Tik merupakan gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba,
rekuren, tidak berirama, dan strereotipik. Tik motorik dan vokal dibagi menjadi tik yang sederhana dan komplek, tik motorik sederhana adalah tik yang terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari kelompok otot yang secara fungsional serupa. Gangguan tik termasuk sejumlah kondisi yang transien dan kronik yang cukup berat untuk menyebabkan gangguan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) memiliki empat gangguan tik yaitu gangguan tik motorik atau vokal kronis, gangguan tik transien, gangguan tik yang tidak ditentukan dan salah satunya adalah gangguan tourette. Ssindrom tourette adalah.......................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Sindrom tourette pertama kali dikenalkan oleh George Gilles de la Tourette yang tengah meneliti dengan Jean Martin Charcot di Prancis pada tahun 1885, ia menemukan sindroma pada beberapa pasien yang berupa tik motorik multipel, koprolalia, dan ekolalia.
2. Epidemiologi Prevalensi seumur hidup gangguan Tourette diperkirakan 4 sampai 5 per 10.000. onset komponen motorik dari gangguan biasanya terjadi pada usia 7 tahun; tik vokal timbul rata-rata pada usia 11 tahun. Gangguan ini terjadi kira-kira tiga kalli lebih sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. 3. Etiologi Dari berbagai literatur menyatakan bahwa penyebab dari kelaianan ini belum dapat dipastikan, namun beberapa kemungkinan kondisi yang dapat menyebabkan kondisi ini antara lain: a. Faktor genetik Akhir-akhir ini semakin banyak bukti yang menyatakan bahwa faktor genetik memainkan peran dalam perkembangan ganguan tourette. Penelitian anak kembar telah menyatakan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan pada kembar monozigotik adalah lebih tinggi secara bermakna dibandingkan pada kembar dizigotik. Kenyataan bahwa gangguan tourette dan gangguan tik motorik atau vokal kronis kemungkinan terjadi pada keluarga yang sama mendukung pandangan bahwa gangguan adalah bagian dari spektrum yang ditentukan secara genetik. Anak laki-laki dari ibu dengan gangguan tourette tampaknya memiliki resiko tertinggi untuk gangguan. Bukti-bukti pada beberapa keluarga menyatakan bahwa gangguan tourette ditransmisikan dalam cara autosomal dominan. Terdapat hubungan antara gangguan tourette dan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas; sampai separuh pasien gangguan tourette juga memiliki gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas. Terdapat juga hubungan antara gangguan tourette dan gangguan obsesif kompulsif. Disamping itu, keluarga generasi pertama dari orang dengan gangguan tourette berada dalam resiko tinggi untuk mengalami gangguan tourette, gangguan tik motorik dan vokal kronis, dan gangguan obsesif kompulsif. Dengan memandang adanya gangguan defisit- atensi/hiperaktivitas pada lebih dari separuh pasien dengan gangguan tourette, timbul pertanyaan tentang hubungan genetik antara kedua gangguan tersebut. b. Faktor neurokimiawi dan neuro anatomi Kumpulan bukti-bukti keterlibatan sistem dopamin dalam gangguan tik adalah pengamatan bahwa agen farmakologis yang mengantagonis dopamin, pimozid, dan fluphenazine menekan tik dan bahwaagen yang menigkatkan aktivitas dopaminergik sentral, sedangkan methylphenidate, amphetamine, pemoline dan kokain cenderung mengeksaserbasi tik. Tetapi hubungan tik dengan sistem dopamin adalah tidak sederhan, karena pada beberapa kasus medikasi antipsikotik, seperti haloperidol adalah tidak efektif dalam menurunkan tik dan efek stimulan pada gangguan tik adalah bervariasi. Pada beberapa kasus, gangguan tourette telah timbul selama terapi dengan medikasi antipsikotik, yang menyebabkan istilah tardive Tourettes disorders karena kemiripan gangguan tersebut dengan tardive dyskinesia. Opiat endogen mungkin terlibat dalam gangguan tik dan gangguan obsesif kompulsif. Beberapa bukti menyatakan bahwa agen farmakologis yang mengantagonis opiat endogen. Kelaianan pada sistem noradrenergik telah dilibatkan dengan menurunnya tik pada beberapa kasus oleh Clonidine, suatu agonis adrenergik- yang menurunkan pelepasan norepinefrin dalam sistem saraf pusat, yang dapat menurunkan aktivitas sistem dopaminergik. Kelainan di sistem ganglia basalis