Anda di halaman 1dari 120

NASKAH PUBLIKASI

J udul Tesis : ANALISIS KEBIJ AKAN LINGKUNGAN DALAM


PENGELOLAAN TATA RUANG DI KOTA
PEMATANGSIANTAR


N a m a : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJ UNTAK

N I M : 057005052

Program Studi : Ilmu Hukum




Menyetujui :

Komisi Pembimbing



Prof. Syamsul Arifin, SH,MH
Ketua






Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Dr. Sunarmi, SH. MHum
Anggota Anggota









Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.


NASKAH PUBLIKASI


ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN
DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI
KOTA PEMATANGSIANTAR


TESIS

Oleh :


LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK
057005052/ HK









SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.


HALAMAN PENGESAHAN
( SEMINAR HASIL )



N a m a : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJ UNTAK

N I M : 057005052

Program Studi : Ilmu Hukum

J udul Tesis : ANALISIS KEBIJ AKAN LINGKUNGAN DALAM
PENGELOLAAN TATA RUANG DI KOTA
PEMATANGSIANTAR


Menyetujui :

Komisi Pembimbing



Prof. Syamsul Arifin, SH,MH
Ketua




Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Dr. Sunarmi, SH. MHum
Anggota Anggota


Ketua Program Studi Ilmu Hukum D i r e k t u r



Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.MH Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.MSc
NIP. 131570455 NIP. 130535852


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.


ANALISIS KEBIJAKAN LINGKUNGAN
DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DI
KOTA PEMATANGSIANTAR


TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum
Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara



Oleh :


LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJUNTAK
057005052/ HK











SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007




Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini
dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa Naskah Publikasi tesis ini bisa diselesaikan karena
banyaknya bantuan dari berbagai pihak, baik sifatnya bantuan material maupun moril.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin Lubis, DTM&H, Sp.A(K),
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Magister ;
2. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T.
Chairun Nisa B, MSc, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister
pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution SH,MH atas segala pelayanan, pengarahan dan
dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di
Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara ;
4. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada Prof. Syamsul Arifin SH,MH selaku Pembimbing Utama dan
Prof.Dr. Bismar Nasution, SH,MH dan Dr. Sunarmi,SH,Mhum selaku anggota
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan
dan sumbangsih pemikiran dalam setiap bimbingan
5. Terima kasih yang terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
ucapkan kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu SH,MHum dan Dr. T. Keizerina Devi
Azwar,SH.CN. Mhum selaku Komisi Penguji ;
6. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua Dosen Pengajar pada Program
Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan tidak
bisa kami sebutkan satu persatu yang telah memberikan materi dan peningkatan
wawasan berfikir selama mengikuti perkuliahan ;
7. Terima kasih kepada seluruh Staf yang bekerja pada Program Studi Ilmu Hukum
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara karena meluangkan tenaga
untuk mahasiswa selama mengikuti perkuliahan ;
8. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa pada Program Studi Ilmu Hukum
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;
9. Terima kasih kepada isteri dan anak-anakku yang tetap memberikan semangat
walaupun sering ditinggalkan selama mengikuti perkuliahan pada Program Studi
Ilmu Hukum Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara ;

Medan, Agustus 2007
Penulis,

Leonardo Hasudungan Simanjuntak
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN. i
KATA PENGANTAR . ii
ABSTRACT iii
INTISARI iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN . 1
A. Latar Belakang .. 1
B. Permasalahan 12
C. Tujuan penelitian .. 13
D. Manfaat Penelitian 13
E. Keaslian Penelitian 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 14
G. Metode Penelitian .. 19

BAB II KEBIJ AKAN PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR
DALAM LINGKUNGAN HIDUP .. 23
A. Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional . 23
B. Kebijakan Lingkungan Hidup Kota Pematangsiantar 40

BAB III PENGELOLAAN PENATAAN RUANG PADA PEMERINTAH
KOTA PEMATANGSIANTAR 62
A. Hukum Tata Ruang ... 61
B. Penataan Ruang dalam Perundang-undangan Nasional 66
C. Penataan Ruang dalam Peraturan Daerah Kota P.Siantar . 77

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT DI BIDANG LINGKUNGAN
DALAM PENATAAN RUANG 92
A. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat .. 92
B. Peranan Masyarakat . 94

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 102
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran 103

DAFTAR PUSTAKA




























Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

DAFTAR PUSTAKA


Akbar Faisal, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Medan ;Pustaka Bangsa
Press, 2003

Arifin Syamsul, Kerangka Acuan Kerja, Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan
yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah, Medan, 2003

____________, Penegakan Hukum Lingkungan menuju Pembangunan Berkelanjutan
yang berwawasan Lingkungan, Medan, 2000

Gumbira E. Said, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, J akarata ;Media
Sarana Pers,1987

Hapsara Habib Rachmat R, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Yogyakarta;
Gadjah Mada University Press, 2004

Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta ; Gadjah Mada
University Press, 2002

____________, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Yogyakarta ; Universitas Gadjah Mada, 1985

Hartono Sunaryati, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum
Nasional Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkum Departemen
Kehakiman RI J akarta, 21-22 J anuari 1986

Lubis M.Solly, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung ; CV Mandar Maju,
2000
____________, Sistem Nasional, Bandung ; CV Mandar Maju, 2002

Nasution Bismar, Diktat Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi, Medan,
2005

Purbacaraka Purnadi dkk, Perihal Kaedah Hukum, Bandung ; Alumni,1979

Rangkuti Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Surabaya; Airlangga Univertsity Press, 2005

Salman Otje H.R. dkk. Teori Hukum, Bandung ; Refika Aditama, 2004


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

Samekto FX Adji, Studi Hukum Kritis, Kritik terhadap Hukum Modern, Bandung;
Citra Aditya Bakti, 2005

Sidharta Bernard Arief , Refleksi Struktur Ilmu Hukum, Bandung ;Mandar Maju,
1999

Soemarwoto Otto, Pengelolaan Manfaat dan Risiko Lingkungan, Bandung ; Lembaga
Ekologi Unpad, 1981

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, J akarta ;Rajawali Press, 2006

Suratmo Gunawan , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Yogyakarta ;Gadjah
Mada University Press, 2004



Peraturan Perundang-undangan

Undang Undang Dasar RI Tahun 1945, Pembukaan

Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup

Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati

Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara RI Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3501)

Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 3699)

Undang Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.


Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3660 )

Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional ( Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3721 )

Peraturan Pemerintah RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara / Daerah ( Lembaran Negara RI Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4609 )

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 / Menkes / Per / IX / 1990 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep.03 /
MENKLH / II / 1991 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI Nomor 327 / KPTS / M /
2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang

Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 8 Tahun 1980 tentang Pembinaan
Lembaga Swadaya Masyarakat

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 15 Tahun 1989
tentang Nama dan Fungsi Lapangan Haji Adam Malik Kotamadya Daerah
Tk.II Pematangsiantar

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II pematangsiantar Nomor 19 Tahun 1989
tentang Nama dan Fungsi Lapangan / Stadion Sangnawaluh
Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992
tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 1994
tentang Rencana Umum Tata Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II
Pematangsiantar

Peraturan Daerah Kota pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Dinas Daerah Kota Pematangsiantar

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 4 Tahun 2003 tentang Retribusi
Advis Planning

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pematangsiantar

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Laporan Profil kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar dalam Angka, Tahun
2006

J urnal Konstitusi, Volume 2 Nomor 2 September 2005

Data Dinas Perhubungan Kota pematangsiantar Tahun 2006

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

Data Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

www. mahkamahkonstitusi.go.id J imly Asshidique










Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP




Nama : LEONARDO HASUDUNGAN SIMANJ UNTAK

Tempat / Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 14 Februari 1970

J enis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan :


- SD Latihan YPHKBP Pematangsiantar Lulus Tahun 1982

- SMP Negeri 4 Pematangsiantar Lulus Tahun 1985

- SMA Negeri 2 Pematangsiantar Lulus Tahun 1988

- Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia J akarta Lulus Tahun 1992

- Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum, Universitas
Sumatera Utara Lulus Tahun 2007
















Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.



DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, J akarta ;Rajawali Press, 2006


Faisal Akbar, Dimensi Hukum dalam Pemerintahan Daerah, Medan ;Pustaka Bangsa
Press, 2003

Gumbira E. Said, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, J akarata ;Media
Sarana Pers,1987

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta ; Gadjah Mada
University Press, 2002

____________, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Yogyakarta ; Universitas Gadjah Mada, 1985

M.Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Bandung ; CV Mandar Maju,
2000
____________, Sistem Nasional, Bandung ; CV Mandar Maju, 2002


Purnadi Purbacaraka dkk, Perihal Kaedah Hukum, Bandung ; Alumni,1979


Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Surabaya; Airlangga Univertsity Press, 2005


Syamsul Arifin, Kerangka Acuan Kerja, Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan
yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah, Medan, 2003

____________, Penegakan Hukum Lingkungan menuju Pembangunan Berkelanjutan
yang berwawasan Lingkungan, Medan, 2000


Sunaryati Hartono, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum
Nasional Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkum Departemen
Kehakiman RI J akarta, 21-22 J anuari 1986
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.



Peraturan Perundang-Undangan

Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati
Undang Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3660 )

Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional ( Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3721 )

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992
tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 1994
tentang Rencana Umum Tata Wilayah Kotamadya Daerah Tk.II
Pematangsiantar

Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pematangsiantar

Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan








Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.



DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan . ii
Abstract iii
Intisari iv
Kata Pengantar . vi
Daftar Isi. .. vii
A. Latar Belakang .. 1
B. Permasalahan 4
C. Tujuan penelitian .. 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Keaslian Penelitian 6
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 6
G. Metode Penelitian .. 9
H. Hasil Penelitian dan Pembahasan . 12
I.. Kesimpulan . 22
J . Saran 23

DAFTAR PUSTAKA
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 memuat tujuan nasional atau cita-
cita Negara Republik Indonesia yaitu pada alinea keempat disebutkan ,
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Berbagai dimensi kegiatan yang akan dilakukan
menuju cita-cita tersebut melalui pembangunan jangka menengah dan jangka
panjang.
Percepatan pembangunan merupakan keinginan setiap daerah dengan
mempertimbangkan kemampuannya dan local specific, sehingga reformasi telah
membawa perubahan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dengan sistim
desentralisasi. Setiap daerah otonom diberikan hak mengatur rumah tangganya
sendiri termasuk menetapkan berbagai kebijakan sesuai kewenangan masing
masing. Serangkaian program pembangunan dalam berbagai sektor di seluruh
penjuru tanah air mempunyai tujuan akhir dari rangkaian pembangunan itu adalah
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dalam artian sejahtera secara
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
2
lahiriah dan batiniah.
1
Aplikasi desentralisasi tidak berarti semua kewenangan
diserahkan kepada daerah, hal ini disebabkan bentuk negara Indonesia adalah
negara kesatuan (unitarisme) dan kesatuan sistim
2
.
Salah satu kewenangan yang diberikan kepada daerah berupa pengelolaan
tata ruang dengan memperhatikan aspek lingkungan, kependudukan, kemampuan
keuangan dan sumber daya manusia sebagai potensi yang dimiliki. Kebijakan
pemerintah daerah dan kemauan politik adalah faktor yang menentukan
pencapaian tujuan sehingga optimalisasi segenap potensi, situasi dan kondisi
dengan pendekatan filosofis, yuridis, politis, pendekatan sistim dan pandangan
strategis merupakan hal yang mendasar untuk diketahui pengambil keputusan.
Pengelolaan tata ruang bukan saja sekedar membagi bagi wilayah ke
dalam beberapa kawasan dengan alasan percepatan pembangunan dan untuk
mendatangkan investor tanpa melihat aspek hukum dan lingkungan yang dapat
menimbulkan perubahan-perubahan kelestarian lingkungan. Pasal 1 butir (1)
Undang Undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
disebutkan, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta


1
Faisal Akbar, Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah,Cetakan Pertama,( Medan:
Pustaka Bangsa Press, 2003 ) hal.43

2
M.Solly Lubis, Sistem Nasional, ( Bandung: Mandar Maju , 2002 ) hal 12 dengan
mengutip Tatang M. Amirin (1984), Campbell mendefinisikan sistim sebagai,A system as any
group of interrelated compenents or parts wich function together to achieve a goal (sistim itu
merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi
untuk mencapai sesuatu tujuan).
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
3
mahluk hidup lain. Kebijaksanaan pembangunan yang tertuju pada pembangunan
manusia seutuhnya, memuat keharusan untuk menegakkan kehidupan berimbang,
sebagai perwujudan dari keragaman lingkungan hidup dan keseimbangan
ekosistem.
3

Pembangunan lingkungan hidup yang merupakan bagian sangat penting
bagi ekosistem berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi seluruh mahluk
hidup yang diarahkan kepada terwujudnya kelestarian serta fungsi lingkungan
dalam keadaan dinamis menuju pembangunan berkelanjutan. Pengelolaan harus
dilakukan dengan baik dan terpadu yang komprehensif sebagaimana disebutkan
pada Pasal 1 butir (2) UUPLH :
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup.
Setiap orang berhak dan memiliki peran dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai aparatur
pemerintah. Peranan itu berupa penilaian dengan memberikan pendapat atau
analisis kepada pembuat keputusan dan legislatif khususnya pemberian fasilitas
ataupun izin kepada orang maupun badan usaha yang akan terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini memungkinkan bagi setiap orang di era


3
Gumbira E. Said, Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup, ( J akarta: Media
Sarana Pers, 1987 ), hal 1
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
4
desentralisasi sekaligus mendukung pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (Good Governance) dengan prinsip tranparansi dan
akuntabel dengan kata lain kepala daerah harus memperhatikan pendapat
masyarakatnya yang respon terhadap berbagai kegiatan pembangunan di
lingkungannya.
Pertambahan jumlah penduduk dan urbanisasi merupakan faktor yang
mempercepat pengembangan tata ruang suatu daerah perkotaan yang mau tidak
mau harus dilakukan pengkajian secara matang untuk pertumbuhan ekonominya
termasuk inventarisasi lahan-lahan yang belum dimanfaatkan dengan baik yang
pada gilirannya dapat menurunkan kualitas lingkungan yang ditandai dengan
4
:
a. Hilangnya ruang terbuka hijau
b. Munculnya daerah daerah kumuh
c. Pencemaran udara atau pencemaran dari aktivitas industri
d. Limbah domestik
e. Penggusuran
f. Keambrukan dan kemacetan lalu lintas
g. Hilangnya teknologi hijau
h. Munculnya cacapolis atau suatu kota yang mengerikan

Kebijakan pembangunan khususnya dalam pengelolaaan tata ruang
mendapat perhatian dari sisi lain oleh legislatif untuk proses legislasi, dimana
pendapatan asli daerah (PAD) menjadi bagian yang perlu dipertimbangkan oleh
pemerintah daerah, artinya pengembangan kawasan akan dirasakan bermanfaat


4
Syamsul Arifin, Kerangka Acuan Kerja, Seminar Mewujudkan Kawasan Perkotaan
Yang Berwawasan Lingkungan dalam Rangka Otonomi Daerah, Kerjasama Pusat Studi
Lingkungan Hidup Universitas Muhammadiyah dengan Bapedalda dan Komite Aksi
Pembangunan Yang Berkelanjutan Propinsi Sumatera Utara, (Medan : 2003-2004), hal 2
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
5
apabila diperoleh peningkatan pendapatan daerah itu. Pandangan seperti itu terlalu
sederhana bagi pembuatan peraturan daerah (making law) sehingga kualitas dari
produk peraturan untuk menjamin kepastian hukum dalam penataan ruang di kota
Pematangsiantar bisa berakibat tidak mencerminkan kepada fungsi hukum.
5
.
UU RI Nomor 24 tahun 1992 sebagaimana telah digantikan dengan UU RI
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mulai berlaku sejak
tanggal 28 April 2007 menyebutkan; Ruang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di
dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan mahluk
hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan
ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam
setempat dan teknologi yang diterapkan.

