Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MOTIVASI
2.1.1 Definisi motivasi
Motivasi berasal dari kata motif ( motive ), yang berarti rangsangan, dorongan dan ataupun
pembangkit tenaga, yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memperlihatkan
perilaku tertentu.
Motif merupakan suatu pengertian yang melengkapi semua penggerak alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu. Semua
tingkah laku manusia pada dasarnya mempunyai motif termasuk tingkah laku secara reflek
dan yang berlangsung secara otomatis mempunyai maksud tertentu, walaupun maksud
itu tidak senantiasa disadari manusia (Swanburg Russel, 2000).
Motivasi juga merupakan upaya untuk menimbulkan rangsangan atau dorongan tenaga
tertentu pada seseorang agar mau berbuat dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Irwanto, 1991).
Motivasi atau upaya untuk memenuhi kebutuhan pada seseorang dapat dipakai sebagai alat
untuk menggairahkan seseorang untuk giat melakukan kewajibannya tanpa harus diperintah
atau diawasi. (Dirgahunarso Singgih, 1992)
Motivasi sering disebut sebagai penggerak perilaku ( the energizer of behavior ). Motivasi
adalah penentu ( determinan ) perilaku, dengan kata lain motivasi adalah konstruk teoritis
mengenai terjadinya perilaku. Konstruk teoritis ini meliputi aspek-aspek pengaturan
(regulasi). Pengarahan ( direksi), serta tujuan (insentif global ) dari perilaku (Efendi Usman,
1993)

2.1.2 Motivasi dalam Perilaku
Menurut Efendi Usman (1993), Ciri motivasi dalam perilaku :
a. Penggerak perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan-tanggapan yang bervariasi.
Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku tertentu saja tetapi menstimulasi
berbagai kecenderungan berperilaku yang memungkinkan tanggapan yang berbeda-
beda.
b. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan
kekuatan determinan. Rangsang yang lemah mungkin menimbulkan reaksi yang hebat
atau sebaliknya.
c. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
d. Penguatan positif ( positive reinforcement ), menyebabkan suatu perilaku tertentu
cenderung diulangi.
e. Kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak baik.
Perilaku terjadi karena suatu determinan tertentu, baik biologis, pikologis, maupun yang
berasal dari lingkungan. Determinan ini akan menstimulasi timbulnya suatu keadaan (bio)
psikologis tertentu yang dalam tubuh disebut kebutuhan. Kebutuhan menciptakan suatu
keadaan ketengangan (tension), hal ini mendorong perilaku untuk memenuhi kebutuhan
tersebut (perilaku instrumental).
Bila kebutuhan sudah dipenuhi, maka ketegangan akan melemah, sampai timbulnya
ketegangan lagi karena munculnya kebutuhan baru. Inilah yang disebut daur motivasi. Bila
determinan yang menimbulkan kebutuhan itu tidak ada lagi maka daur tidak terjadi(Daniellle
Gales & Carrette, 2002).

2.1.3 Faktor-faktor terjadinya motivasi
a. Faktor Internal
Segala sesuatu dari dalam individu seperti kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dan
cita-cita.
1) Sifat kepribadian adalah corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan
digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap rangsangan dari dalam
diri maupun lingkungan, sehingga corak dan cara kebiasaannya itu merupakan
kesatuan fungsional yang khas pada manusia itu, sehingga orang yang berkepribadian
pemalu akan mempunyai motivasi berbeda dengan orang yang memiliki kepribadian
keras.
2) Intelegensi atau pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berpikir
dan bertindak secara terarah dan efektif, sehingga orang yang mempunyai intelegensi
tinggi akan mudah menyerap informasi, saran, dan nasihat.
3) Sikap merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung pada suatu objek,
dimana seseorang akan melakukan kegiatan jika sikapnya mendukung terhadap obyek
tersebut, sebaliknya seseorang tidak melakukan kegiatan jika sikapnya tidak
mendukung. Cita-cita merupakan sesuatu yang ingin dicapai dengan adanya cita cita
maka seseorang akan termotivasi mencapai tujuan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi lingkungan, pendidikan, agama, sosial, ekonomi, kebudayaan,
orang tua, dan saudara.
1) Pengaruh lingkungan baik fisik, biologis, maupun lingkungan sosial yang ada
sekitarnya dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang sehingga dorongan dan
pengaruh lingkungan akan dapat meningkatkan motivasi individu untuk melakukan
sesuatu.
2) Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah laku
individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku,
kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal, manusia
akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan
mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi dalam usaha
meningkatkan status kesehatan.
3) Agama merupakan keyakinan hidup seseorang sesuai dengan norma atau ajaran
agamanya. Agama akan menjadikan individu bertingkah laku sesuai norma dan nilai
yang diajarkan, sehingga seseorang akan termotivasi untuk mentaati saran, atau
anjuran petugas kesehatan karena mereka berkeyakinan bahwa hal itu baik dan sesuai
dengan norma yang diyakininya.
4) Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku
seseorang. Keadaan ekonomi keluarga mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas
serta kebutuhan untuk keluarganya. Sehingga seseorang dengan tingkat sosial
ekonomi tinggi akan mempunyai motivasi yang berbeda dengan tingkat sosial
ekonomi rendah.
5) Kebudayaan merupakan keseluruhan kegiatan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar. Orang dengan kebudayaan Sunda yang terkenal dengan
kehalusannya akan berbeda dengan kebudayaan Batak, sehingga motivasi dari budaya
yang berbeda akan berbeda pula.
6) Orang Tua yang dianggap sudah pengalaman dalam banyak hal, sehingga apapun
nasihat atau saran dari orang tua akan dilaksanakan.
7) Saudara, dimana saudara merupakan orang terdekat yang akan secara langsung
maupun tidak langsung akan berpengaruh pada motivasi untuk berperilaku.Tindakan
yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada yang didorong oleh
motif ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003).