menyebabkan berbagai gangguan pergerakan, seperti pada penyakit Huntington, dan dinyatakan sebagai kemungkinan tempat gangguan pada gangguan tourette, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas. 4. Gambaran Klinis dan Diagnosis Untuk membuat suatu diagnosis sindrom tourette, klinisi harus menggali riwayat tik motorik multipel dan timbulnya sekurangnya satu tik vokal pada suatu saat pada gangguan. Menurut DSM-IV tik harus terjadi beberapa kali dalam sehari, setiap hari atau secara intermiten selama lebih dari satu tahun. Usia rata-rata onset tik adalah 7 tahun, tetapi tik dapat terjadi lebih awal pada usia 2 tahun. Onset harus terjadi sebelum usia 18 tahun. Menurut DSM-IV, tik bukan merupakan akibat langsung dari zat (seperti stimulan) atau kondisi medis. Pada gangguan Tourette, tik awal adalah pada leher dan wajah. Dengan berjalannya waktu, tik cenderung berjalan ke bawah. Tik yang paling sering digambarkan adalah yang mengenai: a. Wajah dan kepala Gerakan yang sering terjadi seperti mengerutkan dahi, menaikkan alis mata, mengedipkan kelopak mata, mengedutkan mulut, menunjukkan gigi, menggigit bibir dan bagian lain, menjulurkan lidah, menarik rahang bawah, menganggukkan, menyentakkan atau menggoncangkan kepala, memuntir leher, menoleh kesamping, dan memutarkan kepala. b. Lengan dan tangan Pada bagian ini pasien umumnya sering menyentakkan tangan, menyentakkam lengan, menarik jari, meremas tangan dan mencengkram telapak tangan. c. Tubuh dan anggota gerak bagian bawah Yaitu dengan cara menaikkan bahu, menggoyangkan kaki, lutut atau ibu jari, gaya berjalan yang aneh, menggeliatkan tubuh dan meloncat. d. Sistem pernapasan dan pencernaan Cegukkan, menarik napas panjang, menguap, mengirup, meniup melalui lubang hidung, inspirasi berbunyi, pernapasan yang dipaksakan, bersendawa, bunyi menyedot atau mencium dan membersihkan tenggorokkan. Biasanya, gejala perilaku prodromal seperti iritabilitas, kesulitan memusatkan perhatian, dan toleransi frustasi yang buruk ditemukan sebelum atau bersamaan dengan onset tik. Lebih dari 25 persen orang dalam suatu penelitian mendapatkan stimulan untuk diagnosis gangguan defisit-atensi/hiperaktifitas sebelum mendapatkan diagnosis gangguan Tourette. Gejala awal yang paling sering adalah tik kedipan mata, diikuti oleh tik kepala atau tik seringai wajah. Sebagian besar dari gejala motorik dan vokal kompleks timbul beberapa tahun setelah gejala awal. Koprolallia biasanya dimulai pada masa remaja awal dan terjadi pada sepertiga dari semua kasus. Koprolallia mental merupakan keadaan dimana pasien mengingat pikiran atau kata-kata cabul secara tiba-tiba, intrusif dan tidak dapat diterima secara sosial. Pada beberapa kasus yang berat, cedera fisik, termasuk pelepasan retina dan masalah ortopedik telah diakibatkan oleh tik yang parah. Obsesi, kompulsi, kesulitan memusatkan perhatian, impulsivitas dan masalah kepribagian telah dihubungkan dengan gangguan Tourette. Kesulitan memusatkan perhatian sering mendahului onset tik, sedangkangejala obsesif kompulsif sering terjadi setelah onset tik. Masih diperdebatkan apakah masalah tersebut biasanya berkembang secara sekunder dari tik pasien atau disebabkan secara primer oleh kondisi patobiologis dasar yang sama. Banyak tik memiliki komponen agresif atau seksual, yang dapat menyebabkan akibat sosial yang serius bagi pasien. Secara fenomenologi, tik menyerupai kegagalan penyensoran, baik sadar atau bawah sadar, dengan peningkatan impulsivitas dan transformasi pikiran yang terlalu cepat kepada tindakan. Kriteria diagnostik untuk gangguan Tourette menurut DSM-IV adalah: a. Baik tik motorik multipel dan stu atau lebih tik vokal telah ditemukan pada suatu saat selama penyakit, walaupun tidak selalu bersamaan. (tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi yang tiba- tiba, cepat, rekuren, nonritmik, stereotipik). b. Tik terjadi berulang kali dalam sehari (biasanya dalam kumpulan), hampir setiap hari atau secara intermiten selama periode lebih dari satu tahun, dan selama periode ini tidak pernah terdapat periode bebas tik selama lebih dari tiga bulan berturut-turut. c. Onset sebelum usia 18 tahun d. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, stimulan) atau kondisi medis umum (misalnya,, penyakit huntington atau ensefalitis pasca infeksi virus). Sedangkan kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III sindrom Tourette adalah: Tic motorik multipel dengan satu atau beberapa tic vokial, yang tidak harus timbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul. Onset hampir selalu pada masa kanak atau remaja. Lazimnya ada riwayat tic motorik sebelum timbulnya tic vokal; sindrom ini sering memburuk pada usia remaja dan lazim pula menetap sampai usia dewasa. Tic vocal sering bersifat multipel dengan letupan vokalisasi yang berulang-ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan adakalanya diucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat cabul. Adakalanya diiringi gerakkan isyarat ekopraksia, yang dapat juga bersifat cabul (copropraxia). Seperti juga pada tik motorik, tik vokal ditekan dengan kemauan untuk jangka waktu singkat, bertambah parah karena stres dan berhenti saat tidur. 5. Diagnosis Banding Tik harus dibedakan dari gangguan pergerakan lain (contoh gerakan distonik, koreiform, atetoid, mioklonik, dan hemibalismik) dan penyakit neurologis dimana gangguan pergerakan adalah karakteristik (contoh: penyakit huntington, parkinsonisme, korea sindindenham, dan penyakit wilson). Sifat volunter dari gangguan pergerakan stereotipik dan kenyataan bahwa gerakkan tidak menyebabkan penderitaan. 6. Prognosis Bila tidak diobati, gangguan Tourette biasanya adalah penyakit yang kronis dan seumur hidup dengan relatif remisi dan eksaserbasi. Gejala awal dapat menurun, menetap atau meningkat dan gejala yang lama mungkin digantikan oleh gejala yang baru. Orang yang terkena parah mungkin memiliki masalah emosional yang serius, termasuk gangguan depresif berat. Beberapa kesulitan tersebut tampaknya berhubungan dengan gangguan Tourette, sedangkan yang lainnya disebabkan dari akibat sosial, akademik dan kejuruan yang berat, yang merupakan sekuela yang sering dari gangguan. Pada beberapa kasus kekecewaan tentang gangguan fungsi sosial dan pekerjaan adalah sangat parah sehingga orang berfikir dan berusaha bunuh diri. Tetapi beberapa anak dengan gangguan Tourette memiliki hubungan teman sebaya yang memuaskan, berfungsi baik di sekolah dan memiliki hargadiri yang adekuat; mereka mungkin tidak memerlukan terapi dan dapat dimonitor oleh dokter pediatriknya. 7. Terapi Terapi farmakologis adalah paling efektif untuk gangguan Tourette, tetapi pasien dengan kasusu ringan mungkin tidak memerlukan medikasi. Psikoterapi biasanya tidak efektif sebagai modalitas terappi yang utama, walaupun dapat membantu pasien menghadapi gejala gangguan dari tiap kesulitan kepribadian dan perilaku yang menyertainya. Haloperidol adalah obat yang paling sering diresepkan untuk gangguan Tourette. Sampai 80 persen pasien memiliki rspon yang baik, gejala mereka menurun sebesar 70 sampai 90 persen frekuensi dasar. Tetapi pemeriksaan follow-up menyatakan bahwa hanya 20 sampai 30 persen pasien tersebut harus menggunakan terapi pemeliharaan jangka panjang. Haloperidol tampaknya paling efektif pada dosis yang relatif kecil. Dosis harian awal untuk remaja dan dewasa biasanya antara 0,25 sampai 0,5 mg haloperidol. Obat ini tidak lazim digunakan pada anak dibawah 3 tahun. Untuk anak-anak usia antara 3 dan 12 tahun, dosisi total harian yang dianjurkan adalah antara 0,05 sampai 0,075 mg per kg, diberikan dalam dosis terbagi dua atau tiga kali sehari. Dosis tersebut memiliki batas harian 3 mg haloperidol untuk anak dengan berat badan 40 kg. Dosis pada semua pasien harus ditingkatkan perlahan, untuk menekan kemungkinan reaksi distonik akut. Dosis efektif maksimum pada remaja dan dewasa adalah antara 3 sampai 4 mg sehari, tetapi beberapa pasien memerlukan dosis 10 sampai 15 mg sehari. Pimozide merupakan suatu inhibitor reseptor dopamin pasca sinaptik yang juga dapat berfungsi dalam mengobati gangguan Tourette. Namun dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa haoperidol lebih efektif dibandingkan pimozide. Dosis awal pimozid biasanya adalah 1 sampai 2 mg sehari dalam dosis terbagi; dosis mungkin ditingkatkan tiap selang sehari. Sebagian besar pasien dipertahankan pada dosis kurang dari 0,2 mg per kg sehari atau 10 mg sehari, mana yang lebih rendah. Dosis 0,3 mg per kg sehari atau 20 mg sehari tidak boleh dilebihi.