Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Konsep
1. Lanjut Usia (Lansia)
a. Batasan Lanjut Usia (Lansia)
Proses menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap
akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999).
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun.
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang
dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia
tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel dan
berkembang sampai pada keseluruhan sistem ( Mickey, 2006 ).
Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang
berbunyi sebagai berikut: Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun keatas.
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan : Yang dimaksud
dengan orang jompo ialah setiap orang yang berhubung dengan lanjutnya usia (
umur untuk ini bagi pria atau wanita ialah 55 tahun), tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi hidupnya sehari-hari.
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut (Depkes RI,
2003) dalam Maryam (2008):
1) Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2) Lansia, yaitu sesorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia Resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.
5) Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Batasan-batasan lansia menurut WHO dalam Nugroho (2000), dikelompokkan
menjadi 4 meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 -59 tahun.
2) Usia lanjut (erderly), antara 60-70 tahun.
3) Usia lanjut tua (old), antara 70-75 tahun.
4) Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
c. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada kerakter, pengalaman hidup,
lingungan, kondisi fisik, mental sosial dan ekonominya (Nugroho, 2000). Tipe
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sedehana, dermawan, memenuhi undangn, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri, yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama dan melakukan pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung, yaitu kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe kontruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defesif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),
serta tipe putus asa / benci pada diri sendiri ( self heating man ) (
Nugroho, 2000).
Tipe ketergantungan menurut Darmojo (2000) dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Personal dependency (ketergantungan yang dialami dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-sehari terhadap diri sendiri, misalnya makan, minum, sikat
gigi, kencing dan sebagainya). Ini merupakan ketergantungan yang paling
berat dan perlu dirawat di panti werdha atau mendapatkan perawatan dari
sukarelawan atau tetangganya.
2) Domestic dependency ( ketergantungan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan
rumah tangga sehari-hari misalnya memasak, mengatur dan membersihkan
kamar, mencuci piring dan sebagainya).
3) Social or financial dependency di luar rumah misalnya berbelanja,
mengunjungi keluarga atau teman yang sakit dan sebagainya). Biasanya
mereka juga mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan subsidi, karena
pensiunan atau pendapatannya tidak mencukupi untuk mempertahankan hidup.
Mereka yang termasuk golongan ini dapat dipertahankan di tengah-tengah
keluarga atau kenalannya.
d. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erikson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan
diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya.
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan
kegiatan sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang-orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan
kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti
olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehiduan sosial/masyrakat secara santai.
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
e. Teori Proses Menua
1) Teori Biologis
Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan,
termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan
kematian. Teori biologi terdiri dari:
a) Teori Genetika (Genetic theory / Genetic Lock)
Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara
tiadak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk
mengubah sel atau struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori asam
deoksiribonukleat (DNA), teori ketepatan dan kesalahan, mutasi, somatik,
dan teori glikogen. Teori-teori ini menyatakan bahwa proses replikasi pada
tingkatan seluler menjadi tidak teratur kerena adanya informasi tidak
sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi bersilangan
(crosslink) dengan unsur yang lain sehingga mengubah unsur genetik.
Adanya crosslink ini mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler yang
akhirnya menyebabkan sistem dan organ tubuh gagal untuk berfungsi.
b) Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor didalam lingkungan (misalnya
karsinogen, dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi). Dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan. Dampak dari lingkungan
lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama
dalam penuaan. Perawat dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam
tentang dampak dari aspek ini terhadap penuaan dengan cara mendidik
semua kelompok umur tentang hubungan antara faktor lingkungan dan
penuaan yang dipercepat. Ilmu pengetahuan baru mulai untuk
mengungkap berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
penuaan.
c) Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem
imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,
pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker dan infeksi. Seiring dengan kurangnya fungsi sistem imun,
terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.
d) Teori Neuroendokrin
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal
akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan
tingkah laku, respon ini kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan
melawan, ketulian atau kurangnya pengetahuan. Pada umumnya,
sebenarnya yang terjadi bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi
oranglanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-olah mereka tidak
kooperatif atau tidak patuh.
e) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang merupakan
bagain molekul yang sangat reaktif. Molekul ini memiliki muatan
ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein,
mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini juga dapat bereaksi dengan
lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasny atau
dapat berikatan dengan organel sel.
f) Teori Cross-Link
Teori cross-link dan jaringan ikat menyatakan bahwa molekul
kolagen dan elastin, komponen jaringan ikat, membentuk senyawa yang
lama meningkatkan rigiditas sel, cross-linkage diperkirakan akibat reaksi
kimia yang menimbulkan senyawa antara molekul-molekul yang
normalnya terpisah. Saat serat kolagen yang awalnya dideposit dalam
jaringan otot polos, molekul ini menjadi renggang berikatan dan jaringan
menjadi fleksibel. Seiring berjalannya waktu, bagaimanapun sisi aktif pada
molekul lebih berikatan erat sehingga jaringan menjadi lebih kaku. Kulit
yang menua merupakan contoh cross linkage elastin.
