Anda di halaman 1dari 8

TUGAS INHAL

BLOK GASTROINTESTINAL

MEGACOLON

Disusun Oleh:
Rurin Ayurinika Putri
ACC
Mas Feliz

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2013
MEGACOLON
A. Megakolon toksik
Megakolon toksik adalah komplikasi dari penyakit usus lainnya yang
mengancam jiwa yang ditandai dengan dilatasi kolon yang cepat dalam waktu
beberapa hari. Megakolon toksik muncul sebagai komplikasi dari inflammatory
bowel disease , seperti colitis ulseratif dari penyakit Crohn. Tidak seperti bentukan
megakolon lainnya, hal ini hanya terjadi ketika ada infeksi atau peradangan. Bentuk
laindari megakolon termasuk megakolon kongenital pada penyakit Hirschsprung dan
megakolon idiopatik pada konstipasi. Megakolon toksik biasanya terjadi ketika
peradangan pada kolon sangat berat sehingga kolon kehilangan kemampuannya
untuk berkontraksi dengan baik. Ketika hal ini terjadi, kontraksi peristaltic tidak
dapat menggerakkan gas di dalam usus melalui kolon. Hal ini menyebabkan
akumulasi dari jumlah gas berlebih di dalam kolon. Gas ini kemudian meningkatkan
tekanan pada dinding usus, yang menyebabkan kolon berdilatasi. Apabila kondisinya
berat, dinding kolon yang meradang berisiko tinggi untuk pecah. Hal ini dapat
menyebabkan peritonitis dan septicemia. Keduanya merupakan infeksi yang
berbahaya dan bisa menyebabkan kematian dini.
Megakolon toksik adalah diagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis toksisitas
sistemik dalam kombinasi dengan bukti radiografi dilatasi kolon. Tampaknya ada
ada predileksi dalam setiap kelompok usia tertentu atau gender. Pasien dengan IBD
berada pada risiko tertinggi pengembangan megacolon beracun pada tahap awal
penyakit: sampai 30% dari pasien datang dalam waktu 3 bulan diagnosis.2 Dalam
studi oleh Ausch et al38 megacolon beracun adalah presentasi klinis pertama yang
sebelumnya tidak terdiagnosis UC di 13% dari pasien. Dalam sebuah penelitian
retrospektif oleh Benchimol et al, 5 dari 10 pasien anak dengan megakolon toksik
dirawat dengan penyajian pertama IBD. Sejarah penyakit ini biasanya menunjukkan
tanda-tanda dan gejala kolitis akut sebelum terjadinya dilatasi kolon. Sejarah hati-
hati kemungkinan penyebab harus mencakup penyelidikan tentang diagnosis
sebelumnya IBD, paparan patogen enterik dan obat-obatan, steroid especifically,
antibiotik, dan agen Antimotility .Setelah tanda-tanda fisik pemeriksaan toksisitas
sistemik umumnya mendominasi. Abdomen dan mengurangi bising usus adalah
temuan sering, tanda-tanda peritonitis mungkin menunjukkan perforasi kolon. Hal ini
penting untuk memperhitungkan pengobatan steroid mendahului karena dapat
menutupi gejala keracunan. Kriteria klinis yang paling umum digunakan untuk
diagnosis megakolon toksik yang diusulkan oleh Jalan et AL pada tahun 1969. Tiga
dari empat kriteria utama berikut juga wajib untuk diagnosis klinis: demam,
takikardia, leukositosis, atau anemia. Selain itu, salah satu kriteria berikut harus
dipenuhi: dehidrasi, tingkat kesadaran yang berubah, ketidakseimbangan elektrolit,
atau hipotensi. Satu studi klinis mengamati perubahan keadaan mental pada sampai
dengan 41% dari pasien megakolon toksik dewasa.
Metode bedah sebelumnya diusulkan dalam pengobatan megacolon toksik
meliputi reseksi dengan baik kolektomi subtotal dengan ileostomy akhir, jumlah
proktokolektomi, atau metode Turnbull. Pada awal 1970-an, Turnbull et
al.memperkenalkan metode dekompresi usus bedah. Singkatnya, prosedur ini
dimaksudkan untuk menurunkan risiko perioperatif perforasi dan mempersiapkan
pasien untuk kolektomi definitif pada suatu titik kemudian dengan dekompresi usus
besar pada tiga lokasi yang berbeda (sembur) dan melakukan suatu ileostomy. Ausch
et al melaporkan dalam studi retrospektif bahwa dalam enam dari tujuh pasien yang
diobati dengan metode ini saja, perdarahan pasca operasi parah dari usus besar
terjadi, total kematian pada pasien adalah 71%. Dalam penelitian yang sama 49
pasien menjalani kolektomi subtotal dengan ileostomy. Kematian dalam kelompok
ini adalah 6%, hanya empat pasien (8%) menderita komplikasi pasca operasi seperti
pendarahan intraabdominal. Pada pasien diperlakukan dengan total proktokolektomi
tingkat komplikasi pasca operasi serta kematian adalah 21%. Temuan ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kolektomi subtotal dengan
ileostomy ujung dan penutupan Hartmann rektum dikaitkan dengan tingkat kematian
yang lebih rendah dibandingkan dengan total proctocolectomy. Pada pasien dengan
UC sebagai penyebab, reseksi elektif yang tersisa rektum dengan kantong ileum
ditunjukkan setelah kondisi akut telah diselesaikan. Satu-satunya dekompresi usus
besar seperti yang diusulkan oleh Turnbull adalah usang. Prosedur operasi lini
pertama pada fase akut megacolon beracun kolektomi subtotal dengan ileostomy dan
baik kantong yang Hartmann atau sigmoidostomy atau rectostomy.
B. Megakolon kongenital
Megakolon kongenital atau Hirschprungs disease adalah suatu kelainan/
penyakit kongenital dari usus dimana terjadi pembesaran kolon karena adanya
penyempitan pada bagian distalnya yang biasanya disebabkan oleh karena tidak
adanya atau tidak terbentuknya sel ganglion saraf pada pleksus intermienterik
Auerbach dan pleksus sub mukosal meissneri. Megakolon kongenital terjadi oleh
karena migrasi neuroblas ke kaudal terhenti sebelum waktunya sehingga kolon tidak
mempunyai peristaltik. Aktifitas simpatis terus menerus (kontraksi) tanpa aktifitas
parasimpatis (relaksasi). Seringkali disertai megalo-bladder.
Banyak teori tentang etiologi megakolon kongenital, yang banyak disebut
yaitu adanya gangguan neurologi antara persarafan simpatis dan parasimpatis dari
kolon. Kolon dan rektum mempunyai persarafan ganda dari sistem saraf otonom
dimana serabut otot sirkuler mendapat persarafan dari serabut saraf simpatis yang
berasal dari rami komunikantes lumbalis yang turun kebawah melalui trunkus
simpatikus , pleksus hipogastrikus serta pleksus pelvikus. Serabut longitudinal
mendapat persarafan dari serabut saraf parasimpatikus. Bila terjadi hiperaktifitas dari
saraf simpatis pada persambungan rektosigmoid akan menyebabkan tonus otot
spingter meninggi sehingga tidak mungkin relaksasi.
Megakolon kongenital diduga oleh karena tidak terdapatnya pleksus Auerbach
secara kongenital pada rektosigmoid sehingga menyebabkan berkurangnya gerakan
peristaltik dan terjadi obstruksi yang diikuti dilatasi sekunder dan hipertrofi kolon
proksimal. Lesi patologis tidak terdapat pada usus yang dilatasi, melainkan terdapat
pada bagian distalnya. Pada bayi selalu didapatkan gambaran klinis sebagai obstruksi
baik total maupun parsial, panjang bagian yang menyempit tergantung pada sel-sel
ganglion saraf tidak terdapat dan sangat bervariasi.
Masa fecal terkumpul pada proksimal usus yang aganglionik, sehingga terjadi
dilatasi dan dekompensasi dari usus bagian proksimal yang berganglion. Usus
dengan kelainan tampak normal berkontraksi dan kosong, sedang usus yang
ganglionik tampak abnormal, dilatasi dan berisi banyak fecolit. Pada beberapa kasus
segmen aganglionik meluas sampai fleksura coli dekstra, efek fisiologisnya yaitu
hilangnya peristaltik dan meningginya tonus segmen kolon distalis.
Migrasi sel-sel krista neuralis yang kemudian mengadakan proliferasi dan
diferensiasi didalam dinding usus akan meningkatkan pembentukan sel saraf dan sel
glial pada sistem saraf intestinal. Kegagalan proses ini selama fase embriogenesis
akan mengakibatkan gangguan motilitas usus seperti yang terlihat pada penyakit
Hirschsprung. Insidens penyakit Hirschsprung adalah satu dalam 5000 kelahiran
hidup, dan laki-laki 4 kali lebih banyak dibanding perempuan.
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin
mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti terjadinya enterokolitis, perforasi usus serta sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan Rontgen dengan enema barium, pemeriksaan
histokimia, pemeriksaan manometri serta pemeriksaan patologi anatomi. Manifestasi
klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus cukup bulan dengan
keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang lebih dari 24 jam yang
kemudian diikuti dengan kembung dan muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
perut yang kembung hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan bila dilakukan
pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala tersebut akan
segera hilang.
Pada penyakit Hirschsprung terdapat kenaikan aktivitas asetilkolinesterase
pada serabut saraf dalam lamina propria dan muskularis mukosa. Pewarnaan untuk
asetilkolinesterase dengan tehnik Karnovsky dan Roots akan dapat membantu
