkan eksepsi relatif (menyangkut wilayah hukum) diajukan hanya pada sidang pertama. 37. Bagaimana jika eksepsi yang menyangkut kewenangan absolut tersebut tidak diajukan oleh Tergugat ? Jawab : Hakim wajib secara ex officio apabila secara faktual menemukan cacat formil bahwa perkara tersebut bukan wewenangnya, maka ia harus menjatuhkan putusan negatif, yang menyatakan diri tidak berwenang mengadili, meskipun tidak diminta oleh pihak excipient (Tergugat) 38. Jelaskan jenis eksepsi yang berdasarkan hukum formil (hukum acara) yang dapat diajukan Tergugat/Termohon ? Jawab : a. Eksepsi Nebis In Idem; b. Eksepsi Error In Persona; c. Eksepsi Obscuur libel 39. Apa yang dimaksud Eksepsi Nebis In Idem dan Bagaimana patokannya ? Jawab : Eksepsi nebis in idem adalah eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang diajukan telah pernah diputus oleh hakim sebelumnya, dengan patokan sebagai berikut : a. Apa yang digugat sekarang telah pernah diperiksa dan telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, b. Putusan pertama dimaksud bersifat Positif (mengabulkan atau menolak gugatan); c. Objek gugatannya sama; d. Subjek gugatannya sama; e. Materi pokok perkaranya sama. Semua patokan tersebut bersifat kumulatif bukan alternative, jadi jika hanya salah satu saja terpenuhi, maka tidak dapat dikatakan nebis in idem, kecuali dalam perkara Hadlonah tidak berlaku ketentuan nebis in idem ; 40. Apa pula yang dimaksud Eksepsi Error in persona dan Bagaimana patokannya ? Jawab : Eksepsi Error In Persona, adalah eksepsi yang menyatakan bahwa Penggugat tidak mempunyai kedudukan untuk mengajukan gugatan, atau para pihak tidak jelas, atau tergugat yang ditarik tidak lengkap, dengan patokan : a. Diskualifikasi in person, yaitu Penggugat bukan persona standi in yudicio (orang yang cakap bertindak dalam hokum) atau bukan orang yang mempunyai hak dan kepentingan; b. Gemis Aanhoedanid heid yaitu orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat; c. Plurium litis consorsium yaitu orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak lengkap. 41. Apa pula yang dimaksud Eksepsi Obscuur Libel dan Bagaimana patokannya ? Jawab :

Hal. 7 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Eksepsi Obscuur libel adalah eksepsi yang bertujuan agar hakim memutus bahwa gugatan Penggugat tidak jelas/kabur, sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima, patokannya yaitu : a. Posita tidak menjelaskan dasar hukum dan fakta kejadian; b. Objek yang disengketakan tidak jelas; c. Penggabungan perkara yang masing-masing berdiri sendiri d. Tidak ada hubungan antara posita dengan petitum e. Petitum tidak dirinci, tetapi hanya berbentuk kompositur atau ex aequo et bono. 42. Jelaskan apa yang dimaksud dengan eksepsi materil ? Jawab : Eksepsi materil yaitu eksepsi karena adanya cacat yang menyangkut Materi Gugat yang diperkarakan, seperti Eksepsi Prematur dan Eksepsi aan hanging geding; 43. Apa pula yang dimaksud Eksepsi Prematur tersebut ? Jawab : Eksepsi prematur, yaitu eksepsi yang diajukan karena belum saatnya diajukan, seperti menggugat warisan pada saat pewaris masih hidup; 44. Apa pula yang dimaksud Eksepsi Aan hanging geding ? Jawab : Eksepsi aan hanging geding, yaitu eksepsi yang diajukan karena perkara yang bersangkutan masih bergantung proses Pengadilan lain. Dalam menghadapi eksepsi ini, maka Hakim harus menjatuhkan Putusan Negatif, yang menyatakan diri tidak berwenang mengadili. 45. Bagaimana tata cara pemeriksaan eksepsi formil ? Jawab : Jika diajukan eksepsi formil, maka Hakim harus terlebih dahulu memeriksa dan memutus eksepsi sebelum memeriksa dan memutus perkara pokok. 46. Bagaimaan pula cara memeriksa eksepsi materiil ? Jawab : Jika diajukan eksepsi materiil, maka Hakim memeriksa dan memutus eksepsi bersamaan dengan pemeriksaan dan putusan perkara pokok. 47. Bagaimanakan jika eksepsi formil ditolak ? Jawab: Jika eksepsi formil ditolak maka diputuskan dengan putusan sela yang menyatakan Pengadilan Agama berwenang memeriksa perkara tersebut dan kedua belah pihak diperintahkan untuk melanjutkan perkara serta menyatakan menangguhkan putusan tentang biaya perkara hingga putusan akhir. 48. Bagaimana pula jika eksepsi formil dikabulkan ? Jawab : Jika eksepsi formil dikabulkan, maka Pengadilan Agama tersebut menyatakan tidak berwenang mengadili perkara a quo serta pembebanan biaya perkara, sehingga putusan tersebut merupakan putusan akhir dan perkara pokok tidak diperiksa. 49. Apa tindakan Hakim apabila Tergugat tidak hadir, namun mengirimkan jawaban tertulis yang memuat eksepsi relatif atau absolut ? Jawab :