2.1.4 Fungsi Motivasi
Fungsi Motivasi adalah sebagai berikut (Sabur, 2003) :
a. Mendorong manusia untuk berbuat, yakni sebagai penggerak atau motor yang
melepas energi.
b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang ingin dicapai.
c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang untuk mencapai tujuan dengan mengeliminasi perbuatan-perbuatan
yang tidak mengandung manfaat bagi tujuan tersebut.
Alat untuk membentuk motivasi dibagi atas dua macam, yaitu :
1. Materil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan berupa uang atau barang yang
mempunyai nilai atau yang bersifat ekonomis.
2. Non-materil insentif, yaitu alat motivasi yang diberikan bukan berupa benda atau barang
tetapi hanya berupa kepuasan rohani saja.
2.1.5 Lingkaran Motivasi
Menurut Sabur (2003) berdasarkan pendapat Dirgagunasa karena dilatarbelakangi adanya
motif maka tingkah laku tersebut disebut tingkah laku bermotivasi. Tingkah laku bermotivasi
itu sendiri dapat dirumuskan sebagai tingkah laku yang dilator belakangi karena adanya suatu
kebutuhan.
Lingkaran motivasi terdiri dari :

Menurut Supardi (2002) berdasakan pendapat Mc. Clelland, bahwa perilaku manusia didasari
oleh tiga kebutuhan yaitu, kebutuhan untuk berprestasi (n-achievement), kebutuhan untuk
berkuasa (n-power), dan kebutuhan untuk berafiliasi (n-affiliation). Berdasarkan pendapat
Maslow, kebutuhan dibagi berdasarkan tingkat kebutuhan manusia, yaitu :
Kebutuhan fisiologis, adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi (kebutuhan
makan, minum, seks, sandang).
Kebutuhan keamanan dan keselamatan, adalah kebutuhan akan keamanan dari
ancaman yakni merasa aman dari ancaman, kecelakaan, dan keselamatan dalam
melakukan aktivitas.
Kebutuhan sosial, adalah kebutuhan berteman, dicintai, dan mencintai serta diterima
dalam pergaulan kelompok.
Kebutuhan akan penghargaan diri, adalah pengakuan serta penghargaan dan prestise
dari orang lain.
Kebutuhan aktualisasi diri, adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan
menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan untuk mencapai prestise.
Unsur kedua dari lingkaran motivasi adalah perilaku yang dipergunakan sebagai cara atau
alat agar suatu tujuan bisa tercapai. Perilaku terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar
(Sabur, 2003).
Unsur ketiga dari lingkaran motivasi adalah tujuan yang berfungsi untuk memotivasi
perilaku. Tujuan juga menentukan seberapa aktif individu akan berperilaku. Sebab, selain
ditentukan oleh motif dasar, perilaku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya
menarik, individu akan lebih aktif lagi berperilaku. Pada dasarnya perilaku manusia bersifat
majemuk, karena itu tujuan dari perilaku tidak hanya satu. Selain tujuan pokok (primary
goal), ada juga tujuan lain atau tujuan sekunder (secondary goal).
2.1.6 Health Seeking Behavior
Kurt Lewin (dalam Brehm & Kassin: 1999), seorang pakar psikologi sosial, menekankan
bahwa perilaku secara umum adalah suatu fungsi dari person/individu dan
environment/lingkungan. Perilaku individu tidak hanya ditentukan oleh faktor individu
(segala sesuatu yang terkait langsung dengan diri individu seperti: pola kepribadian, sikap,
perasaan, emosi, pengetahuan dan lain-lain), akan tetapi juga ditentukan oleh faktor
lingkungan baik terkait dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Kemudian secara
lebih spesifik Hendrik L. Blum (dalam Notoatmojo & Solita, 1995) menggambarkan
keterkaitan aspek-aspek di dalam perilaku kesehatan seperti tampak dalam gambar di bawah
ini:


