Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

Tulisan tentang bayi tabung ini dimaksudkan untuk sekedar memberikan informasi
kepada masyarakat terutama ummat islam tidak hanya ikut-ikutan (taqlid) tanpa
mengetahui dasar hokum persoalannya. Sebab ikut-ikutan itu dilarang oleh agama islam,
sebagai mana firman Alloh S.W.T dalam al-Quran surat Al-Isra ayat 36 :


"dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya".



Sebagai akibat kemajuan tekhnologi kedokteran dan Ilmu Pengetahuan Modern. Maka
tekhnologi bayi tabung juga maju dengan pesat, sehingga kalau tekhnologi bayi tabung
ini ditangani oleh orang-orang yang imannya tipis atau orang yang tidak sedang
mendalami ilmu agama, dikhawatirkan akan dapat merusak peradaban ummat manusia,
bias merusak nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa dan akibat-akibat yang bersifat
negative lainnya.

Ada beberapa tekhnik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran,
yaitu :
1. Fertilitation in Vitro (FIV), dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di vitro(tabung) dan setelah terjadi pembuahan lalu ditransfer di rahim
istri
2. Gamet intra Felepian Tuba (GIFT), dengan cara mengambil sperma suami dan ovum
istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur (tuba
falupi)
Teknik kedua ini lebih alamiah dari pada teknik yang pertama, sebab sperma hanya bias
membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani) melalui
hubungan seksual.

Masalah bayi tabung/inseminasi buatan telah banyak dibicarakan dikalangan islam dan
diluar kalangan islam, baik ditingkat nasional maupun ditingkat international. Misalnya
majelis tarjih muhammadiyah dalam muktamarnya tahun 1980 mengharamkan bayi
tabung dengan donor sperma. Lembaga fiqh islam OKI (Organisasi Konferensi Islam)
mengadakan siding di Amman pada tahun 1986 untuk membahas beberapa teknik
inseminasi buatan , dan mereka mengharamkan bayi tabung dengan sperma dan/atau
ovum donor.

II. HUKUM BAYI TABUNG/INSEMINASI BUATAN MENURUT ISLAM

Kalau kita hendak mengkaji masalah bayi tabung dari segi hukum islam,maka harus
dikaji dengan memakai hukum ijthad yang lajim dipakai oleh oleh para ahli ijtihad, agar
hukum ijtihadinya sesuai dengan prinsip-prinsip Al-quran dan sunnah yang menjadi
pegangan ummat islam.
Baiklah, langsung kepembahasan bayi tabung/inseminasi buatan apabila dilakukan
dengan sel sperma dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam
rahim wanita lain termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang berpoligami),maka
islam membenarkannya, baik dengan cara mengambil sperma suami, kemudian
disuntikan kedalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan
diluar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam didalam rahim istri, asal
keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil
memperoleh anak. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih


Hajat (kebutuhan yang sangat penting) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa.
Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehklan melakukan hal-hal yang
terlarang.

Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan atau
ovum, maka hukumnya haram, sama saja dengan zina (prostitusi) meskipun dengan
secara tidak langsung. Dan sebagai akibat hukumnya anak hasil inseminasi tersebut tidak
sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.

Dalil-dalil SyarI yang dapat dijadikan sebagai landasan hukumnya adalah
1. Al-Quran Surat Al-Isra ayat 70
2 .

( 07:71 )

3. Surat At-tin ayat 4

( 4::9 )
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .


Kedua ayat tersebut menunjukan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk
yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan
lainnya. Dan tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya
manusia bias menghormati martabatnya sendiri dan juga menghormati martabat sesame
manusia. Dan inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat
martabat manusia (human dignity) sejajar dengan hewan yang diinseminasi
4. Hadits Nabi :


Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir menyiramkan
airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain). (Hadits Riwayat Abu
Daud, Al-Tirmidzi, dan hadits ini dipandang shahih oleh Ibnu Hibban)


III. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian diatas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan, diantaranya
1. Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak
ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan) diperbolehkan islam,
dengan alas an jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukannya (ada hajat, atau bukan kelinci percobaan/main-main) dan status anaknya
hasil inseminasi macam ini sah menurut islam
2. Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor diharamkan (dilarang keras) islam,
bahkan hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini
statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah
3. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nuthfah/sperma dan Bank Ovum untuk
pembuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan dengan norma agama dan
moral, juga bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 serta merendahkan harkat
manusia yang sejajar dengan hewan yang diinseminasi tanpa perlu adanya perkawinan




