Hal. 8 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Sama halnya dengan eksepsi yang diajukan oleh Tergugat yang hadir di persidangan (Pasal 149 ayat (2) R.Bg./Pasal 125 ayat (2) HIR.). 50. Dalam tahap apakah gugatan rekonvensi dapat diajukan Tergugat ? Jawab : Gugatan rekonvensi atas gugatan konvensi harus diajukan bersama-sama dengan mengajukan jawaban baik secara tertulis maupun lisan (Pasal 158 ayat (1) R.Bg./Pasal 132b ayat (1)HIR). 51. Apakah gugatan rekonvensi harus mempunyai posita dan petitum ? Jawab : Layaknya suatu gugatan, maka gugatan rekonvensi juga harus mempunyai posita dan petitum yang jelas dan terinci. 52. Apakah yang dimaksudkan dengan intervensi ? Jawab : Intervensi ialah aksi hukum seseorang yang merasa berkepentingan dengan melibatkan diri dalam suatu perkara yang sedang berjalan. 53. Apa-apa sajakah jenis intervensi ? Jawab : Pada dasarnya Intervensi ada 2 (dua) macam yaitu : a. Menengahi (Tussenkomst), yakni masuknya pihak ketiga sebagai pihak tersendiri dalam suatu perkara yang sedang berlangsung guna membela kepentingannya sendiri, sehingga melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara. b. Menyertai (Voeging), Seorang yang ditarik oleh satu pihak berperkara untuk turut serta dalam suatu perkara yang sedang berlangsung guna bersama-sama membela kepentingan Penggugat melawan Tergugat atau bersama-sama Tergugat menghadapi Penggugat; Meskipun demikian sebagian pendapat juga memasukkan Vrijwaring (ditariknya pihak ke tiga untuk ikut bertanggung jawab guna membantu dan membebaskan Tergugat dari tanggungjawab/kewajiban terhadap Penggugat) sebagai jenis intervensi. 54. Apakah syarat-syarat intervensi ? Jawab : Berdasarkan penafsiran Pasal 70 dan 279 Rv, syarat-syarat intervensi adalah: a. Intervensi harus merupakan tuntutan hak; b. Ada kepentingan hukum dalam sengketa yang berlangsung ; c. Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok sengketa yang sedang berlangsung ; d. Kepentingan tersebut untuk mencegah kerugian; e. Tujuan intervensi guna mempertahankan hak pihak ketiga atau untuk melindungi dirinya dengan jalan berpihak kepada salah satu pihak atau menjadi pihak tersendiri/tidak memihak pada para pihak dengan melawan kedua belah pihak. 55. Bagaimana kedudukan para (menengahi/pihak tersendiri) ? Jawab : Kedudukan para pihak setelah ada penetapan Tussenkomst adalah: pihak ketiga yang mengajukan disebut Pelawan, Penggugat semula disebut Terlawan I sedangkan Tergugat semula disebut Terlawan II pihak berperkara setelah ada tussemkomst

Hal. 9 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

56. Bagaimana menyebut kedudukan para pihak yang berperkara, setelah adanya voeging diajukan pihak ketiga ? Jawab : a. Jika pihak ketiga berpihak pada Penggugat maka Penggugat semula menjadi Penggugat I, sedangkan pihak ketiga tersebut menjadi Penggugat II. b. Jika pihak ketiga berpihak kepada Tergugat, maka pihak Tergugat semula menjadi Tergugat I sedangkan pihak ketiga menjadi Tergugat II. 57. Apakah eksepsi, rekonvensi intervensi dicatat dalam register perkara ? Jawab : Agar sejalan dengan amar putusan, maka petitum eksepsi, rekonvensi dan intervensi harus dicatat dalam buku register perkara. C. Kuasa 58. Apa perbedaan antara kuasa insidentil dengan kuasa profesional ? Jawab : Kuasa Insidentil adalah kuasa yang berasal dari kalangan keluarga pihak materil yang mempunyai izin Ketua Pengadilan untuk berperkara setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk beracara dengan melampirkan surat keterangan lurah/kepala desa atau yang dipersamakan dengan itu menyatakan tentang hubungan kekeluargaan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa (Surat TUADA MARI ULDITUN No. MA./KUMDIL/9910/IX/87). Sedangkan Kuasa Profesional adalah kuasa yang mempunyai Kartu Tanda Anggota (KTA) Advocat (Pasal 32 UU No. 18 tahun 2004). Sebelum yang bersangkutan resmi beracara dalam perkara tertentu, harus melampirkan asli surat kuasa dan fotocopy KTA serta memperlihatkan aslinya kepada Majelis. 59. Langkah apa yang dilakukan Majelis Hakim dalam memeriksa perkara yang menggunakan jasa advocat ? Jawab : Sesuai Surat edaran Mahkamah Agung RI No. 31/P/169/M/1959 tanggal 19 Januari 1959, Peraturan Menteri Kehakiman RI No. J.P..14-2-11 tanggal 7 Oktober 1965 dan Nomor 1 Tahun 1985, maka langkah Majelis Hakim pertama sekali adalah memeriksa masa berlaku izin beracara advocat yang bersangkutan, lalu memeriksa kelengkapan syarat formil dan materil surat kuasa khusus (dalam perkara tertentu, mewakili orang tertentu sebagai pihak tertentu di Pengadilan Agama tertentu. Jika sebagai tergugat ditambah dengan nomor register perkara dan tanggal pendaftaran perkara). Jika kuasa terdiri dari beberapa orang, maka harus hadir pada sidang pertama atau diperintahkan untuk dihadirkan pada sidang kedua, guna memastikan keikutsertaan/ keaktifannya sebagai kuasa. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut maka kuasa demikian dicoret dari daftar pihak formil. 60. Apakah setelah ada pemberian kuasa, pihak materil harus hadir dalam setiap persidangan ? Jawab : Khusus dalam perkara perceraian, pihak materil diwajibkan hadir dalam sidang perdamaian, kecuali yang bersangkutan berada di luar negeri sehingga Kuasa dapat bertindak untuk dan atas nama pihak materil berdasarkan surat Kuasa Istimewa guna menghadiri sidang perdamaian yang dibuat di hadapan Panitera atau Notaris (Pasal 82 ayat (2) UU No, 7 Tahun 1989). Sedangkan dalam perkara selain perceraian, meskipun tidak diharuskan namun dalam sidang perdamaian dan mediasi sangat dianjurkan pihak materil turut hadir.

