Anda di halaman 1dari 7

Ryan Rusyda

12.22.6493
http://ayahaca.wordpress.com
MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH

Mudharabah
Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal)
dengan pengelola usaha (mudhararib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang dibagi
berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila usaha yang dijalankan
mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola usaha (profit and lost sharing).
Landasan Syariah Mudharabah
Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma (kesepakatan) ulama. Di dalam Al-Quran
maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis yang menganjurkan manusia untuk menjalankan
usaha. Berikut ini akan dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan anjuran untuk
melakukan usaha.
Q.S. al-Baqarah 198 : tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu

H.R. Thabrani: Diriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Sayyidina Abbas ibn Abd al-Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan
tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal tersebut
disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya.

H.R. Ibn Majah: Dari Shalih ibn Shuhaib bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.


Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu: mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Berikut ini akan dikemukakan kedua macam pembagian mudharabah di atas.
a. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara pemodal (shahib al-
mal) dan pengusaha (mudharib) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam mudharabah muthlaqah ini shahib al-mal memberikan
kekuasaan yang sangat besar kepada mudharib dalam mengelola modal dan usahanya.

b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau biasa disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified
mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah, dimana pengelola usaha (mudharib)
dibatasi dengan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Dengan adanya batasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum pemilik modal (shahib al-mal) dalam memasuki jenis dunia usaha.

Implementasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah
Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi
penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :
a. tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji,
tabungan kurban, deposito biasa;
b. deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis
tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a. pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan jasa;
b. investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus
dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal
(bank).

Manfaat dan Resiko Mudharabah
Dalam mudharabah di samping terdapat keuntungan dari sistem bagi hasil yang diterapkan, tapi juga
terdapat resiko yang harus ditanggung. Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian
tersebut ditanggung oleh shahib al-mal (bank) selama kerugian itu bukan disebabkan oleh kelalaian dari
pihak pengelola usaha (nasabah). Namun, jika usaha yang dijalankan tersebut mengalami kerugian
disebabkan oleh kelalaian dari pihak pengelola usaha, maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh
pihak pengelola, bukan pihak pemberi modal (bank).

Adapun manfaat yang diperoleh dari sistem mudharabah ini antara lain :
a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat;
b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga
tidak memberat kan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi,
antara lain :
a. side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam
kontrak;
b. lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Dengan demikian, esensi dari kontrak mudharabah adalah kerja sama untuk mencapai profit
(keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana keuntungan ditentukan
melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan profit dalam mudharabah. Pihak investor
menanggung resiko kerugian dari modal yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung
resiko tidak mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya.

Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Q.S. Shad: 24: dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh.

H.R. Abu Dawud: Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, Aku
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.

Kedua ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang eksistensi perkongsian
serta membolehkannya selama salah satu pihak yang bersekutu tetap memegang teguh kesepakatan
yang telah dibuat dan tidak berkhianat.

Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu: musyarakah kepemilikan dan musyarakah akad (kontrak).
Musyarakah kepemilikan terjadi karena warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau
lebih berbagi dalam sebuah asset nayata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset
tersebut.
Musayarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap
orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan
kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi : al-inan, al-mufawwadhah, al-amal, al-wujuh, dan al-
mudharabah. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk jenis
musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori musyarakah
karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap
al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah. Berikut ini akan jelaskan mengenai pembagian
musyarakah akad tersebut.
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu
porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan
dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik
dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan
mereka.
Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak
membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah inisyarat utamanya adalah
kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing
pihak.
Syirkah al-amal atau kadang disebut juga dengan musyarakah abdan atau sanai adalah kontrak
kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu.
Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik
serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan
menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syrirkah ini tidak memerlukan modal
karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut
dengan musyarakah piutang.

Implementasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Implementasi musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada pembiayaan-pembiayaan
seperti:
a. Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut, dan setelah proyek itu selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,
musyarakah diaplikasikan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka
waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara
singkat maupun bertahap.

Manfaat dan Resiko Musyarakah
Dalam musyarakah terdapat manfaat dan resiko yang harus ditanggung bersama antara kedua belah
pihak yang melakukan akad sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Manfaat yang
diperoleh dari akad musyarakah ini adalah :
a. Bank akan mengalami peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban menbayar pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada
nasabah, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan
pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman,
dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang
akan dibagi.
e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan
menagih nasabah satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Sedangkan resiko dalam musyarakah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi,
antara lain :
a. side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank bukan seperti yang disebut dalam
kontrak;
b. lalai dan kesalahan yang disengaja;
c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal : pertama, dalam aqad
mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, sedang dalam
musyarakah kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation); kedua, dalam
manajemen mudharabah, shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk
apapun selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang dalam
musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen; ketiga, dalam mudharabah bagi hasil
(porsi nisbah) ditentukan pada awal akad yang diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan
mudharib selesai dijalankan, sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat
ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses
manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian
tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak
sama-sama menanggung kerugian tersebut.
Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya merupakan
sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian
(akad). Mudharabah dan musyarakah berbeda pada beberapa hal sebagaimana berikut :
Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang dibutuhkan mudharib, dan
dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain
hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek
atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam musyarakah, kedua belah
pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation) dan masing-masing pihak dapat turut dalam
manajemen, sehingga porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya
modal yang dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila usaha
merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut karena musyarakah menganut
azas profit and loss sharing contract.

Anda mungkin juga menyukai