Pengelolaan tata ruang dalam kebijakan lingkungan di sini adalah menyangkut
ruang daratan, mengingat peraturan daerah tentang penataan ruang hanya sebatas
lingkup daerah perkotaan.
Selanjutnya dalam Penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa :
Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang , pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistim yang
tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya
tujuan penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu
kesatuan sistim yang harus memberi dasar yang jelas, tegas, dan menyeluruh
guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang, sehingga
undang-undang tentang penataan ruang memiliki ciri sebagai berikut :
a. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan
pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan, waktu dan
tempat


5
Bismar Nasution, Diktat Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, 2005
menyebutkan, Menurut studi yang dilakukan Burgs ada dua unsur kualitas dari hukum yang
harus dipenuhi, pertama stabilitas (stability), dimana hukum berpotensi untuk menjaga
keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing, kedua
meramalkan (predictability), berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang
diambil dan diantara kedua unsur tersebut penting diperhatikan aspek keadilan (Fairness) seperti
perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah yang diperlukan untuk menjaga
mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
6
b. Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga
mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang
berkualitas dalam segala segi pembangunan
c. Mencakup semua aspek di bidang penatan ruang sebagai dasar bagi
pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan dalam bentuk peratuaran
sendiri
d. Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut

Undang-undang ini dijadikan landasan untuk menilai dan menyesuaikan
peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi
pemanfaatan ruang yang telah berlaku baik menyangkut perairan, pertanahan,
kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah pedesaan, perkotaan,
transmigrasi, perindustrian, perikanan, jalan, landasan kontinen Indonesia, ZEE,
perumahan dan pemukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi dan
lain sebagainya.
Relevansi pengelolaan tata ruang perkotaan dengan kebijakan lingkungan
dapat dilihat pada Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 1997 tentang UUPLH
menyebutkan : Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh
pemerintah.
Pemerintah dalam pelaksanaan Pasal 8 tersebut harus
6
:
a. Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
b.Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan
hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya
genetika


6
Undang Undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
7
c.Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau subyek
hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber
daya buatan termasuk sumber daya genetika
d. Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial
e. Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan berwawasan lingkungan secara umum pada beberapa daerah
Kabupaten / Kota di Sumatera Utara dan khususnya di Kota pematangsiantar
masih belum optimal, hal ini dapat dilihat apabila muncul masalah lingkungan
tidak jelas instansi yang bertanggung jawab penuh menanganinya. Penjabaran
tugas pokok dan fungsi badan dan dinas-dinas daerah sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan dan Tata Kerja Dinas-
Dinas Daerah, ada beberapa perangkat daerah yang memiliki tugas yang
berkaitan dengan lingkungan yaitu dinas kesehatan menyangkut penyehatan
lingkungan dan limbah medis, dinas kebersihan dan lingkungan hidup
menyangkut kebersihan dan pertamanan kota serta dinas tata kota dan bangunan
menyangkut aspek pemberian izin mendirikan bangunan. Keadaan seperti ini
sampai sekarang belum mengalami perubahan walaupun Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan di kota Pematangsiantar baru terbentuk pada akhir tahun
2006 yang lalu.
Sosialisasi tentang penbangunan berkelanjutan hampir tidak pernah
didengar dan berjalan termasuk peraturan daerah yang menyangkut lingkungan
nyaris tidak pernah diajukan baik dari eksekutif dan legislatif di daerah ini.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
8
Sebagai perbandingan dengan beberapa kota lain di pulau J awa telah
berhasil membuat regulasi di bidang lingkungan seperti Daerah Khusus Ibukota
J akarta, Propinsi J awaTimur, Surabaya, Semarang, Padang, Makasar dan daerah
lainnya yang saat ini sedang mempersiapkan perangkat hukum di wilayahnya
untuk menjaga kualitas atau setidak-tidaknya mengeliminir kerusakan lingkungan
sebagai dampak pembangunan fisik dan masuknya investor dari luar daerah dalam
pengembangan bisnisnya.
Masuknya aspek lingkungan dalam pembangunan sebenarnya telah
didengungkan dalam deklarasi Stockholm dan Negara Indonesia telah berupaya
mengimplementasikannya dalam UU tentang Penataan Ruang yang menyebutkan
Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas mengkordinasikan penataan
ruang.
7

Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPLH bahwa: pengelolaan lingkungan
hidup dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu kepala daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah.
Keterlibatan DPRD dalam pengelolaan lingkungan belum terlihat secara nyata
karena peraturan pelaksanaannya di daerah belum dijadikan dalam bentuk
peraturan daerah atau peraturan walikota.


7
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
(Surabaya: Airlangga University Press, cetakan ketiga 2005), hal 95
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
9
Kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif dan positif
usaha atau kegiatan tersebut, sehingga sejak dini perlu dipersiapkan langkah untuk
menanggulangi dampak tersebut.
Kota Pematangsiantar yang dikelilingi oleh Kabupaten Simalungun
memiliki sifat yang khas, dimana susunan masyarakat yang heterogen dan terdiri
dari 7 kecamatan dengan 43 kelurahan selalu mengalami kesulitan dalam
menyusun kebijakan dalam pelaksanaan pembangunannya. Banyaknya berbagai
kepentingan baik perorangan, kelompok atau lembaga sering mempengaruhi
pengambil keputusan di daerah ini. Akhirnya pembuat keputusan lebih lambat
memberikan penyelesaian dengan mengedepankan kehati-hatian, etika, budaya
dan adat istiadat yang masih kentara dalam penyelenggaraan pemerintahan,
bahkan pembuatan dan penegakan hukum masih jauh dari yang diharapkan
apalagi membicarakan hukum yang dicita-citakan (Ius Constituendum) dalam
bidang lingkungan dan penataan ruang. Sebagai contoh, pada saat pemerintah
daerah mencoba menata kawasan bisnis di pusat kota dengan cara tukar menukar
asset daerah seperti sekolah, mendapat sorotan bahkan melalui aksi unjuk rasa
oleh berbagai elemen masyarakat yang tidak menginginkan gedung itu
dipindahkan ke daerah lain demikian juga halnya rencana pendirian bangunan
untuk Universitas Pematangsiantar pada tahun 2008 belum jelas di kecamatan
mana akan ditempatkan.
Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara / Daerah semakin membuat keadaan menjadi kompleks dengan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
10
permasalahan, khususnya menyangkut pemindah tanganan sebagai tindak lanjut
penghapusan barang milik negara / daerah melalui penjualan, tukar menukar,
hibah atau penyertaan modal pemerintah terhadap kekayaan milik daerah yang
belum diatur peruntukannya dalam penataan ruang yang semakin diperlukan
dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
Pasal 46 ayat (3) butir a PP Nomor 6 tahun 2006 menyebutkan :
Pemindahtanganan barang milik negara / daerah berupa tanah dan / atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak
memerlukan persetujuan DPR/DPRD apabila sudah tidak sesuai dengan tata ruang
wilayah atau penataan kota.
8

Pasal 46 tersebut di atas sepertinya tidak sinkron dengan ketentuan dalam
ketentuan UUPLH bahwa kepala daerah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan bukankah masalah
penghapusan asset berupa tanah merupakan lingkup dari pengelolaan lingkungan
dalam penataan ruang?
Beberapa kebijakan pemerintah daerah atau peraturan daerah kota
Pematangsiantar yang berkaitan dengan lingkungan sangat minim sekali bahkan
hampir tidak satupun yang mengatur pelestarian dan pencegahan kerusakan
lingkungan. Hal ini disebabkan setelah menginventarisir ketentuan yang ada ,tidak
mencerminkan ke dalam bentuk tindakan pencegahan kerusakan lingkungan


8
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
11
termasuk pembiayaan untuk kelestarian lingkungan tidak pernah tertampung
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Daerah sebagaimana disebutkan di atas yaitu :
a. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 1989 tentang nama dan fungsi lapangan
haji Adam Malik Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar
b Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 1989 tentang nama dan fungsi lapangan /
stadion Sangnawaluh Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar
c. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan,
Keindahan dan Ketertiban Umum
d. Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Pematangsiantar
e Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Retribusi Advis Planning
f. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin Mendirikan
Bangunan
g. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
Melihat kenyataan tersebut, meningkatnya pembangunan secara fisik tanpa
memperhatikan aspek lingkungan merupakan rendahnya political will dari
penyelenggaraan pemerintahan daerah di kota ini atau bisa saja persoalan
lingkungan dianggap menjadi sesuatu yang tidak terlalu penting dipikirkan dalam
pembangunan. Keberpihakan pembangunan kepada pemilik modal besar juga
salah satu bentuk kerjasama untuk menghindarkan isu lingkungan dalam
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
12
menjalankan bisnisnya serta adanya anggapan diratifikasinya berbagai konferensi
internasional yang menyangkut lingkungan hanya menjadi urusan pemerintah
pusat. Di sisi lain rencana revisi penataan ruang dan wilayah justru lebih
mengarahkan optimalisasi kekayaan daerah dengan proses Ruilslagh atau tukar
menukar asset bahkan sebagai pencarian celah hukum dengan alasan
pembangunan kawasan bisnis dan upaya peningkatan ekonomi rakyat secara riil
melalui regulasi dengan mendatangkan investor. Sebagai langkah kebijakan
pembangunan yang nantinya mengharapkan dukungan stake holder, sehingga
pusat kota benar-benar ditujukan untuk dijadikan kawasan bisnis sesungguhnya.
Hal ini secara perlahan-lahan menggusur pasar tradisional, sekolah-sekolah yang
saat ini berdampingan dengan pusat bisnis dan kemungkinan daerah pemukiman
sekitarnya tanpa pertimbangan hilangnya daerah resapan air ditambah lagi
banyaknya bangunan yang seharusnya wajib amdal berdiri dengan cepat tanpa
dokumen atau audit lingkungan.
Alasan-alasan tersebut di atas memotivasi penulis untuk melakukan kajian
dan sekaligus membahas berbagai kebijakan yang telah berjalan dan pengawasan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah kota Pematangsiantar dan peran serta
masyarakat, yang akan dituangkan dalam hasil penelitian yang berjudul :
Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota
Pematangsiantar .


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
13
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan
yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pemerintah Kota Pematangsiantar menerbitkan kebijakan
lingkungan hidup?
2. Bagaimana Pemerintah Kota Pematangsiantar melaksanakan pengelolaan
rencana tata ruang ?
3. Bagaimana peran serta masyarakat dalam pembangunan lingkungan untuk
penataan ruang di Kota Pematangsiantar ?
Penelitian yang akan dilakukan perlu ditegaskan bahwa penerbitan
kebijakan atau Peraturan Daerah dalam bidang lingkungan yang mendukung
penataan ruang dan pelaksanaannya, serta peran masyarakat (di sini dibatasi hanya
pada lembaga swadaya masyarakat yang membidangi lingkungan hidup).

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan lingkungan hidup yang telah
dibuat di Kota Pematangsiantar.
2. Untuk menganalisis berbagai pelaksanaan pengelolaan oleh Pemerintah Kota
Pematangsiantar dalam penataan ruang.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
14
3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam hal ini melalui lembaga
swadaya masyarakat ( LSM ) di bidang lingkungan tentang penataan ruang di
Kota Pematangsiantar.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis yaitu :
1. Secara teoritis,hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
menambah ilmu pengetahuan pada penegakan hukum positif bidang
lingkungan hidup pada penyelenggaraan pemerintahan era desentralisasi.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan
masukan bagi Pemerintah Kota Pematangsiantar sehingga kebijakan yang
dilakukan dalam pengelolaan tata ruang dan wilayah agar tetap
mempertimbangkan aspek lingkungan hidup sebagai wujud pembangunan
yang berkelanjutan.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh
penulis terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dan secara khusus di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai Analisis Kebijakan
Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiatar belum
pernah dilakukan penelitian pada topik dan permasalahan yang sama.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
15
Obyek penelitian yang di lakukan merupakan suatu kajian ilmiah dan
belum pernah dianalisis secara komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah
sehingga penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan azas-
azas keilmuan yang jujur, rasional, obyektif dan terbuka sehingga dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan transparan untuk kritikan yang bersifat
membangun sesuai dengan topik, permasalahan dan lokasinya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Salah satu hal yang mendasar dalam penyelenggaran pemerintahan di era
desentralisasi ini yaitu bagaimana memulihkan kepercayaan rakyat kepada sistem
pemerintahan dan pelayanan birokrasi. Hal ini menyangkut keinginan politik
pengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan ( accountable ) kepada
rakyat sebagai penerima pelayanan publik melalui Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah yang telah dibuat sebagai landasan kebijakan.Undang-
Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 136 ayat (2) disebutkan : Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi / kabupaten / kota dan tugas
pembantuan. Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan : Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
16
Hal ini berarti juga bahwa setiap Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan
di atasnya dalam hierarkhi perundang-undangan. Menurut politik hukum, kegiatan
perundang-undangan dimulai dari penetapan garis policy-nya kemudian disusun
legislasi dan penerapan hukumnya mengenal dua pilihan untuk penerapannya
yaitu secara mendasar ( grounded ) dan pragmatis.
9
Pada saat penerapannya,
kedua pilihan itu mempunyai kelemahan dan kebaikan masing-masing.
10
.
Pembuatan Peraturan Daerah secara khusus menyangkut penataan ruang dan
kebijakan lingkungan juga harus memperhatikan kaedah-kaedah hukum yang
bersifat imperative dan fakultatif. Isi kaedah hukum dihubungkan dengan sifatnya
maka kaedah-kaedah hukum yang berisikan suruhan dan larangan adalah
imperative, sedangkan kaedah hukum yang berisikan kebolehan adalah
fakultatif.
11
Setiap pembangunan diperkirakan akan menghasilkan dampak dari
kegiatan yang dilakukan, sehingga perlu melakukan telaah berbagai kebijakan
lingkungan nasional dalam perspektif daerah otonom.


9
M.Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, ( Bandung : CV Mandar Maju,
2000, ) hal 18 disebutkan secara mendasar atau grounded disebut juga secara dogmatic yakni
sungguh-sungguh dahulu diteliti ius constituendum apa yang berkembang sebagai embrio aturan
hukum itu dalam masyarakat, yang biasa disebut aspirasi masyarakat untuk diangkat kepermukaan
menjadi aturan hukum; secara pragmatis yaitu dibuat saja lebih dahulu berhubung situasi dan
kondisi yang mendesak, atau karena ada kepentingan politik tertentu yang melatarbelakanginya
untuk segera diundangkan tanpa menghiraukan apakah produk legislative itu kelak akan
akseptabel oleh seluruh masyarakat secara merata.

10
Ibid, hal 19; kebaikan secara mendasar ialah lebih aspiratif dan lebih akomodatif dan
sesuai dengan perasaan keadilan masyarakat tetapi kelemahnnya lambat dalam processingnya
sedangkan secara pragmatis dapat segera tercipta aturan hukum itu dengan catatan kalau ada
keberatannya akan dikaji ulang; kelemahannya sering dirasa tidak aspiratif dan tidak akomodatif
menurut pendapat umum yang berlaku ( common sense )


11
Purnadi Purbacaraka dkk, Perihal Kaedah Hukum, ( Bandung: Alumni , 1979 ) hal 49
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
17
Walaupun hal kebijakan lingkungan masih dalam tahap dini, akan tetapi setiap
larangan dan kewajiban yang harus dipenuhi dan diatur sepenuhnya dalam
peraturan daerah atau peraturan kepala daerah dapat ditegakkan. Hal ini
merupakan suatu kebutuhan untuk mengurangi resiko dan juga mencegah adanya
kerusakan kualitas lingkungan serta menjaga kelestariannya. UULH sebagaimana
telah digantikan dengan UUPLH merupakan pedoman atau acuan secara umum
bagi pemerintahan di daerah sebagai pengendali setiap warganya agar tetap berada
dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan
lingkungan untuk mendukung peri kehidupan manusia dan mahluk hidup
lainnya.
12
Syamsul Arifin menyebutkan kehadiran undang-undang ini merupakan
awal pengembangan perangkat hukum sebagai dasar pengelolaan lingkungan
hidup Indonesia sebagai bagian integral upaya pembangunan yang berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup.
13

Saat ini, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup di daerah
sebagaimana Pasal 12 UUPLH disebutkan :
Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijakan
nasional tentang pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan dapat :
a melimpahkan wewenang tertentu pengelolaan lingkungan hidup kepada
perangkat di wilayah
b. mengikutsertakan peran pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat
dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah



12
Siti Sundari Rangkuti, op.cit hal 115

13
Arifin Syamsul, Penegakan Hukum Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan
yang Berwawasan Lingkungan, diucapkan pada pengukuhan jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Hukum Internasional pada Fakultas Hukum USU Medan : 5 Februari 2000, hal 3
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
18
Selanjutnya pada Pasal 13 dinyatakan :

Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, pemerintah dapat
menyerahkan sebagian urusan kepada pemerintah daerah menjadi urusan rumah
tangganya.

Konsekuensi ketentuan tersebut di atas sebagaimana disebutkan pada
penjelasan Pasal 12 sebagai berikut : pemerintah pusat dapat menetapkan
wewenang tertentu dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah baik
potensi alam maupun kemampuan daerah, kepada perangkat instansi pusat yang
ada di daerah dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi.
Pemerintah kabupaten / kota berperan dalam pelaksanaan kebijaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai tugas pembantuan maka wewenang ,
pembiayaan, peralatan, dan tanggung jawab berada pada pemerintah yang
menugaskannya.

Perlunya keserasian dan kesinambungan dalam pengelolaan lingkungan
hidup di daerah, maka sangat dibutuhkan peraturan-peraturan di daerah sebagai
penjabaran pemberian urusan kepada pemerintah daerah yang pada gilirannya
dapat menyelesaikan berbagai aspek administratif, perdata dan pidana apabila
muncul sengketa dalam lingkungan hidup. Semakin kompleksnya kepentingan-
kepentingan dalam pembangunan sangat memungkinkan adanya benturan bahkan
menjadi suatu konflik dalam pengembangan wilayah, sehingga hal ini juga
menjadi alasan perlunya penyusunan tata ruang yang berwawasan lingkungan
sekaligus menjadi landasan hukum di daerah dalam pelaksanaan visi dan misinya.
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan tersebut di atas, maka
perlu diuraikan definisi secara operasional untuk menghindari adanya penafsiran
yang berbeda dalam pelaksanaan penelitian ini, sebagai berikut :
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
19
Pertama, Pemerintah Daerah adalah Walikota Pematangsiantar beserta perangkat
daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah
14

Kedua, Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk lainnya hidup
dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
15
Penelitian
ini hanya membatasi ruang ini pada daratan di wilayah Kota Pematangsiantar.

Ketiga, lingkungan hidup berarti kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia dan
mahluk lainnya yang berarti merupakan hubungan timbal balik yang saling
mempengaruhi satu dengan lainnya terhadap lingkungan hidupnya.
Keempat, rencana tata ruang wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah
di kota Pematangsiantar berdasarkan aspek administrasi dan aspek fungsional
yang telah ditetapkan.
Kelima, kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar masyarakat.
Keenam, penatagunaan tanah adalah sama dengan pengelolaan tata guna tanah
yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud
konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait
dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan
masyarakat secara adil.