Hal. 10 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

61. Apa yang dimaksud pembebanan pembuktian yang berimbang ? Jawab : Pembebanan pembuktian yang berimbang. Pemberian kesempatan yang sama kepada pihak Penggugat maupun Tergugat untuk membuktikan dalil gugatan atau bantahan masing-masing (Pasal 283 R.Bg./Pasal 163 HIR). D. Mediasi 62. Apakah setiap perkara perdata harus dilakukan mediasi ? Jawab : Setiap perkara perdata bersifat contentius yang dihadiri kedua belah pihak wajib terlebih dahulu dilakukan mediasi, apabila tidak dilakukan mediasi maka putusan batal demi hukum (Pasal 2 dan 7 Peraturan Mahkamah Agung RI/Perma. No. 01 Tahun 2008); 63. Tahap manakah yang harus lebih dahulu dilaksanakan oleh Majelis Hakim, apakah mediasi atau upaya damai dalam persidangan ? Jawab : Sesuai asas, maka upaya damai harus lebih dahulu dilaksanakan dalam persidangan (Pasal 4 Perma. No. 01 tahun 2008). Jika upaya damai gagal, maka dilanjutkan ke tahap mediasi, sebab upaya damai diatur berdasarkan UU sedangkan mediasi diatur melalui Perma. No. 01 Tahun 2008). 64. Hingga tahap apakah mediasi diharuskan untuk dilaksanakan ? Jawab : Keharusan melaksanakan mediasi pada dasarnya pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak berperkara, termasuk dalam perkara verzet. Namun jika kedua belah pihak menghendaki, mediasi dapat dilaksanakan pada tahap-tahap pemeriksaan perkara hingga tahap pembacaan putusan, bahkan jika para pihak menginginkan peerdamaian, dapat dilaksanakan secara mediasi hingga tingkat Peninjauan Kembali Pasal 21 ayat (1) dan (4) Perma. No. 01 tahun 2008). 65. Apakah mediasi juga diharuskan meskipun pihak Tergugat/Termohon tidak hadir dalam persidangan ? Jawab : Oleh karena tujuan pengaturan mediasi adalah untuk mendamaikan kedua belah pihak berperkara secara langsung (atau yang dikuasakan khusus untuk itu), maka mediasi hanya dilakukan apabila pihak Tergugat/Termohon hadir di persidangan. Dengan demikian tidak ada mediasi dalam perkara verstek. Tetapi dalam BAP harus dibuat narasi tentang tidak dapat dilaksanakan mediasi karena ketidakhadiran tergugat tersebut; 66. Dalam perkara yang mendapat sorotan publik, apakah Hasil mediasi dapat disampaikan kepada publik ? Jawab : Proses mediasi pada asasnya tertutup untuk umum kecuali para pihak menghendaki lain, dan hasil mediasi maupun dinamika yang terjadi dalam proses pertemuan tidak boleh disampaiakan kepada publik kecuali atas izin para pihak; 67. Apakah Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut dapat juga dipilih sebagai mediator ? Jawab : Hakim majelis pemeriksa perkara dapat juga dipilih dan ditunjuk oleh para pihak sebagai Mediator (Pasal 8 ayat (1) huruf d Perma. No. 01 Tahun 2008); 68. Bagaimana jika mediator pilihan pihak Penggugat berbeda dengan pilihan pihak Tergugat ?

