Anda di halaman 1dari 12

SOSIO DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

Perubahan pada Sistem Pendidikan










Disusun oleh :
NAMA : ZIDNI NUROL FAHMI
NIM : 11504241010
KELAS : A1






FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
A. PENDAHULUAN
Kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia saat ini masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan negara lain bahkan dengan sesama anggota ASEAN. Pendidikan adalah
kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak salah jika kita sebut
pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi-rendah derajat suatu
bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya.
Pendidikan yang tepat dan efektif akan melahirkan anak-anak bangsa yang cerdas,
bermoral, memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Negara-negara yang telah berhasil
mencapai kemajuan dan menguasai teknologi-peradaban mengawali kesuksesannya dengan
memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan nasionalnya. Sektor pendidikan
mendapat dukungan penuh dan secara terus menerus sistemnya diperbaiki agar sesuai dengan
kondisi, kebutuhan, dan daya akses seluruh lapis masyarakat mereka. Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana diketahui, Undang-Undang adalah
wujud dari harapan rakyat yang dimanifestasikan oleh DPR. Dalam hal ini harapan dan
tantangan di masa depan, pendidikan merupakan sesuatu yang sangat berharga dan
dibutuhkan. Bagi masyarakat suatu bangsa, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang
akan menentukan masa depannya.
Pendidikan adalah kata kunci untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat bangsa. Tak
salah jika kita sebut pendidikan sebagai pilar pokok dalam pembangunan bangsa. Tinggi-
rendah derajat suatu bangsa bisa dilihat dari mutu pendidikan yang diterapkannya.
Harus kita akui, pelaksanaan pendidikan di Indoensia masih jauh dari yang diharapankan.
Begitu juga dengan mutu yang dihasilkannya. Padahal, amanat Undang-Undang Dasar 1945
mematok tujuan pendidikan nasional begitu tinggi: bisa mencerdaskan bangsa Indonesia.
Cerdas dalam artian mayoritas rakyat Indonesia memiliki budaya belajar dan mengajar dalam
aktivitas kesehariannya.






B. LATAR BELAKANG
Dalam proses perjalanan UU No.2/l989 tentang Sisdiknas sekitar l3 tahun Sisdiknas
dirasakan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
1. Sisdiknas telah menjadi alat politik pemerintah untuk memperkuat kekuasaannya.
2. Pendidikan terlalu diatur secara sentralistik oleh pemerintah, dan masyarakat kurang
diberi peran dalam penyelenggaraan pendidikan; inisiatif, kreativitas dan inovasi
masyarakat kurang mendapat kesempatan berkembang.
3. Pendidikan tidak dapat menjadi pranata sosial untuk pembudayaan dan transformasi
masyarakat
4. Pendidikan tidak mampu menjawab tantangan lingkungan strategis, yaitu
perkembangan politik-ekonomi-sosial-budaya, baik di daerah, nasional, maupun
internasional yang berubah secara cepat.
5. Sisdiknas belum menerapkan prinsip-prinsip pendidikan: Pendidikan Untuk Semua,
Pendidikan Seumur Hidup, dan Pendidikan Terbuka.
C. PEMBAHASAN
Paradigma Keberagaman
Pendidikan memiliki banyak wajah, sifat, jenis dan jenjang (pendidikan keluarga, sekolah,
masyarakat, pondok pesantren, madrasah, program diploma, sekolah tinggi, institusi,
universitas, dsb). Namun hakikatnya satu, yaitu memanusiakan manusia. Hakikatnya
pendidikan mengembangkan :
1. Human Dignity = harkat dan martabat manusia
2. Manizing Human = memanusiakan manusia benar-benar mampu menjadi khalifah.
Manusia mampu memilih, menetapkan dan membangun model kehidupannya dalam hidup
bersama; bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini ada 3 jenis manusia:
1. Sepenuhnya pasrah apa kata Hukum Alam dan Sosial.
2. Sepenuhnya berontak mematahkan belenggu Hukum Alam dan Sosial.
3. Kombinasi keduanya, memiliki kecerdasan, kata hati dan keahlian serta kesadaran
bahwa tidak akan mampu melampaui Hukum Alam.




Paradigma Pemikiran Keilmuan
Ilmu merupakan bagian essensial isi ajaran agama (Islam). Ilmu terus mengalir &
bergulir,tanpa dapat dicegah. Tidak ada monopoli dlm mengasuh dan mengklaim kebenaran
ilmu.Tidak ada lagi pohon ilmu, telah berubah menjadi jaringan ilmu.
Hubungan antara agama dan ilmu adalah sebagai berikut:
1. Agama adalah Puncak Pencapaian, sedangkan Ilmu adalah Alat Pencapaian.
2. Agama adalah Kebenarannya Mutlak, sedangkan Ilmu Kebenarannya Relatif.
3. Ketika agama bertemu ilmu terjadi 4 model: Konflik, Inter Independensi, Dialog,
Integrasi.
Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Paradigma Pendidikan Nasional dapat dilihat dari visi, misi, tujuan, orientasi dan strategi
sistem pendidikan.
Visi :
Menjadi Sistem Pendidikan yang unik/khas Indonesia dalam rangka mengembangkan
kecerdasan kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai satu kesatuan yang
utuh, agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat dalam tata kehidupan
internal modern Menjadi modern dengan tetap pada jati dirinya.
Misi :
1. Menemukan, Mengamalkan dan Mengembangkan IPTEK dalam bingkai nilai-nilai /
ajaran agama.
2. Menjadi IPTEK sebagai alat untuk mencapai puncak kebenaran agama.
3. Memberantas kebodohan bangsa.
4. Kebodohan:Sumber Segala Malapetaka,meskipun Kebodohan bukan Dosa
5. Mengembangkan Pendidikan Multikultural.
Tujuan:
1. Mengembangkan Potensi kemampuan peserta didik dalam menguasai IPTEK untuk
kemaslahatan kehidupan bersama dan memelihara lingkungan kehidupan.
2. Mengembangkan budaya belajar: Sekolah boleh selesai, belajar tidak kenal
berhenti
Orientasi Pendidikan :
Pendidikan untuk semua, secara merata dan adil
Kebutuhan, kenyataan dan life skill dalam tata kehidupan bersama.
Kebutuhan duniawiyah tanpa melepaskan diri dari bayang-bayang kehidupan
surgawi-ukrowiyah.
Strategi penyelenggaraan pendidikan nasional (sekolah) :
Berfokus pada mutu, untuk itu diperlukan: otonomi, akreditasi, evaluasi dan
akuntabilitas. Bersaing mutu, kemandirian, keterbukaan, disiplin dan profesional, serta dalam
meningkatkan pelayanan terhadap peserta didik melalui peningkatan SDM dan Manajemen
atau Pengelolaan Sekolah
Pendidikan adalah kerja akademik
Dosen, Guru, Pustakawan, Laboran, Peneliti, adalah Tenaga Akademik, & bukan
Tenaga Administrasi Birokrasi. Para pakar akademisi berdiri paling depan dalam
pemberdayaan mutu akademik unit pendidikan (sekolah); Tenaga Non Akademik mem-
Back Up & menfasilitasi kerja akademik. Diperlukan Academic Bill of Right dalam dunia
pendidikan.

Materi Ajar/Kurikulum
Kurikulum bertolak dari kebutuhan, IPTEK, pasar, nilai luhut budaya/tradisi/agama.
Metodologi Pembelajaran
1. Learning to Know
2. Learning to Do
3. Learning to Be
4. Learning to Live Together
5. Learning throughout Life
6. Learn How to Learn
Belajar Menjadi bukan sekedar Memiliki. Menguasai Metodologi bukan sekedar
Materi. Tidak ada Keterpisahanantara ilmuan dan ilmunya atau keahliannya.

Dana dan Sistem Pendanaan
Dana pendidikan harus memperhatikan jumlah dan sumber dana supaya dana tersebut
benar-benar menjadi penopang dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini ada istilah Funding
System dalam system pendanaan. Funding System adalah sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan peluang. Konsepnya adalah sebagai berikut :
Kucuran Dana terlalu Kecil:<a= Tidak Berguna
Kucuran Dana terlalu Besar:>a= Manja & Mubazir
Kucuran Dana = a = sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan menggunakan;makin tinggi
kemajuan, makin tinggi kebutuhan,makin tinggi kemampuan, makin besar a (dana) yang
dapat dikucurkan.

Peran Serta Masyarakat
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan, harus mendorong pemberdayaan masyarakat
dengan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta
perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (pasal 54 ayat 1). Masyarakat
tersebut dapat berperanan sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan (pasal
54 ayat 2). Oleh karena itu masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan yang berbasis
masyarakat, dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan,
serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standard nasional pendidikan (pasal 55
ayat 1 dan 2). Dana pendidikan yang berbasis masyarakat dapat bersumber dari
penyelenggara, masyarakat, pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan/atau sumber lain
(pasal 55 ayat 3). Demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat dapat
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari
pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah.
Partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilembagakan dalam bentuk dewan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang
beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Sedangkan
komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang terdiri dari unsur orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1
butir 24 dan 25). Dewan pendidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan,
dengan memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang tidak
mempunyai hubungan hirarkis (pasal 56 ayat 2). Sedangkan peningkatan mutu pelayanan di
tingkat satuan pendidikan peran-peran tersebut menjadi tanggungjawab komite
sekolah/madrasah (pasal 56 ayat 3).

Model pendidikan yang sesuai dengan harapan itu adalah madrasah. Madrasah telah
memiliki landasan dalam mengembangkan potensi manusia secara utuh di mana pendidikan
yang mengembangkan kecerdasan akal dan kecerdasan ilmu agama yang di dalamnya sudah
tercakup kecerdasan emosi dan moral sudah diterapkan.

Pendidikan yang bernuansa Islam yang semakin kondusif berhasil diadopsi oleh
sekolah-sekolah swasta Islam. Sekolah-sekolah itu telah menyinergikan secara apik antara
pendididikan sains dan pendidikan agama. Kecermatan pengelolaan telah membuahkan
output yang mampu bersaing, sehingga mendapat tempat di masyarakat.
Model pendidikan Madrasah jika dianalisis (SWOT) memiliki :
Strength (Kekuatan) : > 80 % Swasta, percaya dan hormat pada Kiai/Ulama dan
percaya bahwa Kiai atau Guru mengajarkan sesuatu yang benar, panggilan Agama, Murah
dan Merakyat.
Weakness (Kelemahan) : Lemah dan tidak Profesional hampir disemua komponennya,
STRESS:Terombang-ambing antara Jati Diridan Ikut Model Sekolah Umum. antara
ikut DIKNAS dan DEPAG, belum ada sistem yang mantap dalampengembangan model
Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Opportunity (Peluang) : UU No.20 Th 2003 memberi kesempatan atau momentum
pengembangan madrasah (Pendidikan Agama dan Keagamaan), Lembaga Pendidikan
Tinggi berkesempatan membuat RPP untuk UU no. 20 Th 2003, dan menawarkan konsep
pemberdayaan madrasah secara sistemik dan menyeluruh atau utuh.
Threatment (Ancaman): Madrasah akan kehilangan jati dirinya, kalau demikian
halnya Madrasah akan selalu menjadi Warga Kelas Dua dan tercabut dari akar budaya
komunitas muslimnya.
Menata ulang sistem pendidikan madrasah akan lebih efisien dibandingkan dengan
menggabungkan diri ke sekolah umum. Semoga madrasah menjadi sekolah unggulan pada
masa yang akan datang.

Karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersatu-padu dan meningkatkan komitmen
untuk merumuskan dan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab,
pembangunan dan penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang benar dan efektif merupakan
amanat konstitusi sekaligus tuntutan zaman yang tak bisa dielakan. Tanpa itu, bangsa besar
ini akan masuk dalam daftar sejarah sebagai bangsa yang kalah dan musnah.



B. Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia,
sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal:
1. Faktor hereditas, faktor keturunan.
Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi
45 dan cucu dari generasi 1928, cicit dari generasi 1912. Menurut bapak sosiologi Ibnu
Khaldun, jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi. Pertama
generasi Pendobrak, kedua generasi Pembangun dan ketiga generasi penikmat. Jika pada
bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat, yakni generasi yang hanya asyik
menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun, maka itu satu tanda bahwa
bangsa itu akan mengalami kemunduran.
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam
kurun satu abad. Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah
abad lebih, ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup, ketika generasi
pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun, sudah muncul sangat banyak
generasi penikmat, dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar, tetapi justru
kebanyakan dari kelompok yang terpelajar.

2. Faktor pendidikan.
Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia. Sekurang-kurangnya ada
sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini, meliputi:
1. Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek
kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan
generasi yang mengidap split personality, kepribadian yang pecah.
2. Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu
melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing.
3. Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang
berdisiplin.
4. Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global

5. Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi
manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru, Guru negeri di sekolah lingkungan
Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru
negeri untuk 2000 siswa. Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU
negeri mencapai Rp.400.000,-/siswa/tahun, sementara untuk Madrasah Aliah hanya
Rp.4.000,-/anak/tahun.
6. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan
oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam
pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.
7. Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan otonomi
daerah.
8. Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan dengan
semangat bhinneka Tunggal Ika.
9. Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan yakni melalui P4
dan PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang telah
mengakibatkan:
Generasi muda yang tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik.
Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
Cendekiawan yang hipokrit,
Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Pemimpin-pemimpin daerah yang kurang bijak dalam peggunaan dana daerah.
C. Agenda Reformasi Sistem Pendidikan Nasional
1. Melakukan pembangunan Sistem Pendidikan Nasional yang konprehensif, integratif,
dan aplikatif. Makna konprehensif adalah menjamin perbaikan yang berkelanjutan,
integratif tak memisahkan aspek moral dan nilai-nilai luhur dari pembelajaran dan
pengajaran, dan aplikatif menunjuk pada mutu dan meningkatnya daya saing bangsa.
2. Meningkatkan wajib belajar dari Sembilan tahun menjadi dua belas tahun.
3. Meningkatkan kopetensi, kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan terhadap
profesi guru tanpa membeda-bedakan status kepegawaian, PNS atau swasta.
4. Mengawal realisasi anggaran pendidikan yang besarnya 20% dari total APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana amanah Pasal 31 ayat 4
Amandemen IV UUD 1945.
5. 5.Melakukan monitoring dan evaluasi sistematis terhadap berbagai aspek konsep dan
operasional Sistem Pendidikan Nasional di semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.
6. 6.Memastikan terlaksananya proses pendidikan yang menanamkan jiwa kebebasan,
kemandirian, kewirausahaan, dan meningkatkan keterampilan hidup dan daya juang
kepada anak-anak bangsa yang menjadi peserta didik.
7. Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam penyelenggaraan pendidikan formal, nonformal, dan informal.
8. Meningkatkan kualitas pengelolaan manajemen sekolah dan metode pembelajaran
serta menjadikan sekolah tidak lagi sebagai menara gading yang steril dari analisis
kebutuhan lingkungan sekitarnya. Sekolah bukan hanya tempat penyelenggaraan
pendidikan, tapi juga bisa menjadi pusat latihan, seminar, workshop, dan studi
banding. Sekolah adalah pusat belajar masyarakat di wilayahnya berada.
9. Terselenggaranya pendidikan yang murah, bermutu, dan berwawasan global yang
memiliki daya saing nasional di percaturan global.
10. .Memberi perhatian serius pada pendidikan khusus bagi anak bangsa yang disebabkan
oleh cacat atau kecerdasan luar biasa peserta didik.
11. Menjadikan sekolah sebagai tempat kaderisasi kepemimpinan nasional dan
memasukkan program wajib militer untuk menumbuhkan rasa nasionalisme.
12. Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan. Kesadaran masyarakat
untuk ambil bagian dalam pendidikan adalah bentuk dari ketahanan sosial atas
perubahan tantangan lingkungan yang terjadi. Pendidikan tidak lagi menjadi tanggung
jawab orang tua secara individu per individu, tetapi itu tanggung jawab komunitas
secara bersama.
13. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Itulah tiga belas agenda reformasi Pendidikan yang urgen dilaksanakan untuk
mewujudkan kesejahteraan dan ketinggian martabat bangsa yang kita harapkan.
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan,
kemandirian, dan kewirausahaan. Dengan begitu anak-anak bangsa yang menjadi peserta
didik bisa eksis dalam persaingan di masa datang berbekal keterampilan hidup (life skill) dan
daya juang (adversity quotient) yang mumpuni. Kurikulum diarahkan untuk memberi
pengalaman belajar yang seimbang yang meliputi aspek intektual (IQ), emosional (EQ), dan
spiritual (SQ). Dan titik tekannya adalah membentuk karakter pembelajar agar anak bangsa
yang menjadi peserta didik memiliki keinginan untuk belajar di sepanjang hayatnya. Tipe
bangsa pembelajarlah yang bisa survive menghadapi persaingan global yang rivalitasnya
bukan lagi di tataran negara vs negara atau kota vs kota. Tetapi, sudah di level individu vs
individu.

D. KESIMPULAN
Upaya memperbaiki Pendidikan Nasional tidak hanya menyangkut masalah fisik dan
dana saja. Tapi, harus lebih mendasar dan strategis. Sistem Pendidikan Nasional perlu
direformasi dengan memadukan wahyu Tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena utama
aktivitas pendidikan. Sekolah bukan hanya menjadi tempat pembekalan pengetahuan kepada
anak bangsa, tapi juga lembaga penanaman nilai dan pembentuk sikap dan karakter. Anak-
anak bangsa dikembangkan bakatnya, dilatih kemampuan dan keterampilannya. Sekolah
tempat menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani, dan rohani secara maksimal, seimbang,
dan sesuai tuntutan zaman. Output keseluruhan proses pendidikan adalah menyiapkan peserta
didik untuk bisa merealisasikan fungsi penciptaannya sebagai hamba Tuhan dan kemampuan
mengemban amanah mengelola bumi untuk dihuni secara aman, nyaman, damai, dan
sejahtera.
E. REFERENSI
http://jintut-nocturna.blogspot.com/2011/03/perubahan-pada-sistem-
pendidikan.html
http://www.kemalstamboel.com/blog-manajemen/agenda-reformasi-pendidikan-
nasional.html

Anda mungkin juga menyukai