HUKUM BAYI TABUNG
DALAM ISLAM
15 Juni 2010
tags: Agama, bayi tabung, islam
Pertanyaan
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan singkat, bersama ini saya ingin menanyakan hukum insemenasi buatan, atau
yang lebih dikenal dengan bayi tabung menurut Syariat Islam. Atas penjelasannya, saya
ucapkan banyak terimakasih.
Wassalam
Mukhtar Ahmad, Aceh Utara.
Jawaban
Yth Sdr Mukhtar Ahmad,
Waalaikumus Salam, Wr. Wb.
Pengasuh menyampaikan kekaguman atas pertanyaan yang saudara ajukan. Untuk
menjawabnya, pengasuh angkat ringkasan keputusan yang merupakan fatwa Majlis al-
Majmaul-Fiqh al-Islami (Islamic Fiqih Academy) di Makkatul Mukarrah beberapa
waktu lalu.
Keinginan seorang wanita yang sudah berkeluarga yang tidak bisa hamil dan keinginan
sang suami untuk mendapatkan anak dianggap sebagai sebuah tujuan yang dibenarkan
syariat. Tujuan ini bisa dijadikan alasan untuk melakukan pengobatan (jika terkendala)
dengan cara-cara inseminasi buatan yang dibenarkan syariat.

Insemenasi buatan di dalam rahim ada 2 cara dan di luar rahim ada 5 cara. Ketujuh cara
atau macam tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sperma seorang suami diambil lalu diinjeksikan pada tempat yang sesuai dalam rahim
sang istri sehingga sperma itu akan bertemu dengan sel telur yang dipancarkan sang istri
dan berproses dengan cara yang alami sebagaimana dalam hubungan suami istri.
Kemudian setelah pembuahan itu terjadi, dengan izin Allah, dia akan menempel pada
rahim sang istri. Cara ini ditempuh, jika sang suami memiliki problem sehingga
spermanya tidak bisa sampai pada tempat yang sesuai dalam rahim. Ini adalah merupakan
cara yang diperbolehkan menurut syariat dengan tetap memperhatikan ketentuan-
ketentuan umum yang disebutkan di atas. Ini dilakukan setelah dipastikan bahwa sang
istri memerlukan proses ini supaya bisa hamil.
2. Sperma seorang suami dan sel telur istrinya, diambil lalu diletakkan pada sebuah
tabung sehingga sperma tadi bisa membuahi sel telur istrinya dalam tabung tersebut.
Kemudian pada saat yang tepat, sperma dan sel telur yang sudah berproses itu (zigote)
dipindahkan ke rahim sang istri, pemilik sel telur, supaya bisa berkembang sebagaimana
layaknya janin-janin yang lain. Ketika masa mengandung sudah berakhir, sang istri akan
melahirkannya sebagai seorang anak biasa, laki ataupun wanita. Inilah bayi tabung yang
telah dihasilkan oleh penemuan ilmiah yang Allah mudahkan. Proses melahirkan seperti
ini telah menghasilkan banyak anak, baik laki maupun perempuan atau bahkan ada yang
lahir kembar. Berita keberhasilan ini telah tersebar melalui berbagai media massa. Cara
ini ditempuh ketika sang istri mengalami masalah pada saluran sel telurnya. Hukum
insemenasi cara ini adalah boleh menurut tinjauan syariat, ketika sangat terpaksa, dengan
tetap menjaga ketentuan-ketentuan umum yang di atas sudah terpenuhi.
Pada dua cara yang diperbolehkan ini, majelis Majmaul Fiqh al Islami menetapkan
bahwa nasab si anak dihubungkan ke pasangan suami istri pemilik sperma dan sel telur,