Hal. 11 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Jawab: Jika mediator pilihan Penggugat berbeda dengan mediator pilihan tergugat, maka Majelis menunjuk mediator yang lebih senior (berdasarkan sertifikat mediator selanjutnya berdasarkan senioritas hakim) untuk menjadi mediator, sedangkan yang lebih junior ditunjuk sebagai co. Mediator (Pasal 8 ayat (2) Perma. No. 01 Tahun 2008). 69. Bagaimana jika para pihak di persidangan secara tegas tidak bersedia melakukan mediasi ? Jawab : Jika sidang pertama dihadiri kedua belah pihak, namun ada pihak yang dengan tegas menyatakan tidak bersedia menempuh mediasi, maka harus dibuat dalam BAP tentang keengganan tersebut yang berarti mediasi gagal karena ada pihak yang tidak bersedia 70. Apakah mediasi dapat dilaksanakan jika hanya dihadiri pihak formil (kuasa) ? Jawab: Meskipun Pasal 1 ayat (8) Perma. No. 1 Tahun 2008 menegaskan bahwa mediasi dilaksanakan jika dihadiri secara in-person oleh kedua belah pihak (pihak materil) dan Kuasa hukum (pihak formil) berkewajiban mendorong para pihak secara in-person berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi (Pasal 7 ayat (4) Perma No. 01 Tahun 2008), namun oleh karena dalam Pasal 14 ayat (1) Perma. No. 01 Tahun 2008 yang memberikan klausul gagalnya mediasi jika salah satu pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi yang telah disepakati tanpa alasan yang patut dan Pasal 17 ayat (1) dan (2) Perma. No. 01 Tahun 2008 yang memberi alternatif pihak formil berhak membuat kesepakatan, maka pihak formil/Kuasa dapat bertindak mewakili pihak materil dalam mediasi jika dalam surat kuasa (kuasa khusus) dicantumkan juga untuk menghadiri mediasi perkara tersebut. 71. Bagaimana pula jika sidang perdamaian dalam perkara perceraian, apakah dapat dihadiri oleh Kuasa (pihak formil) ? Jawab: Khusus dalam perkara perceraian, upaya damai wajib dihadiri kedua belah pihak secara langsung (pihak materil), kecuali jika pihak materil berada di luar negeri, maka dapat diwakili pihak formil setelah terlebih dahulu dibuatkan surat kuasa istimewa (Pasal 82 ayat (2) UU. No. 7 tahun 1989). 72. Apakah sidang perdamaian dalam perkara perceraian boleh hanya dihadiri pihak formil walaupun pihak materil sedang tidak berada di luar negeri ? Jawab: Jika pihak materil tidak dalam keadaan di luar negeri, maka berdasarkan ketentuan Pasal 82 ayat (2) UU. No. 7 Tahun 1989 sidang perdamaian tidak boleh dilanjutkan jika hanya dihadiri pihak formil. 73. Bagaimanakah jika dalam persidangan kedua belah pihak berperkara sepakat untuk berdamai ? Jawab : Jika perdamaian terjadi dalam perkara perceraian, maka Hakim memerintahkan supaya Penggugat/Pemohon mencabut perkaranya dan dituangkan dalam Penetapan Pengadilan. Sedangkan jika perdamaian terjadi dalam perkara selain perceraian, maka dibuat akta perdamaian yang berisikan kesepakatan kedua belah pihak, selanjutnya diadopsi ke dalam Putusan Perdamaian yang memerintahkan kedua belah pihak untuk mentaati isi perdamaian tersebut (Pasal 154 ayat (2) R.Bg./Pasal 130 ayat (2) HIR). 74. Bagaimana jika perdamaian terjadi pada tingkat Banding atau Kasasi ? Jawab: Jika perdamaian terjadi dalam perkara perceraian pada tingkat Banding atau Kasasi, maka dibuat akta perdamaian kedua belah pihak selanjutnya dikirim ke PTA atau MA,

Hal. 12 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

sehingga dalam Putusan PTA atau MA akan menyatakan membatalkan putusan terdahulu dan dengan mengadili sendiri Menolak Gugatan Penggugat dengan alasan adanya perdamaian dan tidak terbukti rumahtangga kedua belah pihak telah pecah. Sedangkan jika perdamaian terjadi dalam perkara selain perceraian, maka dalam akta perdamaian tercantum bahwa apapun putusan Banding atau Kasasi tidak akan mempengaruhi hasil perdamaian tersebut; E. Berita Acara Persidangan 75. Siapakah yang berkewajiban membuat Berita Acara Persidangan (BAP) ? Jawab: BAP dibuat oleh Panitera yang mencatat jalannya persidangan dan ditandatangani oleh Panitera yang bersangkutan serta Hakim Ketua Majelis yang menyidangkan sebagai penaggungjawab dengan mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (jangan sekali-kali mempergunakan bahasa daerah setempat (kecuali jika diikuti dengan terjemahannya dalam bahas Indonesia yang diletakkan dalam kurung yang menyertai kata tersebut). 76. Bagaimanakah format pengetikan Berita Acara Persidangan (BAP) Dan Hal-hal apa saja yang terdapat dalam BAP ? Jawab : a. Format pengertikan BAP adalah menggunakan kerta folio, dengan ketentuan pengetikan menggunakan huruf arial 1 spasi, paragraph atas dan kiri 4 cm, kanan dan bawah 3 cm, mempergunakan hurufbArial ukuran font 11; b. Mencantumkan halaman pada sudut kanan atas secara berkesinambungan/berurutan antara BAP pertama dengan BAP lanjutan serta mempergunakan bahasa Indonesia tulisan baku. c. Pengetikan BAP tidak perlu memakai garis-garis setelah titik pada tempat yang kosong; d. Kepala BAP berisikan Kata Berita Acara Persidangan, Nomor register perkara dengan Bold tanpa diberi garis bawah (underline), dan urutan sidang yang ke berapa pada posisi centre kertas, dengan jarak antara kata Berita Acara Persidangan dengan Nomor Perkara cukup 1 (satu) spasi, contoh:

