Disusun oleh : Anindhiya Setyaningrum 11108244083 Azizah Rukhamaun N 11108244100 Anasa Kurniati R 11108244108 Kelas 5i
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PENDIDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARATA 2013
PENDAHULUAN Manusia hidup bersama manusia lain pasti pernah mengalami berbagai masalah. Entah itu masalah individual atau masalah yang berhubungan dengan orang lain di sekitarnya. Masalah-masalah yang terjadi pada diri sendiri tentu akan dimaknai dan diselesaikan dari sudut pandangnya sehingga masalah itu dirasa sudah selesai. Namun, berbeda dengan masalah yang terjadi antara dirinya dan orang lain. Tidak bisa seseorang hanya mengannggap benar setiap apa yang ia kerjakan tanpa meihat atau mempedulikan pendapat atau sudut pandang orang lain. Jika ketidaksesuaian pendapat atau sudut pandang terjadi antara dua belah pihak atau lebih, maka akan mengakibakan konflik antar individu. Konflik ini memerlukan penyelesaian yang melibatkan keduanya. Sehingga tidak terjadi lagi kesaalahpahaman dan ketidakcocokan karena keduanya sudah memahami apa yang menjadi pendapat atau sudut pandang masing-masing pihak. Begitu juga pada anak usia sekolah dasar. Anak-anak pada usia tersebut sudah memiliki sudut pandang tersendiri mengikuti apa yang menjadi sudut pandang teman, keluarga, atau guru. Namun jika sudut pandang yang dia anut ternyata berbeda dengan sudut pandang teman lain atau norma yang berlaku di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya, akan menimbulkan konflik-konflik yang sebenarnya tidak perlu. Konflik juga bisa terjadi karena sifat kekanak- kanakan anak masih jelas ada dan eksis. A. Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. (Humaeroh,dkk: 2011) Konflik dalam kehidupan sehari-hari terutama di sekolah dasar bisaanya berupa pertengkaran, perselisihan, ketegangan yang terjadi antara kedua belah pihak yang berkonflik. Konflik-konflik seperti ini biasanya terjadi karena adanya ketidaksesuaian pendapat atau sudut pandang dari kedua pihak yang berkonflik. Jika masalah atau konflik ini tidak segera diselesaikan akan mengakibatkan konflik berkepanjangan yang semakin sulit ditangani. Pihak yang memiliki kekuasaan akan terus menindas pihak yang lemah meskipun kebenaran berada pada pihak yang lemah, begitupun sebaliknya. Mereka saling mempertahankan diri agar bisa menang yang akan mengakibatkan kedua belahpihak selalu dalam sikap oposisi. Menurut kamus bahasa Indonesia (1997), konflik berati percekcokan, pertentangan, atau perselisihan. Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan. Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Menurut Vasta (Indati, 1996), konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara orang- orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang yang berteman. Konflik muncul bila terdapat adanya kesalahpahaman pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan terdapat adanya antagonisme-antagonisme emosional. (Ahmad Thontowi) Menurut Theodorson & Theodorson, 1979 : 71, konflik adalah perjuangan yang dilakukan secara sadar dan langsung antara individu dan atau kelompok untuk tujuan yang sama. Mengalahkan saingan nampaknya merupakan cara yang penting untuk mencapai tujuan. (Sadu Wasistiono) Menurut Kilmann & Thomas (dalam Luthans, 1983 : 366) yang dimaksud dengan konflik adalah : Suatu kondisi ketidakcocokan obyektif antara nilai-nilai atau tujuan-tujuan, seperti perilaku yang secara sengaja mengganggu upaya pencapaian tujuan, dan secara emosional mengandung suasana permusuhan. (Sadu Wasistiono) Beberapa defiisi konflik ini bisa disimpulkan, konflik merupakan segala bentuk pertentangan atau sikap oposisi yang ditunjukkan oleh pihak terkait. Konflik-konflik yang terjadi tidak hanya konflik yang berasal dari dalam diri seorang individu, ada juga konflik yang melibatkan personal-personal di luar peserta didik. Konflik semacam ini yaitu konflik antarpersonal dapat diselesaikan mengguanakan beberapa teknik. B. Faktor Penyebab Konflik 1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda dan sifat yang berbeda-beda pula. Perbedaan karakter ini memiliki sisi positif dalam menciptakan keberagaman di lingkungan masyarakat. Namun, perbedaan ini juga memiliki sisi negative, yaitu dapat menimbulkan konflik antar individu. Ada kalanya seorang individu tidak bisa menerima karakter individu yang lain sehingga hal ini dapat menyebabkan timbulnya konflik. 2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Latar belakang kebudayaan juga dapat menimbulkan konflik karena dari perbedaan kebudayaan ini melahirkan masyarakat yang memiliki sudut pandang dan pola pikir yang berbeda dengan masyarakat yang lain. 3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Setiap individu atau kelompok memiliki kepentingan tersendiri. Untuk memenuhi kepentingan tersebut terkadanag harus bersaing dengan individu atau kelompok lain sehingga seringkali hal ini menyebabkan terjadinya konflik. 4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang bisaanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada. C. Strategi Penyelesaian Konflik Dalam menyelesaikan konflik atau masalah pada individu, dapat digunakan konseling dan persuasif. Konseling diartikan secara sempit sebagai konseli atau seseorang yang mengalami masalah dapat menemukan jalannya sendiri untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan pada persuasif, individu dapat menyelesaikan masalah dengan cara dibujuk oleh orang lain. 1. Teknik Konseling Konseling berasal dari kata Counselling yang berarti penyuluhan. Namun, penyeluhan memiliki arti yang luas sehingga arti kata konseling dipersempit menjadi konseling mencakup semua bentuk hubungan antara dua orang, dimana seorang adalah klien dibantu untuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Back (dalam Bimbingan dan Konseling di sekolah lanjutan) mengemukakan pendapatnya tentang konseling sebagai berikut. a. Konseling mengandung arti sebagai bantuan kepada individu untuk menyesuaikan diri dalam situasi kritis b. Konseling adalah membantu individu untuk menyatakan dirinya ke dalam suatu pemecahan masalah yang rumit untuk mempengaruhi perubahan sebagian besar dari tingkah laku klien secara suka rela. c. Konseling diartikan sebagai proses hubungan antara dua orang, dimana yang satunya dibantu dengan yang lainnya untuk meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah. 2. Teknik Persuasif Istilah persuasi (persuasion) bersumber dari perkataan latin, yaitu persuasio, yang kata kerjanya adalah persuadere, yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Persuasi dapat diartikan sebagai berikut: a. Ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek yang baik dan meyakinkan. b. Membujuk secara halus c. Proses komunikasi verbal maupun non verbal yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar yang mengharapkan terjadinya perubahan pada diri seseorang. Sedangkan menurut para ahli, persuasi didefiniksikan antara lain sebagai berikut: a. Nothstine (1991) memberi batasan persuasi sebagai setiap usaha untuk mempengaruhi tindakan atau penilaian orang lain dengan cara berbicara atau menulis kepada mereka. b. Brembeck and Howell (1952) mendefinisikan persuasi sebagai usaha sadar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan memanipulasikan motif orang ke arah tujuan yang sudah ditetapkan. c. Andersen (1972) membatasi pengertian persuasi sebagai suatu proses komunikasi interpersonal, di mana komunikator berupaya dengan menggunakan lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi penerima. Jadi, secara sengaja mengubah sikap atau kegiatan, seperti yang diinginkan komunikator. d. Dalam memahami konsep persuasif, Bettinghause (1973) menjelaskan: "Agar bersifat persuasif, suatu situasi komunikasi harus mengandung upaya yang dilakukan seseorang dengan sadar untuk mengubah perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan menyampaikan beberapa pesan. e. Larson (1986) mengartikan persuasi sebagai penciptaan bersama dari suatu pernyataan identifikasi atau kerja sama di antara sumber pesan dengan penerima pesan yang diakibatkan oleh penggunaan simbol-simbol. f. Applebaum dan Anatol (1974) mendefinisikan persuasi sebagai "Proses komunikasi yang kompleks pada saat individu atau kelompok mengungkap-kan pesan, baik disengaja ataupun tidak, melalui cara-cara verbal dan nonverbal untuk memperoleh respons tertentu dari individu atau kelompok lain. g. Ilardo (1981) mendefinisikan persuasi sebagai communicative prosess of altering the beliefs, attitudes, intentions, or behavior of another by the conscious or unconscious use of words and nonverbal messages (Persuasi adalah proses komunikatif untuk mengubah kepercayaan, sikap, perhatian atau perilaku baik secara dasar maupun tidak dengan menggunakan kata-kata dan pesan non-verbal). 3. Teknik Win-Lose Menurut Wijono (1993 : 66-112) teknik-teknik penyelesaian konflik antara lain menang-menang (win-win), menang-kalah (win-lose), kalah-menang (lose-win), kalah-kalah (lose-lose). (Humaeroh,dkk: 2011). Menurut beberapa sumber, teknik penyelesaian koflik win-lose strategy merupakan cara untuk meneyelesaiakan konflik yang paling bijaksana karena pihak yang ditindas akan dimenangkan, sedangkan pihak yang menindas akan dikalahkan. Oleh karena itu teknik yang lebih sering digunakan akan teknik win-lose atau menang-kalah. Selanjutnya akan dibahas lebih mendalam mengenai teknik win-lose (menang-kalah). Teknik win-lose memberikan penekanan penyelesaian masalah dengan memenangkan salah satu pihak dan menakhlukkan lawan lain. Sehingga jelas siapa yang benar (menang) dan siapa yang salah (kalah). Ketika sudah dipastikan siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah, akan menyebabkan pihak yang dimungkinkan kalah menjadi bersiap dalam pertemuan selanjutnya. Persaingan antar kedua pihak menjadi lebih tegang dan terasa sekali suasana persaingannya. Penyelesaian teknik ini akan sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang kalah. Teknik ini bisaanya hanya digunakan ketika menghadapi masalah yang membutuhkan penyelesaian secara cepat dan tegas. Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui: a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence). b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity). c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers). d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits). e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan. (Humaeroh,dkk: 2011) Penutup Setiap individu ataupun kelompok pasti pernah mengalami konflik dengan orang lain atau kelompok lain. Konflik bisa terjadi pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Dalam meneyelesaikan konflik ini dapat menggunakan teknik bimbingan, konseling, maupun persuasi. Pada teknik bimbingan, klien dibimbing untuk menyelesaikan masalah secara eksplisit atau klien dapat menemukan jalan keluar masalahnya dengan bantuan orang lain. Pada teknik konseling, klien atau konseli dibantu menyelesaikan masalah, namun secara implisit. Artinya, konselor membantu dengan memberikan berbagai perumpaan untuk masalah klien atau dengan memberikan cerita yang sesuai dengan masalah yang dihadapi klien sehingga klien dapat menyimpulkan solusinya sendiri dan masalahnya pun terselesaikan dengan baik. Sedangkan pada persuasi, klien diberikan nasihat dan dorongan serta bujukan untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam memberikan persuasi ini perlu diperhatikan adanya tinggi hubungan atau kedekatan dengan klien agar klien percaya dan mau melakukan hal sesuai perkataan pemberi persuasi. Penyelesaian konflik yang menggunakan tiga teknik tersebut seringkali melahirkan penyelesaian konflik menang-menang (win-win), menang-kalah (win- lose), dan kalah-kalah (lose-lose). Penyelesaian yang seringkali muncul adalah menang-kalah (win-lose). Dalam penyelesaian konflik win-lose ini ada pihak yang dimenangkan dan ada pula pihak yang dikalahkan. Penyelesaian konflik menggunakan teknik ini terkadang menimbulkan rasa tidak puas pada pihak yang kalah, oleh karena itu pemberian bimbingan, konseling, maupun persuasif harus secara intensif diberikan pada pihak yang kalah agar individu tersebut mau menerima kekalahan dan masalah dengan pihak yang menang pun dapat terselesaikan.