2) Teori Psikososial
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis. Yang termasuk dalam teori ini adalah :
a) Teori Kepribadian
Jun berteori bahwa keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah
penting bagi kesehatan. Dengan menurunnya tanggung jawab dan tuntunan
dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi di kalangan lansia. Jun
percaya bahwa orang akan menjadi lebih introvert. Didalam konsep
interioritas, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan
memiliki tujuannya sendiri yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri
sendiri melalui aktivitas yang dapat merefleksikan dirinya sendiri. Tahap
akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu inventaris
dari hidup mereka, suatu waktu untuk lebih melihat kebelakang daripada
melihat kedepan. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah
memberikan satu rangkaian pilihan yang sekali dipilih, akan membawa orang
tersebut pada suatu arah yang tidak bisa di ubah.
b) Teori Tugas Perkembangan (Kontinuitas)
Hasil penelitian Erickson mungkin teori terbaik yang dikenal dalam
bidang ini. Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam kehidupannya
untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson menguraikan tugas utama
lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan
yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian
perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik,maka lansia
tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.
c) Teori Disengagement
Teori Disengagement (teori Pemutusan hubungan), dikembangkan
pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan
diri oleh lansia dari peran masyarakkat dan tanggung jawabnya. Menurut
ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak
dapat dihindari dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang
sedang tumbuh. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah
berkurang dan tangung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih muda.
Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia dapat
menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk
menghadapi harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi
masyarakat adalah dalam rangka memindahkan kekuasaan generasi tua
kepada generasi muda. Teori ini banyak menimbulkan kontroversi
sebagian karena penelitian ini di pandang cacat dan karena banyak lansia
yang menentang postulat yang dibangkitkan oleh teori untuk menjelaskan
apa yang terjadi didalam pemutusan ikatan atau hubungan.
d) Teori Aktivitas
Havighurst yang pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif
secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri yang sehat untuk lansia
pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi
hubungan positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan
orang lain dan kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut. Gagasan
pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya
perasaan dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan
dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang yang penting bagi
dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang penting bagi lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara
negatif memengaruhi kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru
menunjukkan pentingnya aktivitas mental dan fisik yang
berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan
kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
f. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
1) Perubahan-perubahan fisik
a) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan
cairan intraseluler menurun.
b) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh lansia menurun (hipotermi) secara fisiologik
35
0
C akibat kecepatan metabolisme yang menurun (Nugroho, 2000).
Lansia umumnya mengalami keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas
otot. Hurlock (1980) mengatakan bahwa orang yang sudah tua tidak tahan
terhadap temperatur yang sangat panas atau sangat dingin. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit,
berkurangnya tingkat metabolisme dan menurunnya kekuatan otot.
c) Sistem Neurologi
Terjadi penurunan berat, isi cairan dan aliran darah otak,
peningkatan ukuran ventrikel serta penebalan korteks otak. Pada spinal
cord terjadi penurunan fiber dan anterior horn yang menyebabkan
kelemahan otot, penurunan aliran darah pada spinal cord menyebabkan
terjadi penurunan reaksi dan peningkatan terjadinya perlambatan simpatik.
Berkurangnya berat otak sekitar 10 20%, berkurangnya sel
kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitif terhadap sentuhan,
bertambahnya waktu jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom (Mubarak, 2006 ).
