Manajemen, Alasan Dari Kegagalan Terapi Medis Dan Bedah
Pada Rhinosinusitis Kronik
Dalam bab ini dijelaskan perbedaan antara CRSsNP dan CRSwNP. Pembaca harus menyadari bahwa seringkali dalam studi tidak tedapat perbedaan yang jelas antara dua kelompok pasien ini. Kadang-kadang untuk alasan ini studi membahas CRSsNP sebagai bagian dari CRSwNP.
6.1. Pengobatan CRSsNP dengan kortikosteroid 6.1.1. Pendahuluan Pengenalan glukokortikoid topikal telah meningkatkan pengobatan penyakit inflamasi saluran napas atas (rhinitis, polip nasal) dan bawah (asma). Manfaat klinis glukokortikoid sebagian bergantung pada kemampuan mereka untuk mengurangi infiltrasi eosinofil pada jalan napas dengan mencegah viabilitas dan aktivasi mereka. Baik glukokortikoid topikal maupun sistemik dapat mem- pengaruhi fungsi eosinofil dengan secara langsung mengurangi viabilitas dan aktivasi eosinofil (899, 1643-1645) atau secara tidak langsung mengurangi sekresi sitokin kemotaktik oleh mukosa hidung dan polip sel epitel (1646-1649). Aksi biologis glukokortikoid diperantarai melalui aktivasi reseptor glukokortikoid intraseluler (GR) (1650, 1651) yang diekspresikan pada sebagian besar jaringan dan sel-sel (1652). Dua isoform GR manusia telah diidentifikasi, GR dan GR, yang berasal dari gen yang sama oleh splicing alternatif dari transkrip primer GR (1653). Dengan ikatan hormon, GR meningkatkan anti-inflamasi atau merepresi transkripsi gen pro-inflamasi, dan mengerahkan sebagian besar efek anti-inflamasi glukokortikoid melalui interaksi protein-protein antara GR dan faktor-faktor transkripsi, seperti AP-1 dan NF-kB. Isoform GR tidak mengikat steroid tetapi dapat mengganggu fungsi GR. Mungkin ada beberapa mekanisme yang berperan dalam resistensi terhadap efek anti-inflamasi glukokortikoid, termasuk ekspresi berlebih dari GR atau kurangnya ekspresi GR. Peningkatan ekspresi GR telah dilaporkan pada pasien dengan polip nasal (1654, 1655), sedangkan reduksi level GR setelah terapi dengan glukokortikoid (1656, 1657) juga telah diajukan menjadi salah satu penjelasan yang paling mungkin untuk fenomena resistensi glukokortikoid sekunder. Kemampuan obat untuk mencapai area anatomi yang tepat pada sistem para-nasal telah menjadi subyek dari banyak penelitian dalam 5 tahun terakhir. Sementara cara pencapaian sistemik tersedia, terapi topikal yang efektif bergantung pada beberapa faktor. Teknik penyampaian, keadaan pembedahan rongga sinus, perangkat pencapaian dan dinamika fluida (volume, tekanan, posisi) memiliki dampak yang signifikan terhadap pengiriman terapi topikal pada mukosa sinus. Distribusi larutan topikal ke sinus yang belum dioperasi terbatas (1658) dan dalam kondisi CRS dengan edema mukosa, mungkin hanya sekitar < 2 % dari total volume irigasi (1659). Nebulisasi juga tidak efektif dengan < 3 % penetrasi sinus (1660). Terdapat suatu keyakinan fundamental antara mereka yang merawat pasien CRS bahwa operasi sinus endoskopi (BSE) meningkatkan pencapaian obat topikal ke mukosa sino-nasal (1661, 1662), namun belum ada bukti terbaru untuk mendukung pernyataan ini (1658, 1663). Pembedahan sinus endoskopi sangat penting karena secara efektif memungkinkan distribusi topikal ke sinus. Sinus frontal dan sphenoid pada dasarnya tidak dapat diakses sebelum operasi (1658) dan ukuran ostial 4mm+ diperlukan untuk memulai penetrasi ke sinus maksilaris (1658). Untuk pencapaian, nebulizer tidak memiliki kemampuan penetrasi sinus yang baik bahkan setelah ESS maksimal (1664) dan squeeze bottle dengan volume besar atau perangkat aliran pasif tampaknya memiliki keberhasilan terbaik pasca ESS (1658, 1661, 1662, 1664). Saat pre-operasi, distribusi ke sinus sangat terbatas tanpa memandang perangkat apapun yang digunakan (1658, 1659, 1663) dan spray adalah yang paling efektif (1.658). Distribusi pasca operasi lebih baik dengan perangkat tekanan positif volume tinggi (1658, 1659, 1663). Obat spray dan tetes volume rendah sederhana memiliki distribusi yang sangat buruk dan harus dianggap sebagai pengobatan rongga hidung saja, terutama sebelum ESS (1658). Meskipun beberapa perangkat dan posisi kepala telah diujicobakan, kurang dari 50 % dari sebagian besar aplikasi volume rendah yang dapat mencapainya bahkan hanya pada meatus tengah (1665). Data mengenai volume yang tepat diperlukan untuk memungkinkan distribusi yang sempurna masih terbatas. Volume yang lebih tinggi untuk menembus baik sinus maksilaris dan frontal dengan cakupan yang baik dimulai sekitar 100ml (1666). Sinus frontal dan sphenoid tidak dapat diakses dengan baik oleh spray bertekanan bila dibandingkan dengan perangkat volume tinggi seperti squueze bottle atau neti pot (1658). Volume yang lebih tinggi dan irigasi bertekanan positif kemungkinan akan memberikan distribusi terbaik dari penelitian saat ini. Secara teoritis, fek anti-inflamasi kortikosteroid bisa diharapkan meringankan semua bentuk rhinosinusitis. Mengingat banyaknya publikasi pada penggunaan kortikosteroid pada CRSsNP dan CRSwNP, kami menyajikan temuan dari studi level 1. Jika studi level 1 tidak ditemukan, akan disajikan ringkasan bukti yang tersedia. Data disajikan secara terpisah pada CRSsNP dan CRSwNP bersamaan dengan penggunaan lokal dan sistemik.