Gambar 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Sedangkan faktor-faktor di balik perilaku kesehatan dapat dijabarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Faktor-Faktor Dibalik Perilaku Kesehatan (Sumber : Notoatmojo & Solita:
1995)
Terkait dengan perilaku kesehatan, maka health behavior/perilaku kesehatan adalah suatu
respon rasional atas penyebab penyakit yang dipersepsikan, sehingga dia mencari suatu cara
untuk mendapatkan kesembuhan dari sakitnya (Foster & Anderson, 1996). Selanjutnya,
dalam menelaah tentang persepsi sakit ini, kedua tokoh tersebut membedakan antara rasa
sakit (illness) dan penyakit (disease). Illness adalah penilaian seseorang terhadap penyakit
sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya. Hal ini merupakan fenomena
subjektif yang ditandai dengan perasaan tidak enak (feeling unwell).
2.1.6 Penyakit
Disease adalah suatu bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme, benda asing atau luka.
Jadi menurut Foster & Anderson (1996), penyebab sakit adalah persepsi dari individu yang
sakit dan persepsi ini terjadi sebagai hasil pembelajaran dari lingkungannya. Sehingga,
menurut perilaku kesehatan individu bisa dibagi menjadi tiga.
1. Individu mempersepsikan sakitnya sebagai sebuah penyakit yang disebabkan oleh
bakteri/virus.
2. Individu mempersepsikan sakitnya sebagai sebuah penyakit yang disebabkan karena hal-
hal non medis
3. Individu mempersepsikan sakitnya sebagai sebuah penyakit yang disebabkan karena hal-
hal medis dan non medis.
Oleh karena itu persepsi seseorang tentang disease akan menentukan perilaku illness-nya.
Lebih lanjut tentang persepsi sakit, Notoatmojo (1993) menjabarkan tentang batasan kedua
pengertian illness dan disease. Dalam kedua istilah tersebut nampak adanya perbedaan
konsep sehat dan sakit yang kemudian akan menimbulkan permasalahan konsep sehat sakit
di dalam masyarakat. Secara objektif seseorang terkena penyakit (disease), salah satu organ
tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit. Atau sebaliknya, seseorang
merasa sakit, merasakan sesuatu (illness) dalam tubuhnya, tetapi dari pemeriksaan klinis
tidak diperoleh bukti bahwa dia sakit. Dalam psikologi, istilah perbedaan antara sakit secara
fisik maupun sakit secara psikologis ini lebih dikenal dengan istilah psychofisiology dimana
kondisi kedua faktor fisiologis dan psikologis dalam diri individu mempunyai peranan yang
sama-sama penting, seseorang bisa sakit secara psikologis dan berdampak pada fisiologisnya
atau yang dirasakan individu adalah sakit secara fisiologis dan berpengaruh pula pada kondisi
psikologisnya. (Davison, 1993) Sedangkan perubahan suatu perilaku khususnya tentang
health seeking behavior dapat terjadi jika komponen dari perilaku juga berubah, dimana
dalam perubahannya menurut teori WHO (dalam Notoatmojo & Sarwono, 1995) akan
mencakup :
Behavior = f (TF, PR, R, C), dimana:
1. TF (thought and feeling) terpilah dalam bentuk
a. Pengetahuan
b. Kepercayaan
c. Sikap
2. PR (personal references) yakni pengaruh yang diberikan oleh orang-orang yang dianggap
penting oleh individu.
3. R (resources) yakni sumber-sumber daya yang dimiliki oleh individu yang bisa berupa
fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
4. C (culture) yakni kebudayaan atau pola hidup masyarakat.
Keempat faktor diatas memegang peranan yang sama-sama penting dalam menentukan health
seeking behavior, karena keempat faktor itu (thought and feeling, personal references,
resources, dan culture) akan menjadi bahan pertimbangan seseorang dalam menentukan
health seeking behaviornya.
2.1.7 Pengobatan
Munculnya fenomena pengobatan dalam masyarakat sebagai perilaku kesehatan masyarakat
adalah suatu respon rasional masyarakat yang sedang berperanan sakit dalam rangka mencari
kesembuhan akan penyakitnya. Fenomena tersebut diatas yang secara umum dapat kita telaah
sebagai suatu pengobatan yang secara garis besar dibagi dalam dua tempat pengobatan yaitu
medis dan non-medis. Kedua jenis pengobatan baik medis maupun non-medis, sama-sama
terus berkembang. Pengobatan non-medis semakin beragam di samping pelayanan medis
yang semakin hari juga ditingkatkan mutu dan kecanggihan teknologinya. Beberapa sebab
dan alasan pemilihan pengobatan atas sakit yang diderita dan dirasakan adalah (Foster &
Anderson: 1996) :
1. Budaya, nilai dan norma sebagian besar masyarakat kita yang meyakini dan
mempersepsikan penyebab sakit individu selain sebab medis dimungkinkan adanya sebab-
sebab non-medis.
2. Proses pengobatan yang terlalu lama daripada pelayanan medis, akan menyebabkan si
penderita bosan menerima peran sebagai pasien, dan ingin segera mengakhirinya, oleh karena
itu dia berusaha mencari alternatif pengobatan lain yang mempercepat proses
penyembuhannya ataupun hanya memperingan rasa sakitnya (illness).
3. Pelayanan medis yang kurang memperhatikan aspek psikologis pasien, dimana dalam
pelayanan medis pasien tidak menemukan ketenangan dan keamanan psikologis, sehingga
peluang ini diisi oleh para ahli non-medis. Misal: para ahli medis hanya menangani pasien
secara medis tanpa memberikan kekuatan psikologis agar pasien mampu menerima peranan
sakitnya dengan sabar sehingga rasa sakitnya dapat dikurangi .
4. Status sosial masyarakat yang mempersepsikan sakit bahwa pengobatan non medis lebih
sedikit membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu. Dalam fenomena sosial sebagian masyarakat,
perilaku mencari dan memelihara kesehatan pada ahli non medis tersebut sudah mendapatkan
pembenaran dan bahkan terkadang lingkungan di sekitar individu yang sedang berperanan
sakit mereferensikan si sakit pada pengobatan alternatif/non-medis.
5. Status ekonomi sebagian besar masyarakat yang masih rendah, membuat mereka lebih
menyukai pengobatan pada sakitnya ke tempat pengobatan yang tidak membutuhkan biaya
tinggi.
6. Tingkat pendidikan yang masih rendah serta kurangnya informasi kesehatan yang diterima
menyebabkan sebagaian besar masyarakat kurang menyadari akan pentingnya kesehatan.
Konsep sehat adalah jika kondisi fisik/biologisnya masih mampu melakukan aktivitas dan
gerakan yang normal seperti biasanya berarti dalam kondisi sehat, sedangkan konsep sakit
adalah jika kondisi tubuh sudah tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari.
7. Menerima peranan sakit adalah suatu kondisi yang sangat tidak menyenangkan. Karena itu,
berbagai cara akan dijalani oleh si sakit dalam rangka mencari kesembuhan maupun
meringankan beban sakitnya.
8. Persepsi tentang illness dan disease setiap individu selalu saja berbeda. Oleh sebab itu,
perilaku kesehatan masing-masing individu pun akan mengalami perbedaan. Tidak ada satu
perilaku kesehatan individu yang sama dalam mencari alternatif penyembuhan, karena
memang setiap individu memiliki karakteristik perilaku sendiri-sendiri.
Berbagai pertimbangan diatas akan menentukan perilaku pengobatannya, apakah seseorang
memilih pengobatan ke tempat pengobatan medis ataukah seseorang memilih pengobatan
non-medis. Melihat pada interdepensi antar aspek dalam health seeking behavior, maka
penelitian ini juga ingin melihat interdependensi tersebut pada pasien poli perawatan paliatif.
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada
health seeking behavior ditinjau dari :
1. Thought and feeling
2. Personal references
3. Resources
4. Culture

2.2 Jaminan Kesehatan
2.2.1 Definisi

Health Insurance : The payment for the excepted costs of a group resulting from
medical utilization based on the except ed expense incurred by the gro up. The payment
can be based on community or experience rating (Jacobs P, 1997).
Definisi di atas ada beberapa kata kunci yaitu :
a) Ada pembayaran, yang dalam istilah ekonomi ada suatu transaksi dengan
pengeluaran sejumlah uang yang disebut premi.
b) Ada biaya, yang diharapkan harus dikeluarkan karena penggunaan pelayanan medik.
c) Pelayanan medik tersebut didas arkan pada bencana yang mungkin terjadi yaitu
sakit.
d) Keadaan sakit merupakan sesuatu yang tidak pasti (uncertainty), tidak teratur dan
mungkin jarang terjadi. Tetapi bila peristiwa tersebut benar-benar terjadi, implikasi biaya
pengobatan dapat demikian besar dan membebani ekonomi rumah tangga. Kejadian
sakit yang mengakibatkan bencana ekonomi bagi pasien atau keluarganya biasa
disebut catastrophic illness (Murti B. 2000).