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stres yang berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek.
d) Sistem pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e) Sistem penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
f) Sistem kardiovaskuler
Katup jentumg menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah
menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
g) Sistem respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih
berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.Paru-paru kehilangan
elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun
(Nugroho, 2000). Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku, menurunnya aktifitas silia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri
menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen uptake,
berkurangnya reflek batuk (Mubarak, 2006)
h) Sistem gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga
menyebabkan berkuarngnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
i) Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, berat ginjal menurun 30 50% dan jumlah
nephron (unit terkecil ginjal) menurun, nephron menjadi atropi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50%, filtrasi glomerulus menurun sampai
50%, fungsi tubulus berkurang yang akibatnya ginjal kurang mampu
memekatkan urine, kemampuan memekatkan atau mengencerkan oleh
ginjal menurun. Kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-
otot yang melemah, frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit
dikosongkan pada pria akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran
prostat 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun (Mubarak, 2006).
j) Sistem Integumen
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Rambur dalam
hidung dan telinga menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun,
rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh,
serta kuku kaki berlebihan seperti tanduk.
k) Sistem Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot),
kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
l) Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan
sekresinya tidak berubah, menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basal
metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya
sekresi hormon gonads (progesteron, estrogen dsn testoteron), menurunnya
daya pertukaran zat (Mubarak, 2006)
m) Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarium
dan uterus, atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur dan dorongan seks menetap
sampai diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik, penghentian produksi
ovum pada saat menopause (Mubarak, 2006).
Masalah-masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada
lansia terkait dengan perubahan fisiknya, meliputi mudah jatuh, mudah
lelah, kekacauan mental akut, nyeri pada dada dan berdebar-debar, serta
sesak nafas ketika melakukan aktifitas kerja fisik. Masalah lainnya yaitu
pembengkakan pada kaki bawah, nyeri pinggang atau punggung dan pada
sendi pinggul, berat badan menurun, gangguan pada fungsi penglihatan,
pendengaran dan sukar menahan air kencing, serta sulit tidur dan sering
pusing-pusing (Mubarak, 2006).
2) Perubahan-perubahan psikososial
a) Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktifitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna
tugas), dia akan mengalami kehilangan-kehilangan antara lain:
(1) Kehilangan financial (income berkurang).
(2) Kehilangan status.
(3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
(4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awernwes of mortality).
c) Perubahan dalam hidup yaitu memasuki rumah perawatan lebih sempit.
d) Ekonomi melemah atau menurun akibat perberhentian dari jabatan
(economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.
g) Gangguan saraf panca indra.
h) Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik: perubahan terhadap gambaran
diri dan konsep diri
3) Perubahan kondisi mental
Perubahan mental pada lansia erat sekali kaitannya dengan perubahan
fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta situasi
lingkungan. Darin segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis,
timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut,
merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan
karena tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri
serta cenderung serta cenderung bersifat introvert (Mubarak, 2006).
4) Perubahan Kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah kemunduran
terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang
memerlukan memori jangka pendek atau seketika ( 0 10 menit ).
Kemampuan intelektual dan kemampuan verbal tidak mengalami perubahan
(Mubarak, 2006).
5) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Mubarak, 2006). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Mubarak, 2006).
2. Konsep Diri
a. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1995). Hal ini termasuk
persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta
keinginannya.
Sedangkan menurut Beck (1986) menyatakan bahwa konsep diri adalah
cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual.
Secara umum disepakati bahwa konsep diri belum ada sejak lahir, konsep
diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang
lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu
mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Keluarga merupakan peran
penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama pada pengalaman
masa kanak-kanak ( Stuart dan Sundeen, 1995).
Individu dengan kepribadian yang sehat akan mengalami hal-hal berikut
ini yaitu citra tubuh yang positif dan sesuai, konsep diri yang positif, ideal diri
yang realistis, harga diri yang tinggi, performa peran yang memuaskan dan rasa
identitas yang jelas (Stuart dan Sundeen, 1995).
Konsep diri juga merupakan suatu ukuran kualitas yang memungkinkan
seseorang dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu
lainnya. Kualitas yang membuat seseorang memiliki keunikan sendiri sebagai
manusia, tumbuh dan berkembang melalui interaksi sosial, yaitu berkomunikasi
dan menjalin hubungan dengan orang lain. Individu tidak dilahirkan dengan
membawa kepribadian tetapi dipengaruhi oleh lingkungan disekitarnya.
Pengalaman dalam kehidupan akan membentuk diri (kepribadian), tetapi setiap
orang juga harus menyadari apa yang sedang terjadi dan apa yang telah terjadi
pada diri pribadinya. Kesadaran terhadap diri pribadi merupakan suatu proses
persepsi yang ditujukan pada dirinya sendiri. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal,
kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif
dapat dilihat dari hubungan dan sosial maladaptif.
b. Rentang Respon Konsep Diri
Menurut Stuart, Gail W (2007), penilaian tentang konsep diri dapat dilihat
berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu :
Respon adaptif Respon maladaptif
Skema 2.1
Rentang Respon Konsep Diri
Respon konsep diri sepanjang rentang sehat hingga sakit berkisar dari
status aktualisasi diri yang adaptif sampai status kerancuan identitas yang lebih
maladaptif serta depersonalisasi (skema 2.1). Kerancuan identitas merupakan
suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan tidak realistis dan merasa asing dengan
diri sendiri, hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan
dalam uji realitas. Depersonalisasi juga ditunjukkan dengan adanya individu yang
mengalami kesulitan membedakan diri sendiri dari orang lain dan tubuhnya
sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya (Stuart, Gail W, 2007).
