Anda di halaman 1dari 10

logika, etika dan estetika

By : Darmawan Thalib


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu
sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan
lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat
apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah
jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia . Bagian
filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 873 M).
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya. Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala
sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat,
sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu
pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu.
Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk
dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta
memaknai segala esensi kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa permasalahan diantaranya
:
1. Apa yang dimaksud dengan logika?
2. Apa yang dimaksud dengan etika?
3. Apa yang dimaksud dengan estetika?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan logika.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etika.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan estetika.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Logika
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah
satu cabang filsafat. Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Logika adalah salah satu cabang filsafat. menurut The seperti yang dikutip ihsan (2010:123)
bahwa berpikir adalah suatu proses, proses berpikir ini biasa di sebut nalar. Dalam
bernalar manusia melakukan proses berpikir ntuk berusaha tiba pada pernyataan baru yang
merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui
a. Logika Konstruktif
Logika di dalam konteks konstruksi realitas dalam bagian ini dimaksudkan untuk
menunjuk segala langkah prosesual konstruksional yang melibatkan penalaran logis untuk
tujuan tercapainya kesesuaian, ketepatan dan keakuratan pengkonstruksian realitas.
Konstruksi realitas yang logis akan tercermin pada tidak adanya kesenjangan apalagi
perbedaan antara konstruksi realitas dengan realitas yang diwakilinya. Menurut ihsan
(2010:117) bahwa kegiatan berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan yang benar
juga mempunyai cara atau aturan yang berbeda-beda. Oleh karena penggunaan logika
dimaksudkan untuk mencapai kepastian (exactness) dari setiap simpulan pemikiran dan
penalarannya, maka konstruksi yang diawali dengan penalaran seperti ini akan dapat
dikategorikan sebagai konstruksi yang logis.
b. Logika kontingensial
Makna yang logis dari suatu konstruksi realitas sosial harus secara internal menyatu
di dalam realitas terkonstruksi itu sendiri. Integrasi logika ini diakui (kebenarannya:penulis)
bukan saja pada interrelasi elemen-elemen kultural yang tertentu saja yang kita temui di
dalam bentuk proposisi verbal, seperti pernyataan tertulis, akan tetapi berlaku untuk
elemen-elemen kultural nonverbal seperti halnya acara-acara dan musik, dan juga bahkan
berlaku untuk relasi antar elemen kultural dari kelas-kelas yang berbeda-beda seperti
sebuah organisasi keluarga spesifik, sebuah gaya budaya/kebudayaan, type kepribadian
spesifik, dan aturan dan ketentuan hukum legal tertentu . menurut suriasumantri (2009:46)
bahwa suatu penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) kalau cara penarikan
kesimpulan ini disebut logika, dimana secara luas logika dapat didefinisikan sebagai
pengkajian untuk berpikir secara sahih.
c. Logika sentensial
Logika sentensial membatasi dirinya untuk membahas kalimat-kalimat sederhana
yang tertentu, yang tidak terurai secara keselurhan, menggabungkannya dengan kalimat
penghubung yang menjadikannya kalimat-kalmat gabungan. Kalimat gabungan itu hanya
dipergunakan sebagai alasan, yang validitas dan invaliditasnya sepenuhnya bergantung
pada bentuk atau cara bagaimana kalimat-kalimat sederhana itu digabungkan.Contoh
logika sentensial paling sederhana adalah, jika kalmatnya adalah :
Bapak pergi ke Jakarta atau ke Surabaya
Bapak tidak pergi ke Jakarta
Simpulan yang benar adalah : Bapak pergi ke Surabaya.
Kalimat-kalimat penghubung pada penggabungan dua kalimat di dalam logika sentensial
adalah: dan, atau, bukan, jika-maka, jika dan hanya jika
d. Logika silogisme
Silogisme kategoris merupakan sebuah penafsiran atas satu proposisi kategoris sebagai
simpulan atas dua proposisi yang lainnya yang merupakan premis-premis. Pada masing-
masing premis memiliki satu istilah yang juga ada pada proposisi kesimpulan dan ada pada
proposisi premis lainnya.
Contoh paling sederhana:
Setiap binatang akan mati (Premis major)
Semua manusia adalah binatang (Premis minor)
Oleh karenanya, semua manusia akan mati (Simpulan)
Menurut suriasumantri (2009:49) bahwa ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal
yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan
kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenjuhi
maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang
disusun secar deduktif. Argumentasi matematik seperti a sama dengan b dan bila b sama
dengan c maka a sama denga c merupakan suatu penalaran deduktif.
2.2 Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang
rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta
etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah terbentuknya istilah etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya
sama dengan etika. Menurut kaharu dan b. Uno (2004:204) bahwa nilai itu sungguh sungguh
ada dalam arti bahwa ia praktis dan efektif didalam masyarakat. Nilai-nilai itu sungguh sungguh
satu realita dalam arti bahwa ia valid sebagai suatu cita-cita yang benar yang berlawanan dengan
cita-cita yang palsu atau besifat khayali.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini
bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika
berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik
peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila
kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan
metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral
a. Etika Alamiah
Menunjukkan fakta tentang sesuatu dan mengevaluasinya telah dikenal secara luas
sebagai dua hal berbeda yang saling berhadapan. Telah terbukti bahwa agar seseorang
dapat melakukan sutau pekerjaan yang berikutnya (katakanlah tahap kedua:penulis)
dengan baik, maka seseorang itu harus terlebih dahulu mengerjakan pekerjaan yang
mendahuluinya (katakanlah pekerjaan tahap pertama: penulis). Jika seseorang melakukan
evaluasi tidak berdasarkan pengetahuan yang kokoh tentang fakta-fakta yang ada, maka ia
akan melakukannya dengan tidak benar atau salah. Seseorang harus megetahui seluruh
fakta yang relevan sebelum ia melakukan penilaian moral (yang berkenaan dengan fakta-
fakta itu: penulis). Dari sini tampak jelas bahwa membangun serta menunjukkan fakta-fakta
dan membuat penilaian moral terhadap fakta-fakta itu merupakan dua pekerjaan yang
berbeda sama sekali. Menurut kaharu dan b. Uno (2009:213) bahwa etika memang tidak
termasuk dalam kawasan ilmudan teknologi yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat
disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


a. Etika Objektif
Pengertian kata atau istilah objektif, sebagaimana istilah subjektif itu samar dan jauh
dari kejelasan. Istilah etika objektif, namun demikian kita gunakan dengan maksud untuk
menunjuk setiap kalimat etika yang dikemukakan secara bebas tidak dimuati suatu
kepentingan apapun dari orang yang mengemukakannya. Objektifisme-subjektifisme.
Kedua istilah tersebut telah diperguanakan secara samar-samar, membingunkan, dan
dalam pengertian yang jauh berbeda dari apa yang kita pikirkan. Kita mengemukakan
penggunaan yang pas, dikarenakan menurut suatu teori yang disebut subjektifis jika dan
hanya jika, beberapa pernyataan etik menyatakan atau menunjukkan bahwa seseorang
dalam suatu kondisi tertentu hendak bersikap khusus yang tertentu terhadap sesuatu itu.
Sebuah teori dapat dikatakan sebagai objektifis jika tidak mengikutsertakan hal ini.
b. Etika Universal
konsep-konsep moral yang bersifat universal itu menunjukkan adanya etika yang
juga bersifat universal. Hal ini dimungkinkan oleh karena manusia merupakan homo ethicus
dalam arti makhluk yang cenderung bertatakrama.
c. Etika Sosiokultural
Konstruksi realitas sosial tertentu dan makna yang direpresentasikan dengannya
akan sangat bergantung pada konteks kultural, tata makna kultural, dan sistem nilai kultural
dasar dari entitas budaya mana pengkonstruksi berasal. Muatan etika yang melekat di
dalam konstruksi tersebut oleh karenanya juga akan sangat bergantung pada sistem
budaya pengkonstruksinya. Standard kepatutan di dalam setiap transaksi komunikatif, oleh
karenanya akan berragam menurut ragam budaya yang melatarbelakangi komunikator
yang terlibat, termasuk pengkonstruksi realitas sosial politik melalui wacana tertulis di
dalam opini media massa cetak.
d. Etika Ilmiah atau Etika Kritis
Kritikisme etik dan etika kritkisme merupakan subjek perhatian yang sangat penting
di dalam kajian kritis terhadap setiap fenomena komunikatif. Kritikisme etika dalam konteks
ini ditujukan pada segi-segi moral dari segala sesuatu yang terjadi dan terdapat di dalam
teks dan dampak yang mungkin timbul dari teks itu. (Dalam hal ini:penulis) telah terjadi
perdebatan seru tentang bagaimana etika memproduksi teks dan peranan yang hendaknya
dimainkan oleh etika di dalam kehidupan dunia seni dan media
2.3 Estetika
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu
yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang
mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap
sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
(wikipedia)
Esetetika berasal dari Bahasa Yunani yaitu aisthetike. Pertama kali digunakan oleh
filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang
bisa dirasakan lewat perasaan.
Pada masa kini estetika bisa berarti tiga hal, yaitu:
1. Studi mengenai fenomena estetis
2. Studi mengenai fenomena persepsi
3. Studi mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis
Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk
suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi
penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan
berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Menurut suriasumantri (2009:261)
bahwa manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya
kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan kebutuhan tersebut. Pada masa realisme, keindahan
berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya
de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengkomposisikan warna dan ruang dan
kemampuan mengabstraksi benda.
a. Konsep the beauty and the ugly
Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan
tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan
oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu
the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan
dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh
masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata
memperlihatkan keindahan. (taura hida, 2012)



BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika adalah bagian ilmu
filsafat yang mempelajari kesahihan premis-premis secara benar dan tepat sesuai aturan-aturan
logis matematis. Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai-nilai dalam
kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun dalam
masyarakat. Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam
pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni,
seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran
yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu
cabang filsafat
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumpt,
kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir.
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang
membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa
merasakannya.
3.2 Saran
filsafat llmu yang terdiri dari kawasan- kawasan kajian seperti logika, etika dan estetika
dan diharapkan tetap digunakan dalam kehidupan agar tetap menjadi tiang penyangga bagi
eksistensi ilmu.

DAFTAR PUSTAKA
1. Farhad,budi. Makalah: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan Alam.http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/26/makalah-filsafat-
ilmu-sebagai-landasan-pengembangan-ilmu-pengetahuan-alam/ (diakses
tanggal 26 april 2012)
2. Ihsan, fuad. 2010. Filsafat ilmu. Jakarta: rineka cipta.
3. Hadiwijono, Harun. 1993. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta:
Kanisius.
4. Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari
Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
5. hida, taura. Dimensi aksiologi dalam filsafat
pendidikan.http://filsafat.kompasiana.com/2012/03/07/dimensi-aksiologi-dalam-
filsafat-pendidikan/ (diaksese tanggal 7 maret 2012)
6. kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004 filsafat ilmu (suatu pengantar
pemikiran) gorontalo: BMT nurul jannah
7. Suryasumantri, Yuyun S. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
8. Annehira. pentinggnya etika dalam
kehidupan.http://www.anneahira.com/etika.html. (diakses tanggal 20 april 2012)
9. Wikipedia. Estetika. http://id.wikipedia.org/wiki/Estetika (diakses tanggal 12 april
2012)
10. Wikipedia. Logika. http://id.wikipedia.org/wiki/Logika (diakses tanggal 19 maret
2012)
Diposkan oleh darmawan_thalib di 19.37

Anda mungkin juga menyukai