kemudian diikuti dengan hak waris serta hak-hak lainnya sebagaimana pada penetapan
nasab. Ketika nasab ditetapkan pada pasangan suami istri, maka hak waris serta hak-hak
lainnya juga ditetapkan antara si anak dengan orang yang memiliki hubungan nasab
dengannya.
3. Sperma seorang lelaki diambil lalu diinjeksikan pada rahim istri orang lain sehingga
terjadi pembuahan di dalam rahim, kemudian selanjutnya menempel pada dinding rahim
sebagaimana pada cara pertama. Metode digunakan karena sang suami mandul, sehingga
sperma diambilkan dari lelaki lain.
4.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara sperma yang diambil dari seorang
suami dan sel telur yang diambil dari sel telur wanita lain yang bukan istrinya, dikenal
dengan sebutan donatur. Kemudian setelah terjadi pembuahan baru dimasukkan ke rahim
istri pemilik sperma. Cara ini dilakukan ketika sel telur sang istri terhalang atau tidak
berfungsi, akan tetapi rahimnya masih bisa berfungsi untuk tempat perkembangan janin.
5.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung-tabung antara sperma laki-laki dan sel
telur dari wanita bukan istrinya. Kemudian setelah pembuahan terjadi, baru ditanam pada
rahim wanita lain yang sudah berkeluarga. Cara ini dilakukan ketika ada pasangan suami-
istri yang sama-sama mandul, tetapi ingin punya anak; sedangkan rahim sang istri masih
bisa berfungsi sebagai tempat pertumbuhan janin.
6.Pembuahan di luar yang diproses pada tabung antara dua benih pasangan suami istri.
Kemudian setelah pembuahan itu berhasil, baru ditanamkan pada rahim wanita lain
(bukan istrinya) yang bersedia mengandung janin pasangan suami istri tersebut. Cara ini
dilakukan ketika sang istri tidak mampu mengandung, karena ada kelainan pada
rahimnya, sementara organnya masih mampu memproduksi sel telur dengan baik. Cara
ini juga ditempuh ketika sang istri tidak mau hamil dengan berbagai alasan. Maka dia
meminta atau menyewa wanita lain untuk mengandung bayinya.
7.Sperma dan sel telur diambil dari pasangan suami istri, lalu setelah mengalami proses
pembuahan pada tabung, sel telur yang sudah dibuahi itu dimasukkan ke dalam rahim
istri lain (kedua misalnya) dari pemilik sperma. Istri yang lain ini telah menyatakan
kesediaannya untuk mengandung janin madunya yang (misalnya) telah diangkat
rahimnya.
Pandangan Syariat Islam terhadap macam insemenasi ketiga, keempat, kelima, keenam
dan ketujuh, baik yang pembuahannya di dalam ataupun di luar rahim merupakan cara-
cara yang diharamkan dalam syariat Islam, tidak ada alasan untuk memperbolehkan
walaupun salah satu diantaranya. Karena kedua benih, sperma dan sel telur dalam proses
tersebut tidak berasal dari satu pasangan suami istri atau karena wanita yang menyatakan
kesediaannya untuk mengandung janin tersebut adalah wanita ajnabiyah (orang lain).
Demikianlah, kesimpulan masjlis tersebut, semoga dapat menjadi jawaban terhadap
pertanyaan saudara dan para pembaca Serambi Indonesia.
Wallahu Alamu Bish-Shawab
* Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA adalah Ketua Umum MPU Aceh
Sumber: serambinews.com
o













Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang saat ini
adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan
RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak,
mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.

Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar
tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lainnya tidak berhasil.

Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel
telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Lalu
bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang
bayi tabung/inseminasi buatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan
sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab,
ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-
istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam
fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.

Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari
pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal
tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin
antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung
dan dimasukan ke dalam rahim wani
ta tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.

Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah
SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah
SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya."

Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah
mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," papar ulama
NU dalam fatwa itu.

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum
dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan
spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan,
karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang."
Ketiga, apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi
tabung menjadi mubah (boleh).

Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan sperma
suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengung
kapkan, berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok
dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu hammadiyah, hukum inseminasi
buat an seperti itu termasuk yang dilarang.

"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul
Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis
Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar
kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain
(dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum Syara'." Sebagai ajaran yang
sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia modern
saat ini.
Redaktur: irf
Reporter: heri ruslan










Peluang dan Risiko Bayi Tabung
Bramirus Mikail | Asep Candra | Selasa, 21 Juni 2011 | 08:58 WIB
|



Share:

TERKAIT:
Bayi Tabung Menjadi Pilihan Pertama
Terapi Holistik Perbesar Peluang Kehamilan
IVM, Teknik Bayi Tabung Lebih Menjanjikan
'Badut' Ini Bikin Cepat Hamil
Tes Kromosom Pastikan Bayi Lahir Sehat
JAKARTA, KOMPAS.com Program bayi tabung adalah suatu teknik reproduksi
berbantu atau teknik rekayasa reproduksi dengan mempertemukan sel telur matang
dengan sperma di luar tubuh manusia (in vitro fertilization/IVF).
Teknik ini sekarang semakin banyak dipilih oleh pasangan yang sulit memperoleh
keturunan meskipun memerlukan biaya dan pengorbanan yang tidak sedikit. Ada
baiknya, sebelum menjalani program ini pasangan suami istri terlebih dulu memahami
prosedur, peluang, dan risiko yang harus ditanggung selama menjalani program bayi
tabung ini. Hal ini penting guna mempermudah dan menambah kesiapan mental.
Dr Sudirmanto, SpOG-KFER dari Rumah Sakit Anak Bunda (RSAB) Harapan Kita
Jakarta menjelaskan, peluang untuk mendapatkan suatu kehamilan melalui proses bayi
tabung ditentukan oleh banyak faktor.
Beberapa di antaranya adalah usia wanita, cadangan sel telur, lamanya gangguan
kesuburan yang dialami pasangan, riwayat ada atau tidaknya kehamilan sebelumnya,
derajat kelainan, sarana dan fasilitas teknologi laboratorium, ilmu dan pengalaman yang
dimiliki oleh tenaga medis klinik bayi tabung.
"Dengan mengikuti bayi tabung akan memberikan peluang untuk mendapatkan
kehamilan bervariasi dari 10 sampai 45 persen," ujarnya dalam seminar awam "Harapan
Baru untuk Mendapatkan Buah Hati", beberapa waktu lalu.
Salah satu faktor paling penting yang menentukan peluang terjadinya kehamilan, terang
Sudirmanto, adalah usia wanita. Di klinik melati RSAB Harapan Kita, misalnya, angka
keberhasilan bayi tabung bervariasi dan tergantung pada usia wanita.
Pada usia kurang dari 30 tahun angka keberhasilannya 35-45 persen, pada usia 31-35
tahun peluang untuk terjadinya kehamilan 30-45 persen, pada usia 36-40 tahun peluang
terjadinya kehamilan 25-30 persen dan pada usia lebih dari 40 tahun peluangnya 10-15
persen.
"Peluang tersebut tentunya berupa peluang secara umum, yang hanya berdasarkan usia
wanita, sebab masih banyak lagi faktor lainnya yan memengaruhi angka keberhasilan
proses bayi tabung," imbuhnya.
Selain peluang kehamilan, kata Sudirmanto, ada beberapa faktor risiko yang mungkin
terjadi pada pasangan suami istri yang mengikuti program bayi tabung. Setidaknya, ada 5
(lima) hal yang harus dipersiapkan pasangan suami istri yang sudah menetapkan program
bayi tabung sebagai pilihan utama.
Pertama, terjadinya stimulasi indung telur yang berlebihan memungkinkan terjadinya
penumpukan cairan di rongga perut dan memberikan beberapa keluhan, seperti rasa
kembung, mual, muntah, dan hilangnya selera makan.
"Dengan pemantauan secara rutin selama masa stimulasi keadaan tersebut diharapkan
tidak terjadi. Atau jika pun terjadi dengan pengelolaan yang tepat keadaan tersebut
umumnya dapat diatasi," jelasnya.
Kedua, saat pengambilan sel telur dengan jarum menimbulkan risiko terjadinya
perdarahan, infeksi, dan kemungkinan jarum mengenai kandung kemih, usus, dan
pembuluh darah. Dengan persiapan yang baik dan panduan teknologi ultrasonografi,
keadaan tersebut umumnya dapat dihindari.
Ketiga, risiko kehamilan kembar lebih dari 2 (dua) akan meningkat dengan banyaknya
embrio yang dipindahkan ke dalam rahim. Hal ini akan memberikan risiko akan
persalinan prematur yang memerlukan perawatan lama. Dengan mempertimbangkan usia
istri dan pembatasan jumlah embrio yang akan dipindahkan ke dalam rahim dapat
mengurangi risiko tersebut.
Keempat, risiko akan keguguran dan kehamilan di luar kandungan. Melalui pemberian
hormon dan pemindahan embrio dengan panduan ultrasonografi, keadaan tersebut
diharapkan tidak terjadi.
Kelima, risiko lain yang timbul dapat berupa biaya yang dikeluarkan, kelelahan fisik, dan
stres emosional dalam menyikapi antara harapan dan kenyataan yang terjadi selama
mengikuti bayi tabung.
"Dengan seleksi pasien dan penjelasan yang menyeluruh tentang bayi tabung diharapkan
pasangan telah memahami dan menerima risiko," pungkas Sudirmanto.

Anda mungkin juga menyukai