Konsep diri pada lansia dikatakan negatif bila lansia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak berbuat apa-apa, gagal,
tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik. Lansia dengan konsep diri
negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupannya dan
Aktualisasi
Diri
Konsep Diri
Positif
Harga Diri
Rendah
Kekacauan
Identitas
Depersonalisasi
kesempatan yang dihadapinya, mereka juga akan mudah menyerah dan putus asa
(Rini, 2002).
Lansia dengan konsep diri positif akan lebih optimis dan percaya diri dan
selalu bersikap positif terhadap segala suatu kegagalan. Lansia dengan konsep diri
positif akan menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan
demi kelangsungan hidupnya dan bisa menerima keadaannya (Rini, 2002).
c. Komponen-komponen Konsep Diri
Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, harga
diri, peran dan identitas diri.
1) Gambaran diri
Gambaran diri merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang
ukuran, bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu
(Keliat, 2000). Gambaran diri merupakan kumpulan sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya, termasuk persepsi serta
perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan dan
potensi. Citra tubuh dimodifikasikan secara berkesinambungan dengan
persepsi dan pengalaman baru (Stuart dan Sundeen, 1995).
Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima reaksi
dari tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain. Kemudian memanipulasi
lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Stuart dan
Sundeen, 1995).
Gambaran diri (body image) berhubungan erat dengan kepribadian.
Cara individu memandang dirinya sendiri akan mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologisnya antara lain: individu akan mempunyai
pandangan yang realistis terhadap dirinya, apabila seseorang menerima dan
menyukai bagian tubuhnya maka hal ini akan memberi rasa aman, sehingga
terhindar dari rasa cemas dan meningkatnya harga diri. Individu yang stabil,
realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan
kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang hal ini akan memacu
sukses dalam kehidupan. Persepsi dan pengalaman individu dapat
merupakan gambaran diri secara ilmiah (Keliat, 2000).
Perubahan pada struktur dan fungsi tubuh umumnya tidak dapat
diadaptasi secara cepat, hal ini dikarenakan gambaran diri merupakan bagian
nyata dari tubuh yang dapat dilihat oleh dirinya maupun orang lain. Cara
seseorang memandang dirinya mempunyai dampak pada aspek psikologis,
pandangan realistik terhadap diri menerima dan menyukai bagian tubuh yang
akan memberikan rasa aman agar terhindar dari rasa cemas dan akan
meningkatkan harga diri seseorang (Keliat, 2000).
Penampilan sering mempengaruhi gambaran diri dan citra diri
seseorang. Seorang lansia biasanya akan merasa lebih percaya diri apabila
mengetahui bahwa dirinya tampak lebih baik. Intervensi keperawatan dasar
berhubungan dengan kebersihan, hygiene, dan berdandan sangat penting
dalam membantu lansia mempertahankan perasaan berharga pada dirinya. Pria
lansia harus dianjurkan untuk bercukur setiap hari dan memotong rambutnya
secara teratur dan merapikan rambut jenggot, kumis, dan alis jika perlu.
Wanita lansia harus dibantu dengan gaya rambut yang mereka inginkan dan
diberikan kosmetik yang sesuai untuk kulit lanjut usia. Komentar tentang
penampilan seseorang yang baik hampir selalu membantu, baik orang itu
berumur 20 ataupun 100 tahun. Seorang lansia menyadari terjadinya
perubahan fisik yang dialaminya misalnya kulit yang mulai keriput, rambut
yang ubanan dan tidak mampu melakukan aktivitas seperti masa muda
(Stanley Mickey, 2007).