2.2.2 Jenis Asuransi Kesehatan Di Indonesia

a. Asuransi Kesehatan Sosial
Program Asuransi Kesehatan Sosial merupakan penugasan Pemerintah kepada PT Askes
(Persero) melalui Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1991.
Peserta program Askes Sosial adalah :
Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil (tidak termasuk PNS dan Calon
PNS di Kementrian pertahanan, TNI/Polri), Calon PNS, Pejabat Negara, Penerima
Pensiun (Pensiunan PNS, Pensiunan PNS di lingkungan Kementrian Pertahanan,
TNI/Polri, Pensiunan Pejabat Negara), Veteran ( Tuvet dan Non Tuvet) dan Perintis
Kemerdekaan beserta anggota keluarga*) yang di tangggung.
Pegawai Tidak Tetap (Dokter/Dokter Gigi/Bidan PTT, melalui SK Menkes nomor
1540/MENKES/SK/XII/2002, tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti
Dan Cara Lain).
Pegawai dan Penerima pensiun PT. Kereta Api Indonesia (Persero) beserta anggota
keluarganya*)
*) Anggota Keluarga adalah :
Isteri / suami yang sah dari peserta yang mendapat tunjangan istri/suami (Daftar isteri
/ suami yang sah yang tercantum dalam daftar gaji / slip gaji, dan termasuk dalam
daftar penerima pensiun/carik Dapem).
Anak (anak kandung / anak tiri / anak angkat) yang sah dari peserta yang mendapat
tunjangan anak, yang tercantum dalam daftar gaji/slip gaji, termasuk dalam daftar
penerima pensiun/carik Dapem, belum berumur 21 tahun atau telah berumur 21 tahun
sampai 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan pendidikan formal, dan tidak atau
belum pernah kawin, tidak mempunyai penghasilan sendiri serta masih menjadi
tanggungan peserta.
Jumlah anak yang ditanggung maksimal 2 (dua) anak sesuai dengan urutan tanggal
lahir, termasuk didalamnya anak angkat maksimal satu orang.
1. Hak Peserta Askes Sosial
Memperoleh Kartu Peserta.
Memperoleh penjelasan/informasi tentang hak, kewajiban serta tata cara
pelayanan kesehatan
Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan
PT Askes (Persero), sesuai dengan hak dan ketentuan yang berlaku.
Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke
Kantor PT Askes (Persero).
2. Kewajiban Peserta Askes Sosial
Mengurus Kartu Peserta dan melaporkan perubahan data peserta.
Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang
tidak berhak.
Melaporkan dan mengembalikan Kartu Peserta yang telah meninggal dunia ke
Kantor PT Askes (Persero).
Mengetahui dan mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
Membayar iuran sesuai dengan ketentuan pemerintah yang berlaku.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) PT ASKES (Persero)
Pemberi Pelayanan Kesehatan Dasar , yaitu :
1. Puskesmas
2. Dokter Keluarga / Dokter Gigi Keluarga
3. Poliklinik Milik Institusi
4. Klinik 24 Jam
Pemberi Pelayanan Kesehatan Lanjutan, yaitu:
1. Rumah Sakit Umum Pemerintah,
2. RS Khusus Pemerintah (Jantung, Paru, Orthopedi, Jiwa, Kusta, Mata, Infeksi,
Kanker dll)
3. Rumah Sakit TNI/POLRI
4. Rumah Sakit Swasta
5. Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD)/PMI
6. Apotek / Instalasi Farmasi RS
7. Optikal
8. Balai Pengobatan Khusus (Paru, Mata, Indera, dll).
9. Laboratorium Kesehatan
10. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan PT Askes
(Persero)
Jenis Pelayanan Kesehatan Yang Dijamin Peserta Askes Sosial
1. Pelayanan Kesehatan Dasar :
Konsultasi, penyuluhan, pemeriksaan medis dan pengobatan.
Pemeriksaan dan pengobatan gigi.
Tindakan medis kecil/sederhana.
Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana
Pengobatan efek samping kontrasepsi
Pemberian obat pelayanan dasar dan bahan kesehatan habis pakai.
Pemeriksaan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua hidup.
Pelayanan imunisasi dasar.
Pelayanan Rawat Inap di Puskesmas Perawatan/Puskesmas dengan Tempat
Tidur.
2. Pelayanan Kesehatan Lanjutan :
a. Rawat Jalan
Konsultasi, pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/ Radiodiagnostik,
Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan canggih sesuai ketentuan PT Askes
(Persero).
Tindakan medis poliklinik dan rehabilitasi medis
Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan ketentuan lain
yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
b. Rawat Inap
Rawat Inap di ruang perawatan sesuai hak Peserta.
Pemeriksaan, pengobatan oleh dokter spesialis.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik : Laboratorium, Rontgen/ Radiodiagnostik,
Elektromedik dan pemeriksaan alat kesehatan canggih sesuai ketentuan PT Askes
(Persero).
Tindakan medis operatif.
Perawatan intensif (ICU, ICCU,HCU, NICU, PICU).
Pelayanan rehabilitasi medis.
Pelayanan obat sesuai Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) dan ketentuan lain
yang ditetapkan oleh PT Askes (Persero)
3. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan dan persalinan sampai anak kedua
hidup.
4. Pelayanan Transfusi Darah dan Cuci Darah.
5. Cangkok (transplantasi) Organ.
6. Pelayanan Canggih sesuai ketentuan PT Askes (Persero)
7. Alat Kesehatan diberikan untuk Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kacamata ( 1 kali /2 tahun)
b. Gigi Tiruan (1 kali /2 tahun)
c. Alat Bantu Dengar (1 kali /2 tahun)
d. Kaki / tangan tiruan
e. Implant (alat kesehatan yang ditanam dalam tubuh) antara lain:
IOL (lensa tanam di mata).
Pen & Screw (alat penyambung tulang).
Mesh (alat yang dipasang setelah operasi hernia)

Pelayanan Yang Tidak Dijamin Oleh PT ASKES (Persero)
Pelayanan kesehatan yang tidak mengikuti tata cara pelayanan yang ditetapkan PT
Askes (Persero)/Pelayanan kesehatan tanpa indikasi medis.
1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas yang bukan jaringan pelayanan
kesehatan PT Askes (Persero), kecuali dalam keadaan gawat darurat (emergency)
dan kasus persalinan.
2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
3. Obat-obatan diluar ketentuan PT Askes (Persero).
4. Bedah plastik kosmetik, termasuk obat-obatan.
5. Semua jenis pelayanan imunisasi diluar imunisasi dasar bagi bayi dan balita
(DPT, Polio, BCG, Campak) dan bagi ibu hamil (TT) yang dilakukan di
Puskesmas
6. Seluruh rangkaian pemeriksaan dalam usaha ingin mempunyai anak, termasuk alat
dan obat-obatnya.
7. Sirkumsisi tanpa indikasi medis.
8. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan, tindakan persalinan, masa nifas
pada anak ketiga dan seterusnya.
9. Usaha meratakan gigi (Orthodontie), membersihkan karang gigi (scalling gigi)
dan pelayanan kesehatan gigi untuk kosmetik.
10. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat, alkohol dan atau zat
adiktif lainnya.
11. Gangguan kesehatan/penyakit akibat usaha bunuh diri atau dengan sengaja
menyakiti diri sendiri.
12. Kursi roda, tongkat penyangga, korset dan elastic bandage.
13. Kosmetik, toilettries, makanan bayi, obat gosok, vitamin, susu.
14. Lain-lain:
Biaya perjalanan/transportasi
Biaya sewa ambulans
Biaya pengurusan jenazah
Biaya fotocopy
Biaya telekomunikasi
Biaya kartu berobat
Biaya administrasi

