Anda di halaman 1dari 5

Peran Serta Mahasiswa Baru dalam Mewujudkan Indonesia Cerdas Definisi Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.

30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. `Kita mendirikan negara Republik Indonesia untuk maksud melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai cita-cita tersebut, bangsa kita telah pula bersepakat membangun kemerdekaan kebangsaan dalam susunan organisasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum yang bersifat demokratis (democratische rechtsstaat) dan sebagai Negara Demokrasi konstitutional (constitutional democracy) berdasarkan Pancasila. Bebicara tentang peran merupakan pembicaraan yang berkaitan dengan segala aspek dan elemen yang ada, dia biasa menyentuh segala aspek baik itu aspek individu maupun sosial, atau aspek di bidang ekonomi, politik, budaya, transformasi, industri, perdagangan, baik itu mikro maupun dalam ruang lingkup makro, dan masih banyak lagi. Dan juga berkaitan dengan masyarakat sebuah bangsa maupun masyarakat dunia (International), karena peran dari berbagai macam aspek dan bidang merupakan sebuah kontribusi yang akan ditransformasikan kepada sesuatu yang membangun demi kemaslahatan bersama (Muhammad, 2009) Tapi disini yang ingin kita bicarakan tentang Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Bangsa. Didalam kehidupan seseorang mengalami segala macam proses yang panjang saat dimana ia pertama kali menatap dunia ini keluar dari rahim ibunya, lalu ia belajar berbicara kemudian setelah ia bisa berbicara, kemudian iapun mulai merangkak sampai ia bisa berjalan dan lari kesana kemari, kemudian iapun belajar membaca dan menulis sampai ia mengerti arti sebuah perjalanan hidupnya. Begitu panjang proses yang kita tempuh dalam perjalanan hidup ini sudah tentu membawa arti tersendiri bagi siapapun.

Didalam kehidupan berbangsa dan bernegara kadang kita sebagai masyarakat kurang bisa meresapi dan menghayati arti sebuah kedewasaan didalam berbangsa, karena lemahnya mental kita didalam memahami tentang peran kita masing-masing baik itu didalam sektor sosial, politik, ekonomi, dan lain-lain. Maupun peran tiap-tiap individu yang masih sangat lemah mentalnya didalam kemandirian, mungkin karena lamanya kita di jajah oleh penjajah selama 350 tahun lamanya, hingga saat ini benih-benih yang telah ditanam oleh para penjajah didalam mendoktrin masyarakat kita masih menjadi momok bagi kita didalam memahami arti sebuah peran. Di saat kemerdekan kita raih dari tangan penjajah berapa banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh pejuang-pejuang dan pendahulu Kemerdekaan. Merdeka atau kita didalam mati itulah meraih salah satu sebuah kemerdekaan, dengan semboyan mereka didalam

mengorbankan jiwa dan raga mereka demi mencapai sebuah cita-cita dan tujuan bersama yaitu

memperjuangkan kemerdekaan. Begitu dahsyatnya dan luarbiasa mental-mental para pejuang kita didalam menumbangkan kekuasaan imperalis yang telah lama meraja lela di negeri yang kaya dengan sumber daya alam, kaya akan budaya, bahasa, dan beragam macam etnis di negeri ini. Dengan kebersamaan tekat yang bulat dan mental yang membaja baik tua, anak-anak, lakilaki, wanita, remaja, pemuda dan pemudi semua bergotong-royong bahu-membahu membantu antara sesama demi terciptanya kemerdekaan yang sudah sejak lama menjadi impian dan dambaan rakyat Indonesia. Yaitu merebut kemerdekaan dari tangan-tangan kolonialis yang telah menjajah kita hampirtiga setengah abad lamanya. Dan selama itu pula kita dibodoh-bodohi, hingga pada akhirnya pada tanggal 17 agustus 1945 seorang putra terbaik bangsa beliau Ir. Sukarno dan Muhammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dari sini awal dan pondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terbentuk. Tapi saat teks proklamasi dibacakan oleh Bung Karno, saat itu pula perjuangan baru negara ini dimulai, dan perjuangan tidak hanya berhenti di situ saja, akan tetapi perjuangan akan semakin berat karena kita akan menghadapi tantangan era selanjutnya yang akan menentukan akan dibawa kemana bangsa ini. Oleh karna itu sangat dibutuhkan kebersamaan gotong-royong, bahu-membahu di dalam mewujudkan cita-cita bangsa (Wahyu, 2009) Tulang punggung perubahan itu ada di tangan pemuda, khususnya mahasiswa disini karena mahasiswa secara strata social diyakini setiap orang dapat dipercaya dan memiliki capital intelektual dan social lebih baik dibandingkan dengan cluster pemuda lainnya yang tak bergelar