Berita Acara Persidangan


Nomor 101/Pdt.G/2010/PA-Blg (Sidang Pertama) e. BAP juga memuat nama Pengadilan Agama ybs, hari, tanggal, bulan dan tahun persidangan , Identitas para pihak dan kedudukan masing-masing (termasuk identitas kuasa jika menggunakan kuasa).Majelis yang menyidangkan beserta Panitera yang mencatat jalannya persidangan, Pemanggilan pihak ke ruang sidang dan kehadiran para pihak, Upaya damai dan penjelasan mediasi, mediator dan pemilihan mediator,materi dalam persidangan, tentang perubahan gugatan dan penjelasan gugatan (jika Perlu). tentang beban pembuktian dan alat-alat bukti, Kesimpulan pihakpihak, Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim (sebelum tahap pembacaan putusan).sidang terbuka/tertutup untuk umum dan tahap-tahapan persidangan yang dibuat dalam bentuk narasi; f. Akhir setiap BAP harus dibuatkan narasi tentang agenda sidang yang akan datang (selain hari, tanggal dan waktu penundaan); g. Awal setiap BAP lanjutan, selain memuat ketentuan umum BAP juga membuat narasi agenda penundaan sidang yang terdapat pada akhir BAP sebelumnya. h. BAP sidang yang lalu harus telah ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera yang mencatat jalannya persidangan selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum tanggal
Hal. 13 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

sidang yang akan datang, dan setiap lembar Berita Acara harus diparaf pada sudut kanan bawah oleh Ketua Majelis sebagai tanda telah dikoreksi oleh Ketua Majelis. i. Jawaban, replik dan duplik yang diajukan secara tertulis harus mempergunakan lembaga renvoi, dengan memakai kata-kata : SC (sah dicoret) dan diparaf oleh Ketua Majelis dan Panitera Sidangnya. Dan dalam BAP harus disebutkan bahwa Jawaban atau Replik atau Duplik tersebut merupakan bagian dari Berita Acara tersebut. j. Setiap Putusan Sela ditandatangani oleh Majelis Hakim yang bersangkutan pada akhir kaki Putusan (bukan akhir BAP) tanpa dibubuhi meterai dan tidak terpisah dengan BAP. k. Jika harus memasukkan kata/kalimat yang bersifat kedaerahan/asing maka harus diketik miring (Italic) dan memberi terjemahannya yang diletakkan di dalam kurung. 77. Apakah Panitera atau Wakil Panitera yang mencatat jalannya persidangan juga disebut Panitera Pengganti ? Jawab : Panitera atau Wakil Panitera yang membantu hakim dalam persidangan tidak disebut sebagai panitera pengganti, tetapi disebut dengan kata sebagai Panitera yang mencatat jalan persidangan atau sebagai Wakil Panitera yang mencatat jalannya persidangan.

F. Putusan
78. Bagaimanakah tehnis pengambilan suatu putusan ? Jawab : Putusan diambil berdasarkan hasil musyawarah majelis hakim. Oleh karena itu masingmasing berhak mengemukakan pendapat yang disertai alasan masing-masing dengan mempersilahkan terlebih dahulu kepada hakim yang paling junior lalu hakim yang lebih senior kemudian Hakim Ketua Majelis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil berdasarkan suara terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan sebagai dissenting opinion dan Hakim yang berbeda pendapat tersebut tetap wajib menandatangani putusan. 79. Bagaimana format pengetikan suatu putusan? Jawab : a. Kertas yang dipergunakan HVS Folio, diketik mempergunakan huruf Arial, font 11, jarak 2 (dua) spasi dengan after 6 cm. Left dan top dibuat 4 cm, sedangkan right dan down dibuat 3 cm. b. Kepala Putusan berisikan Kata PUTUSAN, dengan huruf kafital dengan Bold tanpa diberi garis bawah (underline), Nomor register perkara, lafaz Basmallah dalam huruf abjad latin (bukan aksara arab) dan mencantumkan irah-irah Demi Keadilandst pada posisi centre kertas, contoh: PUTUSAN Nomor 101/Pdt.G/2010/PA-Blg BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

c. Setiap halaman putusan diparaf oleh Ketua Majelis dan disetempel pada kanan atas, sedangkan Salinannya diparaf oleh Panitera dan disetempel pada kanan atas, kecuali
Hal. 14 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