6.1.2. Kortikosteroid lokal (INCS) pada CRSsNP Penggunaan kortikosteroid intranasal lokal (INCS) telah dipublikasikan secara luas selama bertahun-tahun dan ringkasan berikut ini didasarkan pada pencarian sistematis dan ringkasan tingkat 1 atau penelitian acak terkontrol mengenai bukti dari manfaatnya pada gejala dalam mengobati CRSsNP dengan INCS. Namun, tidak semua studi menunjukkan manfaat dan analisis subkelompok dilakukan untuk membantu menjelaskan alasan temuan beberapa peneltii lebih bermanfaat daripada yang lain. 6.1.2.1. Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi kortikosteroid lokal (I NCS) di CRSsNP Kriteria inklusi Peserta dalam penelitian harus didefinisikan memiliki rhinosinusitis kronis (CRS) dengan: European Position Paper on Rhinosinusitis dan Nasal Polip 2007 (8) ; atau Rhinosinusitis Task Force Report (523) dan revisinya (1667) ; atau mengalami gejala sino-nasal kronis selama lebih dari 12 minggu. o peneltian yang mengikutsertakan peserta dari segala usia, yang memiliki komorbiditas termasuk asma dan sensitivitas aspirin, baik alergi atau non-alergi, dan diikuti selama durasi tertentu. o penelitian yang mengikutsertakan peserta dengan CRS baik dengan dan tanpa polip jika mayoritas peserta tanpa polip. Jika memungkinkan, kami hanya mengambil data untuk peserta dengan CRS tanpa polip. Kriteria eksklusi Pasien didefinisikan oleh para penulis penelitian memiliki sinusitis akut atau sinusitas rekuren-akut. Pasien didefinisikan oleh para penulis penelitian memiliki CRS dengan polip atau poliposis hidung. Pasien memiliki CRS baik dengan dan tanpa polip dan mayoritas peserta memiliki polip. 6.1.2.2. Jenis intervensi kortikosteroid lokal (INCS) pada CRSsNP Setiap dosis steroid topikal versus plasebo. Setiap dosis steroid topikal versus tanpa pengobatan. Setiap dosis steroid topikal versus steroid topikal alternatif. 6.1.2.3. Flow chart Sebanyak 666 referensi dari pencarian : 541 ini telah disingkirkan dalam skrining tingkat pertama (yaitu pembersihan dari duplikasi dan referensi yang tidak jelas dan tidak relevan), menyisakan 125 referensi untuk pertimbangan lebih lanjut. Kami kemudian menemukan satu penelitian tambahan dari pencarian manual yang dipandu oleh referensi diidentifikasi. Alur pengambilan studi dan seleksi ditampilkan pada Gambar 6.1.1.
6.1.2.5. Studi yang dimasukkan Sepuluh studi dengan total 590 pasien memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik studi yang dimasukkan tercantum dalam Tabel 6.1.1.
6.1.2.6. Ringkasan data Terdapat 11 penelitian yang dimasukkan. Sembilan penelitian (80 %) membandingkan steroid topikal terhadap plasebo (Hansen 2010; Dijkstra 2004; Furukido 2005; Jorissen 2009; Lavigne 2002; Lund 2004; Parikh 2001; Qvarnberg 1992; Sykes 1986) (309, 1668-1674, 1823). Satu penelitian (10 %) (1675) dengan 112 pasien membandingkan dua rejimen pengobatan steroid tanpa mem- bandingkan dengan plasebo. Satu (10 %) penelitian (1676) dengan 60 pasien yang membandingkan steroid topikal dengan antibiotik terhadap antibiotik saja. Kami tidak menemukan uji coba yang membandingkan steroid topikal versus steroid topikal alternatif. Lima studi yang dimasukkan disponsori oleh perusahaan farmasi. Dua disponsori sepenuhnya dan tiga yang didukung sebagian sebagai berikut : Dijkstra 2004 (1668) (GlaxoSmithKline (GSK), Jorrisen 2009 (1674) (Schering-Plough Corp), Hansen 2010 (1823) (OptiNose UK ltd), Lund 2004 (1671). (AstraZeneca dan R & D Lund) dan Lavigne 2002 (1670) (AstraZeneca Canada Inc dan Fon de Recherche en Sante du Quebec) Obat-obatan disediakan oleh perusahaan farmasi dalam tiga studi : Parikh 2001 (1672) (Glaxo Wellcome Research), Sykes 1986 (. 1673) (Boehringer Ingelheim), Qvarnberg 1992 (309) (Suomen Astra OY). Furukido 2005 (1669) tidak didanai oleh perusahaan farmasi. Dua studi tidak menyatakan darimana pendanaan mereka (Cuenant 1986;. Giger 2003) (1675, 1676). Ringkasan hasil diberikan dalam Tabel 6.1.2.
6.1.3.1. Meta-analisis Dari delapan studi yang membandingkan INCS dengan plasebo, lima studi (Furukido 2005; Jorissen 2009; Lavigne 2002; Lund 2004; Parikh 2001); (1669- 1672, 1674) dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Analisis data yang terkumpul dari skor gejala dan proporsi pasien yang berespon menunjukkan manfaat yang signifikan pada kelompok steroid topikal. Hasil yang terkumpul secara signifikan menunjukkan kelebihan dari kelompok topikal steroid (perbedaan rata-rata standar gabungan (SMD-0.37, 95% confidence interval (CI)- 0.60 sampai-0.13, p = 0,002, lima uji coba, 286 pasien). I2 adalah 12%, yang menunjukkan tidak adanya heterogenitas (x2 = 4,57, derajat kebebasan (df) = 4, p = 0,33). Hal ini berlaku untuk kedua SMD dan analisis responden (Gambar 6.1.2a & 6.1.2b). Empat studi yang tidak memberikan data untuk meta-analisis adalah (309, 1673, 1677, 1823) dan hanya Dijkstra 2004 tidak mendukung manfaat dari INCS. Skor Endoskopi hanya dilaporkan dalam 2 studi (Jorissen 2009 dan Parikh 2001) (1672, 1674) dan tidak mencapai hasil yang signifikan dalam meta-analisis. Tiga studi menggunakan outcome radiologis yang belum divalidasi (Furukido 2005 Qvarnberg 1992, Sykes 1986) (309, 1669, 1673) dan semuanya tidak menemukan manfaat INCS namun tidak bisa dikombinasikan untuk meta-analisis. Perbedaan rata-rata standar (SMD) dan 95% CI untuk data kontinyu seperti skor pasca-intervensi atau perubahan skor gejala. Rasio risiko (RR) dan 95% CI untuk responsivitas digunakan pada suatu titik waktu tertentu untuk data dikotomi seperti jumlah pasien yang merespon pengobatan atau jumlah pasien yang memiliki radiografi positif. Efek intervensi dikumpulkan ketika penelitian cukup homogen. Sebuah model fixed-effect digunakan dan mengasumsikan bahwa masing-masing studi memperkirakan jumlah yang sama. 6.1.3.2. Analisis subkelompok Analisis subkelompok dilakukan sebagai berikut. Metode pencapaian topikal o Metode pencapaian nasal (tetes, spray, nebulizer) versus sinus (kanulasi langsung, irigasi pasca operasi) Volume rendah (didefinisikan sebagai volume spray sederhana mendekati < 1 ml) versus volume besar (didefinisikan sebagai volume yang signifikan > 60 ml mewakili spuit irigasi sederhana atau perangkat irigasi komersial terkecil). Kami telah menentukan volume rendah dan besar berdasarkan pada studi sebelumnya yang menunjukkan bagaimana volume yang diaplikasikan mempengaruhi pencapaian sinus (1666). Tekanan rendah (termasuk spray, nebulizer, larutan melalui tabung dan irigasi tanpa tekanan) versus tekanan tinggi (termasuk irigasi tekanan positif). Status Bedah o Pasien dengan riwayat operasi sinus sebelumnya dibandingkan dengan mereka tanpa operasi sinus. Jenis