mahasiswa. Kurang tepat rasanya jika kita sebagai mahasiswa hanya memiliki cita-cita yang orientasinya terlalu egosentris, belajar yang baik, dapat gelar cum laude, lulus cepat dengan segudang prestasi akademik, lalu cari kerja, nikah, punya anak, ingin punya rumah yang besar dan bagus, lalu di kala tua hidup dengan nyaman tanpa gangguan. Egois sekali rasanya kalo kita memiliki cita-cita seperti itu tanpa punya cita-cita untuk bisa berkontribusi bagi proses perbaikan nasib bangsa ini, tanpa berpikir untuk bisa hidup bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara luas. Tidak salah memang, tapi kurang tepat untuk kondisi negara kita saat ini yang sedang carut marut, bangsa ini butuh bahan bakar dan bahan bakar itu ada dalam diri mahasiswa. Percayalah bahwasanya proyek kebangkitan bangsa ini akan dipelopori oleh kaum intelektual mahasiswa,seperti sejarah yang terus berulang dari masa ke masa. Tulang punggung perubahan itu ada di tangan pemuda, khususnya mahasiswa disini karena mahasiswa secara strata social diyakini setiap orang dapat dipercaya dan memiliki capital intelektual dan social lebih baik dibandingkan dengan cluster pemuda lainnya yang tak bergelar mahasiswa. Kurang tepat rasanya jika kita sebagai mahasiswa hanya memiliki cita-cita yang orientasinya terlalu egosentris, belajar yang baik, dapat gelar cum laude, lulus cepat dengan segudang prestasi akademik, lalu cari kerja, nikah, punya anak, ingin punya rumah yang besar dan bagus, lalu di kala tua hidup dengan nyaman tanpa gangguan. Egois sekali rasanya kalo kita memiliki cita-cita seperti itu tanpa punya cita-cita untuk bisa berkontribusi bagi proses perbaikan nasib bangsa ini, tanpa berpikir untuk bisa hidup bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara luas. Tidak salah memang, tapi kurang tepat untuk kondisi negara kita saat ini yang sedang carut marut, bangsa ini butuh bahan bakar dan bahan bakar itu ada dalam diri mahasiswa. Percayalah bahwasanya proyek kebangkitan bangsa ini akan dipelopori oleh kaum intelektual mahasiswa,seperti sejarah yang terus berulang dari masa ke masa. Peran mahasiswa sebaiknya dalam membangun proyek kebangkitan bangsa adalah mengisi pembangunan, melakukan social control terhadap kebijakan pemerintah, dan melakukan pengabdian pada masyarakat. Mengisi pembangunan misalnya adalah dengan cara belajar dengn baik di kampus, ikut lomba sana-sini, buat suatu penelitian atau temuan-temuan baru yang dapat menjawab permasalahan yang ada. Mengisi pembangunan dengan intellectual capital yang mahasiswa seharusnya miliki. Kedua, melakukan social control terhadap segala kebijakan pemerintah, namun ketika mahasiswa berbicara sebagi agen of control ada sekian konsekuensi