halaman terakhir ditandatangani dan distempel pada legalisirnya, kemudian di bawah kanan halaman dibuat nomor dengan mempergunakan program Footer dengan contoh; Hal. 1 dari 12 hal. Putusan No.121/Pdt.G/2010/PA.Blg. d. Bahasa yang dipergunakan bahasa Indonesia baku (tulisan) yang baik dan benar, tidak mempergunakan bahasa daerah. Jika terdapat bahasa/istilah asing, maka harus diketik miring (Italic). Tidak menggunakan kata ganti orang dengan sebutan nya, mereka, dia/ia, tetapi menyebutkan jelas orang tertentu seperti Penggugat, Tergugat atau Saksi. 80. Hal-hal apa saja yang harus termuat dalam Putusan ? Jawab : Hal-hal yang termuat dalam suatu Putusan adalah: a. Identitas pihak harus dibuat lengkap dengan mendahulukan pihak materil dari pada pihak formil (jika menggunakan kuasa) yang diantarai dengan kata melawan yang diletakkan pada posisi tengah (centre) antara pihak Penggugat dengan Tergugat; b. Jika terdapat perbedaan identitas nama para pihak antara dalam gugatan dengan KTP, akta nikah ataupun ada julukan atau gelar yang lain, maka penulisan nama tersebut dalam putusan harus ditulis secara keseluruhan dengan memakai Alias; c. Duduk perkara ditulis dengan Tentang Duduk Perkaranya diletakkan di tengahtengah halaman (centre); d. Duduk Perkara berisikan segala hal yang terdapat selama proses persidangan yang diawali dengan pencantuman surat gugatan/ permohonan, pemeriksaan panggilan, kehadiran pihak, mediasi/ upaya damai, pembacaan gugatan/permohonan, jawaban (termasuk eksepsi, pokok perkara, provisi dan rekonvensi); e. Jika terdapat gugatan provisi, eksepsi dan rekonvensi, maka secara berurutan dicantumkan: I. Dalam Konvensi 1.Dalam Eksepsi 2.Dalam Provisi II. Dalam Rekonvensi III.Dalam Konvensi dan Rekonvensi. f. Narasi duduk perkara diawali dengan kata Bahwa karena merupakan pemaparan, bukan Menimbang, bahwa., karena belum tahap pertimbangan atau mempertimbangkan, diketik sejajar dengan baris setelahnya; g. Posita dan petitum surat gugatan dicantumkan utuh, sedangkan jawaban, replik, duplik, re-replik, reduplik, identitas bukti-bukti, keterangan saksi dan kesimpulan hanya mencantumkan hal-hal pokok/rangkuman saja; h. Pointer dari narasi jawaban, replik dan lain sebagainya dibuat dalam bentuk bullet tanda kurang (-) ukuran kecil; i. Akhir setiap narasi ditutup dengan titik koma sebagai tanda jika masih ada selanjutnya, kecuali narasi terakhir pada setiap tahapan/bagian ditutup dengan titik (.), tidak perlu memakai garis penutup setelah titik koma pada tempat yang kosong; j. Menutup duduk perkara narasi tentang keterkaitan BAP dengan Putusan; k. Kata pertimbangan hukum diawali dengan kata Tentang Pertimbangan Hukum yang diletakkan pada bagian tengah halaman (centre). l. Pertimbangan hukum diawali dengan kata Menimbang, bahwa pada posisi sejajar dengan baris selanjutnya.

Hal. 15 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

m. Urutan pertimbangan disesuaikan dengan duduk perkara pada masing-masing perkara, termasuk jika terdapat Eksepsi, provisi, konvensi dan rekonvensi. n. Tidak mengulangi lagi narasi pada duduk perkara ke dalam pertimbangan hukum; o. Setiap pertimbangan hukum harus mencantumkan pasal-pasal pokok yang berkaitan dengan substansi pertimbangan; p. Konsidran Mengingat diketik layaknya paragraph baru dengan mencantumkan pasalpasal pokok dalam perkara yang bersangkutan; q. Amar Putusan disusun berdasarkan klasifikasi pada duduk perkara dan pertimbangan hukum secara berurutan r. Kaki Putusan mencantumkan Pengadilan yang menjatuhkan putusan, hari, tanggal dan tahun musyawarah majelis hakim (dalam miladiyah dan hijriyah), nama majelis hakim yang memutus, tanggal pembacaan/diucapkan putusan dalam sidang terbuka untuk umum disertai nama panitera yang mencatat jalan persidangan dan kehadiran pihak dalam sidang pembacaan putusan, contoh : Demikianlah Putusan ini dijatuhkan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Balige pada hari Senin tanggal 1 Nopember 2010 M. bertepatan dengan tanggal ..1431 H. oleh Drs. .., sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs. .. dan Drs. , masing-masing sbg Hakim Anggota Majelis. Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka utk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis yang didampingi para hakim anggota tersebut, dibantu oleh Drs. .., Wakil Panitera PA.Blg yang yang ditunjuk untuk mencatat jalannya persidangan, dengan dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat. s. Jika terjadi perbedaan waktu/tanggal/hakim anggota majelis pada saat musyawarah majelis dengan pembacaan putusan, maka disesuaikan dengan format tersebut. 81. Kapankah suatu putusan Hakim telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) ? Jawab : Suatu putusan dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap apabila telah melampaui 14 (empat belas) hari terhitung 1 (satu) hari setelah hari pembacaan putusan yang dihadiri kedua belah pihak atau 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan putusan disampaikan kepada pihak yang tidak menghadiri sidang pembacaan putusan. 82. Apakah yang disebut Pemberitahuan Isi Putusan ? Jawab : Pemberitahuan Isi Putusan adalah penyampaian amar putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan dengan mempedomani tata-cara penyampaian sebagaimana ketentuan tentang pemanggilan. 83. Jika para pihak hadir dalam sidang pembacaan Putusan, Apakah Putusan tersebut harus tetap diserahkan kepada para Pihak ? Jawab : a. Pengadilan wajib menyampaikan Salinan Putusan kepada pihak berperkara selambatlambatnya 14 hari kerja terhitung sejak putusan dibacakan (Pasal 64A UU No. 50 Tahun 2009 Jo. SEMA Nomor; 2 Tahun 2010); b. Penyampaian salinan putusan kepada para pihak yang hadir dilakukan pada saat pembacaan putusan. Sedangkan kepada pihak yang tidak hadir diserahkan bersamaan dengan pemberitahuan isi putusan oleh JS/JSP. atau melaui Pos tercatat. 84. Kapankah berkas perkara yang telah diputus harus selesai diminutasi ? Jawab : Berkas suatu perkara harus telah selesai diminutasi selambat-lambatnya 2 (dua) minggu terhitung sejak putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Hal. 16 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