b. Jamkesmas
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/ 1992 tentang
kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan
terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup
sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Masyarakat
miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena
berbagai kondisi seperti kurangnya kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling
berhimpitan, perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan
terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah. JAMKESMAS adalah
program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka
mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin. Pada
hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan
pelayanan yang optimal.
Tujuan Dan Sasaran
Tujuan Penyelenggaraan JAMKESMAS
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat
miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal
secara efektif dan efisien.
Tujuan Khusus:
a. Meningkatnya cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Puskesmas serta jaringannya dan di Rumah Sakit
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel
Sasaran Penyelenggaraan JAMKESMAS
Sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia
sejumlah 76,4 juta jiwa, tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan
kesehatan lainnya.

Kebijakan Operasional
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat miskin mengacu pada prinsip-
prinsip:
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan untuk semata-mata peningkatan
derajat kesehatan masyarakat miskin.
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medik yang cost
effective dan rasional.
c. Pelayanan Terstruktur, berjenjang dengan Portabilitas dan ekuitas.
d. Transparan dan akuntabel.
Ketentuan Umum
Peserta Program JAMKESMAS adalah setiap orang miskin dan tidak mampu
selanjutnya disebut peserta JAMKESMAS, yang terdaftar dan memiliki kartu dan
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Administrasi Kepesertaan
Administrasi kepesertaan meliputi: registrasi, penerbitan dan pendistribusian Kartu
sampai ke Peserta sepenuhnya menjadi tanggung jawab PT Askes (Persero) dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data peserta yang telah ditetapkan Pemda, kemudian dilakukan entry oleh PT
Askes (Persero) untuk menjadi database kepesertaan di Kabupaten/Kota.
2. Entry data setiap peserta meliputi antara lain :
a. nomor kartu,
b. nama peserta,
c. jenis kelamin
d. tempat dan tanggal lahir/umur
e. alamat
3. Berdasarkan database tersebut kemudian kartu diterbitkan dan didistribusikan
sampai ke peserta.
SASARAN
NASIONAL
SASARAN KUOTA
KABUPATEN/KOTA
PENETAPAN SK
BUPATI/WALIKOTA
BERDASARKAN
KUOTA
PESERTA
ENTRY DATA
BASE
KEPESERTAAN
SINKRONISASI
DATA
BPS KAB/KOTA
TERBIT
DISTRIBUSI
KARTU
4. PT Askes (Persero) menyerahkan Kartu peserta kepada yang berhak, mengacu
kepada penetapan Bupati/Walikota dengan tanda terima yang ditanda tangani/cap
jempol peserta atau anggota keluarga peserta.
5. PT Askes (Persero) melaporkan hasil pendistribusian kartu peserta kepada
Bupati/Walikota, Gubernur, Departemen Kesehatan R.I, Dinas Kesehatan Propinsi
dan Kabupaten/ Kota serta Rumah Sakit setempat
Alur Registrasi Dan Distribusi Kartu Peserta













Tata Laksana Pendanaan
Ketentuan Umum
1. Pendanaan Program JAMKESMAS merupakan dana bantuan sosial.
2. Pembayaran ke Rumah Sakit dalam bentuk paket, berdasarkan klaim. Khusus
untuk BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM pembayaran paket disetarakan
dengan tariff paket pelayanan rawat jalan dan atau rawat inap Rumah Sakit.
3. Pembayaran ke PPK disalurkan langsung dari kas Negara melalui PT. POS ke
Puskesmas dan KPPN melalui BANK ke Rumah
Sakit/BBKPM/BKMM/BKPM/BP4/BKIM
4. Peserta tidak boleh dikenakan iur biaya dengan alasan apapun.

Sumber Dan Alokasi Dana Program
Sumber Dana berasal dari APBN sektor Kesehatan Tahun Anggaran 2008 untuk dan
kontribusi APBD. Pemerintah daerah berkontribusi dalam menunjang dan
melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin di daerah
masing-masing meliputi antara lain :
1. Masyarakat miskin yang tidak masuk dalam pertanggungan kepesertaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS).
2. Selisih harga diluar jenis paket dan tarif pelayanan kesehatan tahun 2008
3. Biaya transportasi rujukan dan rujukan balik pasien maskin dari RS
Kabupaten/ Kota ke RS yang dirujuk. Sedangkan biaya transportasi rujukkan
dari puskesmas ke RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ditanggung oleh
biaya operasional Puskesmas.
4. Penanggungan biaya transportasi pendamping pasien rujukan.
5. Pendamping pasien rawat inap.
6. Menanggulangi kekurangan dana operasional Puskesmas.
Dana program dialokasikan untuk membiayai kegiatan pelayanan kesehatan dan
manajemen operasional program JAMKESMAS dengan rincian sebagai berikut :
1. Dana Pelayanan Kesehatan masyarakat miskin di:
a. Puskesmas dan jaringannya,
b. Rumah Sakit,
c. Rumah Sakit Khusus
d. Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM),
e. Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM),
f. Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM),
g. Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4),
h. Balai Kesehatan Indra Masyarakat (BKIM).
2. Dana manajemen operasional:
a. Administrasi kepesertaan,
b. Koordinasi Pelaksanaan dan Pembinaan program,
c. Advokasi, Sosialisasi,
d. Rekruitmen dan Pelatihan,
e. Monitoring dan Evaluasi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat,
f. Kajian dan survey,
g. Pembayaran honor, investasi dan operasional,
h. Perencanaan dan pengembangan program,

c. Jamkesda
JAMKESDA adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan kesehatan
yang diberikan Pemerintah Daerah kepada masyarakat yang berdomisili didaerah
tersebut. Sasaran Program Jamkesda adalah seluruh masyarakat yang tinggal didaerah
tersebut yang belum memiliki jaminan kesehatan berupa Jamkesmas, ASKES dan
asuransi kesehatan lainnya.
Tujuan
1. Tujuan Umum Penyelenggaraan Jamkesda
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Terselenggaranya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit serta Puskesmas dan
jaringannya termasuk pertolongan persalinan
b. Terselenggaranya pengendalian rujukan kasus
c. Terkendalinya biaya dan mutu dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
d.Terselenggaranya manajemen pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel
Sasaran
Seluruh penduduk yang tinggal didaerah yang menyelenggarakan Jamkesdan tersebut,
tidak termasuk yang sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya (Askes sosial /
komersial, Jamsostek dan asuransi swasta).