yang menghadang baik berupa tekanan, ancaman maupun bentuk lain dan sejenis, walaupun demikian bukan berarti konsekuensi semacam ini lantas mampu menyurutkan mahasiswa dalam cinta-citanya yang mulia selalma mahasiswa memhami perannya sebagai agen of control. Mahasiswa adalah salah satu kelompok elit dalam masyarakat yang masih memiliki idealisme yang tinggi, dikarenakan posisi mahasiswa sebai cluster penerus bangsa yang sanggat dihapkan mampu membawa perubahan maka tidaklah bijak apabila mahasiswa hanya diam ketika melihat kesewenang-wenangan baik dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak non pemerintah, dalam konteks ini mahasiswa haruslah mampu menempatkan diri sesuai dengan fungsi sosialnya secara tepat walapun mahasiswa seakan-akan terpisah dari jenis masyarkat lainnya tetapi sejatinya mahasiswa tetap terikat dengan fungsi-fungsi sosilanya, maka mahsiswa haruslah mampu menjadi suatu cluster masyarakat yang mampu membaca kebenaran secara proporsional, ketika pemerintah misalnya benar dalam kebijakannya maka mahasiswa harus berani memuji keberhasilan pemerintah dan sebaliknya ketika pemerintah mengambil keputusan yang menyudutkan rakyat maka mahasiswa harus berada di barisan depan perjuanggan. Tetapi sekali lagi bahwa mahasiswa haruslah mehamami perannya secara utuh dan mendalam karena dinamika saat ini cenderung merujuk pada jenis mahasiswa yang egois, yang hanya mengangap diri mereka sebagai cluster tersendiri dari masyarakat yang sedikit atau bahkan sama sekali memeliki ikatan fungsi-fungsi sosial tertentu, sehingga yang terjadi beberapa tahun terakhir mahasiswa kehilangan jatidirinya hal ini ditandai dengan terikan-terikan mahsiswa yang kurang mengena dan kontekstual dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, kecenderungan yang terjadi adalah mahasiswa membawa kepentingan kelompok, kepentingan cluster tertentu, maupun yang paling parah suara mereka adalah suara hasil provokasi yang terkadang kurang mendasar serta difrent orientation. Lalu yang ketiga adalah melakukan pengabdian yang rutin dan massif kepada masyarakat luas. Penyuluhan-penyuluhan telah banyak digalakkan di desadesa sebagian lingkar kampus bahkan desa di seluruh pelosok di Indonesia, namun sayang kesadaran semacam ini hanya dimiliki oleh segelintir mahasiswa, sebuah pekerjaan rumah yang cukup rumit sebenarnya bagi bangsa Indonesia namun harapan selalu muncul seiring dengan munculnya generasi baru mahasiswa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri tampilnya mahsiswa sebagai genarasi pengapdi adalah peranan mahasiswa yang paling diharpakan segera muncul namun, kondisi setelah perang kemerdekaan menunjukan progress kearah sebaliknya, mahasiswa

era modern cenderung apatis dengan kondisi masyarakat walupun memang ada sebagain kecil mahasiwa yang begitu peduli dengan kondisi masyrakat, hal ini amatlah ketika kita bandinghkan dengan konteks hamasiswa pada zaman kemerdekaan yang tidak hanya menyuarakan pembellaan terhadap kepentingan masyarakat tetapi mereka sekaligus menjadi barisan depan yang melalukan perubahan baik berupa pemikiran maupun pratik nyata, dan terbukti Indonesia mampu terbebas dari belenggu penjajahan, maka tiada yang lebih bijak ketika mahasiswa dengan sekian kondisinya terus memegang cita-cita sebagai suatu cluster intelektual yang senantiasa bertangungjawab dengan kondisi sosial-kemasyarakatan. Dengan memahami secara bijak akan ketiga peran mahasiswa, kebangkitan bangsa ini tak akan lama lagi kita raih. Mengisi pembangunan, melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah, dan pengabdian masyarakat adalah peran-peran mahasiswa unggulan yang dibutuhkan dengan segera saat ini. Mahasiswa harus dapat memerankannya secara proporsional, adil, arif dan bijak tanpa hanya mengambil satu peran saja dan menggugurkan peran-peran lainnya.

Anda mungkin juga menyukai