85. Bagaimana minutasi yang ideal, baik dan benar ? Jawab : Bentuk ideal pisik minutasi adalah jika disusun rapi secara sistematis/berangsur dan kronologis seluruh dokumen persidangan, dilengkapi dengan Daftar Isi Berkas, selanjutnya diberi sampul, dijahit dan disegel dengan kertas yang dibubuhi stempel pengadilan agama yang bersangkutan. F. Sita Dan eksekusi 86. Kapan permohonan sita dapat diajukan ? Jawab : Permohonan sita dapat diajukan bersamaan dengan pengajuan gugatan, atau dapat pula diajukan secara tersendiri selama proses pemeriksaan perkara berlangsung; Terhadap harta bersama, permohonan sita dapat diajukan secara tersendiri tanpa adanya sengketa antara suami isteri (Pasal 95 KHI) 87. Kapan Biaya Sita harus dibayar ? Jawab : Panjar biaya sita harus ditaksir dan dibayar bersama-sama dengan panjar biaya perkara apabila permohonan sita tertera dalam surat gugatan. Jika diajukan dalam tahap persidangan, maka biaya sita dibayar pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sita. 88. Bagaimana jika setelah mengajukan permohonan sita kemudian pihak pemohon sita tidak membayar biaya sita ? Jawab: Jika Pemohon Sita tidak membayar biaya sita karena kurang atau tidak mencukupi sehingga sita tidak dilaksanakan, maka harus tercatat dalam BAP selanjutnya dicantumkan dalam duduk perkara dan pertimbangan hukum perkara tersebut, namun tidak perlu dicantumkan dalam amar putusan; 89. Bagaimana jika barang yang akan disita, ternyata telah tersita lebih dahulu oleh pihak lain ? Jawab : Jurusita/Jurusita Pengganti cukup mencatat bahwa barang-barang yang telah disita pihak lain kedalam Berita Acara Saita Persamaan/penyesuaian (Pasal 463 Rv.); Terhadap barang yang yang telah disita Pengadilan lainnya, atau dijadikan jaminan pada Bank tidak dapat dikenakan sita, dan Jurusita/Jurusita Pengganti harus menuliskannya dalam Berita Acara Bahwa barang tersebut telah disita oleh pihak (sebut pihak yang menyita) nomor berapa, tanggal berapa: (Putusan MARI No. 1326. K/Sip/81 tanggal 9 Agustus 1982 dan Putusan MARI No. 394.K/Pdt/1984) 90. Bagaimana cara meletakkan sita atas harta bersama dalam bentuk deposito atau tabungan/simpanan Bank dalam kaitannya dengan kerahasiaan Bank? Jawab : Pasal 227 HIR/261 RBg membolehkan menyita barang milik Tergugat, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, termasuk uang tunai dan surat-surat berharga, namun terhadap uang yang tersimpan dalam Bank agar tidak bertentangan dengan ketentuan rahasia Bank Pengadilan dapat memblokir terhadap rekening Bank tersebut melalui Pimpinan Bank dimaksud dengan tidak mencantumkan jumlah besarnya uang tersebut (vide: Surat Bank Indonesia No. 20/12/UHO/BI tanggal 24 Nopember 1987, tetapi jika Penggugat mengetahui Nomor rekening serta jumlah dana yang tersimpan di dalamnya itu ia dapat menyebut Nomor rekening dan jumlah dananya sekaligus.

Hal. 17 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

91. Bagaimana tindakan Jurusita dalam melaksanakan penyitaan terhadap objek tanah yang bersertifikat dan belum bersertifikat ? Jawab : Jurusita/Jurusita Pengganti membacakan Berita acara penyitaan di tempat objek sita dan diberitahukan kepada Kepala Desa/Lurah setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diberitahukan kepada Kantor Pertanahan setempat. Jika objek sita merupakan barang tetap yang bersertifikat, maka penyitaan harus didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional yang mengeluarkan sertifikat objek perkara dan jika belum bersertifikat Jurusita/Jurusita Pengganti mendaftarkan atas penyitaan tanah tersebut kepada Kepala Desa/Lurah setempat; 92. Bagaimana jika barang yang akan disita, terletak di luar wilayah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara ? Jawab : Jika objek sita terletak di luar wilayah hukum Pengadilan yang menyidangkan perkara, maka Ketua Majelis harus memberitahukan kepada Ketua Pengadilan untuk selanjutnya meminta bantuan (delegasi) ke Pengadilan tempat objek sita tersebut berada agar meletakkan sita atas objek dimaksud; 93. Bagaimana jika terdapat perlawanan terhadap sita yang terletak di luar wilayah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara ? Jawab : Jika terdapat perlawanan (derden verzet) terhadap objek yang berada di luar wilayah hukum PA yang menyidangkan, maka perlawanan diajukan ke Pengadilan yang menerima pendelegasian selanjutnya melaporkan kepada PA yang meminta bantuan dalam jangka waktu 2 x 24 jam; 94. Siapa yang menentukan besaran biaya sita terhadap objek sita yang terletak di luar wilayah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara ? Jawab : Biaya pelaksanaan sita objek yang berada di luar yurisdiksi Pengadilan yang memeriksa perkara ditentukan oleh PA penerima delegasi; 95. Apakah syarat suatu Putusan itu dapat dieksekusi ? Jawab : Syarat suastu putusan dapaty dieksekusi adalah jika: a. Putusan telah BHT; b. Amar Putusan bersifat Comdemnatoir; c. Tergugat tidak mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela; d. Adanya surat permohonan untuk dilaksanakannya eksekusi; 96. Bagaimana tata cara pelaksanaan eksekusi riil ? Jawab : Tata cara Eksekusi Riil : c. Adanya surat permohonan eksekusi dari pihak yang menang; d. Pembayaran biaya eksekusi; e. Adanya peringatan (aan maning) dalam sidang insidentil yang dihadiri Ketua Pengadilan Agama, Panitera dan pihak yang kalah dengan memberikan peringatan atau teguran supaya ia melaksanakan putusan hakim dalam waktu 8 hari. Kesemauanya tercatat dalam Berita Acara Aan maning f. Jika pihak yang kalah tidak melaksanakan isi peringatan tersebut maka Ketua Pengadilan mengeluarkan Surat Perintah pelaksanaan eksekusi.