kortikosteroid o Kortikosteroid modern (mometasone, fluticasone, ciclesonide) versus kortikosteroid generasi pertama (budesonide, beclo- methasone, betametason, triamsinolon, deksametason). Perbedaan antara dua subkelompok untuk analisis fixed-effect didasarkan pada metode inverse-variance untuk data kontinyu dan metode Mantel-Haenszel untuk data dikotomis. Terdapat manfaat pada analisis subkelompok untuk metode pemberian INCS. Manfaat ini signifikan ketika metode pemberian sinus (SMD-1,32, 95 % CI-2,26 sampai-0.38) dibandingkan dengan metode pemberian nasal (SMD -0.30; 95% -0.55 to -0.06) (p=0,04). Temuan serupa ditemukan pada responder seperti pada analisis SMD (gambar 6.1.3.1 dan 6.1.3.b). Tidak ada studi yang menggunakan tetes nasal sehingga tidak ada perbandingan yang dibuat. Tidak ada teknik penyampaian topikal volume tinggi dan tekanan tinggi (misalnya, irigasi atau atomizer) yang dijelaskan. Ketika keadaan operasi pasien dinilai pada subkelompok, hanya pasien dengan operasi CRSsNP sebelumnya yang mengalami perbaikan gejala (SMD-CI 0,54-1.03,-0.06)) tapi tidak ada perbaikan untuk pasien yang tidak menjalani operasi (SMD-0.10,-0.90, 0.71). Penilaian perbandingan antara sub-kelompok tidak mencapai signifikansi (p = 0,23). Hal ini berlaku untuk responder seperti halnya SMD (Angka 6.1.4.a dan 6.1.4.b). Akhirnya, menurut jenis kortikosteroid, terdapat 3 penelitian yang menggunakan kortikosteroid modern (1674, 1668,1672) dibandingkan dengan 7 generasi pertama kortikosteroid yang lebih awal. Hanya skor gejala yang tersedia untuk perbandingan dengan tidak ada perbedaan yang signifikan antara sub- kelompok (p = 0,75). Meskipun, tampak bahwa INCS generasi awal memiliki performa lebih baik dibandingkan yang modern pada forest plot (Gambar 6.1.5.a dan 6.1.5.b) perbedaan ini tidak signifikan dan tidak ada data dari INCS modern untuk digunakan dalam proporsi analisis responden. 6.1.4. Efek samping dari rhinosinusitis kronis lokal kortikosteroid tanpa polip nasal Epistaksis, hidung kering, rasa terbakar pada hidung dan iritasi hidung dianggap sebagai peristiwa yang berhubungan dengan obat. Efek samping yang langka tersebut mungkin tidak terdeteksi pada penelitian acak terkontrol (RCT). Namun, jumlahnya sangat rendah dan tidak ada perbedaan efek samping antarkelompok studi dan kelompok kontrol dalam percobaan apapun. Efek samping untuk spray steroid intranasal sangat rendah. Efek samping ringan dari steroid nasal dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien. Besarnya manfaat jelas melampaui risiko. Efek samping yang dilaporkan dari studi yang diikutsertakan dirangkum dalam Tabel 6.1.3.
6.1.5. Kortikosteroid sistemik rhinosinusitis kronis tanpa polip nasal 6.1.5.1. Pendahuluan Data yang menunjukkan kemanjuran kortikosteroid oral dalam rhinosinusitis kronis tanpa polip nasal masih terbatas. Review sistematis dilakukan oleh Lai et al (1678) pada tahun 2011. Mereka menemukan 27 publikasi penggunaan kortikosteroid sistemik pada manusia secara klinis. Hanya 1 dari studi ini adalah uji coba prospektif (seri kasus bukti tingkat 4) dan tidak ada studi kohort terkontrol atau RCT. Publikasi yang tersisa adalah 2 seri kasus retrospektif dan 24 review atau guideline pengobatan. Semua studi menggunakan kortikosteroid sistemik dalam hubungannya dengan antibiotik dan INCS. Peningkatan outcome subyektif dan obyektif terlihat pada 3 penelitian untuk CRSsNP (49, 1679, 1680). Di Tosca et al populasi penelitian adalah anak-anak dengan asma (49). Subramamian et al memiliki baik CRSwNP dan CRSsNP dan mencatat bahwa CRSsNP memiliki outcome yang lebih baik (1679). Lal et al mencatat bahwa CRSsNP memiliki resolusi gejala 54,9 % dibandingkan dengan 51 % untuk total kelompok CRS (1680).
6.1.5.2. Efek samping dari kortikosteroid sistemik rhinosinusitis kronis tanpa polip nasal Profil efek samping dari penggunaan kortikosteroid kemungkinan akan sama antara CRSsNP dan CRSwNP, namun, mengingat relatif kurangnya data klinis untuk mendukung penggunaan kortikosteroid sistemik, rasio risiko-manfaat ini mungkin lebih besar. Silakan lihat deskripsi efek samping kortikosteroid sistemik di bagian CRSwNP.