2) Ideal diri
Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar pribadi dapat berhubungan
dengan tipe orang yang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, dan nilai
yang ingin dicapai. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Ideal diri berkembang mulai kanak-kanak sampai lanjut usia yang
dipengaruhi oleh orang yang penting bagi diri seseorang dimana orang yang
penting bagi seseorang akan memberikan tuntutan dan harapan dalam
kehidupannya. Pada usia remaja ideal diri dibentuk melalui proses identifikasi
pada orang tua, guru, dan teman. Sedangkan pada usia lanjut ideal diri
dipengaruhi oleh penurunan kekuatan fisik serta perubahan peran dan
tanggung jawab (Keliat, 2000).
Gangguan konsep diri dapat terjadi ketika lansia tidak dapat mencapai
ideal dan harapan dirinya. Ideal diri sangat penting dalam mempertahankan
keseimbangan dan kesehatan mental lansia. Namun ideal diri hendaknya tidak
ditetapkan terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan, agar dapat
menjadi pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 2000).
Apabila lansia tidak dapat mencapai ideal dirinya sesuai yang
diinginkan, maka akan timbul perasaan kecewa dari dalam diri lansia tersebut.
3) Harga diri
Harga diri merupakan penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Keliat,
2000). Frekuensi pencapaian tujuan akan menentukan apakah harga diri
seseorang menjadi rendah atau tinggi. Jika individu selalu sukses maka
cenderung harga dirinya menjadi tinggi, dan jika individu sering gagal maka
cenderung harga dirinya rendah (Keliat, 2000).
Harga diri diperoleh oleh diri sendiri dan orang lain. Manusia
cenderung bersikap negatif, meskipun ia cinta dan mengakui orang lain namun
ia jarang mengekspresikannya. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih
sayang dan penghargaan orang lain (Keliat, 2000).
Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan interapersonal
yang buruk dan terutama menonjol pada klien skizofrenia dan depresi. Harga
diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari orang lain
dan hal ini berhubungan dengan hubungan interpersonal yang buruk dengan
orang lain (Stuart dan Sundeen, 1995).
Seorang lansia dengan harga diri rendah merasa dirinya tidak punya
kemampuan, tidak nyaman dan tidak berharga, semua ini dimanifestasikan
dalam bentuk antara lain kehilangan berat badan, kehilangan nafsu makan,
makan berlebihan, kontipasi atau diare, gangguan tidur, tubuh tidak terawat,
menarik dari aktivitasnya, sulit memulai aktivitas baru, penurunan libido,
sedih dan cemas, perasaan terisolasi, lebih suka sebagai pendengar dari pada
berpartisipasi aktif, sensitif terhadap kritikan orang lain, mengeluh nyeri dan
pusing, merasa tidak dapat melakukan hal-hal yang berarti, merasa selalu salah
dan gagal (Stuart dan Sundeen, 1995).
Harga diri tinggi pada lansia dapat dibangun melalui beberapa kondisi
antara lain:
a) Power
Seorang lansia memiliki perasaan kontrol terhadap setiap kejadian dalam
hidupnya dan kemampuan untuk menghargai orang lain.
b) Significance
Ketika seorang lansia merasa dicintai, menerima dan diperhatikan oleh
orang lain yang berpengaruh dalam hidupnya.
c) Virtue
Seorang lansia merasa nyaman ketika prilakunya atau tindakannya
merefleksikan nilai-nilai moral dan kode etik.
d) Competence
Ketika seorang lansia mampu meraih kesuksesan atas apa yang diharapkan
dirinya dan orang lain.
e) Consistenty set limit
Gaya hidup seorang lansia menunjukkan penerimaan dan perhatian serta
memberikan rasa nyaman.
4) Fungsi peran
Peran adalah pola sikap. perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan
dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2000).
Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan
dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan, misalnya sebagai
anak, istri, ibu, mahasiswa, perawat dan teman. Posisi dibutuhkan oleh
individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari
peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri (Keliat, 2000).
Peran yang tidak jelas terjadi apabila individu diberikan peran yang
tidak sesuai dalam hal perilaku dan penampilan yang diharapkan. Peran tidak
sesuai terjadi apabila individu dalam proses transisinya, merubah nilai dan
sikapnya, misalnya seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat
konflik antara nilai individu dan profesi. Peran berlebih terjadi jika seseorang
menerima banyak peran, misalnya sebagai istri, mahasiswa, ibu, perawat,
individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia waktu untuk
menyelesaikannya (Keliat, 2000).
5) Identitas diri
Identitas diri merupakan prinsip pengorganisasian kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikan individu. Prinsip tersebut sama artinya dengan otonomi dan
mencakup persepsi seksualitas seseorang. Pembentukan identitas dimulai pada
masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan, tetapi merupakan tugas
utama pada masa remaja (Stuart dan Sundeen, 1995).