menemukan sel ganglion di submukosa atau pada lapisan muskularis khususnya
dalam segmen usus yang hipoganglionosis. Pemeriksaan elektromanometri dilakukan
dengan memasukkan balon kecil kedalam rektum dan kolon, dengan kedalaman yang
berbeda-beda dan akan didapatkan kontraksi pada segmen aganglionik yang tidak
berhubungan dengan kontraksi pada segmen yang ganglionik Pemeriksaan patologi
anatomi dilakukan dengan memeriksa material yang didapatkan dari biopsi rektum
yang dilakukan dengan cara biopsi hisap maupun biopsi manual. Diagnosis penyakit
ini dapat ditegakkan bila tidak ditemukan sel ganglion Meissnner dan sel ganglion
Auerbach serta ditemukan penebalan serabut saraf.
Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan
pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan
umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan non
bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah
terjadinya overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus serta
mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan
adalah pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum,
pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta
penjagaan nutrisi.
Laporan pertama mengenai penderita penyakit Hirschsprung telah
disampaikan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, akan tetapi baru pada tahun
1886 Harold Hirschsprung pertama kali menerangkan bahwa penyakit ini adalah
sebagai penyebab terjadinya konstipasi pada neonatus. Penyakit Hirschsprung adalah
kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan tiadanya sel ganglion
parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus mienterikus
Auerbachi. 90% kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini diakibatkan
oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah kolon
distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk
membentuk sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna
kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan
setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus
fungsional.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Hirschsprung diperlukan
pemahaman yang mendalam perihal perkembangan embriologis sistem saraf
intestinal. Sel-sel krista neuralis berasal dari bagian dorsal neural tube yang
kemudian melakukan migrasi keseluruh bagian embrio untuk membentuk bermacam-
macam struktur termasuk sistim saraf perifer, sel-sel pigmen, tulang kepala dan
wajah serta saluran saluran pembuluh darah jantung. Sel-sel yang membentuk sistim
saraf intestinal berasal dari bagian vagal krista neuralis yang kemudian melakukan
migrasi ke saluran pencernaan. Sebagian kecil sel-sel ini berasal dari sakral krista
neuralis untuk ikut membentuk sel-sel saraf dan sel-sel glial pada kolon. Selama
waktu migrasi disepanjang usus, sel-sel krista neuralis akan melakukan proliferasi
untuk mencukupi kebutuhan jumlah sel diseluruh saluran pencernaan. Sel-sel
tersebut kemudian berkelompok membentuk agregasi badan sel. Kelompok-
kelompok ini disebut ganglia yang tersusun atas sel-sel ganglion yang berhubungan
dengan sel bodi saraf dan sel-sel glial. Ganglia ini kemudian membentuk dua
lingkaran cincin pada stratum sirkularis otot polos dinding usus, yang bagian dalam
disebut pleksus submukosus Meissnerr dan bagian luar disebut pleksus mienterikus
Auerbach.
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis menuju
saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada
minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada
minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke
dua belas. Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan
selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri. Apabila terjadi
gangguan pada proses migrasi sel-sel kristaneuralis ini maka akan menyebabkan
terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung.
Berdasar pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirschsprung dibagi
menjadi Hirschsprung short segmen bila segmen aganglionik tidak melebihi batas
atas sigmoid (S-HSCR, 80% kasus) dan Hirschsprung long segmen bila segmen
aganglionik melebihi sigmoid (L-HSCR, 20% kasus). Ada empat varian penyakit
Hirschsprung yang dilaporkan yaitu total kolon aganglionosis, total intestinal
aganglionosis, ultra short dan suspended HSCR.

















DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai