Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan kuman
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan yang besar di
negara-negara berkembang karena angka kesakitan dan kematian akibat Tuberkulosis
75%-nya terjadi pada golongan usia produktif kerja, yaitu kelompok usia 15-49
tahun. Indonesia menempati posisi tiga besar jumlah penderita TB di dunia setelah
India dan Cina. Angka kesakitan dari Tuberkulosis baik paru maupun ekstra paru di
dunia diperkirakan mencapai 8 juta kasus dan sekitar 95% terjadi di negara-negara
berkembang. Sekitar 3 juta orang meninggal karena Tuberkulosis setiap tahunnya
yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang. Pada umumnya kasus di
negara-negara berkembang tidak tercakup seluruhnya, dan hanya sekitar separuh dari
kasus BTA positif yang ditemukan yang dapat disembuhkan. Hal ini mengakibatkan
angka kesakitan di seluruh dunia diperkirakan mencapai 16-20 juta, di mana sekitar
8-10 juta adalah kasus BTA positif yang sangat menular.
Sulitnya mengobati penderita BTA positif telah menyebabkan terjadinya
banyak kegagalan pengobatan. Akibatnya didapat angka pencapaian kesembuhan
yang rendah sekitar 30-50%. Padahal seseorang yang gagal dalam pengobatan akan
menjadi sumber penularan yang akan menularkan 10 orang setiap tahun, dan dalam
waktu 2 tahun akan menghasilkan 1 orang penderita BTA positif baru. Banyak dari
penderita yang gagal dalam pengobatan menjadi resisten / kebal terhadap INH atau
kombinasi INH dengan Streptomisin, sehingga bila menular pada orang lain, maka
orang tersebut akan tertular dengan kuman yang telah resisten. Masalah lain adalah
hanya 50% dari penderita yang mendapat paduan obat jangka panjang (12 bulan)
2

mengalami konversi dari BTA positif menjadi BTA negative setelah 2 bulan
pengobatan, meskipun dilakukan pengobatan dengan pengawasan ketat.
Menurut hasil survey prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2010 ( secara
Nasional ) yang BTA positif 110 per 100.000 penduduk. Sejak tahun 2005, program
pemberantasan penyakit Tuberkulosis paru di DKI Jakarta telah dilaksanakan dengan
strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) seperti yang
direkomendasikan oleh WHO, tetapi pada tahun 2000-2005 cakupan penderita TB
dengan strategi DOTS baru sekitar 10% .
Tahun 2010 angka kesembuhan baru mencapai 70 %. Risiko penularan setiap
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection ( ARTI ), yaitu
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1 %,
berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia
bervariasi antara 1-3 %.















3

BAB II
HASIL KUNJUNGAN RUMAH

PUSKESMAS : PERAWATAN ABELI
TANGGAL KUNJUNGAN RUMAH : 2 JUNI 2014

DATA RIWAYAT KELUARGA
I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. Basri
Umur : 53 tahun
Alamat : RT 2 RW 5 Kelurahan Lapulu Kecamatan Abeli
Pekerjaan : Nelayan
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pendidikan : SD

II. RIWAYAT BIOLOGIS KELUARGA :
1. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
2. Kebersihan perorangan : Sedang
3. Penyakit yang sering diderita : ISPA
4. Penyakit keturunan : Tidak ada
5. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
6. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
7. Pola makan : Kurang ( kurang bervariasi / 1-2x per hari)
8. Pola istirahat : Sedang

III. PSIKOLOGIS KELUARGA
1. Kebiasaan buruk : Merokok
2. Pengambilan keputusan : Ayah
4

3. Ketergantungan obat : Tidak ada
4. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas
IV. KEADAAN RUMAH/ LINGKUNGAN
1. Jenis bangunan : non permanen
2. Lantai rumah : semen
3. Luas rumah : 800m2 (8m X 10m)
4. Atap rumah : Seng
5. Dinding rumah : Papan
6. Penerangan : cukup
7. Kebersihan : Kurang
8. Ventilasi : cukup
9. Dapur : Ada
10. Jamban keluarga : Ada
11. Sumber air minum : Air isi ulang
12. Sumber pencemaran air : Ada
13. Sistem pembuangan air limbah : Ada (lancar)
14. Tempat pembuangan sampah : Ada
15. Sanitasi lingkungan : kurang
V. SPIRITUAL KELUARGA
1. Ketaatan beribadah : Baik
2. Keyakinan tentang kesehatan : Baik

VI. KEADAAN SOSIAL KELUARGA
1. Tingkat pendidikan : Rendah
2. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
3. Hubungan dengan orang lain : Baik
4. Keadaan ekonomi : Kurang

5

VII. ANGGOTA KELUARGA











Gambar 1. Genogram anggota Keluarga

KETERANGAN :
1. OS : Laki-Laki, sakit (53 tahun)
2. Istri OS : Perempuan, sehat (48 tahun)
3. Anak I OS : Laki-Laki, meninggal saat usia 15 tahun karena komplikasi tifoid
4. Anak II OS : Laki-Laki, sehat (28 tahun) Pengawas Minum Obat OS
5. Anak III OS : Laki-laki, sehat (25 tahun)
5.1. Istri anak III OS : Perempuan, sehat (25 tahun)
6. Anak IV OS : Perempuan, sehat (23 tahun)
6.1. Suami anak IV OS : Laki-laki, sehat (27 tahun)
7. Anak V OS : Laki-laki, sehat (18 tahun)
7.1 Istri anak IV OS : Perempuan, sehat ( 21 tahun) janda anak 1
7.1.1. Anak istri anak IV OS : Laki-laki, sehat (3 tahun)



1
2
3 4 5 6 7
5
.
7.1.1
6
7.1
6

Tabel 1. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah


VIII. RESUME PENYAKIT DENGAN PENATALAKSANAAN YANG
DIBERIKAN
1. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Batuk sejak 1 bulan terakhir
Keluhan Tambahan :
Sesak, nafsu makan berkurang, berat badan turun, keringat malam.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 bulan terakhir, OS mengeluh pusing dan lemas. OS sulit tidur karena
batuk terus menerus. OS mengaku batuknya tidak bisa berhenti walau sudah minum
obat batuk yang dijual di warung dekat rumah. Penyakit ini sudah di deritanya selama
No. Nama
Kedudukan dlm
Keluarga
L/P
Umur
(thn)
Pendidikan Pekerjaan Ket.
1. Tn. B KK L 53 SD Nelayan
TB
PARU
2. Ny. I Istri P 49 SD
Buruh
pabrik
sehat
3. Tn. Z Anak II L 28 SMP Nelayan sehat
4. Ny. H Anak IV P 23 SMP IRT sehat
5. Tn. B Suami anak IV L 27 SMA
Buruh
Pabrik
sehat
6. Tn. L Anak V L 18 SMA
Buruh
Pabrik
sehat
7 Ny. S Istri anak V P 21 SMP IRT sehat
8. An. L
Anak dari istri
anak V
L 3 - - sehat
7

hampir 1 bulan. Berat badan OS ketika itu adalah 41 kg namun OS tidak mengetahui
berat badan sebelum sakit karena tidak pernah ditimbang. Tapi menurut mengakuan
OS merasa badannya sangat kurus.
OS mengatakan tetangga di sekitar rumahnya (hanya berjarak 1 rumah dari
rumah OS) meninggal karena batuk lama namun tetangganya tersebut tidak pernah
berobat ke Puskesmas. OS mengaku belum pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya. Riwayat merokok lama diakui OS. OS merokok sejak usia belasan tahun
dan baru berhenti saat didiagnosa menderita TB oleh dokter Puskesmas Abeli pada
Desember 2013.
Setelah 2 bulan pengobatan TB fase intensif, OS melakukan pemeriksaan
dahak sebagai kontrol pengobatan dan hasil dahak menjadi negatif sehingga OAT
dilanjutkan ke fase lanjutan dan berat badan OS naik menjadi 45 kg dan sekarang OS
telah memasuki pengobatan OAT bulan ke 5.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada
2. PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
o Tekanan darah : 120/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 84 x/menit
o Frekuensi napas: 18 x/menit
o Suhu : 36,5 0 C
Kepala : Normosefali
Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret
8

Telinga : Kedua telinga tidak tampak sekret, meatus akustikus eksternus
lapang
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak
tampak membesar.
Thoraks
Paru : BP : Vesikuler BT : Rh-/- Wh : -/-
Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop maupun
murmur
Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus terdengar normal, nyeri tekan (-)
Hepar-lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Pada kedua ekstremitas tidak tampak edema dan akral hangat
Tinggi badan : 155cm
Berat badan : 45 Kg
Status gizi : Normal ( IMT 18,75)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
BTA SPS /+++
Tanggal 21-12-2013

4. DIAGNOSIS PENYAKIT :
TB Paru
5. DIAGNOSIS KELUARGA : -

6. HASIL PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemeriksaan dilakukan saat kunjungan ke rumah penderita pada tanggal 2 Juni
2014, penderita merasa keluhan berkurang.
9

Faktor pendukung : Kesadaran penderita untuk sembuh, makan makanan
bergizi, peran keluarga untuk mengingatkan minum obat maupun, dan istirahat
cukup.
Faktor penghambat : Ekonomi keluarga yang pas-pasan menyebabkan
lingkungan rumah menjadi kurang sehat
Indikator keberhasilan : pengetahuan meningkat, kesadaran membuka jendela,
dan kepatuhan minum obat.
7. ANJURAN PENATALAKSANAAN PENYAKIT
a. Promotif
Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit TB Paru,
komplikasi penyakit, dan keteraturan dalam berobat sehingga os menjadi lekas
sembuh, serta menghimbau agar dapat menjalankan pola hidup sehat dengan
mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga ringan secara rutin dan
mengurangi aktivitas yang berat dan menyita banyak pikiran.

b. Preventif :
Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan membuang
dahak/sputum tidak disembarang tempat dan menggunakan ember yang sudah
diberikan larutan pembasmi bakteri dan diisi air bila ingin membuang dahak.
Memotivasi untuk rutin meminum obatnya secara teratur. Memakai masker,
memisahkan alat makan yang digunakan dengan orang satu rumah. Menganjurkan
kepada anggota keluarga yang lain untuk tidak merokok di dalam rumah.
c. Kuratif :
Terapi medikamentosa :
OAT katergori 1 fase intensif : 1 x 3 tablet tiap hari
Rifampisin 150 mg
INH 75 mg
10

Pirazinamid 400 mg 3x1 peroral
Etambutol 275 mg 3x1 peroral
OAT Kategori 1 fase lanjutan : 1 x 3 tablet
Rifampisin 150 mg
INH 150 mg

Terapi non medikamentosa:
1. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga, makan makanan bergizi dan hindari
stress)
d. Rehabilitatif:
Minum secara obat yang teratur

7. PROGNOSIS
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyarakat : dubia ad bonam

IX. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis dan Reproduksi
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua anggota
keluarga kecuali pasien dalam keadaan sehat. Istri dan keempat anaknya dalam
keadaan sehat, tidak memiliki riwayat DM, asma, dan penyakit jantung. Namun
anaknya memiliki kebiasaan merokok. OS dan istri mempunyai 5 orang anak, anak
pertama meninggal, 4 orang anak yang hidup terdiri dari 3 orang anak laki-laki dan 1
orang anak perempuan, 3 diantaranya telah berkeluarga. Perencanaan kelahiran anak
didiskusikan oleh penderita dan istrinya.

11

2. Fungsi Psikologis
Saat ini penderita tinggal dengan istri, anak kedua, keempat dan kelima
beserta menantu dan anak dari istri anak kelimanya. Anak kedua bekerja sebagai
nelayan, yang merupakan pengawas minum obat (PMO) pasien. Anak ketiga tinggal
bersama istrinya di kecamatan Nambo, sedangkan anak keempat dan kelima tinggal
bersama di rumah OS beserta suami, istri dan anaknya. Hubungan dengan keluarga
baik. Waktu luang digunakan untuk mengobrol dengan keluarga dan menonton TV.
Semua masalah yang berhubungan dengan keluarga diselesaikan dengan
musyawarah. Jika ada masalah pribadi dibicarakan dengan istri.
3. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir os tamat SD, istri os tamat SD. Anak kedua dank e ketiga
tamat SMP sementara anak keempat dan kelima tamat SMA. Menantunya tamatan
SMP. Tidak terdapat perencanaan dan dana khusus untuk pendidikan anak.
4. Fungsi Sosial
Penderita tinggal di kawasan perkampungan yang padat penduduk. Hubungan
dengan tetangga terjalin baik dan pergaulan umumnya berasal dari kalangan
menengah ke bawah.
5. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Sebelum sakit sumber penghasilan keluarga dari pasien yang bekerja sebagai
nelayan. Namun dibantu dengan istri dan anaknya, tapi setelah menderita TB pasien
sudah tidak bekerja. Sumber penghasilan dalam keluarga dari istri yang bekerja
sebagai buruh pabrik, anak kedua sebagai nelayan, suami anak ke empat dan anak
kelimanya bekerja sebagai buruh pabrik dengan rata-rata penghasilan perbulan tidak
tetap, kadang Rp 1.000.000 perbulan, namun kadang lebih.



12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tuberculosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim
paru, disebabkan oleh bakeri Mycobacterium tuberculosis.
II. Etiologi
Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk basil dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24
Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil
Koch. Bahkan penyakit TB pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP).

Gambar 2. Bakteri Mycobacterium tuberkulosa


III. Epidemiologi Penyakit TB
Penyakit TB dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan,
miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan
seperempat juta kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya
13

disebabkan oleh TB. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan
masalah TB di dunia. Survei prevalensi TB yang dilakukan dienam propinsi pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TB di Indonesia berkisar
antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TB Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TB pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

IV. Cara Penularan Penyakit TB
Penyakit TB biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB dewasa. Bakteri ini
bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi
banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat
menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah
infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak,
ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Gambar 3. Penyebaran Kuman TB
14

V. Patogenesis
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka
dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme
pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TB akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang
sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap
dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan
tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).
Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TB.

VI. Faktor Faktor Resiko TB
1. Faktor Umur
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu
umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian
yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya
mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru
adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.



15

2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada
tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan
jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru
Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki
sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya
TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain
itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di
daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga
yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan
dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai
dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang
16

kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru.
Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka
kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan
mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per
tahun adalah 230 batang, relative lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di
Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di
Pakistan. Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%
terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan
adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga
terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan
dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk
mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu
dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari
17

dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin
volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen didalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.Intensitas
pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux.,
kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya
dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman
untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak
berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang
melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur
maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik
karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini
akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri
penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteribakteri,terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang
18

terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban
(humiditiy) yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas
lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal
5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas
lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara
dalam ruangan. Umumnya temperature kamar 22 30C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TB.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan
dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan
dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.

VII. Gejala Klinis
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah


19

2. Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).

a. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah rutin:
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju
endapan darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang
normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.
Pemeriksaan bakteriologik:
Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum,
bilasan lambung, jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan
pleura, cucian lambung, cairan serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan
laring.
1. Pemeriksaan mikroskopik biasa
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan
paling sedikit 5000 batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan.
Pewarnaan yang umum dipakai adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan
Kinyoun-Gabbett.
Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara;
1. Spot (sputum saat kunjungan pertama)
2. Sputum pagi (keesokan harinya)
3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua).
Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut :
20


Tabel 2. Penilaian Sputum BTA

VIII. Pengobatan Penyakit TB
Pengobatan bagi penderita penyakit TB akan menjalani proses yang cukup
lama, yaitu berkisar dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.penyakit TB
bisa disembuhkan secara total apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-
obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki daya tahan tubuhnya dengan gizi
yang cukup baik. Untuk mengetahui perkembangannya yang kebih baik maka
disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah,sputum urine dan
Xray atau raontgen setiap 3 bulannya.
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,yaitu tahap awal intensif dan tahap
lanjutan:
1. Tahap Awal (intensif)
Pada tahap awal intensif (awal) pasien mendapat 3 atau 4 obat sekaligus setiap
hari selama 2 bulan dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat Bila pengobatan tahan intensif tersebut diberikan secara
tepat,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dala kurun waktu 1-2 bulan.


21

2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,2 macam
saja.namun dalam jangka waktu yang lebih lama biasanya 4 bulan. Obat dapat
diberikan setiap hari maupun secara intermiten, beberapa dalam 1 minggu. Tahap
lanjutan penting adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Jenis obat yang digunakan INH, rifampisin, ethambutol, pirazinamid,
streptomicin(inj). Paduan pengobatan TB Paru :
Kategori 1
1. Pasien baru TB Paru BTA positif
2. Pasien TB Paru BTA negatif dengan gambaran foto thorax sesuai TB
3. Pasien TB diluar paru
4. 2RHZE/4R3H3 atau 2RHZE/6HE atau 2RHZE/4RH
Kategori 2
1. Pasien yang sudah sembuh lalu kambuh lagi
2. Pasien gagal , yang tidak sembuh diobati
3. Pasien dengan pengobatan setelah sempat berhenti berobat
4. 2RHZES/1RHZE atau 2RHZES/1RHZE/5RHE
Kategori 3
1. Kasus TB Paru sputum BTA (-) selain dari kategori 1
2. TB ekstrapulmoner (menengah berat)
3. 2RHZE / 4 RH/6RHE atau 2RHZ/4R3H3







22

Berat Badan Tahap Intensif
(tiap hari selama 2 bulan)
Tahap Lanjutan ( 3 kali
seminggu selama 4 bulan)
30-37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC
38-54 kg 3 Tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55-70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
>70 kg 5 TABLET 4FDC 5 tablet 4FDC
Tabel 3. Panduan Pemberian OAT di Puskesmas

XI. Strategi DOTS
DOTS adalah suatu strategi yang sudah dibaku oleh badan kesehatan dunia
WHO dalam program pemberantasan TB. DOTS sendiri kepanjangan dari Directly
Observed Treatment,short-course yang mempunyai 5 komponen :
1. Komitmen pemerintah dalam program pemberantasan TB dimasyarakat sampai
tuntas,
2. Diagnosis pasien-pasien TB berdasar pemeriksaan dahak (sputum BTA)secara
microskopik.
3. Pemberian obat secara standart selama minimal 6 bulan.
4. Terjamin ketersediaan obat
5. Pencatatan dan pelaparan yang baik terhadap kasus-kasus TB yang diobati.
Dimana dan kapan saja pasien diobati harus dicatat dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan setempat.






23

BAB III
ANALISIS KASUS

Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 2 Juni 2014,
didapatkan bahwa pasien menderita TB Paru. Pasien berusia 53 tahun. Pasien kurang
memberi perhatian yang cukup baik akan keadaan kesehatan dirinya dan anggota
keluarganya. Pasien seorang nelayan. Pasien memiliki 5 orang anak, Anak pertama
meninggal karena komplikasi tifoid, 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. 3
diantaranya telah berkeluarga.
Pasien tinggal bersama istri, anak ke-2, anak ke-4 dan suami, anak ke-5 dan
istri serta anaknya. Rumah pasien tergolong tidak sehat dilihat dari ventilasi yang
kurang memadai. Penerangan rumah kurang baik, kebersihan rumah kurang baik.
Rumah pasien berlantaikan semen. Di dalam rumah terdapat dapur dan kamar tidur
yang tidak memiliki ventilasi. Jamban yang digunakan berada di rumah sendiri.
Terdapat pembuangan sistem pembuangan air limbah dan sampah di depan rumah
pasien. Rumah pasien terdapat pekarangan sempit yang digunakan hanya untuk
membakar sampah.
Lingkungan sekitar rumah pasien juga terbilang kumuh, banyak sampah yang
berserakan dengan kepadatan rumah yang cukup tinggi. Pasien mengaku tetangga
yang berjarak 1 rumah dari rumahnya meninggal pada bulan November 2013 karena
batuk-batuk lama yang tidak diobati.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang
cukup taat beribadah beragama Islam, pasien berpuasa dan sering sholat. Istri OS
ketika diperiksa tidak menunjukan gejala-gejala seperti yang dialami oleh OS.
Saat ini kondisi pasien masuk dalam pongobatan TB akhir bulan ke 5,
sehingga apabila obat yang saat ini telah habis, maka sputum pasien akan diperiksa
kembali. Keadaan pasien saat ini cukup baik bila dibandingkan dengan kondisi saat
pertama kali didiagnosa. Sudah tidak ada keluahan yang dirasakan pasien saat ini.
24

Selain pengobatan secara medis yang berkala, untuk mencapai tingkat
kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang
lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, asupan gizi yang baik, memperbaiki pola
makan dan berolah raga secara teratur, serta keadaan psikologis yang lebih baik
(keluarga yang mendukung dalam minum obat serta rekreasi sehingga dapat
mengurangi tingkat stres).















25

BAB IV
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Tuberkulosis paru sampai saat ini masih merupakan problem kesehatan yang
masih sulit terpecahkan. Penyakit TB dianggap menakutkan karena bila menyerang
paru-paru dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru
sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu penularannya sangat mudah, yaitu
melalui dahak penderita yang keluar bersama batuknya, kemudian mengering dan
menjadi droplet di udara sehingga dapat mengenai siapa saja. Penyakit TB semakin
banyak menjangkiti populasi karena semakin rendah daya tahan tubuh. Selain itu
kurangnya perhatian terhadap kebersihan linkungan(udara) dan gizi yang seimbang
semakin memperberat angka kejadiannya.

II. SARAN
Kasus penyakit TB paru sangat terkait dengan faktor prilaku dan
lingkungan,karena faktor lingkungan, sanitasi dan hygiene terutama terkait dengan
keberadaan kuman, dan proses penularan penyakit TBC. Sedangkan faktor perilaku
sangat berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak
terinfeksi kuman TB. Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan
kita bisa terpapar dengan kuman TB. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh
kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita
terpapar dengan kuman TB tidak akan timbul gejala.
Dimulai dari perilaku hidup sehat yaitu:
makan-makanan yang bergizi dan seimbang.
istirahat yang cukup.
olah raga teratur.
hindari rokok, alkohol, obat bius, dan hindari stress.
26

tidak meludah sembarangan tempat(meludah di tempat yang terkena sinar
matahari atau tempatyang diisikarbol/lisol).
menutup mulut dengan tissue apabila batuk atau bersin.
membuang tissue yang sudah digunakan ke tempat sampah
Penatalaksanaan lingkungan terutama pada pengaturan syarat -syarat rumah
sehat diantaranya:
ventilasi dengan pencahayaan yang baik
luas hunian dengan jumlah anggota keluarga
kebersihan rumah dan lingkungan tempat tinggal
penanaman pohon untuk program green & clean, untuk memperoleh udara
yang bersih.

Saran kepada petugas kesehatan
1. Kepada petugas kesehatan perlu memberikan pengetahuan lebih kepada Pasien
tentang penyakit TB Paru.
2. Pada petugas kesehatan harus lebih berperan aktif dalam peningkatan pengobatan
bagi pasien penyakit TB Paru








27

DAFTAR PUSTAKA


Ananda T. Tuberculosis. [ serial on internet]. 2009. [cited 2014 Jun 1]. Available
from : http://www.emedicine.com
Depkes RI. Modul IV Pengobatan Pasien TB di UPK. Pelatihan Penanggulangan TB
Bagi Pengelola Program TB. Jakarta. 2009.
Depkes RI. Modul VI Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Strategi DOTS di UPK.
Penanggulangan TB Bagi Pengelola Program TB. Jakarta. 2009.
Depkes RI. Pedoman kerja puskesmas.Jilid III tahun 2010 hal G-28.
Razis A. Tuberkulosis Paru dalam Panduan Pelayanan Medik. ed 3. Jakarta: FKUI;
2009.hal109-11.
World Health Organization. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. [serial on the
internet]. 2010 [cited 2014 Jun 1 ]. Available from :
http://tbindonesia.or.id/pdf/Data_tb_1_2010.pdf.










28

LAMPIRAN

Gambar 1. Ruang tamu pasien dengan ventilasi yang cukup


Gambar 2. Ruang tengah dengan pintu dan jendela yang selalu dibuka

29


Gambar 3. Kamar tidur yang pengap tanpa ventilasi


Gambar 4. Hasil konversi BTA pasien bulan ke 2 pengbatan
30



Gambar 5. Foto bersama pasien dan programer P2M Puskesmas Abeli

Anda mungkin juga menyukai