Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit. (TQS Thaha [20]: 124)
Imam Ibn Katsir menjelaskan: Allah SWT berfirman, Dan siapa yang berpaling dari
peringatanku yakni menyalahi perintah (ketetapan)-KU dan apa yang Aku turunkan kepada
Rasul-Ku, berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai
petunjuknya maka baginya kehidupan yang sempit yakni di dunia.
Mewujudkan Perubahan Hakiki
Perubahan yang hakiki tidak cukup sekadar dengan perubahan orang, tetapi juga harus ada
perubahan sistem secara mendasar dan menyeluruh. Bila kita menginginkan perubahan sistem,
apalagi ideologi; kita tidak bisa berharap pada pemilu, sebab pemilu tidak menawarkan hal itu.
Lagi pula, dalam kenyataannya, perubahan rezim dan sistem, misalnya dari rezim Orde Lama
ke Orde Baru, juga dari Orde Baru ke Orde Reformasi, begitu juga perubahan-perubahan besar
di berbagai negara di dunia, termasuk apa yang terjadi di sejumlah negara Timur Tengah
belakangan ini, tidaklah terjadi melalui pemilu termasuk Pilpres mendatang.
Semua keburukan yang terjadi saat ini, mulai dari lahirnya peraturan perundangan yang buruk,
pemimpin yang buruk, wakil rakyat yang korup dan sebagainya, pangkalnya adalah demokrasi
dan penerapan sistem sekular. Karena itu, selama dua hal itu ada, keburukan tidak akan hilang.
Sebaik apapun orang yang dipilih dalam sistem itu, hasilnya akan tetap buruk, karena yang
membuat buruk adalah sistemnya itu sendiri. Jadi, kalau kita ingin benar-benar menghentikan
keburukan, sistem demokrasi dan sistem sekular itu harus dibuang jauh-jauh dari negeri ini.
Perubahan hakiki, yakni perubahan sistem dan orang itu, harus kita perjuangkan. Sebab
perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya. Perubahan hakiki hanya bisa kita wujudkan
melalui perjuangan dengan jalan dakwah, yang sesuai thariqah (metoda) dakwah Rasulullah
saw. Jalan dan metode lain tidak akan menghantarkan pada tujuan, bahkan akan memalingkan
dari jalan yang benar. Perjuangan itu harus dilakukan secara terorganisir dan berjamaah. Dalam
hal ini, peran partai politik sangat vital. Partai harus melakukan pengkaderan, pembentukan
kesadaran umum tentang Islam di tengah masyarakat dan thalabun nushrah. Inilah jalan yang
haq, yang dijamin akan menghasilkan kemenangan hakiki dan tegaknya al-haq, yaitu
penerapan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.
Dan bahwa ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang
demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (TQS al-Anam [6]: 153)
Wallh alam bi ash-shawb. []
Komentar:
Pemilu Legislatif 2014 dinilai sebagai pemilu paling brutal sepanjang sejarah Indonesia. Pemilu
legislatif tahun ini bukan memperjuangkan ideologi atau isu-isu yang bersifat program, juga
bukan memperjuangkan elektoral, melainkan jadi arena pintar-pintaran mendistribusikan uang
tanpa melanggar aturan pemilu. (Kompas, 22/4)
1. Pemilu memang bagian dari Demokrasi, sistem politik sarat biaya, wajar saja semua itu
terus terjadi.
2. Pemilu jadi sulap canggih demokrasi untuk kanalisasi kehendak rakyat yang ingin
perubahan dan perbaikan, tapi akhirnya dikelabuhi.
PEMILU DAN PERUBAHAN
Negeri terbaik merupakan negeri yang memiliki pemimpin terbaik dan menjalankan sistem yang
terbaik. Pemimpin terbaik ialah pemimpin yang bertakwa dan taat syariah. Sistem terbaik ialah
sistem Khilafah Islam yang menerapkan syariah Islam secara total.
Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih pemimpin saja. Tidak lebih. Dalam sistem sekular
seperti sekarang, boleh jadi ada pemimpin/calon pemimpin yang secara personal memang baik.
Namun, ia hanyalah pemimpin/bakal menjadi pemimpin yang baik di dalam sistem yang buruk.
Dikatakan sistem yang buruk karena dalam sistem sekular saat ini Islam tidak digunakan sebagai
dasar dan acuan untuk menuntaskan semua permasalahan negara.
Apalagi Pemilu dalam sistem sekular saat ini telah meletakkan kekuasaan (memilih pemimpin)
serta kedaulatan (membuat hukum) seluruhnya ada di tangan manusia. Rakyat memilih pemimpin
yang nantinya akan membuat hukum berdasarkan hawa nafsu manusia, hawa nafsu mereka bukan
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.
Sebaliknya, dalam pandangan syariah, kekuasaan memang berada di tangan umat. Umat berhak
memilih pemimpin yang diinginkannya (tetap dengan koridor syariah). Namun, dalam hal
kedaulatan membuat hukum, itu merupakan hak Allah semata. Kedaulatan ada di tangan Allah
(syariah) (lihat QS al-Anam [6]: 57).
Dalam sistem sekular saat ini, pemimpin yang terpilih nantinya akan menjalankan sistem yang ada,
yaitu sistem sekular yang nyata-nyata merupakan akar masalah dari semua problem yang dialami
umat Islam.
Dalam sistem sekular, dengan diterapkannya sistem demokrasi, yang meletakkan hak membuat
hukum ada di tangan manusia, Islam ditinggalkan dan dibuang. Dengan sekularisme yang
menyatakan agama tidak boleh mencampuri urusan negara, Islam benar-benar disingkirkan.
Demokrasi sekular inilah yang seharusnya dibuang dan diganti dengan sistem pemerintahan Islam:
Khilafah.
Jika kita menginginkan keadaan saat ini benar-benar berubah menjadi lebih baik, maka pilihan kita
adalah: ganti pemimpin sekaligus ganti sistemnya.
Tak pernah ada perubahan sistem melalui Pemilu, karena Pemilu hanyalah mekanisme pergantian
pemimpin saja. Perubahan sistem terjadi melalui revolusi pemikiran di tengah-tengah umat, melalui
dakwah yang menyadarkan umat untuk hanya menerima sistem syariah dalam bingkai Khilafah
Islamiyah. Apa yang dicontohkan Rasulullah saat penegakan Negara Islam di Madinah, itulah yang
patut diteladani.
Karena itu, saatnya kita memilih; memilih berjuang untuk menegakkan syariah dalam bingkai
Khilafah. Saatnya kita bergabung dengan gerakan yang memperjuangkkannya. Kita tentu percaya
atas janji Allah dalam al-Quran surah an-Nur ayat 55 dan hadis riwayat Ahmad tentang akan
datangnya Khilafah kedua. Mari kita memilih yang baik ini. Allahu akbar!