Identitas diri merupakan kesadaran akan diri sendiri yang bersumber
dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sebagai suatu kesatuan yang utuh
(Keliat, 2000).
Seorang lansia yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan
memandang dirinya berbeda dengan diri orang lain, unik dan tidak ada
duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respon pada diri sendiri),
kemampuan dan penguasaan diri, seorang lansia yang mandiri dapat mengatur
dan menerima dirinya.
Identitas diri berkembang dari masa kanak-kanan bersamaan dengan
perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin, identitas jenis kelamin berkembang sejak bayi secara bertahap,
dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis (Keliat,
2000).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
a. Gambaran diri
1) Perubahan struktur dan fungsi tubuh
Perubahan struktur tubuh seseorang akan mempengaruhi gambaran diri
seseorang. Adanya perubahan penampilan tubuh misalnya amputasi,
mastektomi, kolostomi dan lain-lain yang dapat dilihat secara langsung oleh
dirinya sendiri maupun orang lain serta berdampak pada fungsi tubuh.
2) Budaya
Budaya memegang peranan cukup besar, karena bagaimanapun
seseorang akan merasa terganggu atau tidak nyaman atas perubahan dari
struktur dan fungsi tubuhnya manakala lingkungan memandang bahwa
perubahan tersebut adalah hal negatif atau sebaliknya seberapa besarpun
perubahan struktur dan fungsi tubuh seseorang, jika budaya setempat
memandang hal tersebut positif maka seseorang akan merasa nyaman.
3) Orang lain
Seseorang terkadang membuat suatu komunitas sendiri berlatar
belakang kondisi hampir sama. Kelompok ini dapat memberikan support yang
cukup berarti bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Seseorang yang
pernah punya pengalaman yang sama dan mampu beradaptasi dapat menjadi
model peran dan membantu orang lain yang bernasib sama dengannya untuk
dapat beradaptasi.
b. Harga diri
Tawnsend (1996) mengidentifikasikan ada tiga faktor yang mempengaruhi
harga diri seseorang antara lain : persepsi terhadap orang lain terutama orang yang
berpengaruh, faktor genetik seperti penampilan fisik dan ukuran tubuh dapat
mempengaruhi faktor lingkungan, serta perkembangan harga diri juga dipengaruhi
tuntutan lingkungan misalnya orang-orang yang berfikir ilmiah biasanya
dibesarkan dalam lingkungan akademik.
1) Ideal diri
Menurut Keliat (2000), ada tiga faktor yang mempengaruhi ideal diri
diantaranya: kecenderungan seseorang menetapkan ideal diri pada batas
kemampuannya, faktor budaya (budaya akan mempengaruhi seseorang
menetapkan ideal diri, kemudian standar ini akan dibandingkan dengan
standar kelompok teman), dan ambisi untuk melebihi dan berhasil.
2) Fungsi peran
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan
peran menurut Stuart dan Sundeen (1995), antara lain: kejelasan prilaku dan
pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti
terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan antar peran
yang diemban, keselarasan budaya dan harapan seseorang terhadap prilaku
peran, dan pemisahan situasi yang menciptakan ketidakseimbangan prilaku
peran.
3) Identitas diri
Banyak faktor yang mempengaruhi identitas diri menurut Stuart dan
Sundeen (1995), antara lain :
a) Ketidakpercayaan orang tua
Orang tua yang selalu curiga akan menyebabkan anak kurang percaya diri.
b) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial lebih berpengaruh pada stressor personal dalam
pembentukan identitas diri, terutama keberadaan orang yang berpengaruh
atau berarti dalam kehidupannya, seperti orang tua, teman dan lain-lain.
Menurut Potter dan Perry (2005), pembentukan konsep diri
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: pola asuh orang tua, lingkungan
sosial-budaya, adanya perubahan fisik, psikologis, dukungan orang yang
berarti atau kelompok sosial, penyakit, dan spiritual.
a) Dukungan sosial
Merupakan penilaian terhadap dukungan yang diberikan oleh
keluarga, orang lain dan lingkungan masyarakat terhadap lansia.