Kebijakan Operasional
1. Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) adalah salah satu bentuk perlindungan social
untuk menjamin seluruh penduduknya agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak (dalam hal ini kebutuhan akan hidup sehat).
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menjadi tanggung jawab
dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan Jamkesda mengacu pada prinsip-prinsip :
a. Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata untuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat
b. Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan medic yang cost
effective dan rasional.
c. Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas
d. Transparan dan akuntabel
d. Jamsostek
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban
Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan
kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang
lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu
jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di
sektor formal.
Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang
mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan
Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya bermanfaat
kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam meningkatkan pertumbuhan
perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan perkembangan masa depan bangsa.
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Pemeliharaan kesehatan adalah hak tenaga kerja. JPK adalah program Jamsostek yang
membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari
pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu
peningkatan fungsi organ tubuh, dan pengobatan, secara efektif dan efisien. Setiap tenaga
kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan KPK (Kartu Pemeliharaan
Kesehatan) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Manfaat JPK bagi perusahaan yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat,
dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif.
Jumlah Iuran Yang Harus Dibayarkan
Iuran JPK dibayar oleh perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut:
Tiga persen (3%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja lajang
Enam persen (6%) dari upah tenaga kerja (maks Rp 1 juta ) untuk tenaga kerja
berkeluarga
Dasar perhitungan persentase iuran dari upah setinggi-tingginya Rp 1.000.000,

Cakupan Program
Program JPK memberikan manfaat paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang
diselenggarakan di setiap jenjang PPK dengan rincian cakupan pelayanan sebagai
berikut:
1. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama, adalah pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di Puskesmas, Klinik, Balai
Pengobatan atau Dokter praktek solo
2. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan), adalah pemeriksaan dan pengobatan
yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari dokter PPK I sesuai
dengan indikasi medis
3. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit, adalah pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap Rumah
Sakit
4. Pelayanan Persalinan, adalah pertolongan persalinan yang diberikan kepada
tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta program JPK
maksimum sampai dengan persalinan ke 3 (tiga).
5. Pelayanan Khusus, adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang diberikan
untuk mengembalikan fungsi tubuh
6. Emergensi, Merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan pertolongan
segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

Hak-hak Peserta Program JPK:
1. Memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang optimal dan menyeluruh, sesuai kebutuhan dengan standar pelayanan yang
ditetapkan, kecuali pelayanan khusus seperti kacamata, gigi palsu, mata palsu,
alat bantu dengar, alat Bantu gerak tangan dan kaki hanya diberikan kepada
tenaga kerja dan tidak diberikan kepada anggota keluarganya
2. Bagi Tenaga Kerja berkeluarga peserta tanggungan yang diikutkan terdiri dari
suami/istri beserta 3 orang anak dengan usia maksimum 21 tahun dan belum
menikah
3. Memilih fasilitas kesehatan diutamakan dalam wilayah yang sesuai atau
mendekati dengan tempat tinggal
4. Dalam keadaan Emergensi peserta dapat langsung meminta pertolongan pada
Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) yang ditunjuk oleh PT Jamsostek (Persero)
ataupun tidak.
5. Peserta berhak mengganti fasilitas kesehatan rawat jalan Tingkat I bila dalam
Kartu Pemeliharaan Kesehatan pilihan fasilitas kesehatan tidak sesuai lagi dan
hanya diizinkan setelah 6 (enam) bulan memilih fasilitas kesehatan rawat jalan
Tingkat I, kecuali pindah domisili.
6. Peserta berhak menuliskan atau melaporkan keluhan bila tidak puas terhadap
penyelenggaraan JPK dengan memakai formulir JPK yang disediakan
diperusahaan tempat tenaga kerja bekerja, atau PT. JAMSOSTEK (Persero)
setempat.
7. Tenaga kerja/istri tenaga kerja berhak atas pertolongan persalinan kesatu, kedua
dan ketiga.
8. Tenaga kerja yang sudah mempunyai 3 orang anak sebelum menjadi peserta
program JPK, tidak berhak lagi untuk mendapatkan pertolongan persalinan.

Kewajiban Peserta Program JPK
1. Menyelesaikan Prosedur administrasi, antara lain mengisi formulir Daftar
Susunan Keluarga (Formulir Jamsostek 1a)
2. Menandatangani Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)
3. Memiliki Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan
4. Mengikuti prosedur pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan
5. Segera melaporkan kepada PT JAMSOSTEK (Persero) bilamana terjadi
perubahan anggota keluarga misalnya: status lajang menjadi kawin, penambahan
anak, anak sudah menikah dan atau anak berusia 21 tahun. Begitu pula sebaliknya
apabila status dari berkeluarga menjadi lajang
6. Segera melaporkan kepada Kantor PT JAMSOSTEK (Persero) apabila Kartu
Pemeliharaan Kesehatan (KPK) milik peserta hilang/rusak untuk mendapatkan
penggantian dengan membawa surat keterangan dari perusahaan atau bilamana
masa berlaku kartu sudah habis
7. Bila tidak menjadi peserta lagi maka KPK dikembalikan ke perusahaan

Hal-hal yang tidak menjadi tanggung jawab badan penyelenggara (PT Jamsostek (Persero))
1. Peserta
Dalam hal tidak mentaati ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan oleh
Badan Penyelenggara
Akibat langsung bencana alam, peperangan dan lain-lain
Cidera yang diakibatkan oleh perbuatan sendiri, misalnya percobaan bunuh
diri, tindakan melawan hukum
Olah raga tertentu yang membahayakan seperti: terbang layang, menyelam,
balap mobil/motor, mendaki gunung, tinju, panjat tebing, arum jeram
Tenaga kerja yang pada permulaan kepesertaannya sudah mempunyai 3 (tiga)
anak atau lebih, tidak berhak mendapatkan pertolongan persalinan
2. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan diluar fasilitas yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara
JPK, kecuali kasus emergensi dan bila harus rawat inap, ditanggung maksimal
7 hari perawatan sesuai standar rawat inap yang telah ditetapkan
Imunisasi kecuali Imunisasi dasar pada bayi
General Check Up/Check Up/Regular Check Up (termasuk papsmear)
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan di luar negeri
Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol/narkotik
Penyakit Kanker (terhitung sejak tegaknya diagnosa)
Penyakit atau cidera yang timbul dari atau berhubungan dengan tugas
pekerjaan (Occupational diseases/accident)
Sexual transmited diseases termasuk AIDS RELATED COMPLEX
Pengguguran kandungan tanpa indikasi medis termasuk kesengajaan
Kelainan congential/herediter/bawaan yang memerlukan pengobatan seumur
hidup, seperti: debil, embesil, mongoloid, cretinism, thalasemia, haemophilia,
retardasi mental, autis
Pelayanan untuk Persalinan ke 4 (empat) dan seterusnya termasuk segala
sesuatu yang berhubungan dengan proses kehamilan pada persalinan tersebut
Pelayanan khusus (Kacamata, gigi palsu, prothesa mata, alat bantu dengar,
prothesa anggota gerak) hilang/rusak sebelum waktunya tidak diganti
Khusus akibat kecelakaan kerja tidak menjadi tanggung jawab Penyelenggara
JPK
Haemodialisa termasuk tindakan penyambungan pembuluh darah untuk
hemodialisa
Operasi jantung berserta tindakan-tindakan termasuk pemasangan dan
pengadaan alat pacu jantung, kateterisasi jantung termasuk obat-obatan
Katerisasi jantung sebagai tindakan Therapeutik (pengobatan)
Transpalantasi organ tubuh misalnya transplantasi sumsum tulang
Pemeriksaan-pemeriksaan dengan menggunakan peralatan canggih/baru yang
belum termasuk dalam daftar JPK, antara lain: MRI (Magnetic Resonance
Immaging), DSA (Digital Substraction Arteriography), TORCH (Toxoplasma,
Rubella, CMV, Herpes)
Pemeriksaan dan tindakan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi
tabung
3. Obat-obatan:
Semua obat/vitamin yang tidak ada kaitannya dengan penyakit
Obat-obatan kosmetik untuk kecantikan termasuk operasi keloid yang bukan
atas indikasi medis
Obat-obatan berupa makanan seperti susu untuk bayi dan sebagainya
Obat-obatan gosok sepeti kayu putih dan sejenisnya
Obat-obatan lain seperti: verban, plester, gause stril
Pengobatan untuk mendapatkan kesuburan termasuk bayi tabung dan obat-
obatan kanker
4. Pembiayaan :
Biaya perjalanan dari dan ke tempat berobat
Biaya perjalanan untuk mengurus kelengkapan administrasi kepesertaan,
jaminan rawat dan klaim
Biaya perjalanan untuk memperoleh perawatan/pengobatan di Rumah sakit
yang ditunjuk.
Biaya perawatan emergensi lebih dari 7 (hari) diluar fasilitas yang sudah
ditunjuk oleh Badan Penyelenggara JPK
Biaya Perawatan dan obat untuk penyakit lebih dari 60 hari/kasus/tahun sudah
termasuk perawatan khusus (ICU, ICCU, HCU, HCB, ICU, PICU) pada
penyakit tertentu sehingga memerlukan perawatan khusus lebih dari 20
hari/kasus/tahun
Biaya tindakan medik super spesialistik
Batas waktu pengajuan klaim paling lama 3 (tiga) bulan setelah perusahaan
melunasi tunggakan iuran, selebihnya akan ditolak
e. Jampersal
Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk
miskin dan tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di
bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup
tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per
1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000) pada tahun
2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per
100.000 KH dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000
KH.
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi
90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia
(24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma
obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).
Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di
antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan
persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam
keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran
miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting
untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan
dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan
persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang
disebut Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan
hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya
termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan
pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat
mengurangi terjadinya Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan
pencapaian MDGs 4 dan 5.
Pengertian
Jaminan Persalinan adalah program pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan dan
pemeriksaan masa nifas (postnatal) bagi seluruh ibu hamil yang belum mempunyai
jaminan kesehatan serta bayi yg dilahirkannya pada fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan program.

Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan.
Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari:
A. Pelayanan persalinan tingkat pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan,
pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat
terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat
pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas
PONED serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan
swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola
Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan
2. Pertolongan persalinan normal
3. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan
4. Pelayanan bayi baru lahir
5. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir
B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu
hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit
pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan.
Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
1. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit
2. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu
dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
Sasaran
Merupakan sasaran tambahan dari program Jamkesmas
a. Sasaran adalah seluruh ibu hamil yang belum mempunyai jaminan
kesehatan/persalinan yang melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) persalinan, dan
pemeriksaan masa nifas (PNC) bagi ibu dan bayi yang dilahirkannya
b. Perkiraan jumlah sasaran adalah 60% dari estimasi proyeksi jumlah persalinan.

Manfaat Jaminan Persalinan
Ruang lingkup pelayanan dalam Jaminan persalinan tingkat pertama meliputi:
a. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan dengan frekuensi 4 kali selama hamil;
b. Pertolongan persalinan normal;
c. Pertolongan persalinan dengan penyulit pervaginam yang dapat dilakukan di
Puskesmas PONED
d. Pelayanan Nifas (PNC) sesuai standar
e. Pelayanan neonatus dan penatalaksanaan rujukan neonatus dengan komplikasi sesuai
standar pelayanan
f. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan neonatus
g. Penanganan komplikasi kebidanan di Puskesmas PONED sampai proses rujukan ke
Rumah Sakit
Ruang lingkup pelayanan dalam Jaminan persalinan tingkat lanjutan meliputi:
a. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (risti) dan penyulit;
b. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di
pelayanan tingkat pertama;
c. Penanganan Komplikasi Kebidanan dan Neonatus di Faskes PONEK
d. Faskes PONEK adalah Faskes yang mampu memberi pelayanan Obstetri (kebidanan)
dan Neonatus Emergensi Komprehensif
e. Motivasi KB (Kontap) bagi ibu yang memanfaatkan program ini.

Tujuan:
Umum :
Meningkatnya akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan
nifas dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dengan menghilangkan hambatan finansial dalam rangka menurunkan AKI
dan AKB.
Khusus:
Memberikan kemudahan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan
pelayanan nifas ibu, dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (post natal) ke tenaga
kesehatan
Mendorong peningkatan pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan
pelayanan nifas ibu dan bayi baru lahir (post natal) ke tenaga kesehatan.
Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan
akuntabel .

Kebijakan Operasional
1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
Jamkesmas.
2.Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari Jamkesmas,
yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas
3.Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki
jaminan persalinan.
4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di
kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola
Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
6. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh
fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan
pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang
bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
7. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari
luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan
setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut.
8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang
berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerjasama (PKS)
dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin
prakteknya.
9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip Portabilitas,
Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan
persalinan tidak mengenal batas wilayah (lihat angka 7 dan 8).
10. Tim Pengelola Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota,
disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan
ketersediaan dana yang ada secara nasional.

Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas kesehatan
tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/Kota dilengkapi:
1. Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan
untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru
lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak terdapat buku KIA pada daerah
setempat dapat digunakan bukti-bukti yang syah yang ditandatangani ibu
hamil/bersalin dan petugas yang menangani. Tim Pengelola Kabupaten/Kota
menghubungi Pusat (Direktorat Kesehatan Ibu) terkait ketersediaan buku KIA
tersebut.
2. Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk
Pertolongan persalinan.
3. Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra rujukan
yang telah dilakukan di tandatangani oleh ibu hamil/ibu bersalin.
4. Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang
melahirkan.

Bukti penunjang klaim



Keterangan :
a) Klaim persalinan ini tidak harus dalam paket (menyeluruh) tetapi dapat dilakukan
klaim terpisah, misalnya ANC saja, persalinan saja atau PNC saja.
b) Apabila diduga/diperkirakan adanya risiko persalinan sebaiknya pasien sudah
dipersiapkan jauh hari untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih baik
dan mampu seperti Rumah Sakit.
c) Besaran biaya untuk pelayanan persalinan tingkat lanjutan menggunakan tarif paket
Indonesia Case Base Group (INA-CBGs)

Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Faskes Pemerintah dan Swasta yang melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan
program
Faskes Pemeriksaan kehamilan tanpa penyulit, kehamilan non-risiko tinggi,
persalinan normal, dan PNC dilakukan di:
Puskesmas
Puskesmas Rawat Inap
Polindes/Poskesdes
Dokter praktik swasta dan Bidan praktik swasta
Rumah Bersalin Swasta
Klinik Swasta
Faskes untuk persalinan dengan penyulit, emergensi, dan komplikasi dilakukan di
Puskesmas dengan fasilitas PONED
Rumah sakit
Penyaluran Dana Ke Rumah Sakit
1. Dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan untuk Pelayanan Kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan disalurkan langsung dari Kementerian Kesehatan
melalui KPPN ke rekening Fasilitas Kesehatan Pemberi Pelayanan Kesehatan secara
bertahap sesuai kebutuhan.
2. Penyaluran Dana Pelayanan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI yang mencantumkan nama PPK Lanjutan
dan besaran dana luncuran yang diterima.
3. Perkiraan besaran penyaluran dana pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan
kebutuhan RS yang diperhitungan dari laporan pertanggungjawaban dana PPK
Lanjutan Bagan penyaluran Dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan di Fasilitas
Kesehatan Tk. I seperti pada bagan berikut:.



f. Asuransi Komersial
Asuransi komersial merupakan jenis asuransi yang diikuti dengan membayar premi secara
sukarela, dalam arti asuransi jenis ini tidak mewajibkan pesertanya untuk membayar premi.
Peserta juga dapat memilih kapan mereka mau mengikuti jenis asuransi ini, dan juga mereka
dapat memilih jenis program yang ditawarkan oleh asuransi komersial.
Asuransi komersial merupakan suatu lembaga ataupun perusahaan yang bertujuan untuk
menghasilkan keuntungan.
Sistem Pembayaran Asuransi :
Sesuai jasa per pelayanan (JPP)/ Fee for service
Tarif diskon
Jasa per pelayanan (JPP) :
Biaya ditetapkan setelah pelayanan diberikan
Fasilitas Kesehatan Menetapkan tarif pelayanan.
Cara pembayaran tradisional.
Penagihan berdasar pelayanan yang diberikan.
Sumber dana dari perorangan
Sumber dana JPP bisa didapatkan dari :
Pasien ataupun keluarga pasien
Majikan atau perusahaan tempat pasien bekerja
Lembaga donor ( Peduli RCTI, Pundi amal SCTV)
Beberapa metode pembayaran yang dilakukan oleh asuransi sesuai dengan perjanjian dengan
peserta :
Deductible
Jumlah pengeluaran yang tercakup yang harus diajukan & dibayarkan oleh
pemegang asuransi sebelum manfaat bisa diperoleh (biasanya memakai nominal
Rupiah).
Tujuan : Membatasi penggantian pengeluaran-pengeluaran kecil yang dapat
ditanggung sendiri sehingga premi bisa ditekan lebih rendah
Coinsurance
Perjanjian antara perusahaan asuransi dengan pemegang asuransi untuk
menanggung persentase tertentu, kerugian yang ditanggung setelah deductible
dibayar (biasanya berupa prosentase)
Co payment
Perjanjian dimana pemegang asuransi membayar jumlah tertentu untuk pelayanan
tertentu
Contoh : Muangthai per kasus membayar 30 bath
Cash sharing (pembagian biaya)
Ketentuan polis yang membutuhkan pemegang asuransi untuk membayar, melalui
deductible dan co insurance sebagian pengeluaran asuransi kesehatan mereka

Pembayaran juga dapat dilakukan oleh pasien secara perkasus yang dialami oleh
pasien seperti melahirkan dengan menggunakan seksio caessaria, pembedahan usus
buntu, ataupun sunat (khitan).

Pengelolaan klaim di pelayanan kesehatan
Transaksi yang sudah di entry oleh petugas rumah sakit harus di verifikasi setiap
hari yang diketahui bersama antara petugas asuransi dan petugas rumah sakit di
bagian administrasi.
Verifikasi :
Kesesuaian data yang dimasukkan dengan bukti pendukung
Kesesuaian data yang dimasukkan dengan tarif dasar pelayanan kesehatan
Kesesuaian antara diagnose dan permintaan pelayanan
Kesesuaian antara catatan medis
Kesesuaian permintaan pelayanan dengan diagnose serta indikasi medis
dengan kewajaran pemeriksaan penunjang
Jika ada yang tidak sesuai :
- Buat catatan ketidaksesuaian
- Lapor ke atasan
- Konfirmasi dengan pihak penyedia asuransi dan membuat solusi bersama

Cara pasien melakukan klaim :
Surat pengantar tagihan
Tanda tangan yang berhak mengajukan klaim
Rekapitulasi tagihan
Dokumen penunjang klaim seperti : tanda pengenal dan surat polis asuransi









Cara kerja pembiayaan pelayanan kesehatan


Prosedur pelayanan

Pelayanan kesehatan


Cakupan Pembayaran Klaim
Premi asuransi









Peserta PPK
Pembayar

Anda mungkin juga menyukai