6.1.5.3. Rekomendasi berdasarkan bukti Terdapat bukti yang baik bahwa INCS bermanfaat untuk CRSsNP. Namun, tidak semua penulis menunjukkan temuan ini. Kondisi bedah dari sinus yang telah diobati (yaitu apakah sinus telah dibuka dan kemampuan INCS topikal untuk menembus ke dalam rongga sinus) tampaknya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon. Alat penyampaian mungkin penting tapi tidak ada cukup penelitian untuk memberikan suatu kesimpulan lain selain teknik yang dapat menyampaikan obat ke sinus lebih efektif mungkin lebih menguntungkan.
Part 2 6.5. Pengobatan dengan kortikosteroid pada CRSwNP 6.5.1. Pendahuluan Dalam bab ini dijelaskan perbedaan antara CRSsNP dan CRSwNP. Pembaca harus menyadari bahwa seringkali dalam studi tidak tedapat perbedaan yang jelas antara dua kelompok pasien ini. Kadang-kadang untuk alasan ini studi membahas CRSsNP sebagai bagian dari CRSwNP. Dalam studi tentang pengobatan CRSwNP, penting untuk melihat secara terpisah pada efek dari gejala rhinitis yang terkait dengan poliposis dan efek dari ukuran polip hidung itu sendiri. Ada banyak aspek gejala CRSwNP dan kami juga menyertakan ukuran yang obyektif untuk obstruksi hidung, nasal peak inspiratory flow (PNIF), karena ini adalah ukuran yang obyektif yang paling sering dilaporkan di belakang endoskopi.
6.5.2. Kortikosteroid lokal (I NCS) pada rhinosinusitis kronis dengan polip hidung Mengingat jumlah penelitian dalam literatur, hanya RCT yang akan disebut dalam ringkasan ini. INCS untuk CRSwNP meliputi berbagai regimen pengobatan yang berbeda. Hal ini telah dijelaskan dengan hati-hati dalam tabel karakteristik penelitian (Tabel 6.5.1.).
6.5.2.1. Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi Kriteria inklusi Pasien dengan polip nasal jinak didiagnosis secara klinis dengan: bukti endoskopik polip nasal ; dan/atau bukti radiologis polip nasal Kriteria eksklusi Polip antrochoanal (polip jinak yang berasal dari mukosa sinus maksilaris). Polip ganas Kistik fibrosis Diskinesia siliaris primer
6.5.2.2. J enis intervensi Steroid topikal versus tanpa intervensi Steroid topikal versus plasebo Steroid topikal dan oral versus steroid oral saja
6.5.2.3. Flow chart Sebanyak 873 referensi diperoleh : tiga catatan diidentifikasi dari referensi penelitian yang diperoleh. Sebanyak 735 ini telah disingkirkan dalam skrining tingkat pertama (yaitu penghapusan duplikat dan referensi yang tidak jelas dan tidak relevan), meninggalkan 141 referensi untuk pertimbangan lebih lanjut. Judul dan abstrak diskrining dan kemudian 93 studi dieksklusikan kembali. Empat puluh delapan teks utuh dinilai untuk kelayakan. Tiga makalah adalah abstrak dari presentasi pada pertemuan akademis dari studi yang disertakan. Satu makalah mengumpulkan data dari dua studi termasuk untuk analisis ulang. Tiga studi non- acak dan dua studi yang tidak membandingkan steroid topikal dengan plasebo atau tanpa intervensi dikeluarkan. Tiga puluh sembilan studi dimasukkan. Alur pengambilan studi dan seleksi ditampilkan pada Gambar 6.5.1.
6.5.2.4. Studi yang diikutsertakan Terdapat total 3.532 peserta dalam 38 studi yang dimasukkan. Usia rata-rata pasien adalah 48,2 tahun. Persentase laki-laki adalah 66,6 persen. Karakteristik dari studi yang dimasukkan tercantum dalam Tabel 6.5.1.
6.5.2.5. Ringkasan data Tiga puluh empat percobaan (92 %) membandingkan steroid topikal terhadap plasebo (Aukema 2005; Bross-Soriano 2004; Chalton 1985; Dingsor 1985; Djikstra 2004; Drettner 1982; Ehnhage 2009; Filiaci 2000; Hartwig 1988; Holmberg 1997; Holmstrom 1999; Holopainen 1982; Jankowski 2001; Jankowski 2009; Johansen 1993; Johansson 2002; Jorissen 2009; Keith 2000; Lang 1983; Lildholdt 1995; Lund 1998; Mastalerz 1997; Mygind 1975; Olsson 2010; Passali 2003; Penttila 2000; Rowe-Jones 2005; Ruhno1990 ; Kecil 2005; Stjarne 2006; Stjarne 2006b ; Stjarne 2009; Tos 1998; Vlckova 2009) (1109, 1172, 1426, 1668, 1674, 1789-1816). Di antaranya, delapan percobaan juga membandingkan steroid topikal dosis rendah dengan dosis tinggi (Djikstra 2004; Filiaci 2000; Jankowski 2001; Lildholdt 1995; Penttila 2000; Kecil 2005; Stjarne 2006; Tos 1998) (1668, 1794, 1804, 1808, 1810, 1813, 1815-1817) dan tiga penelitian juga membandingkan dua agen steroid, fluticasone propionat dan beklometason dipropionat (Bross-Soriano 2004; Holmberg 1997; Lund 1998) (1109, 1790, 1796). Tiga uji coba (8 %) membandingkan steroid topikal dengan tanpa intervensi (El Naggar 1995; Jurkiewicz 2004; Karlsson 1982) (1818-1820). Dua puluh (55 %) studi yang dimasukkan disponsori secara penuh atau sebagian oleh perusahaan farmasi ; Glaxo (Aukema 2005; Djikstra 2004; Ehnhage 2009; Holmberg 1997; Keith 2000; Lund 1998; Mastalerz 1997; Mygind 1975; Olsson 2010; Penttila 2000; Rowe-Jones 2005) (1109, 1172, 1426, 1668, 1789, 1796, 1802, 1805, 1806, 1808, 1821). Astra (Johansen 1993; Johansson 2002; Ruhno1990, Tos 1998) (1800, 1801, 1809, 1813) dan Schering Plough (Jorissen 2009; Kecil 2005; Stjarne 2006; Stjarne 2006b ; Stjarne 2009) (1674, 1810-1812, 1816). Agen steroid yang digunakan berbeda di seluruh studi : 1. Fluticasone propionat diteliti dalam 15 peneltiian (Aukema 2005; Bross- Soriano 2004; Djikstra 2004; Ehnhage 2009; Holmberg 1997; Holmstrom 1999; Jankowski 2009; Jurkiewicz 2004; Keith 2000; Lund 1998; Mastalerz 1997; Olsson 2010; Penttila 2000 ; Rowe-Jones 2005; Vlckova 2009) (1109, 1172, 1426, 1668, 1789, 1790, 1796, 1797, 1799, 1802, 1805, 1808, 1814, 1819, 1821). 2. Beklometason dipropionat diteliti dalam 7 penelitian (Bross-Soriano 2004; El Naggar 1995; Holmberg 1997; Lund 1998; Karlsson 1982; Lang 1983; Mygind 1975) (1109, 1790, 1796, 1803, 1806, 1818, 1820). 3. Betametason natrium fosfat diteliti dalam 1 peneltiian (Chalton 1985) (1791). 4. Mometasone furoate diteliti dalam 6 penelitian (Jorissen 2009; Passali 2003; Kecil 2005; Stjarne 2006; Stjarne 2006b ; Stjarne 2009) (1674, 1807, 1810-1812, 1816, 1822-1825). 5. Flunisolide diteltii dalam 2 penelitian (Dingsor 1985; Drettner 1982) (1792, 1793). 6. Budesonide diteliti dalam 9 penelitian (Filiaci 2000; Hartwig 1988; Holopainen 1982; Jankowski 2001; Johansen 1993; Johansson 2002; Lildholdt 1995; Ruhno1990, Tos 1998) (1794, 1795, 1798, 1800, 1801, 1804, 1809, 1813, 1815).
6.5.2.6. Meta-analisis Bila dibandingkan dengan plasebo, analisis data yang terkumpul mengenai gejala, ukuran polip, rekurensi polip dan aliran udara nasal menunjukkan manfaat yang signifikan pada kelompok steroid topikal. Meskipun outcome ini dilaporkan dalam berbagai cara di seluruh studi seperti nilai akhir, perubahan nilai setelah intervensi dan proporsi responden, semua meta-analisis menunjukkan hasil yang sama dalam mendukung steroid topikal. Meskipun 32, 29 dan 22 studi melaporkan gejala, ukuran polip dan aliran udara nasal, data dari hanya 9, 13 dan 9 studi masing-masing dapat dikumpulkan untuk meta-analisis. Kebanyakan penelitian tidak memberikan data numerik dari hasil atau tidak menunjukkan standar deviasi, standard error, 95 % CI, rentang atau kisaran interkuartil. Data dari hanya satu penelitian dianalisis untuk perubahan CT scan (1789), dan kualitas hidup (1172). Tidak ada perbedaan dari plasebo yang ditemukan pada 2 hasil ini. Outcome olfaktori disebutkan dalam 22 studi (1426, 1797, 1800, 1802, 1804, 1808, 1810-1814, 1816, 1818) dan dengan manfaat campuran dari INCS. Studi lebih lanjut dapat membantu untuk membuat kesimpulan untuk ketiga outcome ini.
6.5.2.6.1. Perbaikan gejala (skor atau responden) Data yang membahas mengenai perubahan skor gejala gabungan tersedia dari tujuh studi (1674, 1794, 1798, 1801, 1805, 1806, 1814) dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (SMD -0.46, 95 % CI -0.65 sampai -0.27), p < 0,00001 ; tujuh percobaan, 445 pasien) (Gambar 6.5.2.A). Data yang membahas proporsi responden terhadap gejala tersedia pada empat studi (1794, 1796, 1806, 1808). Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (RR (Non-event) 0,59, 95 % CI 0,46-0,78), p = 0,0001 (Gambar 6.5.2.B).
6.5.2.6.2. Ukuran polip (skor, perubahan atau responden pada endoskopi) Data yang membahas nilai akhir skor polip tersedia pada tiga studi (Dingsor 1985, Hartwig 1988; Johansson 2002) (1792, 1795, 1801) dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (SMD -0.49, 95 % CI -0.77 sampai -0.21), p = 0,0007 (Gambar 6.5.3.A). Data mengenai perubahan dalam skor polip tersedia pada tiga studi (1806, 1814, 1815). dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (SMD - 0.73, 95 % CI -1.00 sampai -0.46), p < 0,00001 (Gambar 6.5.3.B). Data mengenai proporsi responden dalam ukuran polip tersedia pada delapan studi (1791, 1797, 1798, 1802, 1803, 1808, 1811, 1814) dan dapat dikombinasikan dalam meta- analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (RR (Non-event) 0,74, 95 % CI 0,67-0,81), p < 0,00001. (Gambar 6.5.3.C) 6.5.2.6.3. Nasal pernapasan (skor, mengubah atau responden di Puncak Nasal inspirasi Flow (PNIF)) Data mengenai aliran inspirasi nasal puncak tersedia pada tujuh studi (tahun 1789, 1798, 1799, 1801, 1805, 1809, 1814) dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (MD 22,04, 95% CI 13,29-30,80), p <0,00001 (Gambar 6.5.4a). Data mengenai perubahan aliran udara nasal tersedia pada tiga studi (Ehnhage 2009; Holmstrom 1999; Ruhno1990) (1797, 1809, 1818) dan dapat dikombinasikan dalam meta-analisis. Hasil yang terkumpul secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (SMD -0.57, 95% CI -0.85 sampai -0.29), p = 0,0001 (Gambar 6.5.4b). Data mengenai proporsi responden untuk aliran udara nasal yang tersedia dari dua studi (Chalton 1985; Ruhno1990) (1791, 1809) yang secara signifikan mendukung kelompok steroid topikal (RR (Non-event) 0,55, 95% CI 0,33-0,89), p = 0,02 (Gambar 6.5.4.c.). Perbedaan standar rata-rata (SMD) dan 95% CI untuk data kontiynu seperti skor pasca-intervensi atau perubahan skor gejala. Rasio risiko (RR) dan 95% CI responsivitas digunakan pada suatu titik waktu tertentu untuk data dikotomi seperti jumlah pasien yang berespon terhadap pengobatan. Efek intervensi dikumpulkan ketika penelitian-penelitian cukup homogen. SD diperhitungkan dari nilai p oleh Lund 1998 setelah mengasumsikan data parametrik. Sebuah model fixed-effect digunakan dan diasumsikan bahwa studi masing-masing memperkirakan jumlah yang sama.
6.5.2.7. Analisis subkelompok Analisis subkelompok dilakukan sebagai berikut. Status Bedah Pasien dengan riwayat operasi sinus sebelumnya versus mereka yang tanpa operasi sinus. Metode pemberian topikal Tetes hidung versus spray hidung versus metode pengiriman sinus (kanulasi langsung, irigasi pasca operasi). Jenis kortikosteroid Kortikosteroid modern (mometasone, flutikason, ciclesonide) versus kortikosteroid generasi pertama (budesonide, beclomethasone, beta- metason, triamsinolon, deksametason) Perbedaan antara dua subkelompok untuk analisis fixed-effect didasarkan pada metode inverse-variance untuk data kontinyu dan metode Mantel-Haenszel untuk data dikotomis. Sebanyak 38 studi yang diikutsertakan cukup beragam, baik secara klinis dan metodologis. Variabilitas meliputi status bedah sinus, metode penyampaian topikal, keparahan polip, jenis dan regimen steroid digunakan. Analisis subkelompok dilakukan untuk menyelidiki heterogenitas.
6.5.2.7.1. Pengaruh operasi sebelumnya Pasien dengan operasi sinus berespon terhadap steroid topikal lebih besar dibandingkan pasien tanpa operasi sinus dalam pengurangan ukuran polip (Gambar 6.5.5.). Namun perbaikan gejala dan aliran udara nasal secara statistik tidak berbeda antarkedua kelompok (Gambar 6.5.6.). Sulit untuk membuat penilaian lengkap karena tidak semua studi dapat dikumpulkan untuk meta- analisis. Ringkasan penelitian yang menunjukkan manfaat INCS menurut status bedah dari populasi pasien mereka dapat dilihat pada Tabel 6.5.3.