Hal. 18 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

g. Jurusita/Jurusita Pengganti melaksanakan perintah eksekusi di lokasi eksekusi dengan dibantu oleh 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat; h. Jurusita/Jurusita Pengganti membuat Berita Acara Eksekusi dan melaporkannya kepada Ketua Pengadilan; 97. Apakah pelaksanaan eksekusi dapat ditunda ? Jawab : Penundaan pelaksanaan eksekusi hanya dapat terjadi karena alasan kemanusian yang bersifat sementara (maksimal 6 bulan berdasarkan kepatutan) atau karena adanya derden verzet yakni peralawanan pihak ketiga yang mendalilkan objek lelang sebagai milik pihak ketiga; 98. Apakah terhadap putusan Hadlonah dapat dilaksanakan eksekusi ? Jawab : Eksekusi Putusan Hadlonah dapat dijalankan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku (vide pasal 319 KUHPerdata); 99. Apakah lembaga dwangsom dapat diterapkan dalam perkara Hadlonah ? Jawab : Lembaga Dwangsom dapat diterapkan dalam perkara Hadlonah, hal ini untuk memberi tekanan secara psychis kepada Tergugat agar ia dengan sukarela melaksanakan putusan hadlonah tersebut 100. Bagaimana jika barang yang akan dieksekusi, terletak di luar wilayah hukum pengadilan agama yang menyidangkan perkara ? Jawab : Jika objek sengketa yang akan dieksekusi terletak di luar wilayah hukum PA yang menyidangkan perkara, maka Ketua PA harus membuat penetapan untuk meminta bantuan ke PA lain ditempat objek tersebut berada, kemudian Ketua PA yang dimintai bantuan membuat penetapan yang berisi perintah kepada panitera/JS/JSP agar eksekusi tsb dijalankan. 101. Bagaimana jika terdapat perlawanan terhadap objek eksekusi yang terletak di luar wilayah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara ? Jawab : Jika terdapat perlawanan (derden verzet) terhadap objek yang berada di luar wilayah hukum PA yang menyidangkan, maka perlawanan diajukan dan diperiksa oleh Pengadilan Agama yang dimintai bantuannya, dengan ketentuan dalam waktu 2 x 24 jam melaporkan secara tertulis kepada Ketua PA yang meminta bantuan tentang segala upaya yang telah dijalankan olehnya tersebut (SEMA No. 01 Tahun 2010); 102. Siapa yang menentukan besaran biaya eksekusi terhadap objek yang terletak di luar wilayah hukum pengadilan yang menyidangkan perkara ? Jawab : Biaya pelaksanaan eksekusi terhadap objek yang berada di luar yurisdiksi PA yang memeriksa perkara ditentukan oleh PA yang dimintai bantuannya. 103. Bagaimana jika objek yang akan dieksekusi ternyata berbeda alamatnya antara yang tercantum dalam amar putusan dengan realitas di lapangan ? Jawab : Apabila objek eksekusi terdapat perbedaan alamat dan daerah antara amar putusan dengan realitas dilapangan, maka eksekusi tidak dapat dijalankan, kecuali jika hal tersebut terjadi karena terjadinya pemekaran wilayah, maka Pemohon eksekusi harus melampirkan surat keterangan tentang telah terjadinya perubahan nama atau daerah karena pemekaran wilayah.

Hal. 19 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

104. Bagaimana ketentuan tentang penyampaian/pengiriman salinan putusan kepada para pihak berperkara ? Jawab: Pasal 64A ayat (2) UU No. 50 tahun 2009 menentukan bahwa penyampaian salinan putusan dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak putusan diabacakan. Untuk itu dilakukan dengan cara: a. Diserahkan secara langsung oleh petugas Meja III pada saat pembacaan putusan, atau b. Dikirim melalui Kantor Pos ke alamat para pihak dengan menggunakan biaya proses/ biaya ATK perkara yang telah dipungut pada saat pendaftaran perkara.

Hal. 20 dari 20 hal. Buku Pintar Bidang Administrasi Persidangan.

Anda mungkin juga menyukai