Dukungan keluarga dan masyarakat yang kurang akan membuat lansia
mengalami perubahan negatif terhadap kehidupannya, dan sebaliknya bila
dukungan keluarga dan masyarakat cukup baik maka akan membuat lansia
mengalami perubahan yang positif dalam kehidupannya.
b) Psikologis
Merupakan penilaian lansia terhadap stres dan ancaman dalam
kehidupannya, seperti kegagalan yang terjadi secara terus menerus akan
membuat lansia merasa tidak berguna, lemah dan menjadi sensitif serta
selalu memandang negatif terhadap sesuatu.
c) Fisik
Merupakan perubahan dari struktur dan fungsi tubuh serta
keterbatasan yang dirasakan oleh lansia yang merupakan evaluasi terhadap
dirinya secara fisik.
d) Spiritual
Merupakan keyakinan lansia tentang nilai-nilai yang berhubungan
dengan agama dan kepercayaan dalam menyikapi kondisi yang
dialaminya. Seorang lansia yang semakin taat dalam kehidupan beragama
dan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya akan
cenderung berfikir dan bertindak positif dalam kehidupannya sehari-hari.
e) Lingkungan Sosial-budaya
Merupakan penilaian lansia terhadap lingkungan masyarakat dan
sosial budaya yang ada di lingkungan sekitar. Budaya memegang peranan
penting terhadap pembentukan kepribadian seseorang, apabila budaya
setempat memberikan pengaruh positif, maka prilaku lansia mengarah ke
hal-hal yang positif. Sebaliknya bila lingkungan budaya setempat
memandang negatif perilaku lansia akan mengarah ke hal-hal yang negatif.
f) Penyakit
Merupakan keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk
dan fungsi tubuh yang berada dalam keadaan tidak normal pada tubuhnya.
Seorang lansia yang mengalami suatu penyakit, baik itu penyakit
keturunan maupun penyakit yang didapat akan berdampak pada fungsi
tubuhnya, sehingga tubuhnya tidak berfungsi secara utuh dan optimal
dalam beraktivitas dan menjalani kehidupannya sehari-hari, sehingga
lansia tersebut selalu merasa lemah dan tidak berdaya. Apabila lansia
tersebut tidak merasa lelah dan tidak berdaya, maka hal tersebut akan
berpengaruh pada harga diri dan fungsi peran tersebut. Sehingga dapat
menimbulkan konsep diri yang negatif
4. Panti Werdha
Panti werdha merupakan institusi hunian bersama dari para lansia yang secara
fisik atau kesehatan masih mandiri, akan tetapi (terutama mempunyai keterbatasan di
bidang sosial ekonomi. Kebutuhan harian dari para penghuni biasanya disediakan
oleh pengurus panti, yang diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta (Darmojo,
2006).
Panti werdha merupakan suatu institusi yang memungkinkan kelompok usia lanjut
melakukan kontak yang bersifat sementara yang biasanya tidak mereka miliki apabila
tinggal di rumah sendiri atau mereka yang tinggal dengan anak yang sudah dewasa.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh orang usia lanjut yang tinggal di panti
werdha atau lembaga penampungan orang usia lanjut yang berkaitan erat dengan
tugas perkembangan usia lanjut (penurunan minat sosial) adalah adanya kemungkinan
untuk berhubungan dengan teman seusia yang mempunyai minat dan kemampuan
sama, kesempatan besar untuk dapat diterima secara emporer oleh teman seusia dari
pada dengan orang yang lebih muda, menghilangkan kesepian karena orang-orang di
lingkungannya dapat dijadikan teman dan kesempatan berkarya berdasarkan prestasi
di masa lalu (DinKesSos, 2002).
B. Penelitian Terkait
1. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yuniar (2005) dengan judul
Gambaran konsep diri lansia yang tinggal di daerah urban kecamatan Jetis kota
Yogyakarta penelitian ini menggunakan metode kualitatif, instrumen utama adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara dan tape recorder.
Hasilnya semua responden menunjukkan penerimaan terhadap perubahan yang terjadi
akibat proses penuaan. Lima responden dapat menentukan harapannya dimasa depan
sedangkan tiga responden tidak dapat menentukan harapannya dimasa depan. Tujuh
responden merasa puas dengan hidupnya. Semua responden diakui dan diterima
dengan baik oleh masyarakat. Semua responden masih aktif mengikuti kegiatan
ditempat tinggalnya. Secara umum responden memiliki konsep diri yang baik. Dari
penelitian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa Gambaran Konsep Diri lansia
yang tinggal di daerah urban kecamatan Jetis kota Yogyakarta mayoritas memiliki
konsep diri positif.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Romdzati (2007) dengan judul
Gambaran konsep diri lansia di daerah pedesaan di kelurahan Balecatur Yogyakarta
penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif bersifat deskriptif eksploratif dengan
variabel konsep diri dan dan sub variabel gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran
dan identitas diri. Tehnik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara
mendalam terhadap lansia yang berumur 75 tahun. Hasil penelitian terhadap lansia
yang tinggal di kelurahan Bale Catur diperoleh hasil seluruh responden memiliki
konsep diri positif. Lima responden memandang perubahan ditubuhnya secara
realistis, menetapkan ideal diri sesuai dengan kemampuan masing-masing, merasa
masih bisa mencapai keinginan dalam hidup, melakukan peran dengan baik dan
merasa sebagai individu yang unik.
3. Kurniasari (2004) dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan konsep diri
penderita gagal ginjal kronik dengan terapi hemodialisa di Rumah sakit dr. Sardjito
Yogyakarta jenis penelitian yang dilakukan adalah bersifat diskriptif analitik dengan
pendekatan cross sectional. Hasil penelitiannya adalah bahwa ada hubungan yang
saling mempengaruhi dan bermakna dari masing-masing faktor yaitu faktor fisik,
dukungan sosial, psikologis dan spiritual dengan konsep diri. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah subyek penelitian, tempat
penelitian dan fokus penelitiannya. Subyek penelitian yang akan dilakukan adalah
pada lansia, tempat penelitiannya dilakukan di Panti Sasana Tresna Werdha Karya
Bakti Ria Pembangunan dan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah mengenai
faktor-faktor yang berkontribusi pada konsep diri lansia.
C. Kerangka Teori
Dari tinjauan pustaka diatas maka dibuat kerangka teori dalam bentuk bagan di
bawah ini
Skema 2.2
Skema Kerangka Teori Penelitian
Dari bagan kerangka teori di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
Lansia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih,
baik yang secara fisik masih mampu maupun tidak lagi mampu berperan secara aktif
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
LANJUT USIA
PERUBAHAN
FISIK
PERUBAHAN
MENTAL
PERUBAHAN
PSIKOSOSIAL
PERKEMBANGAN
SPIRITUAL
KONSEP DIRI
LANSIA
KARAKTERISTIK LANSIA
- USIA
- JENIS KELAMIN
- AGAMA
- PENDIDIKAN
- STATUS PERKAWINAN
KONSEP
DIRI
POSITIF
KONSEP
DIRI
NEGATIF
FUNGSI FISIK
YANG MANDIRI
TIDAK ADA
STRESSOR
PSIKOLOGIS
DUKUNGAN
SOSIAL TINGGI
FUNGSI FISIK YANG
MASIH
KETERGANTUNGAN
ADANYA
STRESSOR
PSIKOLOGIS
TIDAK ADANYA
DUKUNGAN
SOSIAL
dalam pembangunan. Lansia merupakan periode penutup dalam kehidupan seseorang,
proses penuaan biasanya disertai dengan adanya berbagai perubahan yang meliputi
perubahan fisik, psikologis, dan sosial.
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia antara lain gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan, perubahan pernafasan, perubahan pada kulit dan perubahan pada
sensori lain. Perubahan mental atau psikologis yang terjadi pada lansia antar lain
perubahan kepribadian, berkurangnya daya ingat dan sebagainya. Sedangkan perubahan
psikososial yang terjadi pada lansia antara lain memasuki masa pensiun, kehilangan
pekerjaan, kehilangan hubungan dengan teman-teman dan famili sehingga hal tersebut
akan mempengaruhi konsep diri pada lansia.
Konsep diri merupakan semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Konsep diri belum ada sejak lahir dan dipelajari melalui kontak sosial
dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Konsep diri terdiri dari lima komponen
yaitu ganbaran diri, harga diri, ideal diri, fungsi peran dan identitas diri.
Setiap individu memiliki nilai konsep diri masing-masing yang spesifik dalam
usia tertentu. Pada usia lanjut, konsep diri dikatakan negatif bila lansia meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak berbuat apa-apa, gagal, tidak
menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik. Lansia dengan konsep diri negatif akan
cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupannya dan kesempatan yang dihadapinya.
Lansia dengan konsep diri negatif akan mudah menyerah dan putus asa. Lansia dengan
konsep diri positif akan lebih optimis dan percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap
segala suatu kegagalan, menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat
dilakukan demi kelangsungan hidupnya dan bisa menerima keadaannya.
Pembentukan konsep diri dipengaruhi oleh faktor antara lain: lingkungan sosial-
budaya, adanya perubahan fisik, psikologis, dukungan orang yang berarti atau kelompok
sosial, penyakit dan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai