AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV.
HIV adalah retrovirus yang
biasanya menyerang organ vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4+, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh berfungsi baik. Jika HIV membunuh sel T CD4+ sampai terdapat kurang dari 200 sel T CD4+ per mikroliter (L) darah, kekebalan selular hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV dilanjutkan dengan infeksi HIV laten klinis sampai terjadinya gejala infeksi HIV awal dan kemudian AIDS, yang diidentifikasi berdasarkan jumlah sel T CD4+ di dalam darah dan adanya infeksi tertentu. Infeksi HIV secara umum dapat dibagi dalam empat stadium yang berbeda, yaitu: Stadium 1: Infeksi Akut (CD4 = 500 1000 /ml) Stadium ini terjadi setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Gejala berlangsung selama 1- 2 minggu. Pada stadium ini timbul gejala-gejala mirip flu termasuk demam, artralgia, malaise, dan anoreksia. Timbul juga gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikaria), gejala saraf (sakit kepala, kaku kuduk) dan gangguan gastrointestinal (nausea, vomitus, diare, nyeri perut). Gejala-gejala ini bersesuaian dengan pembentukan awal antibodi terhadap virus. Gejala akan menghilang setelah respon imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi. Pada 20% orang, gejala-gejala tersebut cukup serius untuk dikonsultasikan pada dokter, tetapi diagnosis infeksi HIV sering tidak ditemukan. Fase ini sangat menular karena terjadi viremia Selama stadium ini, ada sejumlah besar HIV pada darah perifer dan sistem imun pun mulai berrespon terhadap virus dengan memproduksi antibodi HIV dan limfosit sitotoksik. Serokonversi terjadi pada fase ini dan antibodi virus mulai dapat dideteksi 3 6 bulan setelah infeksi.
Stadium 2: Stadium Asimtomatik Klinis (CD4 = 500 750 /ml) Stadium ini dapat berlangsung lebih dari 10 tahun. Stadium ini, seperti namanya, bebas dari gejala-gejala mayor, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Dapat juga terjadi Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP). Pada fase ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4, tetapi masih berada pada tingkat 500/ml. Jumlah HIV dalam darah perifer turun hingga tingkat yang sangat rendah tetapi orang tetap terinfeksi dan antibodi HIV dapat dideteksi di dalam darah, sehingga tes antibodi akan menunjukkan hasil positif. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa HIV tidak dalam masa dorman selama stadium ini, melainkan sangat aktif di kelenjar limfa. Ada sebuah tes untuk mengukur sejumlah kecil virus yang lolos dari kelenjar limfa. Tes yang mengukur HIV RNA ini merupakan suatu tes viral load. Tes ini memiliki peran penting dalam pengobatan infeksi HIV. Kehilangan berat badan yang sedang tanpa alasan
(<10% berat badan diperkirakan atau diukur) Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis, tonsilitis, ototis media dan faringitis) Herpes zoster cheilitis angularis Ulkus di mulut yang berulang Erupsi papular pruritis Dermatitis seboroik Infeksi jamur di kuku
Stadium 3: Infeksi HIV Simtomatik (CD4 = 100 500 /ml) Pada stadium ini terjadi penurunan CD4 yang progresif. Terjadi penyakit-penyakit infeksi kronis tapi tidak mengancam kehidupan. Seiring dengan berjalannya waktu sistem imun menjadi sangat rusak oleh HIV. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan utama: Kelenjar limfe dan jaringan menjadi rusak akibat aktivitas bertahun-tahun HIV bermutasi dan menjadi lebih patogen, dengan kata lain lebih kuat dan lebih bervariasi Tubuh gagal untuk mengganti sel-sel T penolong yang hilang Karena kegagalan sistem imun, gejala-gejala pun berkembang. Kebanyakan gejala- gejala tersebut tidak terlalu berat, tetapi karena sistem imun makin rusak, gejala-gejalanya pun semakin memburuk. Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan diperkirakan atau diukur) Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terus-menerus, lebih dari 1 bulan) Kandidiasis mulut berkepanjangan Oral hairy leukoplakia Tuberkulosis paru Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia, empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia) Stomatitis, gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut Anemia (<8g/dl), neutropenia (<0,5 10 9 /l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 10 9 /l) tanpa alasan