6.5.2.7.2. Pengaruh pengiriman tetes versus spray Aerosol nasal dan turbuhaler diketahui lebih efektif daripada spray hidung dalam hal pengontrolan gejala (Gambar 6.5.7.) Tetapi tidak ada perbedaan dalam pengurangan ukuran polip dan nasal airway pada berbagai jenis metode penyampaian topikal. Mirip dengan penilaian kondisi bedah, penilaian lengkap sulit dilakukan karena tidak semua studi dapat dikumpulkan untuk meta-analisis. Ringkasan penelitian yang menunjukkan manfaat dengan INCS dengan spray atau tetes ditunjukkan pada Tabel 6.5.4. Tidak ada penelitian yang melaporkan metode penyampaian sinus langsung atau volume tinggi, pengiriman tekanan tinggi pada pasien dengan operasi sinus sebelumnya.
6.5.2.7.3. Pengaruh kortikosteroid modern versus generasi pertama Tidak ada manfaat yang signifikan dari kortikosteroid modern versus generasi pertama untuk skor gejala akhir (Gambar 6.5.8.a) atau responden dengan reduksi polip (Gambar 6.5.8.b).
6.5.2.8. Efek samping dari kortikosteroid lokal rhinosinusitis kronis dengan polip hidung Peristiwa yang paling umum adalah epistaksis dan iritasi hidung seperti gatal, bersin, hidung kering dan rhinitis. Efek samping yang dilaporkan mungkin masih ambigu. Gejala rhinitis bisa terkait penyakit. Hal ini menjelaskan bahwa efek samping yang langka mungkin tidak terdeteksi pada percobaan acak terkontrol (RCT). Namun, jumlahnya sangat rendah dan tidak ada perbedaan dalam efek samping antara kelompok studi dan kelompok kontrol dalam penelitian apapun. Efek samping untuk spray steroid intranasal sangat rendah. Namun, kami tidak secara khusus mencari data efek samping dari studi non-RCT. Efek samping ringan dari steroid nasal biasanya ditoleransi oleh pasien. Besarnya manfaat jelas melampaui risiko. Efek samping yang dilaporkan dari studi dirangkum dalam Tabel 6.5.5. Epistaksis yang dilaporkan mungkin disebabkan efek lokal dari INCS pada septum mukosa dan diperparah dengan teknik yang kurang baik (1826) dengan signifikansi jumlah yang lebih kuat pada sisi epistaksis. Beberapa telah mengaitkan epistaksis dengan aktivitas vasokonstriktor (1827) dari molekul kortikosteroid, dan menghipotesiskan hal ini sebagai mekanisme perforasi septum nasi yang sangat jarang terjadi (1828). Namun, harus diingat bahwa perdarahan minor hidung yang umum dalam populasi, terjadi pada 16,5 % dari 2.197 wanita berusia 50-64 tahun selama studi satu tahun (1829) dan perforasi hidung spontan terjadi pada masyarakat dalam tingkat yang rendah (1830). Studi biopsi hidung tidak menunjukkan efek merugikan secara struktural mukosa hidung dengan pemberian kortikosteroid intranasal d jangka panjang an atrofi tidak terjadi karena mukosa adalah lapisan tunggal dari epitel bila dibandingkan dengan keratin yang memproduksi kulit berlapis-lapis dimana atrofi dilaporkan (1831 -1838). Banyak perhatian telah difokuskan pada keamanan sistemik dari aplikasi intranasal. Bioavailabilitas sistemik dari kortikosteroid intranasal bervariasi dari < 1 % sampai dengan 40-50 % dan mempengaruhi risiko efek samping sistemik (1828, 1839). Potensi efek samping yang berkaitan dengan pemberian kortikosteroid intranasal adalah efek pada pertumbuhan, efek mata, efek pada tulang, dan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (1840). Karena dosis yang disampaikan secara topikal cukup kecil, hal ini bukan pertimbangan utama, dan studi yang luas belum mengidentifikasi efek signifikan pada aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal dengan pengobatan lanjutan. Suatu efek kecil pada pertumbuhan telah dilaporkan dalam satu studi pada anak-anak yang menerima dosis standar selama 1 tahun. Namun, hal ini belum ditemukan dalam studi prospektif dengan kortikosteroid intranasal yang memiliki bioavailabilitas sistemik rendah sehingga menjadi pilihan formulasi intranasal yang bijaksana, terutama jika ada inhalasi kortikosteroid bersamaan untuk asma, adalah bijaksana (1841). Singkatnya, kortikosteroid intranasal sangat efektif ; Namun demikian, mereka tidak benar-benar tanpa efek sistemik. Dengan demikian, perhatian tinggi harus dilakukan, terutama pada anak-anak, ketika pengobatan tersebut diresepkan. Namun efek sistemik kortikosteroid hidung dapat diabaikan bila dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi.