Anda di halaman 1dari 25

7

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernafasan
bawah, yang melibatkan parenkim paru-paru, termasuk alveoli dan
struktur pendukungnya (Reeves, 2001). Adapun pengertian menurut
Smeltzer dan Bare (2001), Mansjoer (2000) dan Ngastiyah (2005).
Bronkopneumonia adalah proses inflamatori permukaan bagian bawah
yang mengenai parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen
infeksius seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Definisi lain
menurut Sudoyo (2006) bronkopneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa bronkopneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis
yang mencakup bronkiolus respiratoris dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur maupun parasit.
8
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Organ pernafasan berguna bagi transportasi gas-gas di mana
organ-organ pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana
udara mengalir yaitu rongga hidung, faring, laring dan trakea serta
bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara
udara dan darah. Sebagian besar saluran pernafasan (dilalui udara)
yaitu bronkus, berada di dalam paru-paru. Laring juga berguna untuk
menghasilkan suara. Organ penciuman (hidung) mengatur udara yang
dihirup, membantu orientasi dalam lingkungan dan bersama-sama
dengan saraf-saraf sensorik mukosa hidung membantu melindungi
manusia. Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung O
2
ke dalam tubuh serta menghembuskan
udara yang banyak mengandung CO
2
(karbondioksida) sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi
dan menghembuskan disebut ekspirasi. Organ-organ pernafasan
meliputi, hidung, faring, laring, trakea, paru-paru.
a. Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi), dipisahkan dengan sekat hidung (septum
nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam
lubang hidung. Bagian luar dinding terdiri dari kulit, lapisan
tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, lapisan dalam
9
terdiri dari selaput lendir yang barlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis).
b. Faring (tekak) merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rogga hidung dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher.
c. Laring (tenggorok) merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya.
d. Trakea (batang tenggorok). Trakea berjalan dari laring sampai kira-
kira ketinggian vertebra torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang menjadi dua bronkus. Yang memisahkan trakea
menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina. Panjang trakea 9-
11 cm, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu
getar (sel bersilia).
e. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan
terletak di rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar memisahkan
paru tersebut. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru)
dan basis (dasar). Pembuluh darah paru, bronkial, bronkus, saraf
dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru.
10
Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi
menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi
menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya. Paru kanan
dibagi menjadi 10 segmen, sedangkan paru kiri dibagi menjadi 9
segmen. Proses patologis seperti pneumonia sering kali hanya
terbatas pada satu lobus dan segmen saja.
Paru-paru dilapisi 2 macam : Pleura parietal yang melapisi
rongga toraks sedangkan pleura viseral yang menutupi setiap
paru-paru. Di antara pleura pariental dan pleura viseral terdapat
cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi,
dan mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Bagian paru-paru
meliputi bronkus,bronkeolus, alveoli.
1) Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada
ketinggian kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Cabang utama bronkus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan
lanjutan trakea dengan sudut yang lebih lancip. Tabung
endotrakhea terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk
saluran udara paten, yang mudah masuk ke dalam cabang
utama bronkus kanan kalau tidak tertahan pada mulut atau
11
hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak dapat masuk ke
dalam paru-paru kiri sehingga paru-paru akan kolaps
(atelektasis). Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian
menjadi segmen bronkus.
2) Bronkeolus
Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil
yang dinamakan bronkhiolus terminalis yang merupakan
cabang saluran udara terkecil yang tak mengandung alveolus.
Bronkhiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm.
Semua saluran udara di bawah tingkat bronkhiolus terminalis
disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru-paru. Di luar bronkhiolus terminalis terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri dari bronkhiolus respiratorius, yang kadang-
kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang berasal
dari dinding mereka. Duktus alveolaris, yang seluruhnya
dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis
merupakan struktur akhir paru-paru (Syaifuddin, 2006).
3) Alveoli
Kelompok sakus alveolaris menyerupai anggur yang
12
membentuk sakus terminalis yang dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada
dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini
memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus
alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis
sel yang diameternyalebih kecil dibandingkan dengan
diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar
300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas sebuah
lapangan tenis (Syaifuddin, 2006). Gambar 2.1 menunjukan
gambar sistem pernafasan.
Gambar 2.1
Menunjukan gambar sistem pernafasan. Sumber: (Price & Wilson, 2005).
13
2. Fisiologi
Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Bernafas merupakan
gerak reflek yang terjadi pada otot-otot pernafasan. Reflek bernafas ini
diatur oleh pusat pernafasan yang terletak di dalam sumsum
penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat nafasnya, ini berarti
reflek bernafas ini juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat
pernafasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO
2
dalam darah
dan kekurangan dalam darah.
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat
rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus
Interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat rangsangan
kemudian mengkerut dan tulang iga (kusta) menjadi datar. Dengan
demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas
dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan berbalik
dengan demikian akan menarik paru-paru maka tekanan di dalammya
berkurang, masuklah udara dari luar dan dilembabkan. Ketiga proses
ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi.
Ekspirasi, pada suatu saat otot akan kendor lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis) dan dengan demikian
rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara di dalam keluar. Jadi
14
proses respirasi atau pernafasan ini terjadi karena adanya tekanan
antar rongga pleura dan paru (Syarifudin, 2006).
Bernafas dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara O
2
ditarik
dari udara masuk ke dalam darah dan CO
2
akan dikeluarkan dari darah
secara osmosis seterusnya CO
2
akan dikeluarkan melalui traktus
respiratorius (jalan pernafasan) dan masuk ke dalam tubuh melaui
kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri
jantung (atrium sinistra) ke aorta seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan
sel-sel) di sini terjadi oksidasi (pertukaran) sebagai ampas (sisa) dari
pembakaran adalah CO
2
dan zat ini dikeluarkan melalui peredaran
darah vena masuk ke jantung (serambi kanan/atrium dekstra) ke otak
kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonaris
ke jaringan-jaringan paru-paru akhirnya dikeluarkan menembus
lapisan epitel dan alveoli. Proses pengeluaran sisa dari metabolisme
lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenetalis dan kulit.
Diafragma merupakan otot berbentuk lengkungan yang
membentuk dasar rongga toraks dan memisahkan rongga tersebut dari
rongga abdomen (Price & Wilson, 2005).
C. Etiologi / Predisposisi
Smeltzer & Bare (2001) menyebutkan beberapa penyebab
bronkopneumonia adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur dan protozoa.
Bronkopneumonia juga dapat berasal dari aspirasi makanan, cairan,
15
muntah atau inhalasi kimia, merokok dan gas. Bakteri penyebab
bronkopneumonia meliputi :
1. Bakteri gram positif
a. Streptococcus pneumonia (biasanya disertai influenza dan
meningkat pada penderita PPOM dan penggunaan alkohol).
b. Staphylococcus (kuman masuk melalui darah atau aspirasi, sering
menyebabkan infeksi nasokomial).
2. Bakteri gram negatif
a. Haemaphilius influenza (dapat menjadi penyebab pada anak-anak
dan menyebabkan gangguan jalan nafas kronis).
b. Pseudomonas aerogmosa (berasal dari infeksi luka, luka bakar,
trakeostomi, dan infeksi saluran kemih).
c. Klebseila pneumonia (insiden pada penderita alkoholis).
3. Bakteri anaerob (masuk melalui aspirasi oleh karena gangguan
kesadaran, gangguan menelan).
4. Bakteri atipikal (insiden mengingat pada usia lanjut, perokok dan
penyakit kronis).
D. Patofisiologi
Proses terjadinya bronkopneumonia dimulai dari berhasilnya
kuman pathogen masuk ke mukus jalan nafas. Kuman tersebut
berkembang biak di saluran nafas atau sampai di paru-paru. Bila
mekanisme pertahanan seperti sistem transport mukosilia tidak adekuat,
16
maka kuman berkembang biak secara cepat sehingga terjadi peradangan di
saluran nafas atas, sebagai respon peradangan akan terjadi hipersekresi
mukus dan merangsang batuk. Mikroorganisme berpindah karena adanya
gaya tarik bumi dan alveoli menebal. Pengisian cairan alveoli akan
melindungi mikroorganisme dari fagosit dan membantu penyebaran
organisme ke alveoli lain. Keadaan ini menyebabkan infeksi meluas, aliran
darah di paru sebagian meningkat yang diikuti peradangan vaskular dan
penurunan darah kapiler (Price & Wilson, 2005). Gambar 2.2 menunjukan
gambaran perbedaan alveoli normal dan alveoli pada pasien
bronkopneumonia.
Gambar 2.2
Perbedaan Bronkus normal dan bronkopneumonia. Sumber: (Reeves, 2001).
17
Edema karena inflamasi akan mengeraskan paru dan akan
mengurangi kapasitas paru, penurunan produksi cairan surfaktan lebih
lanjut, menurunkan compliance dan menimbulkan atelektasis serta kolaps
alveoli. Sebagai tambahan proses bronkopneumonia menyebabkan
gangguan ventilasi okulasi partial pada bronkhi dan alveoli, menurunkan
tekanan oksigen arteri, akibatnya darah vena yang menuju atrium kiri
banyak yang tidak mengandung oksigen sehingga terjadi hipoksemia
arteri.
Efek sistemik akibat infeksi, fagosit melepaskan bahan kimia yang
disebut endogenus pirogen. Bila zat ini terbawa aliran darah hingga sampai
hipotalamus, maka suhu tubuh akan meningkat dan meningkatkan
kecepatan metabolisme. Pengaruh dari meningkatnya metabolisme adalah
penyebab takhipnea dan takhikardia, tekanan darah menurun sebagai
akibat dari vasodilatasi perifer dan penurunan sirkulasi volume darah
karena dehidrasi, panas dan takhipnea meningkatkan kehilangan cairan
melalui kulit (keringat) dan saluran pernafasan sehingga menyebabkan
dehidrasi (Price & Wilson 2005).
E. Manifestasi Klinis
Bronkopneumonia secara khas diawali dengan menggigil, demam
yang timbul dengan cepat (39,5
o
sampai 40,5
o
C), sakit kepala, gelisah,
malaise, nafsu makan berkurang dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk.
Gejala umum infeksi saluran pernafasan bawah berupa batuk, espektorasi
18
sputum, dengan takhipnea sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai
dengan pernafasan mendengkur, pernafasan cuping hidung dan
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, sputum hijau dan purulen,
dipsnea dan sianosis.
Pasien yang mengalami tanda pneumonia berupa retraksi yaitu perkusi
pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, ronki dan wheezing
(Mansjoer, 2000).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2000) dan
Ngastiyah (2005) dibagi dua yaitu penataksanaan, medis &keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Akan
tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya
maka biasanya diberikan :
a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti Ampisilin.
Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intervensi.
c. Karena sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik
akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat diberikan
koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu dirawat di Rumah Sakit.
19
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanan keperawatan dalam hal ini yang dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernafasan
Klien pneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis
karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam
bronkus atau paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar,
lendir tersebut harus dikeluarkan dan untuk memenuhi
kebutuhan O
2
perlu dibantu dengan memberikan O
2
2 l/menit
secara rumat.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Pneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya tinggi,
sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan
pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan
nyamn agar psien dapat istirahat sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan
makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama
beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah dehidrasi dan
kekukrangan kalori dipasang infus dengan cairan glukosa 5%
dan NaCl 0,9%.
20
d. Mengontrol Suhu Tubuh
Pasien bronkoneumonia sewaktu-waktu dapat mengalami
hiperpireksia. Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap jam.
Dan dilakukan kompres serta obat-obatan satu jam setelah
dikompres dicek kembali apakah suhu telah turun.
G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari bronkopneumonia menurut Ngastiyah
(2005) dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003) yaitu: Empiema,
otitis media akut, atelektasis, emfisema, meningitis, efusi pleura, abses
paru, pneumothoraks, gagal napas dan sepsis.
H. Pengkajian Fokus
1. Data dasar
Pengkajian fokus pasien pneumonia menurut Doenges (2000) adalah
a. Pernafasan
Gejala: Nafas pendek, batuk menetap disertai produksi sputum
tiap hari minimal selama 3 bulan, riwayat pneumonia
berulang, terpajan pada polusi kimia (rokok), debu/asap.
Tanda: Menggunakan otot bantu pernafasan, nafas cuping hidung,
bibir dan dasar kuku sianosis, krekels lembab.
21
b. Sirkulasi
Gejala: Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, takhikarida, disritmia, edema,
bunyi jantung redup, warna kulit/ membran mukosa
sianosis.
c. Makanan / Cairan
Gejala: Mual / muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan
untuk makan karena disress pernafasan, peningkatan berat
badan akibat oedema.
Tanda: Turgor kulit buruk, berkeringat.
d. Aktivitas / Istirahat
Gejala: Kelelahan, malaise, aktivitas menurun, ketidakmampuan
untuk tidur, dispnea.
Tanda: Keletihan, gelisah, kelemahan.
e. Integritas Ego
Gejala: Peningkatan faktor resiko.
Tanda: Perubahan pola hidup, ansietas, peka rangsang.
f. Higiene
Gejala: Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda: Kebersihan buruk, bau badan.
22
g. Keamanan
Gejala: Riwayat alergi atau sensitif terhadap zat / faktor
lingkungan, adanya infeksi berulang.
h. Seksualitas
Gejala: Penurunan libido.
i. Interaksi Sosial
Gejala: Kurang sistem pendukung, penyakit lama atau
ketidakmampuan membaik.
Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan suara karena distress
pernafasan, keterbatasan mobilitas fisik.
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: Penggunaan / penyalahgunaan obat pernafasan, kesulitan
menghentikan rokok, penggunaan alkohol, kegagalan
untuk membaik.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diangnostik foto thoraks; pada foto thoraks
pneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus.
b. Laboratorium; gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis
dapat mencapai 15.000 - 40.000/mm
3
dengan pergesaran ke kiri.
Urine berwarna tua, mungkin terdapat albuminuria ringan. Analisa
23
gas darah dapat menunjukkan asidosis metabolik / retensi CO
2
.
Pemeriksaan gram / sputum dan darah untuk mendeteksi.
c. Jenis kuman LED meningkat, elektrolit natrium dan klorida
mungkin rendah, bilirubin mungkin meningkat.
d. Pemeriksaan serologi membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
e. Biopsi jaringan paru terbuka: dapat menyatakan intranuklear
tipikal.
24
I. Patways Keperawatan.
Kuman masuk ke dalam saluran nafas
Proses peradangan Kuman berkembang
biak
Peningkatan produksi Hipersekresi mucus
sputum Kuman sampai di bronkus
Mual / muntah Terjadi proses peradangan
Batuk di bronkus dan alveoli
Anoreksia
Kuman msuk dalam
Ke otak (hipotalamus)
Penaruh pengaturan
Suhu tubuh
Dinding alveoli meradang
Menekan ujung Perubahan membran
kapiler alveolar
Syaraf
Peningkatan kerja
Nyeri dada otot pernafasan
Gangguan rasa Kebutuhan O
2
dalam
nyaman : nyeri otot meningkat
Sesak nafas Stress
Kelemahan Krisis Situasi
Sumber: Price & Wilson (2005) & Doenges (2000)
Resiko ganguan
pertukaran gas
Intoleransi
aktivitas
Cemas
hipertermi
Resiko nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Pola nafas
tidak efektif
25
J. Diagnosa Keperawatan.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru,nyeri dada dan kebutuhan oksigen dalam otot meningkat
3. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar kapiler.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi
parenkim paru.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
6. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak
adekuat sekunder terhadap anoreksia akibat hipersekresi mukus.
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, penurunan fungsi tubuh,
hipersekresi mukus dan sesak nafas.
K. Fokus Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi dan rasional menurut Doenges (2000) & Carpenito
(2006):
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum.
Tujuan :Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih, jalan nafas bersih, pernafasan
normal, sputum berkurang/hilang.
a. Intervensi : Auskultasi area paru
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan.
26
b. Intervensi : Monitor tanda-tanda vital 2 sampai 4 jam sekali dan
bunyi nafas.
Rasional : Takhipnea, pernafasan dangkal, gerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena adanya cairan paru.
c. Intervensi : Beri posisi yang nyaman (semi fowler).
Rasional : Dapat menurunkan upaya batuk/menekan paru.
d. Intervensi : Ajarkan untuk batuk efektif / nafas dalam.
Rasional : Melancarkan jalan nafas.
e. Intervensi : Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan dan
inhalasi.
Rasional : Terapi pemberian 0
2
dapat meningkatkan kosentrasi
0
2
pada alveolar.
f. Intervensi : Kolaborasi pemberian mukolitik, ekspektoran dan
antibiotik.
Rasional : Mengurangi kekentalan sputum, merangsang
pengeluaran sputum dan mengurangi produksi
sputum.
2. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar kapiler.
Tujuan : Memperbaiki ventilasi dan oksigenisasi.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih, tidak ada distress pernafasan.
a. Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan
bernafas
27
Rasional : Untuk data dasar merumuskan intervensi lanjut
dengan tepat
b. Intervensi : Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional : Takhikardia biasanya ada sebagai akibat demam/
dehidrasi
c. Intervensi : Pertahankan istirahat tidur/ tirah berbaring
Rasional :Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan O
2
.
d. Intervensi : Beri posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal.
e. Intervensi : Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional :Takikardia biasanya ada sebagai akibat
demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon
terhadap hipoksemia
f. Intervensi : Kolaborasi pemberian O
2
sesuai program
Rasional : O
2
diberikan dengan metode yang memberikan
pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi
parenkim paru.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil : Rasa nyeri berkurang / hilang, tampak rileks, dapat
istirahat dan aktivitas dengan baik, skala nyeri
menurun, nadi 60 80 x/menit
28
a. Intervensi: Kaji karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, dengan
skala nyeri 1 10.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat
pada pneumonia.
b. Intervensi: Monitor tanda-tanda vital
Rasional : TD meningkat menunjukkan klien mengalami nyeri
c. Intervensi: Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : Dapat mengurangi nyeri.
d. Intervensi: Kolaborasi pemberian obat aktivitas
Rasional : Obat untuk mengatasi nyeri.
e. Intervensi: Berikan tindakan nyaman, misal, pijatan punggung
perubahan posisi, musik tenang / perbincangan ,relaksasi /
latihan nafas.
Rasional: Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan
lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan
memperbesar efek terapi analgesik.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria Hasil : - Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas.
29
- Tanda-tanda vital dalam batas normal, nadi 60-
80 x/menit, tekanan darah 110/80 - 120/80
mmHg, RR 20 30 x/menit
a. Intervensi : Evaluasi respon terhadap aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan memilih intervensi secara tepat.
b. Intervensi: Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebihan.
c. Intervensi: Jelaskan pentingnya istirahat dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring diperlukan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic.
d. Intervensi : Bantu aktivitas perawatan, aktivitas diri yang
diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan menbantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Intervensi : Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat /
tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi,tidur di
kursi / menunduk kedepan meja / bantal.
5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake tidak
adekuat sekunder terhadap anoreksia akibat hipersekresi mukus.
30
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : - Menunjukkan peningkatan nafsu makan.
- Berat badan meningkat.
- Tidak mual/ muntah.
a. Intervensi : Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah
Rasional: Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
b. Intervensi : Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Meningkatkan nafsu makan.
c. Intervensi : Hidangkan makanan dengan kondisi tertutup.
Rasional: Meningkatkan selera makan.
d. Intervensi : Evaluasi status nutrisi, ukur berat badan normal.
Rasional: Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi.
e. Intervensi : Auskultasi bunyi usus.
Rasional : Bunyi usus mungkin menurun / tidak ada bila proses
infeksi berat atau memanjang.
6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai kondisi
dan kebutuhan tindakan.
Tujuan : menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit
dan pengobatan.
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi
dalam pengobatan.
a. Intervensi: Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
31
Rasional : Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi
kemampuan untuk mengasimilasi informasi atau
mengikuti program medik.
b. Intervensi: Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit,
lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan.
Rasional : Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu
menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
c. Intervensi: Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau
latihan pernafasan.
Rasional: Selama awal 6-8 minggu setelah pulang pasien
beresiko besar untuk kambuh dari bronkopneumonia.
d. Intervensi: Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik
selama periode yang dianjurkan.
Rasional : Penghentian dini antibiotik mempengaruhi pertahanan
alami tubuh melawan infeksi.
e. Intervensi: Tekankan pentingnya melanjutkan evaluasi medik dan
vaksin atau imunisasi dengan cepat.
Rasional : Dapat mencegah kambuhnya bronkopneumonia.

Anda mungkin juga menyukai