Infeksi HIV simtomatik terutama disebabkan oleh kanker dan infeksi oportunistik yang secara normal dicegah oleh sistem imun. Ini dapat terjadi di seluruh sistem tubuh, tetapi contoh-contoh yang umum terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Sistem Contoh Infeksi/Kanker Sistem Pernapasan Pneumocystis jirovecii Pneumonia (PCP) Tuberculosis (TB) Kaposi's Sarcoma (KS) Sistem Gastro-Intestinal Cryptosporidiosis Candida Cytomegolavirus (CMV)
Stadium 4: Perkembangan dari HIV ke AIDS AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Penderita dinyatakan mengidap AIDS bila dalam perkembangan infeksi selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita. Hitung CD4 mencapai <200/ml. Karena sistem imun menjadi semakin rusak, penyakit-penyakit yang terjadi menjadi semakin menuju kepada diagnosis AIDS. Di Inggris, suatu diagnosis AIDS dikonfirmasi apabila seseorang dengan HIV mengalami satu atau lebih infeksi oportunistik atau kanker yang spesifik. Di Amerika, seseorang juga didiagnosis mengidap AIDS apabila ia memiliki sedikit sekali sel T penolong dalam darahnya. Bisa saja seseorang menjadi sangat sakit karena HIV tanpa harus didiagnosis AIDS. Sindrom wasting HIV Pneumonia Pneumocystis Pneumonia bakteri parah yang berulang Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apa pun) Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru) Tuberkulosis di luar paru Isosporiasis Kaposi's Sarcoma Sistem saraf Pusat/Perifer HIV Cytomegolavirus Toxoplasmosis Cryptococcosis Non Hodgkin's lymphoma Varicella Zoster Herpes simplex Kulit Herpes simplex Kaposi's sarcoma Varicella Zoster Sarkoma Kaposi (KS) Infeksi sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain) Toksoplasmosis sistem saraf pusat Ensefalopati HIV Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis Infeksi mikobakteri non-TB diseminata Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML) Kriptosporidiosis kronis Isosporiasis kronis Mikosis diseminata (histoplasmosis atau kokidiomikosis di luar paru) Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela nontifoid) Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B) Karsinoma leher rahim invasif Leishmaniasis diseminata atipikal Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi): Gejala mayor: a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor: a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalisata c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang d. Kandidias orofaringeal e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limfadenopati generalisata g. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase. a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang- kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain. b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek. c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
World Health Organization (WHO) telah mengembangkan suatu sistem tingkatan untuk penyakit HIV berdasarkan gejala-gejala klinis, di antaranya: 1. Stadium klinis I yang merupakan stadium asimptomatik. Pada stadium ini ditandai adanya limfadenopati generalisata. 2. Stadium Klinis II, ditandai adanya penurunan berat badan < 10%, lesi kulit dan mukosa ringan (dermatitis seboroik, ulkus oral rekuren, kheilitis angularis), herpes zooster dalam 5 tahun terakhir, ISPA bakterial. 3. Stadium klinis III, ditandai penurunan BB > 10%, diare kronis > 1 bulan, demam lama > 1 bulan, kandidiasis orofaringeal, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru dalam tahun- tahun terakhir, dan infeksi bakterial berat (pneumonia, piomiositis). 4. Stadium klinis IV, ditandai munculnya HIV Wasting Syndrome, pneumonia pneumositis Carina (PCP), toxoplasmosis otak, diare kriptosporridiosis > 1 bulan, rinitis CMV, herpes simpleks mukokutan > 1 bulan, leukoenchephalopati multifokal progresif, mikosis diseminata kandidiasis, kandidiasis di esofagus, trakhea, bronkus, dan paru, tuberkulosis ekstra paru, limfoma, sarkoma kaposi dan enchephalopati HIV. Sedangkan untuk penderita bayi dan anak-anak, WHO membagi dalam 3 stadium klinis, yaitu: 1. Stadium klinis pediatrik I yang merupakan stadium asimptomatik ditandai limfadenopati generalisata. 2. Stadium klinis pediatrik II, ditandai diare kronik, kandidiasis, penurunan berat badan atau gagal tumbuh, demam persisten > 30 hari tanpa sebab yang jelas, infeksi bakterial berulang. 3. Stadium klinis pediatrik III, ditandai munculnya infeksi oportunistik terkait AIDS, gagal tumbuh berat tanpa etiologi yang jelas, ensefalopati progresif, keganasan, dan septikemia/ meningitis berulang.