Anda di halaman 1dari 6

Nama : Faranita Lutfia Normasari

NIM : 131710101029
Kelas : THP B

Produksi Asam Penicillic oleh Aspergillus sclerotiorum CGF

1. J enis dan Sifat Mikroorganisme
Mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus
sclerotiorum CGF. Mikroorganisme ini termasuk kedalam jenis jamur (fungi).
Selain itu, melihat dari media yang digunakan untuk inkubasi adalah PDA, maka
Aspergillus sclerotiorum CGF dimungkinkan masuk ke dalam jenis kapang. Serta
memiliki suhu pertumbuhan pada 25C.

2. J enis dan Sifat Produk/Metabolit
Metabolit yang dihasilkan adalah metabolit sekunder, yaitu asam penicillic
(penicillic acid). Asam penicillic yang dihasilkan oleh Aspergillus sclerotiorum
CGF memiliki sifat aktivitas anti fungi (antifungal activity) terhadap penyakit
Phytophthora. Selain itu, secara umum struktur dari asam penicillic diuraikan dari
Penicillium cyclopium Westling. Asam penicillic ada dalam dua bentuk tautomeric
dan memiliki aktivitas anti bakteri (antibacterial activity) serta aktivitas herbicidal
yang tinggi terhadap berbagai jenis rumput ladang. Asam penicillic juga
mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan pada musim kemarau dan pergantian
metabolit pada Zea mays secara keseluruhan.

3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pertumbuhan Mikroba dan
Produksi Metabolit/Enzim:
a. Mekanisme produksinya/kerja enzim
Karena produk yang diinginkan merupakan metabolit sekunder, maka
dilakukan fermentasi hingga fase stationer (dihasilkan metabolit sekunder).
Kemudian 0.05% Tween 80 (10 ml) steril ditambahkan pada biakan dewasa
Aspergillus sclerotiorum CGF dan diratakan dengan glass rod spreader. Lalu
suspense spora diambil dan diaduk selama 30 menit dalam beaker yang
kemudian disaring dan dihitung poranya dengan haemocytometer. Konsentrasi
spora diubah menjadi 5 x 10
7
ml
-1
. Benih kultur dimasukkan dalam labu
Erlenmeyer 250 ml yang mengandung 100 ml PDB, dan diinokulasi dengan
10% (v/v) suspense spora dari Aspergillus sclerotiorum CGF. Lalu
dibudidayakan pada suhu 28C selama 2 hari pada shaking incubator dengan
kecepatan 200 rpm. Lalu kultur utama dimasukkan pada labu Erlenmeyer 250
ml yang mengandung 70 ml media, dan semua labu diinokulasi secara seragam
dengan 2% (v/v) benih kultur sebelumnya dan diinkubasi pada 28C dengan
kecepatan 200 rpm. Bahan-bahan yang telah siap (kultur Aspergillus
sclerotiorum CGF) kemudian diberi perlakuan yang berbeda-beda untuk
mengetahui jumlah bahan/nutrisi yang sesuai untuk menghasilkan asam
penicillic yang optimal. Perbedaan perlakuan tersebut antara lain, perbedaan
rasio karbon/nitrogen (C/N), nilai pH awal, jenis karbon yang digunakan, jenis
nitrogen yang digunakan, konsentrasi soluble starch, konsentrasi ekstrak ragi,
pengaruh garam anorganik dan ion metal, serta waktu produksi asam penicillic.
Selain itu, telah dijelaskan sebelumnya bahwa asam penicillic dihasilkan pada
fase stationer. Dimana pada fase ini mikroba menghasilkan asam penicillic
untuk mempertahankan diri agar dapat hidup lebih lama. Karena asam penicillic
berguna untuk menghalangi aktivitas bakteri, serta aktivitas anti fungi terhadap
penyakit Phytophthora.
b. Model fermentasi
Model fermentasi yang digunakan adalah fermentasi dengan perendaman
(Submerged fermentation) dan dilakukan sampai hari ke-16. Dikarenakan media
yang digunakan berupa kaldu (broth), antara lain PDB (Potato Dextrose Broth),
2% YESB (Yeast Extract-15% Sucrose Broth), Czapek-Dox broth, dan RTB
(Raulin Thom Broth). Selian itu, dapat diketahui dari sistem substratnya baik
sumber karbon maupun mineral terlarut atau tersuspensi sebagai partikel-
partikel dalam fase cair.
c. Faktor pertumbuhan, bagaimana pengaruh faktor tersebut?
Pertumbuhan dari mikroba dipengaruhi oleh jenis karbon yang digunakan,
dengan berat dry cell (g/l) paling tinggi adalah sukrosa (6.5 0.4) dan yang
paling rendah adalah laktosa dan mannitol (1.3 0.1 dan 2.3 0.2),
sedangkan yang lainnya berkisar antara 3.6 4.9 g/l. Selain itu, konsentrasi
dari soluble starch, sumber nitrogen, konsentrasi ekstrak ragi juga
mempengaruhi pertumbuhan karena pertumbuhan akan maksimal pada
konsentrasi dan sumber jenis tertentu. Lama fermentasi juga mempengaruhi
pertumbuhan sel, karena pada hari ke-10 berat dry cell mulai mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan semakin banyak nutrisi/substrat yang
didapat, maka semakin lama fase eksponensial dimana mikroba mengalami
peningkatan pertumbuhan.
d. Faktor poduksi, bagaimanan pengaruh faktor tersebut?
Faktor produksi juga sama dengan faktor pertumbuhan, yaitu ditentukan oleh
jenis sumber karbon, jenis sumber nitrogen organik, konsentrasi soluble
starch, konsentrasi ekstrak ragi, sumber nitrogen anorganik, serta lama
fermentasi. Karena Aspergillus sclerotiorum CGF memerlukan jumlah
nutrisi tertentu agar mampu memproduksi penicillic acid dengan optimal.
Karena belum tentu dengan banyaknya jumlah sel, maka penicillic acid yang
dihasilkan akan semakin banyak seperti yang dibuktikan pada data jenis
sumber karbon. Pada sukrosa didapat berat dr cell 6.5 0.4 g/l, namun
konsentrasi penicillic acid yang didapat hanya 0.21 0.02 mg/ml. berbeda
dengan soluble starch yang memiliki berat dry cell sebesar 4.3 0.1 g/l,
namun menghasilkan konsentrasi penicillic acid sebesar 2.98 0.10 mg/ml.
Begitu pula untuk faktor yang lain. Hal ini mungkin dikarenakan oleh
perebutan nutrisi yang terbatas oleh mikroba. Dengan kata lain, pada
penelitian ini produksi penicillin acid yang maksimal/optimal dapat didapat
dengan menggunakan media yang tersusun dari 8.0% (w/v) soluble starch,
0.6% (w/v) ekstrak ragi, dan 0.3% (w/v) Na
2
HPO
4
dimana menghasilkan
konsentrasi penicillic acid sebesar 9.40 mg/ml.

4. Structure Function Relationship dari Substrat atau Produk/Metabolit
Asam penicillic merupakan mikotoksin yang diisolasi dari berbagai jenis jamur
(kapang) Penicillium dan Aspergillus yang menunjukkan efek mutagenic dan
cytotoxic. Senyawa ini ditunjukkan untuk menginduksi pecahnya DNA untai
tunggal dan untuk menghambat sintesis DNA dalam sel CHO. Asam penicillic juga
dilaporkan secara irreversibel menonaktifkan GMD (GDP-manosa dehidrogenase),
mengganggu kerja dalam biosintesis alginat. Asam penicillic sendiri merupakan
penghambat ADH/AKR1A1 dan LDH.


Daftar Pustaka

Alsberg, G.L., Black, O.F., 1913. Contributions to the study of maize
deterioration;biochemical and toxicological investigations of
Penicillium puberulum and P. stoloniferum. US Dept. Agric. Bureau
Plant Ind. Bull. No. 270, pp. 147.

Birkinshaw, J.H., Oxford, A.E., Raistrick, H., 1936. Studies in the
biochemistry of microorganisms. XLVIII. Penicillic acid, a metabolic
product of Penicillium puberulum Bainier and P. cyclopium
Westling. Biochem. J. 30, 394411.

Boutibonnes, P., 1980. Antibacterial activity of some mycotoxins. IRCS Med.
Sci. 8, 850851.

Ciegler, A., 1972. Bioproduction of ochratoxin A and penicillic acid by
members of the Aspergillus ochraceus group. Can. J. Microbiol. 18,
631636.

Frisvad, J.C., Filtenborg, O., 1983. ClassiWcation of terverticillate Penicillia
based on proWles of mycotoxins and other secondary metabolites.
Appl. Environ. Microbiol. 46, 13011310.

Kang, S.W., Hong, S.I., Kim, S.W., 2005. IdentiWcation of Aspergillus strain
with antifungal activity against Phytophthora species. J. Microbiol.
Biotechnol. 15, 227233.

Kang, S.W., Kim, S.W., 2004. New antifungal activity of penicillic acid
against Phytophthora species. Biotechnol. Lett. 26, 695698.

Kurtzman, C.P., Ciegler, A., 1970. Mycotoxin from a blue-eye mold of corn.
Appl. Microbiol. 20, 204207.

Madhyastha, M.S., Marquardt, R.R., Masi, A., Borsa, J., Frohlich, A.A.,
1994. Comparison of toxicity of diVerent mycotoxins to several
species of bacteria and yeasts: use of Bacillus brevis in a disc
diVusion assay. J. Food Protect. 57, 4853.

Michito, T., Yoichi, I., Hisae, M., 1996. Herbicide. Japan Patent 08-053310.

Olivigni, F.J., Bullerman, L.B., 1977. Simultaneous production of penicillic
acid and patulin by a Penicillium species isolated from cheddar
cheese. J. Food Sci. 42, 16541657.

Umeda, M., Yamashita, T., Saito, M., Sekita, S., Takahashi, C., Yoshihira,
K., Natori, S., Kurata, H., Udagawa, S., 1974. Chemical and
cytotoxicity survey on the metabolites of toxic fungi. Jpn. J. Exp.
Med. 44, 8396.

Anda mungkin juga menyukai