14
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pematangsiantar

15
Undang Undang Nomor RI Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
20
Ketujuh, kebijaksanaan lingkungan adalah peraturan perundang-undangan serta
ketentuan lainnya di bidang lingkungan hidup yang masih berlaku.

G. Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini adalah suatu rangkaian kegiatan yang di
dalamnya merupakan proses sejak dari pengumpulan data, analisis data sehingga
dapat ditarik kesimpulan. Metode penelitian ini menjelaskan jenis penelitian, sifat
penelitian yang dilakukan, sumber data yang diperoleh, teknik pengumpulan data
dan pengolahannya.
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka pengumpulan data ditujukan
kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai dasar hukum,
dimana hukum di sini merupakan hukum positif baik dilihat dari norma ataupun
kaidahnya, sehingga penelitian ini merupakan yuridis normatif. Pengumpulan
bahan-bahan untuk dianalisis berupa undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan daerah maupun keputusan atau peraturan menteri serta kepala daerah
yang berkaitan dengan kebijakan lingkungan dalam penataan ruang.
2. Sifat Penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu
menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa permasalahan yang ada
saat ini berkaitan dengan pengelolaan tata ruang.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
21
3. Sumber Data Penelitian
Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data
yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :
16

a. acuan umum, yang berisi konsep-konsep, teori, dan informasi lainnya yang
bersifat umum seperti; buku, ensiklopedia dan sebagainya
b. acuan khusus, yang berisi hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya
seperti; tesis, bulletin, jurnal dan lain-lain.
Bahan bahan hukum tersebut terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang undangan di bidang hukum
lingkungan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu hasil-hasil penelitian ilmiah, jurnal, surat kabar,
internet dan lain sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hukum, ensiklopedia, indeks
kumulatif dan sebagainya.

4. Tehnik Pengumpulan Data
Selain pengumpulan data sekunder juga dilakukan melalui situs internet
dan teknik pengumpulan data dengan studi dokumen yang diperlukan untuk
membantu menganalisis permasalahan yang akan dibahas.


16
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( J akarta : Rajawali Press, ) 2006,
hal 113
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
22
Pedoman wawancara sebagai salah satu alat pengumpulan data pada
instansi pemerintah seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah,
Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup, Dinas
Kesehatan serta LSM bidang lingkungan hidup sebagai bentuk peran serta
masyarakat di Kota Pematangsiantar.

5. Metode Analisis Data
Dalam penelitian, analisis data harus dilakukan untuk lebih objektif
memberikan jawaban terhadap permasalahn yang ada. Analisis data dilakukan
secara kualitatif dan diolah dengan dukungan logika berpikir serta keabsahan
dokumen sehingga akan diuraikan secara sistematis yang mampu menjelaskan
hubungan-hubungan berbagai jenis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan
dengan logika deduktif.









Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
23


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
23
BAB II
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR
DALAM LINGKUNGAN HIDUP

A. Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional
Penataan hukum nasional merupakan arah kebijaksanaan di bidang hukum,
sehingga perlu penegasan pengertian hukum nasional Indonesia yang dibedakan dari
hukum positif Indonesia. Sunaryati Hartono menyatakan :... pengertian hukum
nasional Indonesia tidaklah sama dengan pengertian hukum positif Indonesia karena
hukum nasional dipakai dalam arti Ius Constituendum, sedangkan hukum positif tidak
lain daripada merupakan Ius Constitutum.
18

Selanjutnya mengenai pengertian ini, Sunaryati Hartono menyebutkan : Hukum
positif Indonesia adalah hukum yang kini sudah ada dan berlaku di Indonesia,
sedangkan hukum nasional Indonesia adalah hukum yang belum ( seluruhnya ) ada di
Indonesia, dan karena itu masih harus dipikirkan bagaimana membentuknya dan apa
serta bagaimana kerangka dan landasannya serta filsafah dan materinya .
19

Uraian tersebut di atas semakin menjelaskan betapa eratnya hubungan antara
hukum lingkungan dengan kebijaksanaan lingkungan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dengan mendasarkan kepada prinsip-prinsip hukum lingkungan.


18
Sunaryati Hartono, Landasan, Kerangka, Struktur dan Materi Sistem Hukum Nasional
Kita, Pra Seminar Hukum Nasional V, Babinkumnas, Departemen Kehakiman, Jakarta, 21-22 Januari
1986, hal 3.

19
Ibid hal 3
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
24
Seperti diketahui bahwa hukum lingkungan menyangkut berbagai aspek atau materi
dari hukum administrasi, perdata, pidana, perpajakan, internasional dan tata ruang.
Hal tersebut dapat dilihat dalam pengembangan dan pembangunan lingkungan hidup
antara lain menyangkut perizinan, tuntutan ganti kerugian akibat kerusakan
lingkungan, sengketa tanah akibat perbuatan pidana, pengenaan tarif atau bea dalam
pengelolaan ruang dan peruntukan tanah negara untuk kepentingan penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Banyaknya masalah-masalah lingkungan sangat membutuhkan
berbagai pendekatan disiplin ilmu dan teknologi, sebagaimana dikemukakan oleh
Stewart dan Krier dalam Siti Sundari Rangkuty : the relevance of science and
technology to the environtmental lawyers role in dealing with such problems. The
environmental lawyers need not become a scientist or an engineer, but he must
recognize the importance of communicating with those skilled in the disciplines, and
of learning enough of their language to communicate.
20

Melihat sejarah pembentukan Undang-undang Lingkungan Hidup yaitu dalam
Repelita III, Bab 7 tentang Sumber Alam dan Lingkungan Hidup, dimana pemerintah
berkewajiban untuk menyusun Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan
pokok tentang masalah lingkungan yang mengatur :
a. Pemukiman manusiawi dan lingkungan hidup
b. Pengelolaan sumber daya alam
c. Pencemaran lingkungan hidup
d. Yurisdiksi departemen-departemen di bidang lingkungan hidup


20
Siti Sundari Rangkuty, loc.cit, hal 10
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
25
Hal inilah yang melatarbelakangi diterbitkannya Undang-Undang Lingkungan
hidup atau biasa disebut dengan UULH Nomor 4 Tahun 1982. Undang-undang yang
memuat azas serta prinsip-prinsip pokok tentang perlindungan dan pengembangan
lingkungan hidup ini beserta sanksi-sanksinya akan merupakan dasar bagi semua
peraturan perundang-undangan lainnya yang diciptakan secara sektoral termasuk
peraturan pelaksanaannya dan tata cara pelembagaan, wewenang serta tanggung
jawabnya. Saat ini, Indonesia telah memasuki tahap industrialisasi yang merupakan
tahapan pelaksanaan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
dan kesejahteraan rakyat dan untuk meletakkan landasan untuk pembangunan
berikutnya.
Lima belas tahun kemudian lahirlah Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 dengan
beberapa pertimbangan yaitu
21
:
a.bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha
Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam
segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara ;
b.bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan
kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
untuk mencapai kebahagiaan hidup Berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup Berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa mendatang ;
c.bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk
melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi,
selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup ;
d.bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus
didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran


21
Koesnadi Harjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Cetakan ketujuh belas ( Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press ) hal.65
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
26
masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum
internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup ;
e.bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan
lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok-pokok materi
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu disempurnakan
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup ;
f. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Undang-undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup

Secara filosofis, pembangunan lingkungan hidup di Indonesia berlandaskan
kepada Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada
alinea ke 4 yang berbunyi :
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan Berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Peryataan tersebut secara konkrit dirumuskan pada Pasal 33 ayat (3) sebagai berikut :
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Setiap pembangunan sudah barang tentu berimplikasi adanya perubahan, akan
tetapi dalam pemanfaatan kekayaan alam dalam kebijaksanaan lingkungan hidup
selalu muncul istilah pelestarian guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Lestari bisa bermakna langgeng atau tidak mengalami perubahan, dengan
perkataan lainnya keadaan tetap seperti semula. Pemerintah harus memberikan
perhatian terhadap dampak negatif dari pembangunan itu tadi walaupun
sebenarnya hal itu terjadi semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya. Adanya upaya mengurangi atau meniadakan dampak tersebut
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
27
merupakan kemampuan lingkungannya dan bukan keadaan sejatinya lingkungan
hidup tersebut, sehingga antara pembangunan dan kelestarian bukanlah hal yang
bertolak belakang.

Kemampuan lingkungan hidup dalam pelestariannya merupakan sasaran
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana disebut pada Pasal 4 UUPLH yang
berbunyi:
Sasaran lingkungan hidup adalah :
a.tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup ;
b.terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup ;
c.terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
d.tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup ;
e.terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana ;
f. terlindunginya negara kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan
atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran dan atau
perusakan lingkungan hidup.

Pemanfaatan sumber daya secara bijaksana sangatlah penting dan bila
dikaitkan kepada sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sehingga penghematan
dan daya gunanya menjadi mutlak diperhatikan dsamping aspek penggunaan
teknologi yang ramah lingkungan maupun prospek daur ulang ( recyling ).

1. Perlindungan Sumber Daya Alam Non Hayati
Ketentuan ini meliputi tiap jenis sumber daya alam non hayati seperti air,
udara, tanah, bahan galian, bentang alam ataupun perwujudan proses alam yang
penting. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan ini yaitu tentang
tata guna tanah dalam Pasal 14 dan 15 UUPA disebutkan menyediakan tanah untuk
pembangunan dan menjaga supaya tanah yang sedang dipakai jangan diterlantarkan
sampai rusak. Pengamatan yang dilakukan menyangkut persediaan tanah,
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
28
menggariskan peruntukan tanah, mengamati pola penggunaan tanah serta usaha
pemeliharaan tanah. Usaha-usaha tersebut di atas diharapkan supaya tanah benar-
benar digunakan sesuai kemampuannya sehingga tidak ada kegiatan yang tidak perlu
yang pada gilirannya akan tercapai suatu asas keseimbangan dan optimalisasi.
Banyaknya persoalan di bidang pertanahan dalam kaitannya dengan pengelolaan tata
ruang, maka lahirlah Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tanggal 19 Juli 1988
tentang pembentukan Badan Pertanahan Nasional yang berada dan bertanggung
jawab langsung di bawah Presiden dalam melaksanakan fungsinya, serta dibentuknya
Kantor Wilayah di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten / Kota yang
dikoordinasi oleh kepala daerah masing-masing. Secara singkat fungsi Badan
Pertanahan Nasional ini adalah merumuskan kebijaksanaan perencanaan dan
penggunaan tanah, merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan pemilikan tanah
dengan prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosial, melaksanakan pengukuran dan
pemetaan tanah serta pendaftaran tanah dalam upaya pemberian kepastian hak dalam
rangka tertib administrasi dan melakukan penelitian dan pengembangan bidang
pertanahan.
Tata guna air juga merupakan salah satu perlindungan non hayati, yang tidak
mengatur penggunaan air saja tetapi lebih memberikan dasar yang kuat bagi
pengembangan atau pemanfaatan air untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Tuntutan
akan pengaturan yang lebih sempurna sebagai implementasi dari semangat otonomi
daerah perlu dirasakan mengkaji ulang UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
29
Hal ini akhirnya terwujud setelah 30 tahun yakni pada tanggal 18 Maret 2004
disahkannya UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Pada awalnya
kelahiran undang-undang ini sempat mengandung pro dan kontra sehingga bermuara
kepada pengajuan uji formil dan materil oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat
ke Mahkamah Konstitusi yang intinya menyangkut privatisasi dan manajemen
sumber daya air dengan system perizinan, walaupun pada akhirnya Mahkamah
Konstitusi menolak permohonan para penggugat.
22

Sumber daya air sebagai sumber daya alam yang dinamis dapat dikategorikan sebagai
sumber daya alam yang strategis yang bisa diperlakukan secara ekonomis sebagai
pembangunan berkelanjutan. Tanah dapat diwariskan sebagai milik individu
sedangkan air dalam suatu wilayah pada umumnya dipandang sebagai warisan
bersama ( common heritage resources ).
23

Kepentingan lingkungan dalam sumber daya air berupa pengaturan
(regulatory) dan operasionalnya oleh pemerintah serta fungsi operasional oleh sektor
publik maupun swasta agar penegakan hukum dapat berjalan khususnya sumber daya
air berbasis sungai. Sumber daya air dalam prspektif tata ruang menimbulkan adanya
tanggung jawab instansi pemerintahan yaitu :
a. Penatagunaan lahan dan air
b. Pembagian alokasi air permukaan dan air bawah tanah
c. Pengelolaan kuantitas dan kualitas air


22
Jurnal Konstitusi, Volume 2, Nomor 2, September 2005, hal 13

23
Ibid, hal 15
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
30
Pada prinsip perencanaan, sangat diperlukan informasi kecukupan alokasi
sumber daya air sesuai dengan tujuan penggunaan dan dalam pelaksanaan harus
diyakinkan bahwa semua pihak mempunyai komitmen untuk melaksanakan sesuai
dengan perencanaannya. Kenyataannya penanganan air permukaan dan air bawah
tanah baik kualitas dan kuantitas bisa menimbulkan kerusakan lingkungan baik
pencemaran maupun pengelolaan limbah yang melewati yurisdiksi administrasi
pemerintahan dalam pengendaliannya.
Pasal 8 UUPLH menyebutkan :
(1) Sumber daya alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh
pemerintah
(2) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah
a. mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup ;
b. mengatur penyediaan , peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan
hidup, dan pemanfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber
daya genetikan ;
c. mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau
subyek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam
dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika ;
d. mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial
e. mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan
hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pengaturan lebih lanjut untuk melaksanakan kewenangannya, maka pemerintah harus
menerbitkan peraturan pemerintah untuk dilakukan di daerah yang secara teknis
peraturan daerah dapat menyesuaikannya sehubungan dengan kebutuhan dan
spesifikasi lokal yang berbeda dalam setiap wilayah.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
31
2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Caring for the Earth ( CE ) merupakan salah satu strategi konservasi baru
yang disusun bersama oleh World Conversation Union yang diterbitkan dengan
tujuan utama untuk membantu memperbaiki keadaan masyarakat dunia dengan
menetapkan 2 syarat.
24

Pertama adalah untuk menjamin komitmen yang meluas dan mendalam pada
sebuah etika baru yaitu etika kehidupan yang berkelanjutan dan mewujudkan
prinsip-prinsipnya dalam praktek. Kedua adalah untuk mengintegrasikan
konservasi dan pembangunan, konservasi untuk menjaga agar kegiatan-kegiatan
kita berlangsung dalam batas daya dukung bumi, dan pembangunan untuk
memberi kesempatan kepada manusia dimanapun guna menikmati kehidupan
yang lama, sehat dan memuaskan.
Selanjutnya CE menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan dapat dicapai
apabila dikaitkan dengan 9 prinsip yang digariskan yaitu, menghargai dan
memelihara komunitas kehidupan, meningkatkan kualitas kehidupan manusia,
mengkonservasi vitalitas dan keanekaragaman bumi dan mengkonservasikan
sistem penunjang kehidupan ekologis dan menjamin keanekaragaman hayati serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya yang dapat diperbaharui, meminimumkan
penipisan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, mempertahankan
pembangunan dalam batas daya dukung bumi, merubah perilaku dan perbuatan
pribadi, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memelihara
lingkungannya sendiri, menyediakan kerangka kerangka kerja nasional untuk
mengintegrasikan pembangunan dan konservasi dan menciptakan kerjasama
global.

Pertama kali dalam evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, telah
dilakukan untuk membuat kerangka hukum yang komprehensif, baik di tingkat
internasional, regional dan nasional sebagai dasar pembangunan berkelanjutan.
Hukum lingkungan sebagai sarana yang esensial mempersyaratkan standar perilaku
sosial dan memberikan ukuran kepastian pada kebijaksanaan yang pada gilirannya
didasarkan pada pemahaman ilmiah dan analisis yang jelas mengenai tujuan sosial.


24
Koesnadi Harjosoemantri, opcit, hal 17
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
32
Pasal 14 UUPLH menyangkut tentang pelestarian fungsi lingkungan hidup
diantaranya upaya konservasi. Pengertian konservasi sumber daya alam hayati
mengandung 3 aspek yaitu :
a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
b. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya pada matra darat, air dan udara
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Perlindungan jenis hewan yang hamper punah, yang hidupnya tidak diatur manusia
serta tumbuh-tumbuhan yang menjadi langka serta hutan lindung termasuk dalam
pengertian tersebut di atas.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati
mencantumkan beberapa pengertian antara lain:
25

1.Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari
sumber daya alam nabati ( tumbuhan ) dan sumber daya alam hewani ( satwa )
yang bersama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan
membentuk ekosistem
2.Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya
3.Ekosistem sumber daya alam hayati adalah system hubungan timbal balik antara
unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan
pengaruh mempengaruhi
4.Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi
sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan


25
Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Hayati
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
33
5.Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara resmi
6.Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa
keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya
7. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem
unit, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur
alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan
8.Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan system penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
9.Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata dan rekrasi
10.Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli,
yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budi daya, budaya, pariwisata dan rekreasi
11.Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan
untuk pariwisata dan rekreasi alam

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian
kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara
serasi dan seimbang.

3. Perlindungan Sumber Daya Buatan
Perlindungan sumber daya buatan yang penting ditujukan kepada konservasi
fungsi sumber daya tersebut bagi kesinambungan pembangunan. Sumber daya buatan
meliputi bendungan, waduk, instalasi energi, pemukiman dan perumahan dan lain
sebagainya. Undang-undang perlu melindungi sumber daya buatan disebabkan
menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga pengaturan dan peruntukannya perlu
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
34
ditata oleh Negara. Undang-undang yang berhubungan dengan sumber daya buatan
antara lain menyangkut perumahan misalnya rumah susun yang diatur dalam UU
Nomor 16 Tahun 1985. Peraturan ini diterbitkan didasarkan pada pertimbangan
bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan peningkatan taraf hidup orang
banyak, khususnya dalam pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan
sehingga diperlukan penyediaan perumahan yang layak dengan harga yang dapat
dijangkau oleh daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah. Hal lainnya yang
menjadi landasan filosofis yakni dalam rangka daya guna dan hasil guna tanah bagi
pembangunan perumahan dan untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman
terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah
yang terbatas dirasakan perlu membangun perumahan dengan sistem lebih dari 1
lantai yang dibagi-bagi atas bagian yang dimiliki bersama dan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni dengan memperhatikan
faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Keadaan yang demikian disebut
dengan rumah susun
26
dengan memperhatikan asas-asas pembangunannya.
27

Pembangunan rumah untuk daerah pemukiman tetap mengacu kepada rencana
tata ruang dan wilayah suatu daerah walaupun secara nasional kebijakannya
diperlakukan dengan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku secara


26
UU RI Nomor 16 Tahun 1985 pada Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa rumah susun adalah
bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan
yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang
dilengkapi dengan bagian bersama-sama, benda bersama dan tanah bersama.

27
Pasal 2 menyatakan bahwa pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas
kesejahteraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam peri
kehidupan.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
35
nasional, sebagaimana pada Pasal 7 UU Nomor 16 Tahun 1985 menyatakan bahwa
setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib :
a.Mengikuti persyaratan teknis, ekologis dan administratif ;
b.Melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana
pemantauan lingkungan ;
c.Melakukan pengelolaan lingkungan Berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.

4. Perlindungan Cagar Budaya
Sebelum zaman kemerdekaan, pengaturan terhadap peninggalan-peninggalan
kepurbakalaan sudah ada yaitu dengan dikeluarkannya Monumenten Ordonantie
1931 ( Stbl. Nomor 238 Tahun 1931 ), lazimnya disingkat MO.
28

Pasal 1 MO tersebut berbunyi :
Dengan pengertian monument dalam ordonansi ini dimaksudkan :
a.benda-benda bergerak maupun tak bergerak buatan tangan manusia, bagian atau
kelompok benda-benda dan juga sisa-sisanya yang pokoknya lebih tua dari 50
tahun atau termasuk masa langgam berusia sekurang-kurangnya 50 tahun dan
dianggap mempunyai nilai penting bagi pra sejarah, sejarah atau kesenian ;
b.benda-benda yang dianggap mempunyai nilai penting dipandang dari sudut
paleoanthropoli ;
c.situs dengan petunjuk beralasan ( gegrond ) bahwa di dalamnya terdapat benda-
benda yang dimaksud pada (a) dan (b) satu dan lain sepanjang benda-benda
tersebut baik secara tetap maupun sementara dicantumkan dalam daftar yang
disebut monument pusat yang disusun dan dikelola oleh kepala dinas purbakala
dan yang terbuka untuk umum. Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan dapat pula
dibagi menurut zaman, macam, bahan dan fungsinya.

Tjandrasasmita dalam Koesnadi Harjosoemantri ( hukum tata lingkungan ;
2000 : 211 ) menyebutkan menurut zamannya ada peninggalan zaman pra sejarah,


28
Koesnadi Harjosoemantri, loc.cit hal 209
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
36
zaman Indonesia Hindu/Budha atau seringkali disebut zaman klasik, zaman pengaruh
Islam, Barat dan sebagainya. Menurut macamnya ada berupa benda-benda tak
bergerak dan bergerak, misalnya arca, ukiran, alat-alat rumah tangga, alat-alat
upacara, naskah, gedung, rumah, bekas settlement, benteng dan lain-lain. Menurut
bahannya ada peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang dibuat dari batu, tulang,
logam, kertas, kulit dan sebagainya. Menurut fungsinya ada berupa candi, kuil,
kelenteng, gereja, kraton, pura, mesjid, punden berundak, alat perhiasan, alat atau
benda upacara keagamaan dan lain-lain.

Pada tanggal 28 Juli 1982 Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Cagar
Budaya diundangkan sehingga MO dinyatakan tidak berlaku lagi dengan
memperbaharui bentuk perlindungannya sebagai upaya melestarikan dan
memanfaatkannya memajukan kebudayaan nasional serta menunjang pembangunan
nasional di bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan lain-lain.

5. Baku Mutu Lingkungan
Definisi baku mutu lingkungan tercantum pada Pasal 1 UUPLH yang
menyatakan bahwa : baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar
mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai
unsur lingkungan hidup. Diperlukannya baku mutu lingkungan ini adalah untuk
menetapkan apakah telah terjadi suatu kerusakan lingkungan yang artinya apabila
keadaan lingkungan telah ada di atas ambang batas baku mutu lingkungan, maka
lingkungan tersebut telah tercemar atau rusak. Sebagaimana telah dikemukakan pada
bab sebelumnya bahwa pembangunan membutuhkan pengorbanan terhadap
lingkungan, misalnya saja pendirian pabrik-pabrik industri yang menghasilkan sisa-
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
37
sisa buangan, gas, air dan padat yang dibuang ke lingkungan hidup akan
menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Meningkatnya
aktivitas manusia diiringi dengan meningkatnya populasi dan perkembangan
teknologi sangat potensial bagi pencemaran lingkungan padahal aktivitas masyarakat
adalah salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Emisi yang dibatasi
seyogyanya tetap dilakukan upaya pemantauan ( monitoring ) sehingga pengotoran
dan pencemaran dapat dikendalikan. Minimnya pengalaman Indonesia dalam baku
mutu lingkungan maka dimunculkan beberapa peraturan diantaranya mengenai
syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
29
maupun mengenai baku mutu limbah cair
bagi kegiatan yang sudah beroperasi.
30

Selanjutnya pengaturan baku mutu lingkungan limbah cair ini meluas sampai
dengan kegiatan perhotelan, kegiatan rumah sakit, minyak dan gas serta panas bumi
di samping hal-hal yang berkaitan dengan baku tingkat kebisingan, tingkat getaran
dan tingkat kebauan. Mengingat adanya perbedaan tata guna sumber daya pada setiap
daerah maka perlu ditindaklanjuti pengaturan lebih detail dalam bentuk peraturan
daerah maupun keputusan kepala daerah.



29
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat
dan Pengawasan Kualitas Air sekaligus mencabut beberapa peraturan yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 01/Birhukmas/1/1975 dan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
172/Menkes/Per/VIII/1977 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Kolam Renang serta
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 257/Menkes/Per/VI/1982 tentang Syarat-Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Pemandian Umum

30
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor KEP-
03/MENKLH/II/1991 yang merubah Keputusan Nomor KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
38
6. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Pembangunan berkelanjutan menuntut adanya keseimbangan dan keserasian
antar setiap kegiatan, hal ini disebabkan setiap pembangunan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup. Pasal 15 UUPLH mengatur ketentuan analisis mengenai
dampak lingkungan sebagai instrumen kebijaksanaan lingkungan. Perencanaan suatu
awal kegiatan pembangunan sudah seharusnya memperkirakan dampak yang penting
sebagai pertimbangan perlu tidaknya dibuat suatu analisisnya. Dampak atau dalam
bahasa sehari-hari disebut akibat bisa negatif ataupun positif dan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan dampak negatif harus dieliminir sedangkan dampak
positif dikembangkan. Setiap rencana pembangunan tidak diharuskan membuat
analisis mengenai dampak lingkungan, karena kegiatan tertentu saja yaitu yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan. Analisis mengenai dampak
lingkungan bagi rencana kegiatan yang mempunyai dampak penting merupakan
sebuah proses untuk memperoleh perizinan. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) Pasal 5
menyebutkan, keputusan tentang pemberian izin usaha tetap oleh instansi yang
membidangi jenis usaha atau kegiatan dapat diberikan setelah adanya pelaksanaan
rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL)
dari instansi yang bertanggung jawab. Kedua instrumen tersebut merupakan upaya
pencegahan terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
39
Perundang-undangan tentang sektor usaha sejak zaman belanda sudah ada
yang sering disebut dengan HO ( hinder ordonantie ). Otto Soemarwoto mengatakan
bahwa pengelolaan lingkungan hidup diawasi oleh pemerintah dengan pendekatan
atur dan awasi ( ADA ) dan dalam literatur internasional pada praktek
pelaksanaannya disebut dengan Command and Control ( CAC )
31
. Lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum, pendekatan ADA telah mengalami kegagalan.
Pencemaran air dan udara makin meluas dan tingkatnya makin tinggi. Pencemaran
tinggi terdapat di daerah perkotaan dan perindustrian misalnya di Jakarta, Bandung,
Surabaya, Medan dan Makasar sehingga bank dunia memperkirakan di Jakarta dalam
tahun 1990 kerugian dari dampak pencemaran air dan udara terhadap kesehatan
melebihi 500 juta dollar AS.
32

Salah satu sebab dalam konflik antara pembangunan dengan lingkungan kalau
diartikan dampak lingkungan ( environmental impact ) sebagai pengaruh yang
merugikan. Seolah-olah adanya kesan pembangunan hanyalah mempunyai dampak
negatif terhadap lingkungan yang terungkap dengan istilah terganggunya
keseimbangan ekologi atau membahayakan kelestarian alam serta menimbulkan
pencemaran. Padahal pembangunan mempunyai pula efek positif terhadap
lingkungan, misalnya terkendalinya kebersihan adanya suatu lokalisasi hama,


31
Otto Soemarwoto, Menyinergikan Pembangunan dan Lingkungan, ( Yogyakarta : Anindya,
2005 ) hal. 185 ; ADA ialah yang diatur bukan hanya tujuannya, melainkan juga cara mencapai tujuan
itu. Cara itu bersifat teknologi akhir pipa, misalnya instalasi pengolah air limbah ( IPAL) untuk
mengendalikan pencemaran air serta terasering dan penghijauan untuk mengendalikan erosi tanah.
Pengawasan terhadap kepatuhan kepada peraturan amatlah lemah sehingga amdal umumnya hanya
menjadi dokumen untuk mendapatkan izin pelaksanaan kegiatan.

32
Ibid hal.187
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
40
pengendalian vektor penyakit dan banjir serta lebih terjaminnya persediaan air untuk
rumah tangga, pengairan, industri dan juga munculnya daerah resapan air yang baru
sebagai upaya memanfaatkan tata guna tanah. Karena itu dalam pengelolaan
lingkungan seyogyanya tidak hanya memperhatikan risiko lingkungan saja melainkan
juga manfaat lingkungan, sehingga pembangunan bertujuan memperbesar manfaat
dan memperkecil risiko.
33


B. Kebijakan Lingkungan Hidup Kota Pematangsiantar

Pengelolaan lingkungan hidup tidak lagi ditangani sendiri oleh pemerintah
pusat sehubungan dengan diberikannya wewenang kepada pemerintah daerah.
34
Wewenang yang diberikan kepada pemerintah daerah tidak terlepas dari
upaya penerapan pembangunan berkelanjutan. Hanya saja sulit melaksanakannya
secara benar di lapangan, dimana masyarakat sudah terbiasa melihat dan merasakan
pencemaran lingkungan dan pengurasan sumber daya alam tanpa memperdulikan
keberlanjutannya. Pengrusakan hutan berupa penebangan pohon yang dilakukan
secara liar dan membabi buta, juga kebakaran hutan yang memusnahkan
keanekaragaman hayati. Hampir semua sungai yang mengalir di tengah perkotaan


33
Otto Soemarwoto, Pengelolaan Manfaat dan Risiko Lingkungan, ( Bandung : Lembaga
Ekologi UNPAD, 1981 ) pendapatnya tentang manfaat dan risiko lingkungan tersebut ditampung
dalam penjelasan Pasal 16 UULH dimana baik dampak negatif maupun dampak positif mendapat
perhatian dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

34
Lihat Pasal 12 UUPLH bahwa keserasian dan keterpaduan kebijakan nasional pengelolaan
lingkungan hidup Berdasarkan peraturan perundang-undangan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah sehingga keikutsertaan pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup
merupakan upaya dari bagian sistem desentralisasi. Bila dibandingkan dengan rezim orde baru, maka
segala ketentuan hanya memungkinkan dilahirkan oleh pemerintah pusat dan propinsi sebagai
perpanjangan tangan pusat di daerah ( dekonsentrasi ).
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
41
sudah semakin kotor akibat adanya pembuangan limbah walaupun ada beberapa
daerah tertentu telah melaksanakan program kali bersih (Prokasih). Masih sulitnya
penerapan di lapangan, sehingga program tersebut hanya berupa pencanangan saja
bagi daerah tertentu. Pada sektor pertanian, penggunaan pestisida atau sejenisnya
sebagai bahan beracun secara kontinyu dan bahkan digunakan secara berlebihan
potensial mencemari lingkungan.
Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, beberapa peraturan
daerah kota Pematangsiantar yang menyangkut kebijakan pengelolaan lingkungan
hidup akan dianalisis pada bab ini.

1. Analisa Situasi dan Kondisi Lingkungan
Data Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2006
35
menggambarkan
kondisi geografi Kota Pematangsiantar berada diantara 2 50 23 Lintang Utara dan
99 05-99 02 Bujur Timur. Luas wilayah adalah 79,9 Km2 dengan klasifikasi
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 400 meter di atas permukaan laut. Iklim
sedang dengan suhu maksimum 31,1C dan suhu minimum 19,1C dengan curah
hujan rata-rata 256 mm dan kelembaban udara rata-rata 84,57%. Secara wilayah
administrasi, Kota pematangsiantar dikelilingi oleh Kabupaten Simalungun yang
terdiri dari 7 Kecamatan dan 43 Kelurahan. Jumlah penduduk pada tahun 2006


35
Laporan ; Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar, Disajikan Dinas Kesehatan Kota
Pematangsiantar Tahun 2006
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
42
sebanyak 266.464 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk diperkirakan 1% dengan
tingkat kepadatan penduduknya 14.561 jiwa / Km2.
Dilihat dari sisi derajat kehidupan serta kesehatan masyarakat, ternyata
lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hajat hidup orang
banyak. Beberapa parameternya antara lain jumlah kepala keluarga yang
mendapatkan fasilitas air bersih, penggunaan sungai sebagai jamban, perumahan /
pemukiman yang memenuhi syarat kesehatan dan wilayah kecamatan yang memiliki
sarana pembuangan sampah sementara dan saluran pembuangan air limbah. Salah
satu kecamatan yaitu Siantar Martoba merupakan wilayah yang memiliki jumlah
penduduk terbanyak dengan tempat tinggal yang berada di kawasan pabrik / industri
tentu rentan dengan pencemaran. Di kecamatan lainnya seperti Siantar Marihat
bebrapa hektar lahan pertanian dalam kurun waktu 2 tahun telah berubah menjadi
perumahan penduduk non real estate. Sedangkan kecamatan Sitalasari dimana
penduduknya bertempat tinggal di sekitar areal Perkebunan yang berbatasan dengan
Kabupaten Simalungun. Pohon-pohon kota yang dimiliki saat ini berada di Kompleks
Rumah Sakit Umum Pematangsiantar dan Lapangan Merdeka yang lebih dikenal
sebagai taman bunga. Sungai Bah Bolon membelah kota dari kecamatan Siantar
Marihat melalui Siantar Barat sampai dengan Siantar Timur dengan jumlah penduduk
yang cukup besar bertempat tinggal di daerah aliran sungai tersebut. Kenyataan di
atas menunjukkan bahwa perlunya perhatian serius terhadap aspek lingkungan hidup
sebagai wujud pembangunan berkelanjutan, terlebih dalam hal penataan ruang sangat
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
43
membutuhkan perencanaan yang baik termasuk pemanfaatan tanah perkotaan, daerah
resapan air, baku mutu lingkungan, kawasan / jalur hijau dan lain sebagainya.

2. Implementasi Kebijakan Lingkungan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus
sendiri pemerintahannya dan juga mengelola kekayan daerah. Di sisi lain Pemerintah
Daerah juga mempunyai kewajiban di bidang lingkungan yakni melestarikan
lingkungan hidup.
Mengacu kepada Program Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam
kurun waktu 2000-2004, program pembangunan sosial budaya dikelompokkan dalam
program kesehatan dan kesejahteraan sosial, budaya, kesenian dan pariwisata. Salah
satu program tersebut adalah program lingkungan sehat dan pemberdayaan
masyarakat. Program ini bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang
sehat mendukung tumbuh kembang anak dan remaja, memenuhi kebutuhan dasar
untuk hidup sehat dan memungkinkan interaksi sosial serta melindungi masyarakat
dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan sehingga tercapai derajat
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang optimal. Lingkungan yang
diharapkan adalah yang konduktif bagi terwujudnya keadaan sehat fisik, mental,
sosial dan spiritual. Berbagai aspek lingkungan yang membutuhkan perhatian adalah
tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
44
pemukiman yang sehat dan lingkungan yang memiliki kecukupan ruang gerak untuk
interaksi di masyarakat. Perlunya antisipasi terhadap pembukaan lahan baru,
pemukiman pengungsi dan urbanisasi sangat erat kaitannya dengan penyebaran
penyakit melalui vektor, perubahan kualitas udara karena pencemaran dan paparan
bahan berbahaya lainnya. Peningkatan mutu lingkungan mensyaratkan kerjasama dan
perencanaan lintas sektor bahkan lintas negara yang berwawasan kesehatan.
36

Selama kurun waktu 15 tahun terakhir penyelenggaraan pemerintahan Kota
Pematangsiantar, salah satu kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup
tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar adalah Peraturan Daerah
Nomor 9 Tahun 1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban
Umum dan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan
Selanjutnya penulis akan menganalisis beberapa pasal dalam batang tubuh
Peraturan Daerah tersebut dalam kaitannya dengan kebijakan lingkungan hidup
nasional.
Pasal 2 Peraturan Daerah Kotamadya Pematangsiantar Nomor 9 Tahun 1992
menyebutkan bahwa semua bangunan yang berada di daerah baik berupa tempat
tinggal maupun sebagai tempat usaha, harus ditata dan dibersihkan serta dikapur atau
dicat bagian luar dan dalam paling sedikit sekali dalam satu tahun oleh pemilik /
penghuninya.


36
Hapsara Habib Rachmat R, Pembangunan Kesehatan di Indonesia, (Yogyakarta ; Gadjah
Mada University Press, 2004 ) hal 66
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
45
Ketentuan ini lebih menunjukkan estetika bangunan bukan merupakan perlindungan
sumber daya buatan yang meliputi perumahan dan pemukiman.
Selanjutnya pada Pasal 3 disebutkan :
(1) Pekarangan / halaman setiap bangunan sebagaimana tersebut pada Pasal 2
peraturan daerah ini harus dibersihkan setiap hari oleh penghuni / pemakainya ;
(2) Setiap tanah kosong harus dibersihkan oleh pemiliknya atau yang
memanfaatkannya ;
(3) Di setiap pekarangan / halaman tidak dibenarkan ada air tergenang, jika ada
harus segera dialirkan atau ditimbun sampai kering ;
(4) Untuk mengalirkan air yang berasal dari pekarangan / halaman itu harus
diperbuat parit yang mudah dibersihkan, dan pengalirannya menuju ke parit
tertentu yang telah disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun oleh badan
lain di tempat itu.

Ketentuan ini tidak lebih daripada sekedar mengatur aliran air, agar tidak
menggenangi pekarangan baik yang berasal dari air hujan ataupun air yang
bersumber dari pencucian kendaraan dan penyiraman bunga atau tanaman.
Seyogyanya khusus tanah kosong yang dimiliki warga dimungkinkan untuk
diwajibkan agar menanami dengan tanaman ataupun pohon yang mampu
memberikan kontribusi pelestarian lingkungan atau daerah resapan air bahkan
sumbangsihnya terhadap pengurangan gas rumah kaca,
37
dan hal ini juga sangat


37
Gas Rumah Kaca yang terpenting adalah CO2, CFC, Ozon, Metan, dan N2O dan potensi
terbesar berasal dari CO2 yang berasal dari pembakaran misalnya pembakaran kayu, batubara dan
bahan baker minyak. Dissamping itu juga CO2 dihasilkan oleh pernafasan mahluk hidup. CFC
merupakan gas buatan manusia yang banyak digunakan dalam industri dan dalam mesin pendingin
AC. Ozon terbentuk dalam alam antara lain dari beberapa jenis gas buangan mobil. Metan juga
terbentuk dalam alam yaitu dalam rawa, sawah, laut dan oleh rayap serta ternak. Sumber N2O ialah
aktivitas mikroba antara lain dalam proses penguraian pupuk N. Lihat Otto Soemarwoto Opcit hal 30.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
46
berpengaruh kepada aktivitas mahluk hidup yang terkena dampak akibat pemanasan
global.
38

Selanjutnya pada Pasal 4 peraturan daerah ini disebutkan bahwa :
(1) Setiap bangunan rumah / pemukiman, kantor, sekolah / perguruan tinggi, pasar /
pusat perbelanjaan, pertokoan, terminal, stasiun kereta api, hotel / rumah
penginapan, rumah ibadah, tempat pertemuan dan lain-lain bangunan yang
selalu dikunjungi orang harus memiliki jamban / kakus ;
(2) Setiap jamban / kakus yang terletak di luar bangunan / rumah harus memakai
dinding, atap dan lobang kakus tempat jongkok harus memakai tutup ;
(3) Tempat penampungan / penyimpanan najis dari kakus / jamban harus tertutup
sehingga tidak mengeluarkan bau dan atau lalat dapat keluar masuk ke dalam
lubang tempat penampungan / penyimpanan najis ;
(4) letak kakus / jamban yang berada di luar bangunan / rumah jaraknya baik dari
sumur sendiri maupun dari sumur milik orang lain paling dekat 10 ( sepuluh )
meter.

Beberapa tempat seperti pusat perbelanjaan, pertokoan maupun tempat
pertemuan yang baru didirikan setelah Peraturan Daerah ini antara lain Megaland
sebagai pusat bisnis dan hunian yang memiliki luas di atas lahan 5 hektar, Siantar
Business Centre merupakan rumah toko yang dibangun dengan luas > 10.000 meter
persegi, Ramayana Departemen Store sebagai pusat perbelanjaan dengan luas
bangunan > 10.000 meter persegi, dan International Convention Hall dengan luas
bangunan > 10.000 meter persegi sebagai tempat pertemuan dan berada di sekitar
daerah pemukiman penduduk ternyata memiliki izin mendirikan bangunan padahal
menurut ketentuan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001


38
Ibid hal 25 ; disebutkan juga bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar pada mahluk
hidup sehingga perlu untuk menyesuaikan diri kepada perubahan suhu. Pemanasan global juga akan
menyebabkan kepunahan jenis yang jauh lebih parah daripada kerusakan hutan tropik walaupun cagar
alam dan perlindungan lain yang sangat baikpun tidak banyak gunanya menangkal kepunahan ini.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
47
tentang Jenis dan Rencana Usaha dan Kegiatan yang wajib dilengkapi Amdal, hal itu
merupakan conditio sine qua non dalam penerbitan perizinan.
Pasal 5 dikatakan :
(1) Semua sampah harus dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara kecuali
sampah yang berasal dari rumah / bangunan yang di lingkungannya tidak ada
tempat pembuangan sampah sementara, diperbolehkan mengumpulkannya dalam
tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah / bangunan masing-masing ;
(2) Sebelum sampah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara atau
dikumpulkan dalam tempat sampah tertutup di pekarangan depan rumah terlebih
dahulu harus diwadahi dengan pembungkug yang tahan air seperti kantong plastik
dan yang sejenis dengan itu ;
(3) Pembuangan sampah ke tempat pembuangan sampah sementara harus sesuai
dengan waktu yang ditentukan kemudian dalam keputusan kepala daerah ;
(4) Tempat pembuangan akhir sampah harus tertutup atau terlindungi dan letaknya
paling sedikit 500 meter dari tempat tinggal / pemukiman penduduk terdekat ;
(5) Sampah yang ada di tempat pembuangan akhir harus dimusnahkan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga tidak mengganggu
kesehatan dan ketertiban umum.

Pengelolaan sampah yang berasal dari rumah tangga dapat dimanfaatkan
kembali menjadi pupuk kompos melalui recyling, mengingat sungai yang membelah
daerah perkotaan dihindarkan sebagai tempat pembuangan sampah yang pada
akhirnya dapat merusak ekosistem air sungai. Sangat disayangkan, tidak disebutkan
secara nyata bagaimana metode yang digunakan untuk pemusnahan sampah
dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana halnya dalam penjelasan Pasal
5 disebut cukup jelas.
Melihat peristiwa yang terjadi sehari-hari bahwa sampah rumah tangga ada yang
dibakar ataupun ditanam di pekarangan, apakah ini sesuai dengan ketentuan yang
berlaku? Bagaimana pula bagi masyarakat yang tinggal di sempadan daerah aliran
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
48
sungai yang tidak memiliki pekarangan, sedangkan tempat pembuangan sampah
sementara tidak memadai ? Sungai adalah tempat yang dianggap tepat walaupun
sanksi terhadap perbutan tersebut sudah mengatur, sangat sulit untuk ditegakkan
mengingat kebiasaan-kebiasaan yang telah berlangsung lama dan dapat diterima oleh
komunitas warga.
Data tahun 2006,
39
pemanfaatan air sungai termasuk mata air oleh penduduk
rata-rata 50 70 kepala keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa instalasi Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) lebih dipergunakan untuk keperluan dapur sedangkan
mandi, cuci dan kakus (MCK) menggunakan mata air. Pemanfaatan air sungai yang
demikian dapat meningkatkan angka kesakitan dan penurunan derajat kesehatan di
samping menurunnya kualitas lingkungan air. Pencanangan Program Kali Bersih
(Prokasih) tidak menyentuh sampai ke daerah-daerah yang disebabkan minimalnya
penyuluhan baik oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah. Ketika
melakukan wawancara kepada salah satu anggota DPRD yang membidangi
kesejahteraan rakyat
40
, justru mengembalikan persoalan tersebut kepada eksekutif
yang seharusnya bertanggung jawab tidak adanya kebijakan yang mengatur
pemanfaatan dan pengendalian air sungai. Menurut penelusuran data pada Bagian
Hukum Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar
41
, ternyata Peraturan Daerah yang
ada sejak zaman orde baru sampai dengan sekarang merupakan usulan dari pihak


39
Laporan ; op.cit hal 40

40
Wawancara dengan Ir. Daud sebagai Sekretaris Komisi II juga Ketua KTNA Kota
Pematangsiantar pada tanggal 5 Juli 2007

41
Wawancara dengan Robert Irianto, SH Kasubag Perundang-undangan pada Bagian Hukum
Sekretariat Kota pematangsiantar tanggal 5 Juli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
49
eksekutif. Hak Inisiatif DPRD belum pernah digunakan sama sekali sehingga tanpa
disadari terkesan adanya budaya menunggu .
Faktor lain yang dianggap penulis mempengaruhi minimnya legislasi dalam
bidang lingkungan hidup kemungkinan bisa dilihat dari latar belakang pendidikan
dan profesi anggota legislatif saat ini. Dari 28 anggota DPRD Kota Pematangsiantar,
sebanyak 4 orang dengan pendidikan sarjana hukum, 2 orang insinyur pertanian, 4
orang sarjana bidang pendidikan, 2 orang dari Teknik (Non Lingkungan), 2 orang
sarjana sosial politik, 2 orang sarjana ekonomi, 2 orang dari keagamaan dan
selebihnya tingkat sekolah lanjutan tingkat atas dengan profesi sebelumnya adalah
wiraswasta dan pengajar di swasta.
Sumber daya manusia merupakan faktor penentu kemajuan suatu negara.
Negara yang mempunyai SDM yang berkualitas tinggi dapat menjadi negara maju
dengan rakyatnya yang makmur meskipun tidak memiliki kekayaan sumber daya
alam. Hal ini dapat dilihat melalui media elektronik seperti televisi maupun informasi
di internet, Jepang di Asia ataupun Swiss dan Belanda di Eropah sudah disebut
sebagai negara maju. Sebaliknya negara yang kaya sumber daya alamnya seperti
Indonesia masih disebut sebagai negara berkembang dan angka kemiskinan masih
tinggi yang dibuktikan dengan angka pengangguran, pemberian bantuan tunai
langsung ataupun asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin. Secara tidak langsung,
penghambat perkembangan sumber daya manusia itu sendiri bisa disebabkan faktor
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
50
lingkungan yakni pencemaran yang berdampak kepada kesehatan manusia seperti
contoh pembuangan sampah ke sungai.
Pasal-pasal selanjutnya pada peraturan Daerah ini merupakan pengaturan mengenai
larangan-larangan tentang ukuran tembok / pagar rumah dan sanksi pidana terhadap
pelanggarannya serta kewenangan penyidik pegawai negeri sipil, yang menurut
hemat penulis kurang urgen untuk dianalisis.
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dalam beberapa pasalnya bersentuhan dengan
kebijakan lingkungan hidup nasional dalam administrasi perizinan.
Pasal 4 berbunyi :
(1) Kepala Daerah berwenang :
a. Menerbitkan izin sepanjang persyaratan teknis dan administrasi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku ;
b. Memberikan izin atau menentukan lain dari ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Daerah ini dengan mempertimbangkan ketertiban umum,
keserasian lingkungan, keselamatan dan keamanan jiwa manusia setelah
mendengar pendapat para ahli / badan penasehat teknis bangunan ;
c. Menghentikan atau menyegel kegiatan yang dilakukan dalam bangunan
yang tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan sesuai dengan perizinan,
sampai dengan yang bertanggung jawab atas bangunan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan ;
d. Memerintahkan untuk melakukan perbaikan terhadap bangunan atau bagian
bangunan, bangunan-bangunan dan pekarangan lingkungan untuk
pencegahan terhadap gangguan kesehatan dan atau keselamatan manusia /
lingkungan setelah mendengar pendapat ahli / badan penasehat teknis
bangunan ;
e. Memerintahkan, menyetujui atau menolak dilakukannya pembangunan,
perbaikan, atau pembongkaran prasarana dan sarana lingkungan oleh
pemilik bangunan / tanah.
f. Dapat menetapkan kebijakan terhadap bangunan dan atau lingkungan
khusus dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini
dengan mempertimbangkan keserasian lingkungan dan atau keselamatan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
51
masyarakat dan atau keamanan Negara setelah mendengar pendapat para
ahli / atau penasehat teknis bangunan.
(2) Kepala Daerah atau petugas yang ditunjuk menjalankan tugasnya, berwenang
memasuki halaman, pekarangan dan atau bangunan dalam rangka melakukan
pemeriksaan kesesuaian pelaksanaan pembangunan atau pemanfaatan bangunan
sesuai dengan fungsinya.

Pengelolaan lingkungan hidup yang berhasil biasanya selalu dikaitkan dengan
pemberian izin secara efektif dan terpadu untuk mencegah terjadinya kerusakan
lingkungan dan keanekaragaman sistem perizinan dalam prosedurnya pada masing-
masing daerah membuat rumit bagi dunia usaha . Belakangan ini Pemerintah Kota
Pematangsiantar sudah memunculkan wacana untuk menyelenggarakan sistem
perizinan satu atap, untuk memudahkan dan merupakan debirokratisasi. Hal ini
sangat penting mengingat pertumbuhan ekonomi suatu daerah khususnya dalam
sektor bisnis / perdagangan tidak terlepas dari mudah tidaknya memperoleh izin.
Bentuk dari izin merupakan suatu penetapan, sehingga izin yang keliru atau tidak
cermat serta tidak memperhitungkan dan mempertimbangkan lingkungan akan
mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan, artinya
izin merupakan instrumen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup
42
. Sampai
saat ini Ordonansi Gangguan ( HO ) masih berlaku di kota Pematangsiantar yang
berkaitan erat dengan masalah pencemaran lingkungan dimana hal-hal yang dilarang
dilakukan dalam pendirian suatu usaha yang merugikan, membahayakan atau
gangguan.


42
Rapat Koordinasi Pembangunan Pemerintah Kota Pematangsiantar di Ruang Data, bulan
Mei 2007 dengan materi rapat rencana pengurusan dan penerbitan perizinan sistem satu atap ( one stop
service )
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
52
Pemberian izin oleh kepala daerah dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun
2003 memasukkan kalimat yang berbunyi : setelah mendengar pendapat para ahli
/ badan penasehat teknis bangunan .
Bukankah pendapat yang diharapkan adalah dari ahli lingkungan hidup ?
Keselamatan dan kesehatan manusia / lingkungan tidak semata membutuhkan
pendapat ahli bangunan saja untuk mendirikan bangunan.
Selanjutnya pada Pasal 5 mengenai perizinan yang diterbitkan oleh Kepala
Daerah dapat diberikan sepanjang maksud penerbitannya untuk memberikan jaminan
lingkungan
43
. Penelusuran yang dilakukan pada arsip Lembaran Daerah Kota
Pematangsiantar, hanya kedua Peraturan Daerah ini yaitu Nomor 9 Tahun 1992
tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum dan Nomor 5
Tahun 2003 tentang Retribusi Izin mendirikan Bangunan yang menyinggung secara
konkrit kebijakan penyelenggaraan pembangunan berwawasan lingkungan. Padahal
sangat ideal bila ada suatu Peraturan Daerah yang berdiri sendiri secara khusus


43
Lihat Pasal 5 Peraturan Daerah Kota pematangsiantar Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan ; kegiatan membangun atau membongkar bangunan baru
memperoleh izin dari kepala daerah guna menjamin kesehatan, keamanan pemilik bangunan,
ketertiban dan keselamatan masyarakat dan lingkungan serta keserasian lingkungan dan kesesuaian
fungsi peruntukannya.. Persyaratan lingkungan telah dimasukkan ke dalam proses penerbitannya yaitu
1. Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas ;
2. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolahkan mengganggu atau menimbulkan
gangguan keamanan, keselamatan umum, keseimbangan / pelestarian lingkungan dan kesehatan
lingkungan ;
3. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan dibangun / berada di atas sungai
/ saluran / selokan / parit pengairan ;
4. Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan menimbulkan dampak negative
terhadap lingkungan, dan untuk bangunan tertentu harus dilengkapi dengan Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL)
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
53
mengatur bidang lingkungan hidup sebagai sub sistem
44
yang mendukung sistem
pemerintahan. Peran aparatur juga tidak dipungkiri dapat dijadikan sebagai pelaku
lingkungan yang mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan, maksudnya
walaupun tidak ada usulan dari pihak lesgislatif untuk penyusunan ketentuan
peraturan di daerah tentang pelestarian lingkungan hidup, sangat memungkinkan
usulan itu datang dari perangkat daerah seperti Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan ataupun Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(BAPEDALDA). Hanya saja untuk Badan yang terakhir disebutkan belakangan, baru
disahkan kelembagaannya pada tahun 2006 yang lalu sehingga tidak dapat berbuat
sehubungan kondisi pada saat ini sumber daya manusianya sangat tidak memadai.
Kenyataan yang ada, bahwa Kota Pematangsiantar telah berhasil memperoleh
piala Adipura sebanyak enam kali dengan kriteria kota sedang, bersama-sama dengan
kota lainnya di Indonesia dengan penghargaan yang terakhir baru saja diterima
tanggal 6 Juni 2007 lalu dari Presiden Republik Indonesia di Istana Negara. Sasaran
penilaian yang dilakukan tim verifikasi / penilai dari instansi pusat adalah kebersihan
dan keindahan lokasi- lokasi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Penting sekali apabila pemberian penghargaan yang demikian agar tetap
mempertimbangkan atau memasukkan salah satu indikator berupa administrasi


44
Otje Salman, H.R. dkk , Teori Hukum , ( Bandung ; Refika Aditama, Tahun 2004 ) hal 85
mengutip pendapat Elias M. Awad bahwa sistem itu bersifat terbuka jika berinteraksi dengan
lingkungannya dan tertutup bila mengisolasikan diri dari pengaruh apapun. Sistem itu terbagi atas sub
sistem dan sub sistem itu terdiri lagi dari sub sistem dan saling bergantung satu sama lainnya dan
saling memerlukan sehingga mampunyai kemampuan mengatur diri sendiri (self regulation) serta
memiliki tujuan dan sasaran.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
54
pemerintahan yaitu sejauh mana kebijakan yang telah dilakukan oleh setiap daerah di
bidang lingkungan hidup. Manfaat kebersihan dan keindahan merupakan lingkup
lingkungan hidup, sehingga unsur-unsurnya saling bertautan satu dengan yang
lainnya dan semuanya itu adalah terwujudnya proses interaksi dengan potensi yang
ada.
Tanggung jawab Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam upaya lingkungan,
selain Peraturan Daerah dapat dilihat juga dilihat pada tugas pokok dan fungsi pada
tata kerja dinas-dinas daerah.
45
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui
Dinas Kesehatan di daerah kabupaten dan kota, mengacu kepada visi dan misi
Indonesia Sehat 2010
46
mempunyai sasaran program yang akan dicapai antara lain :
1.Tersusunnya kebijakan dan peningkatan kualitas lingkungan di tingkat lokal,
regional dan nasional
2.Terselenggaranya upaya peningkatan lingkungan fisik, sosial, budaya masyarakat
dengan memaksimalkan potensi sumber daya secara mandiri
3.Meningkatnya kesadaran dan tanggung jawab masyarakat untuk memelihara
lingkungan sehat
4.Meningkatnya cakupan keluarga yang mempunyai akses terhadap air bersih yang
memenuhi kualitas bakteriologis dan sanitasi lingkungan di perkotaan dan
pedesaan
5.Tercapainya pemukiman dan lingkungan perumahan yang memenuhi syarat
kesehatan di pedesaan dan perkotaan termasuk penanganan daerah kumuh
6.Terpenuhinya syarat-syarat kesehatan di tempat-tempat umum termasuk sarana
dan cara pengelolaannya
7.Terpenuhinya lingkungan sekolah dengan ruang yang memadai dan kondusif
untuk menciptakan interaksi sosial dan mendukung perilaku hidup sehat


45
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah, menjelaskan juga adanya tanggung jawab dinas-dinas tertentu
yang memiliki tanggung jawab dalam bidang lingkungan dan sampai saat ini belum mengalami revisi
sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan , Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.

46
Hapsara Habib Rachmat R, loc.cit hal.67
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
55
8.Terpenuhinya persyaratan kesehatan di tempat kerja, perkantoran dan industri
termasuk bebas radiasi
9.Terpenuhinya syarat kesehatan di seluruh rumah sakit dan sarana pelayanan
kesehatan lain termasuk pengelolaan limbah
10.Terlaksananya pengolahan limbah industri dan polusi udara oleh industri maupun
sarana transportasi
11.Menurunnya tingkat paparan pestisida dan insektisida di lingkungan kerja
pertanian dan industri serta pengawasan terhadap produk-produknya untuk
keamanan konsumen

Sasaran program pembangunan kesehatan tersebut di atas menurut penulis
telah memasuki wilayah administrasi kebijakan lingkungan hidup tentang baku mutu
lingkungan dan perlindungan sumber daya buatan dan sumber daya alam non hayati
seperti pencegahan kerusakan atas pemanfaatan tanah atas penggunaan insektidida
maupun desinfektan, penanggulangan limbah, pencemaran udara dan polusi
kebisingan. Dibandingkan dengan tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup dan
Kebersihan menyangkut kebijakan lingkungan juga melakukan pengawasan terhadap
sampah cair dan padat, pengelolaan pohon-pohon pelindung seperti mahoni di
sepanjang beram jalan, pertamanan, kebersihan tempat-tempat umum dan
pencemaran lingkungan akibat proses industri dan kelestarian lingkungan hidup.
Dilihat dari segi tanggung jawab, kedua instansi ini sepertinya melakukan
kewenangan yang tumpang tindih dan belum terkoordinasi secara optimal. Melihat
keadaan yang demikian, penulis mencoba melihat sejarah terbentuknya instansi yang
membidangi lingkungan hidup ini. Pada tahun 2001 setelah digulirkannya
desentralisasi, ternyata istilah lingkungan menjadi hal yang menarik untuk
diperhatikan dengan perlunya membentuk suatu kelembagaan di daerah yang
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
56
menangani langsung lingkungan hidup. Saat itu Pemerintah Daerah memberikan
solusi agar kantor lingkungan hidup belum saatnya berdiri sendiri karena
membutuhkan biaya operasional dan waktu yang cukup, sehingga terdapat 2 pilihan
yaitu menggabungkannya dengan Dinas Kebersihan atau Dinas Kesehatan.
Kenyataan yang terjadi, pengambil keputusan menyatukannya dengan Dinas
Kebersihan dengan nomenklatur Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan. Kendala
yang muncul kemudian yaitu menyangkut SDM atau personalia yang memiliki
disiplin ilmu lingkungan hanya dimiliki oleh Dinas Kesehatan. Hal ini muncul ketika
adanya laporan masyarakat yang masuk ke legislatif diduga adanya pencemaran air
sungai di kawasan padat penduduk oleh limbah sebuah rumah sakit dan gilingan padi.
Pihak DPRD setempat melakukan kunjungan ke lokasi dimaksud dan segera
memanggil instansi yang berwenang. Ketika itu muncul pertanyaan, instansi manakah
yang bertanggung jawab atas pencemaran tersebut ? Akhirnya kedua instansi di atas
saling melemparkan tanggung jawab dengan alasan bahwa Dinas Kesehatan
bertanggung jawab apabila limbah itu menyangkut limbah medis sedangkan Dinas
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa tidak memiliki SDM dengan keahlian biologi
ataupun kimia untuk menyelidiki pencemaran. Gambaran seperti ini tidak akan
pernah menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di tengah-tengah masyarakat.
Menurut informasi yang diperoleh pada saat wawancara dengan beberapa
responden di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
47
, bahwa istilah limbah


47
Wawancara dengan Ir. Robert , Kasi Tempat Pembuangan Akhir pada Dinas Lingkungan
Hidup dan Kebersihan Kota Pematangsiantar, tanggal 10 Juli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
57
selama ini hanya dikaitkan dengan pengelolaan sampah dan kelestarian lingkungan
merupakan persoalan keindahan dan pertamanan. Perspektif demikian menunjukan
betapa kurangnya pemahaman aparatur tentang pembangunan berkelanjutan
(sustainability development). Pada tahun 2006, telah dibentuk Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan Daerah Kota Pematangsiantar dimana tugas pokoknya akan
diurai lebih lanjut terhadap konteks kebijakan lingkungan.
Fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota
Pematangsiantar sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 yaitu
48
:
Dalam melaksanakan tugas, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah mempunyai fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup pengendalian dampak lingkungan
daerah ;
b. Pelayanan penunjang penyelenggaraan pengendalian dampak lingkungan daerah ;
c. Perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan pencemaran,
kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan
d. Pengembangan program kelembagaan dan peningkatan kualitas dan kapasitas
serta pengendalian dampak lingkungan
e. Pembinaan dan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan
f. Pengawasan pengendalian teknis analisis mengenai dampak lingkungan

Dari ketentuan tersebut di atas, penulis perlu menjabarkan kembali fungsi-
fungsi tersebut ke dalam tugas pokok dan fungsi masing-masing tingkatan
adminstrasi.
Fungsi yang pertama yaitu menyangkut penyusunan kebijakan teknis dalam
lingkup pengendalian dampak lingkungan daerah hampir sama dengan fungsi yang


48
Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
58
ketiga yaitu perumusan kebijakan operasional pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan. Perbedaan
hanya penggunaan istilah teknis dan operasional, padahal keduanya tidak terlepas
satu dengan yang lainnya dalam perumusan kebijakan atau biasa disebut sebagai
teknis operasional, atau dengan pendapat lain yakni apakah kebijakan operasional
bisa terlaksana apabila secara teknis kebijakan belum tersusun.
Selanjutnya pencegahan dan penanggulangan pencemaran, kerusakan dan
pemulihan kualitas merupakan lingkup pengendalian dampak lingkungan, artinya
fungsi ketiga dan kedua merupakan bagian dari fungsi pertama.
Fungsi keempat dan kelima merupakan tindak lanjut dari penyusunan
kebijakan baik pembinaan dan pengendalian maupun bentuk pengawasannya yang
menyangkut analisis mengenai dampak lingkungan.
Kelima fungsi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kota
Pematangsiantar hanya menyangkut pengendalian akibat dampak lingkungan.
Sebagaimana diketahui bahwa analisis mengenai dampak lingkungan atau sering
disebut dengan Amdal, hanya dibicarakan apabila adanya suatu rencana kegiatan /
dan atau usaha yang wajib Amdal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Akhirnya, keberadaan Bappedalda ini nantinya hanya lebih bersifat menunggu
pembangunan / proyek yang dikenakan wajib Amdal dan juga menyusun kebijakan
dan penerapan sanksi apabila terjadinya penyimpangan.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
59
Kenyataan menunjukkan bahwa izin mendirikan bangunan terus saja
diterbitkan karena rekomendasi dari Bapedalda tidak menjadi persyaratan yang
diminta untuk penerbitan izin. Hal ini terjadi disebabkan faktor SDM yang tidak
memadai dalam arti ketidaksiapan itu justru dari pihak pemerintah daerah sendiri
bukan di pihak pemrakarsa.
Analisis mengenai dampak lingkungan dapat dikategorikan sebagai bentuk
studi, sehingga studi yang baik akan dihasilkan oleh tim yang baik pula. Baik atau
buruknya suatu tim tergantung bagaimana cara menyusun dan mengelolanya karena
terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang saling terpadu ( integrated )
49
.
Menurut keahliannya tim Amdal mencakup 3 bidang keahlian pokok, yaitu
50
:
a. Bidang lingkungan fisika atau geofisik dan kimia
b. Bidang lingkungan biologis
c. Bidang sosial ekonomi dan sosial budaya atau bidang sosial
Sebaiknya pemerintah juga memiliki pegwaia dengan keahlian yang memadai, karena
Analisa Dampak Lingkungan ( Andal ) mempunyai manfaat yang menguntungkan
antara lain
51
:
a. Untuk mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tersebut tidak
rusak (khusus sumber daya alam yang dapat diperbaharui) ;
b. Mencegah rusaknya sumber daya alam lain yang berada di luar lokasi proyek baik
yang diolah proyek lain, diolah masyarakat ataupun yang belum diolah ;


49
Gunarwan Suratmo F , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( Yogyakarta, Gadjah
Mada University Press, 2004 ) hal 52

50
Ibid hal 53

51
Ibid hal 20
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
60
c. Menghindarkan perusakan lingkungan hidup seperti timbulnya pencemaranair,
pencemaran udara, kebisingan dan lain sebagainya sehingga tidak menggangu
kesehatan, kenyamanan dan keselamatan masyarakat ;
d. Menghindarkan pertentangan-pertentangan yang mungkin timbul khususnya
dengan masyarakat dan proyek-proyek lain ;
e. Sesuai dengan rencana pembangunan daerah, nasional ataupun internasional serta
tidak mengganggu proyek lain ;
f. Menjamin manfaat yang jelas bagi masyarakat umum ;
g. Sebagai alat pengambil keputusan pemerintah ;

Sebagaimana telah dijelaskan pada awal penulisan pada bab ini, bahwa
berbagai kebijakan lingkungan hidup nasional setidak-tidaknya telah dilaksanakan
secara perlahan dan bertahap di daerah mengingat Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 telah berjalan selama 2 tahun dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kelemahan Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam merumuskan kebijakan
lingkungan hidup terutama pada faktor sumber daya manusianya dimana rekruitmen
tenaga untuk mengisi posisi tersebut selama 2 kali penyelenggaraan pengadaan
formasi sepertinya terlupakan.
Kondisi lain yang tidak kalah penting yaitu terlambatnya pembentukan
organisasi atau kelembagaan pemerintah yang secara khusus menangani persoalan
lingkungan secara holistik seperti Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah.
Sebelum terbentuknya Bapedalda, koordinasi lembaga yang ada juga tidak optimal,
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
61
disamping rendahnya dan atau minimnya pengetahuan yang dimiliki aparatur di
bidang lingkungan terhadap isu lingkungan yang bersifat universal, yang pada
gilirannya Indonesia secara umum akan tertinggal atau bisa saja dianggap kurang
kooperatif dalam antisipasi persoalan-persoalan lingkungan seperti perubahan iklim
atau pemanasan global sebagaimana dalam beberapa kali pertemuan masyarakat
internasional. Hal ini tidak akan terjadi berlarut-larut seandainya dibuka sebuah
forum kerja sama antar daerah (FKSAD) tentang lingkungan hidup yang langsung
dikoordinir oleh Pemerintah Propinsi, agar tercipta suatu keseragaman di daerah
dalam pengelolaan lingkungan hidupnya.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
62
BAB III
PENGELOLAAN PENATAAN RUANG PADA PEMERINTAH
KOTA PEMATANGSIANTAR

A. Hukum Tata Ruang
Hukum adalah sebuah entitas sangat kompleks, meliputi kemasyarakatan yang
majemuk, mempunyai banyak aspek, dimensi dan fase.
47
Berangkat dari masalah
yang kompleksitas tersebut, hukum senantiasa tiada hentinya menarik perhatian dan
menjadi wacana yang sering diperdebatkan di semua kalangan. Hukum yang
terbentuk tidak terlepas dari keinginan politik atau setidak-tidaknya suatu proses
politik (law as a product of political process). Di Indonesia, politik dimaksud
diartikan sebagai kebijakan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang
akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan.
Mengkaji ilmu hukum bisa dibagikan ke dalam 2 kategori yang berbeda.
Pertama, sebagai studi normatif yang objeknya adalah hukum yang dikonsepsikan
sebagai sistem kumpulan norma-norma positif di dalam kehidupan masyarakat.


47
Hukum berakar dan terbentuk dalam proses interaksi berbagai aspek kemasyarakatan
(politik, ekonomi, teknologi, keagamaan dan sebagainya), dibentuk dan iktu membentuk tatanan
masyarakat, bentuknya ditentukan oleh masyarakat dengan berbagai sifatnya, namun sekaligus ikut
menentukan sifat masyarakat itu sendiri. Bernard Arief Sidharta, Refleksi Struktur Ilmu Hukum ;
Sebuah Penelitian tentang Fondasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum sebagai Landasan
Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1999) hal.116

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
63
Kajian yang dilakukan adalah untuk mengetahui kaidah-kaidah hukum yang
bagaimana seharusnya berlaku dan sebaliknya.
Kedua, ilmu hukum bisa dilihat sebagai studi keilmuan yang bermaksud menyingkap
dan mencari kebenaran dan bermaksud menjelaskan (explanation) atau membangun
teori (theory building)
48
.
Berbicara mengenai hukum tata ruang merupakan lingkup struktural
pengelolaan atau kebijakan pemanfaatan wadah yang diwujudkan melalui proses
penyelenggaraan administrasi atau ketatausahaan negara dengan kategori normatif.
Hukum tata negara dalam arti luas atau hukum negara termasuk di dalamnya hukum
tata usaha atau tata pemerintahan (administratief recht). Secara sempit dapat
dikatakan sebagai hukum tata negara yang berlaku pada waktu tertentu / hukum
positif.
Pendekatan yang dipergunakan dalam mempelajari hukum tata negara sebagai
berikut :
a. Pendekatan Yuridis Formil, berupa pendekatan berdasarkan azas-azas hukum
yang mendasari ketentuan-ketentuan / peraturan, misalnya setiap peraturan tidak
diperbolehkan menyimpang dari UUD 1945 ;
b. Pendekatan Filosofis, yaitu berdasarkan Pancasila sebagai nilai-nilai luhur dalam
peri kehidupan bangsa Indonesia ;


48
FX Adji Samekto, Studi Hukum Kritis kritik terhadap Hukum Modern, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2005) hal.v

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
64
c. Pendekatan sosiologis, yakni pendekatan dari hubungan sosial / masyarakat
sehingga peraturan yang diterbitkan merupakan keputusan yang bersifat politis ;
d. Pendekatan Historis, merupakan pendekatan dengan melihat sejarah
diterbitkannya peraturan termasuk era pembuatannya.
Selanjutnya di era reformasi, sistem peraturan perundang-undangan kita telah
diperbaharui melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2000 dengan
menetapkan Ketetapan No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan
peraturan perundang-undangan
49
.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan jenis dan hierarkhi
peraturan perundang-undangan meliputi
50
:
1. Undang Undang Dasar 1945 ;
2. Undang-Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) ;
3. Peraturan Pemerintah (PP) ;
4. Peraturan Presiden ;
5. Peraturan Daerah.


49
www.mahkamahkonstitusi.go.id, J imly Asshiddiqie ;Tata Urutan Perundang-undangan
dan Problem Peraturan Daerah disebutkan bahwa Pasal 2 ditentukan bahwa tata urutan perundang-
undangan di Indonesia adalah :
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
e. Peraturan Pemerintah
f. Keputusan Menteri
g. Peraturan Daerah

50
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Peraturan
Perundang-undangan

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
65
Pada ayat (2) menentukan Peraturan Daerah meliputi :
1. Peraturan Daerah Propinsi yang dibuat oleh DPRD Propinsi bersama Gubernur ;
2. Peraturan Daerah Kabupaten / Kota yang dibuat DPRD Kabupaten / Kota
bersama Bupati / Walikota ;
3. Peraturan Desa dan setingkat dibuat oleh Badan Perwalian Desa atau nama
lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.

Lahirnya sebuah produk peraturan perundang-undangan yang dogmatik tetap
mengacu kepada pendekatan-pendekatan sebagaimana disebutkan di atas, dan
demikian halnya peraturan yang lebih rendah harus menjiwai peraturan yang lebih
tinggi.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dengan
konsep pendekatan filosofis Pancasila sebagaimana termaktub dalam konsideran
menimbang.
51
Peraturan pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri maupun Peraturan Daerah akan menyesuaikan, artinya beberapa ketentuan
yang ada masih dipergunakan sampai batas waktu yang disyaratkan selama 1 tahun 6


51
Dalam konsideran menimbang bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan yang
strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumber daya
alam yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila dan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di lautan dan di
udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya
buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu
kesatuan tata lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan yang
berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional di samping pengaturan pemanfaatan ruang
belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan, ( Lihat Undang Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang ).loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
66
bulan untuk Peraturan Pemerintah, 5 tahun untuk Peraturan Presiden dan 2 tahun
untuk Peraturan Daerah.
Perubahan yang mendasar antara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 antara lain dengan dimasukkannya beberapa
pengertian dalam ketentuan umum yaitu struktur ruang, pola ruang, penyelenggaraan
penataan ruang, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengaturan penataan ruang,
pembinaan penataan ruang, pelaksanaan penataan ruang, pengawasan penataaan
ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, wilayah, sistem
wilayah, sistem internal perkotaan, kawasan agropolitan, kawasan metropolitan,
kawasan megapolitan, kawasan strategis, propinsi dan kabupaten / kota, ruang
terbuka hijau, izin pemanfaatan ruang, orang dan menteri.
Pada prinsipnya Undang-Undang tersebut di atas dijadikan sebagai rujukan bagi
ketentuan di bawahnya dalam pengaturan rancana tata ruang wilayah di setiap daerah
sesuai kewenangan yang dimiliki.

B. Penataan Ruang Dalam Perundang-undangan Nasional
Sebelum membahas pengelolaan tata ruang di kota Pematangsiantar, terlebih
dulu dijelaskan beberapa pengertian yuridis yang juga berupa kebijakan nasional
dalam penataan ruang.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Tata ruang sendiri adalah wujud struktural dan pola

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
67
pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. Hampir sejalan dengan
kebijakan lingkungan hidup, penataan ruang juga dilaksanakan bagi semua
kepentingan secara terpadu, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dengan aspek
keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum sehingga tujuan penataan
ruang dapat tercapai.
52
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ruang
dalam pembahasan di sini hanya dibatasi pada ruang daratan saja, karena kota
Pematangsiantar tidak memiliki wilayah laut sedangkan pengaturan mengenai
wilayah udara sendiri sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan.
Penataan ruang yang dibahas dan dianalisis di sini adalah menyangkut
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian tata ruang yang digariskan oleh Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 47
tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Keputusan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 / KPTS / M / 2002 tentang Penetapan


52
Penataan ruang bertujuan :
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional ;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budi daya ;
c. tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera
2. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia
3. meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan secara berdaya guna,
berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia
4. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negative
terhadap lingkungan
5. mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan
( UU Nomor 24 tahun 1992, Pasal 3 bandingkan dengan UU Nomor 26 tahun 2007 Pasal 5) loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
68
Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang selanjutnya akan dibandingkan
terhadap implementasinya pada Pemerintah Kota Pematangsiantar.
1. Perencanaan Tata Ruang
Undang-Undang tentang Penataan Ruang menyebutkan :
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta
penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan
jenis perencanaan secara berkala
(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan tata ruang sebagaaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 24
ayat (3).
(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau
penyempurnaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Ketentuan tersebut di atas menyangkut proses penyusunan dan penyempurnaan
rencana tata ruang, yang disebabkan adanya berbagai kebutuhan yang bersifat
dinamis, terarah dan terpadu mulai dari tingkat Nasional, Propinsi dan Kabupaten
Kota. Langkah-langkah kegiatan yang ditempuh berupa :
a. menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,
sosial, budaya, daya dukung dan daya tampung lingkungan serta fungsi
pertahanan keamanan ;
b. mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu
wilayah perencanaan ;
c. perumusan perencanaan tata ruang ;
d. penetapan tata ruang.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
69
Selanjutnya pertimbangan perencanaannya dengan memperhatikan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi lindung, dimensi waktu,
teknologi, sosial budaya serta fungsi pertahanan dan keamanan dan aspek
pengelolaan terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta
kualitas ruang. Perencanaan tata ruang juga mencakup perencanaan struktur dan pola
pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan
tata guna sumber daya alam lainnya. Khusus yang mengatur tentang tata ruang yang
berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan sebagai sub sistem perencanaan tata
ruang, penyusunannya diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Pada Penjelasan Undang-Undang tersebut juga dinyatakan :
Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju keadaan pada masa
depan yang diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dapat dipakai, serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan
tiap sektor. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara
dinamis, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang seiring dengan berjalannya
waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun itu tetap sesuai
dengan tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, rencana tata ruang
dapat ditinjau kembali dan atau disempurnakan secara berkala. Peninjauan
kembali sebagaimana tersebut di atas bukan berarti penyusunan rencana baru
secara totalitas dan hanya dapat dilakukan atas dasar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) pasal ini. J adi perencanaan dibedakan menurut hirearkhi
administrasi pemerintahan, kedalaman rencana dan fungsi wilayah serta kawasan.
Peninjauan kembali yang berakibat kepada penyempurnaan rencana tata ruang,
maka hak orang harus dilindungi.
53


Pengertian menghormati hak yang dimiliki oleh orang lain adalah suatu
pengertian yang mengandung arti menghargai, menjunjung tinggi, mengakui, dan
menaati peraturan yang berlaku terhadap hak yang dimiliki orang. Hak di sini adalah


53
Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007; loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
70
segala kepentingan hukum yang diperoleh atau dimiliki peraturan perundang-
undangan, hukum adapt, atau kebiasaan yang berlaku. Sebagai contoh adalah hak
kepemilikan atau penguasaan atas tanah yang diakui oleh UU Nomor 5 tahun 1960
tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Struktur pemanfaatan ruang itu sendiri dimaksudkan sebagai komponen
lingkungan alam hayati, non hayati, buatan, dan lingkungan sosial yang secara
hierarkhis dan fungsional berhubungan satu sama lain. Sedangkan pola
pemanfaatannya merupakan bentuk hubungan antar berbagai aspek sumber daya
manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sosial, budaya, ekonomi, teknologi,
informasi, administrasi, pertahanan dan keamanan, fungsi lindung, budi daya, dan
estetika lingkungan, dimensi ruang dan waktu yang merupakan satu kesatuan
menyeluruh serta berkualitas membentuk tata ruang.
Kedua hal tersebut, baik struktur dan pola merupakan kegiatan perencanaan
tata ruang yang hasilnya menitik beratkan pada pemukiman, pelayanan barang dan
jasa yang didukung oleh sarana dan prasarana seperti jaringan transportasi dan
jaringan utilitas.
54


2. Pemanfaatan Tata Ruang
Pada prinsipnya, dalam penyusunan ataupun penyempurnaan rencana tata
ruang suatu daerah tetap memperhatikan segi kemanfaatannya sesuai dengan

54
J aringan utilitas seperti air bersih, air kotor, pengaturan air hujan, jaringan telepon, jaringan
gas, jaringan listrik dan system pengelolaan sampah, ( Penjelasan Pasal 14 UU Nomor 24 tahun 1992 )

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
71
spesifikasi daerah (local specific) dan kebutuhannya (local need). Hal ini dianggap
sebagai sesuatu yang tidak boleh tidak diperhatikan dengan maksud rencana tata
ruang tidak dengan mudah sekali mengalami perubahan atau lebih pragmatis. Faktor-
faktor yang diperhatikan dalam pemanfaatan ruang berupa pembiayaan dan jangka
waktu. Rangkaian program pelaksanaan pembangunan sangat mempengaruhi
pemanfaatan ruang dan juga rencana waktu termasuk mobilisasi, prioritas dan alokasi
pendanaannya. Keadaan yang demikian persiapan program harus matang, bertahap
dan terukur, karena sangat memungkinkan apabila pemanfaatan ruang juga dilakukan
oleh masyarakat.
Pengelolaan berarti juga penatagunaan, di dalamnya ada penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan yang terkondisi melalui lembaga yang ada sesuai
bidang penatagunaan masing-masing agar memberikan kepada kepentingan
masyarakat secara adil. Adanya pengaturan insentif yang bertujuan untuk
memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata
ruang.
Insentif dimaksud bisa berupa kemudahan-kemudahan antara lain
55
:
a. bidang ekonomi, yaitu memberikan kompensasi, imbalan maupun tata cara
pengelolaan sewa ruang ;
b. bidang fisik, melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti
jalan, listrik, air minum, telepon dan sebagainya untuk pengembangan kawasan.

Selain itu, juga dikenal istilah disinsentif yakni pengaturan yang bertujuan
untuk membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana kawasan ruang dengan melakukan pengenaan pajak yang tinggi atau tidak
menyediakan sarana dan prasarana. Pelaksanaan kedua perangkat tersebut yaitu
insentif dan disinsentif tidak boleh mengurangi hak penduduk sebagai warga negara


55
Lihat Penjelasan Undang-Undang tentang Penataan Ruang, loc.cit

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
72
yang meliputi pengaturan harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh dan
mempertahankan ruang hidupnya.

3. PENGENDALIAN TATA RUANG
Perangkat pengendalian tata ruang dimuat pada ketentuan ini yang berbunyi:
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan
penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
Bentuk-bentuk pengawasan terhadap pemanfaatan ruang tersebut
diselenggarakan dengan pelaporan, pemantauan dan evaluasi termasuk penjatuhan
sanksi
56
. Pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang perlu dilakukan
pengendalian melalui pengawasan dan penertibannya.
57

Kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah dalam penataan
ruangnya termasuk pengawasan dan penertiban adalah tepat dan sejalan dengan
pembagian urusan pemerintahan. Hal yang dikecualikan dalam penyerahan urusan
yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional


56
Bentuk pelaporan adalah berupa kegiatan memberi informasi secara obyektif mengenai
pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bentuk
pemantauan adalah usaha atau perbuatan mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat
perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, bentuk
evaluasi adalah usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan
rencana tata ruang, serta sanksi adalah sanksi adminitrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana yang
dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena Undang-Undang ini tidak
memuat pasal tentang ketentuan pidana,Ibid

57
Pengawasan adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang, sedangkan penertiban adalah usaha untuk mengambil
tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat terwujud. Pada daerah Kabupaten / Kota,
penyelenggaraan pemanfaatan ruang meliputi juga mekanisme pemberian izin. Tindakan penertiban
dilakukan dengan melalui pemeriksaan dan penyidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang
dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
73
serta agama. Meskipun demikian bahwa keserasian hubungan susunan pemerintahan
harus tetap diperhatikan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Pada Pasal 14 ayat (1) butir b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah disebutkan : Urusan wajib yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah untuk Kabupaten / Kota merupakan urusan yang berskala
Kabupaten / Kota meliputi perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.

4. Manfaat dan Struktur Ruang Nasional
Untuk mewujudkan tujuan nasional, pemanfaatan ruang ditetapkan adanya
strategi dan arah kebijakan pengembangan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional.
Strategi dimaksud meliputi strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan
kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan tertentu. Secara nasional, pola
pemanfaatan ruang wilayah menggambarkan sebaran kawasan lindung dan budi
daya
58
.
Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional :
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi :
a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya ;
b. kawasan perlindungan setempat ;
c. kawasan suaka alam ;
d. kawasan pelestarian alam ;
e. kawasan cagar budaya ;
f. kawasan rawan bencana alam ;
g. kawasan lindung lainnya.


58
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
74

(2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kawasan hutan lindung ;
b. kawasan bergambut ;
c. kawasan resapan air.

(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. sempadan pantai ;
b. sempadan sungai ;
c. kawasan sekitar danau ;
d. kawasan sekitar mata air ;
e. kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.


(4) kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. cagar alam ;
b. suaka margasatwa.

(5) Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. taman nasional ;
b. taman hutan raya ;
c. taman wisata alam ;

(6) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak
terbagi lagi dalam kawasan lebih kecil.

(7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
meliputi antara lain kawasan rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah
longsor, serta gelombang pasang dan banjir.

(8) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 91) huruf g
meliputi:
a. taman buru ;
b. cagar biosfir ;
c. kawasan pengungsian satwa ;
d. kawasan pantai berhutan bakau.



Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
75
Sedangkan yang dikelompokkan ke dalam kawasan budi daya menurut Pasal
11 Peraturan Pemerintah tersebut meliputi ;
a. kawasan hutan produksi ;
b. kawasan hutan rakyat ;
c. kawasan pertanian ;
d. kawasan pertambangan ;
e. kawasan peruntukan industri ;
f. kawasan pengungsian satwa ;
g.kawasan pemukiman.

Selanjutnya, masing-masing kawasan tersebut diuraikan lagi lebih mendetail dalam
ayat berikutnya sehingga tidak ada suatu bentuk kerancuan dalam implementasi dan
dalam interpretasinya.
Pembagian kawasan hutan produksi meliputi :
a. kawasan hutan produksi terbatas ;
b. kawasan hutan produksi tetap ;
c. kawasan hutan yang dapat dikonversi.
Berikut ini merupakan pembagian kawasan-kawasan sebagaimana
dimaksudkan dalam klasifikasinya yaitu
59
;
1.Kawasan pertanian meliputi, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian
lahan kering, kawasan tanaman tahunan / perkebunan, kawasan pertenakan,dan
kawasan perikanan.
2.Kawasan pertambangan meliputi, bahan-bahan galian yang dibagi atas 3 golongan,
yaitu golongan bahan galian strategis, golongan bahan galian vital dan golongan
galian yang tidak termasuk dalam kedua golongan di atas.
3.Kawasan peruntukan industri meliputi tanah yag diperuntukkan bagi kegiatan
industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah.
4.Kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.


59
Lihat Pasal 17, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
76
5.Kawasan pemukiman meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian
dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal.

Upaya pembangunan nasional harus terus ditingkatkan melalui perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan yang lebih baik agar seluruh pikiran dan
sumber daya dapat diarahkan secara berhasil guna dan berdaya guna. Pembangunan
juga dilakukan dengan menitik beratkan pada salah satu bidang yaitu ekonomi
dengan memperbaiki kualitas sumber daya manusia agar saling mendorong,
memperkuat, terkait dan terpadu.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 pada Pasal 3 menyebutkan
bahwa struktur ruang wilayah nasional disusun berdasarkan arahan pengembangan
terhadap sistem pemukiman, jaringan transportasi, jaringan kelistrikan, jaringan
telekomunikasi, prasarana dan sarana air baku yang semuanya dilakukan secara
nasional dengan sudut pandang wilayah keasatuan dalam wawasan nusantara dan
ketahanan nasional.
60


Arah pengembangan pemukiman dimaksudkan sebagai pusat pelayanan
ekonomi, pelayanan pemerintah maupun pelayanan jasa di daerah tersebut maupun
sekitarnya. Pemukiman-pemukiman itu meliputi pusat-pusat pemukiman perkotaan
maupun pedesaan sesuai dengan fungsi masing-masing termasuk di dalamnya
melayani usaha dan atau kegiatan sehingga dapat mempercepat peningkatan daerah
itu.
Penjelasan Pasal 15 Peraturan Pemerintah RI Nomor 47 Tahun 1997 bahwa
pembangunan jaringan transportasi baik darat, air dan udara yang menghubungkan
antar daerah yang pada akhirnya menciptakan sistem tersendiri di bidang transportasi.


60
Lihat Pasal 3, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
77
Pengembangan energi juga merupakan penunjang kegiatan sosial, ekonomi,
pertahanan dan keamanan dalam menggerakkan dinamika pembangunan serta tidak
dapat terpisahkan dengan jaringan telekomunikasi.

C. Penataan Ruang Dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar
Peraturan pelaksanaan penataan ruang di Kota Pematangsiantar diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Pematangsiantar Tahun 2002 2011 yang mulai berlaku sejak
tanggal 19 Maret 2003.
Beberapa lingkup kebijakan yang diatur antara lain kebijakan pengembangan
tata ruang, konsep pembangunan, azas perencanaan tata ruang, strategi
pengembangan, arahan pemanfaatan ruang, rencana struktur tata ruang wilayah,
rencana distribusi penduduk, rencana pola pemanfaatan ruang kota, kawasan
permukiman, kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan
jasa, pelayanan umum, kawasan lindung, kawasan pariwisata, rencana jaringan
transportasi, rencana distribusi fasilitas, rencana jaringan utilitas, rencana pengaturan
bangunan, indikasi program, prioritas dan pembiayaan pembangunan dan peran serta
masyarakat. Kebijakan tersebut di atas selanjutnya akan diuraikan sehingga diperoleh
gambaran pelaksanaan pengelolaan tata ruang di Kota Pematangsiantar dan
membandingkannya dengan kebijakan nasional.


Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
78
1. Kebijakan Pengembangan Tata Ruang
Pasal 5 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003
menentukan kebijakan dasar pengembangan tata ruang dengan meletakkan
pengembangan di wilayahnya sampai dengan hinterland.
61
Pengembangan ini
didasarkan juga kepada konsep pembangunannya dalam pemanfaatan ruang yakni
konsep unit lingkungan. Bagaimana maksud konsep unit lingkungan ini tidak
dijabarkan dalam penjelasan peraturan daerah ini.
Setiap penetapan pusat-pusat pengembangan, misalnya pusat kota atau sub
pusat kota atau juga dalam pengembangan industri, tidak dimaksudkan untuk
membatasi layanan cakupannya kota semata tetapi juga menghiraukan layanan bagi
wilayah luar kota. Pada perencanaan pusat-pusat pengembangan tersebut, selain
lokasi mudah dijangkau juga perlu perencanaan tata letak dan tata hubungan antar
kegiatan yang efisien dan kompak, untuk itu perlu rencana tata letak bagi setiap


61
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003 Pasal 5 berbunyi : Kebijakan
dasar pengembangan tata ruang ditentukan sebagai berikut :
a. Penentuan pusat-pusat pengembangan harus mampu mendukung terwujudnya spread effect/trickle
down effect ke wilayah buritan. Pusat-pusat pengembangan harus mampu melayani kebutuhan
penduduk di wilayah pengembangannya ;
b. Penentuan pusat-pusat pelayanan akan ditentukan berdasarkan efisiensi pelayanan pusat-pusat
pengembangan ;
c. Wilayah pengembangan pusat-pusat pelayanan diusahakan merupakan wilayah pengembangan yang
utuh dan mencakup kawasan budi daya dan lindung ;
d. Struktur ruang yang direncanakan harus mampu mendukung penduduk yang bermukim di lokasi
setempat dan menjamin kelancaran interaksi antar wilayah terutama kegiatan produksi dan interaksi
sosial ;
e. Penentuan kawasan lindung mengikuti kriteria-kriteria alam sebagaimana diatur dalam perundang-
undangan yang berlaku ;
f. Distribusi fasilitas dan prasarana wilayah dilakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan setiap
wilayah ;
g. Pengembangan sistem transportasi diutamakan untuk peningkatan ekonomi wilayah dan diarahklan
terutama pada daerah-daerah kantong produksi, pusat-pusat permukiman dan membuka wilayah
serta meningkatkan aksebilitas internal dan eksternal sehingga keseimbangan pembangunan dapat
ditingkatkan.

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
79
prakarsa pengembangan pusat layanan kota. Setiap prakarsa pengembangan
mencakup luas lebih dari 200 ha, maka perlu unsur-unsur pelestarian lingkungan dan
tidak selalu berada dalam kawasan yang direncanakan tetapi bisa juga berada di luar
kawasan apabila terkait dengan kawasan yang dikembangkan. Prakarsa dimaksud
tidak boleh mengganggu atau mengurangi kelancaran mobilitas penduduk dan barang
namun justru sebaliknya dapat meningkatkan mobilitasnya. Pada pendistribuasian
fasilitas dan sarana yang merata bukan berarti semua daerah sama tetapi didasarkan
kepada kebutuhan ataupun proporsionalitas. Pengembangan dan pemerataan ke setiap
arah berarti memprioritaskan kawasan-kawasan yang belum berkembang sehingga
tercipta intensitas pembangunan yang merata dan seimbang.
Merencanakan tata ruang dalam Pasal 7 Peraturan Daerah ini menggunakan asas-asas
yang meliputi
62
:
a. Kawasan lingkungan hidup yang manusiawi, yaitu suatu lingkungan yang
memiliki kenyamanan, tenang, aman, menyenangkan, hubungan kekerabatan
yang erat dan bersahabat ;
b. Tingkat kemudahan, yaitu suatu lingkungan yang mudah pencapaiannya ;
c. Alokasi ruang yang terstruktur, yaitu suatu lingkungan yang tidak terlalu padat
dengan alokasi penyediaan prasarana dan sarana sesuai dengan tingkat
kepadatannya;
d. Kesesuaian fisik, yaitu suatu lingkungan yang terbentuk sesuai dengan topografi
kawasan.

Asas-asas perencanaan tata ruang tersebut lebih tepat sebagai kondisi yang
diharapkan pada wujud dari perencanaan dan bukan principle atau beginsel sehingga
apabila tidak terwujud tidak ada pelanggaran hukum yang terjadi terhadap peraturan


62
Lihat Pasal 7, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
80
daerah ini. Kawasan lingkungan yang sedemikian pada butir a sampai dengan d
merupakan keinginan yang ideal atau sesuatu yang positif dari perencanaan tata
ruang.
Selanjutnya dalam Pasal 8 disebutkan bahwa strategi pengembangan tata
ruang yang dilakukan berupa pengendalian pertumbuhan pembangunan yang
seimbang antar kawasan dalam kota, penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas
penduduk secara efisien, peningkatan fungsi prasarana kota agar lebih fungsional
sebagai penunjang ekonomi kota, penetapan kawasan budidaya sesuai dengan kondisi
lokasi untuk dimanfaatkan sebagai fungsi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,
penetapan kawasan lindung sesuai dengan kondisi lokasi untuk pelestarian alam,
mengendalikan kegiatan-kegiatan budidaya yang terlanjur berada di kawasan lindung
serta pengendalian terhadap kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan terutama
di sekitar hulu daerah aliran sungai
63
.

Melihat strategi tersebut diperkirakan sebenarnya membutuhkan waktu yang
cukup lama, mengingat penetapan kawasan-kawasan tertentu seperti kawasan
budidaya atau lindung belum ditetapkan sehingga perangkat daerah yang digunakan
untuk pengendalian lingkungan menjadi tidak efisien.
Hal lainnya seperti pengendalian pertumbuhan pembangunan yang seimbang
antar kawasan dalam kota serta penyediaan prasarana yang menjamin mobilitas
penduduk lebih efisien akan mengalami kendala karena terlalu mudahnya izin
diterbitkan dalam pemanfaatan ruang khususnya terhadap rencana usaha atau
kegiatan yang wajib Amdal ataupun dokumen UPL dan UKL, yang tentunya
Pemerintah Kota Pematangsiantar akan menghadapi masalah baru untuk masa
mendatang.


63
Lihat Pasal 8, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
81
Pada Pasal 9 Peraturan Daerah ini, arah pemanfaatan ruang adalah melakukan
pengamanan daerah aliran sungai (DAS) di kawasan permukiman yakni batas
sempadan sungai dengan lebar 10 meter sampai dengan 15 meter di kiri kanan sungai,
pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal dengan daya dukung
lingkungan dan menghindarkan konflik antar kegiatan dan sektor, pengembangan
sistem pusat-pusat pelayanan di lokasi-lokasi tertentu sehingga mampu menunjang
fungsi layanan daerah-daerah buritan yang berada di luar kawasan kota serta
pengembangan prasarana dan sarana kota yang menunjang struktur kota yang
diinginkan serta pertumbuhan ekonomi kota
64
.

Berdasarkan pengamatan langsung penulis terhadap obyek-obyek tersebut dan
sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masyarakat yang bermukim di
sepanjang daerah aliran sungai berada pada 3 sampai dengan 5 meter dari sempadan
sungai, bahkan dijumpai beberapa warga di sana adalah pejabat di pemerintahan
bahkan keadaan bangunan pada umumnya sudah berbentuk permanen. Meskipun
peraturan daerah juga memiliki sanksi pidana tetapi sangat kesulitan untuk
penegakannya, hal ini disebabkan adanya benturan antara hak azasi manusia yakni
warga telah puluhan tahun telah mendirikan rumah tanpa adanya larangan oleh
pemerintahan terdahulu sebelum diterbitkannya berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan tentang penataan ruang.
Pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan juga hanya sebatas wacana, hal
ini terlihat dengan Perda Nomor 5 Tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Wilayah
Kotamadya Daerah Tk.II Pematangsiantar juga telah mengatur tentang pusat-pusat
pelayanan sampai dengan diberlakukannya Perda Nomor 7 Tahun 2003 ini, tidak ada
diperoleh data yang menunjukkan telah dilakukan penyusunan pengembangan sistem
dimaksud. Walaupun peraturan daerah ini digunakan untuk mengatur rencana-


64
Lihat Pasal 9, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
82
rencana yang lebih rinci, perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang,
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan dalam kota
dan daerah berbatasan dan pengarahan lokasi investasi perlu juga menerbitkan
kebijakan yang mengatur sistem pengembangan kota sehingga perubahan-perubahan
kawasan tidak harus merubah peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah
agar produk perundang-undangan lebih tahan uji.
Kota Pematangsiantar memiliki struktur ruang sebagai berikut
65
:
a. Pusat Kota ( pusat pelayanan utama ) yang berfungsi dan berperan dalam
melayani kebutuhan seluruh kota dan daerah sekitar kota ( wilayah buritan ) ;
b. Pusat Bagian Wilayah Kota ( sub pusat pelayanan ) yaitu pusat pelayanan yang
berfungsi dan berperan melayani kebutuhan penduduk bagian wilayah kota ;
c. Pusat Lingkungan, yaitu pusat pelayanan lingkungan kecil yang berfungsi
melayani kebutuhan masyarakat dalam lingkungannya sendiri untuk kebutuhan
sehari-hari.

Bagaimana fungsi dan peran pelayanan kebutuhan pusat kota dan apa yang
dimaksudkan dengan pusat lingkungan tidak diuraikan secara detail termasuk dalam
penjelasan hanya disebut cukup jelas saja. Ketentuan seperti ini bisa melahirkan
berbagai penafsiran atau interpretasi yang ragam oleh kelompok masyarakat maupun
investor yang mengembangkan usaha atau kegiatannya pada pusat kota.
Pusat kota Pematangsiantar sendiri hanya berada di pintu masuk dan keluar
kota dimana ada terlihat kesemrawutan semua jenis kenderaan yang berada di sana,
rumah toko di sepanjang jalan protokol sepanjang 1700 meter sampai 2000 meter,
pusat perbelanjaan modern berdekatan dengan pasar tradisional, sekolah-sekolah


65
Lihat Pasal 10, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
83
menegah, home industri, jumlah apotik dan toko obat yang berdampingan, rumah
sakit pemerintah dan rumah sakit swasta tidak terlalu jauh jarak keduanya hanya lebih
kurang 300 meter dan lain sebagainya menunjukkan adanya multi penafsiran terhadap
pusat kota dan tidak berjalannya strategi kebijakan rencana pengembangan
pemanfaatan ruang. Sedangkan pusat bagian wilayah kota ( BWK ) dalam peraturan
daerah ini telah ditentukan bagiannya.
Ketentuan pada Pasal 11 berbunyi
66
:
BWK sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 butir b peraturan daerah ini
terdiri atas 5 bagian, yaitu :
a. BWK A adalah seluruh pusat kota yang meliputi sebagian Kecamatan Siantar
Barat, Kecamatan Siantar Utara, Kecamatan Siantar Selatan dan Kecamatan
Siantar Timur ;
b. BWK B meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba, yaitu Kelurahan
Sumber J aya, Kelurahan Tambun Nabolon, Kelurahan Naga Pita, dan
Kelurahan Pondok Sayur ;
c. BWK C meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Gurilla
dan Kelurahan Bah Kapul ;
d. BWK D meliputi sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu Kelurahan
Pematang Marihat, Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Pardamean, Kelurahan
Suka Raja, dan Kelurahan Balai Pansur Nauli ;
e. BWK E meliputi sebagian Kecamatan Siantar Martoba yaitu Kelurahan Setia
Negara dan Kelurahan Bukit Sofa, sebagian Kecamatan Siantar Marihat yaitu
Kelurahan Naga Huta dan Kelurahan Simarimbun.

Selanjutnya apa-apa saja fungsi dari masing-masing bagian wilayah kota
(BWK) dijabarkan yaitu :
a. BWK A berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perkantoran, taman hiburan dan
olahraga, permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa ;

66
Ibid, Pasal 11

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
84
b.BWK B berfungsi sebagai pusat industri, perdagangan, terminal terpadu,
pendidikan, rekreasi, permukiman dan pertanian ;
c.BWK C berfungsi sebagai permukiman, sub pusat kota, industri dan pertanian ;
d.BWK D berfungsi sebagai sub pusat kota, permukiman dan pertanian ;
e.BWK E berfungsi sebagai sub pusat kota, hutan kota, permukiman dan pertanian.

Ke 5 fungsi bagian wilayah kota tersebut di atas hanya BWK E yang langsung
berbasis lingkungan yakni hutan kota, walaupun kenyataan di lapangan kondisinya
sangat berbeda, dengan alasan bahwa pohon pelindung yang ditanam di sepanjang
jalan di Kelurahan Simarimbun dan Naga Huta bukanlah hutan kota.
Terkait dengan rencana pola pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan
aspek ekonomi, lingkungan dan kepentingan umum maka pengembangan fungsi
menjadikan beberapa lokasi dengan kawasan antara lain kawasan permukiman,
kawasan industri, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan jasa, pelayanan
umum, kawasan lindung dan kawasan pariwisata. Kita bisa melihat apakah dalam
pembentukan kawasan ini memasukkan isu lingkungan ke dalamnya sehingga
pemanfaatan ruang dapat dikatakan berbasis lingkungan.

2. PEMBAGIAN KAWASAN
Kebijakan pengembangan dan pembagian kawasan di Kota Pematangsiantar
dibagi atas:
a. Kawasan permukiman ;
Pengembangan kawasan permukiman dilakukan di seluruh bagian wilayah
kota (BWK) seluas 5.273,17 ha dengan kelayakan fisik, kepatutan tata letak dan
lingkungannya. Pembangunan kawasan permukiman baru seperti real estate harus

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
85
sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang permukiman dan disertai dengan fasilitas
umum, fasilitas sosial, jalan masuk, dan jalan akses ke kawasan lain yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Pembangunan tersebut juga harus dilengkapi dengan
prasarana dan utilitas yang terpadu dengan sistem prasarana dan utilitas kota yang ada
dan hal ini merupakan kewajiban pengembang kecuali pembangunan rumah sangat
sederhana (RSS) yang mendapat bantuan pemerintah. Secara tegas disebutkan adanya
larangan pembangunan kawasan pemukiman yang menggunakan lahan pertanian
yang masih produktif kecuali pembangunan rumah tunggal yang bersifat permanen
7 6
.
Hal ini juga berarti hanya pemilik lahan pertanian produktif tersebut yang
dapat mendirikan rumah di atasnya. Pengawasan terhadap pembangunan rumah
seperti ini harus mendapat perhatian, mengingat pemilik lahan pertanian dapat saja
menjual tanahnya dengan cara membuat kavling dengan alasan kebutuhan biaya yang
tentu saja secara perdata merupakan hak pemilik. Kenyataan yang diamati oleh
penulis di suatu lokasi pertanian yang masih produktif, fungsinya telah berubah
menjadi kawasan permukiman tetapi dengan merubah surat keterangan dari Camat
menjadi usulan penerbitan sertifikat Hak Milik dan selanjutnya dipecah dengan
ukuran yang bervariasi. Kebijakan lainnya dalam pengembangan kawasan
permukiman ini juga ditegaskan agar pemerintah daerah wajib memelihara bangunan-
bangunan rumah yang memiliki nilai sejarah dan hal ini sesuai dengan yang
diamanatkan oleh UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
b. Kawasan industri ;
menimbulkan kerugian kepada masyarakat yang telah berdomisili di daerah tersebut


Pengembangan industri diarahkan mengelompok di Kecamatan Siantar
Martoba dan di luar itu tidak dikembangkan lebih lanjut dan secara bertahap diperluas
atau direlokasi ke kawasan industri. Pembangunan kawasan industri tidaklah mudah
mengingat penggunaan lahan haruslah ditentukan terlebih dahulu sehingga tidak


67
Lihat Pasal 15, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
86
di samping perlunya prasarana dasar yang dibutuhkan untuk melokalisir suatu
kawasan industri
68
.

Kewajiban lainnya adalah dipersyaratkan untuk melakukan studi dampak
lingkungan karena industri setidak-tidaknya memerlukan dokumen upaya
pemantauan lingkungan (UPL) dan upaya pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang
tidak wajib amdal. Sampai saat ini rencana pembentukan suatu kawasan industri
belum terlihat mengingat rencana tata ruang wilayah ini berlaku sampai dengan tahun
2011 yang akan datang.
c. Kawasan pemerintahan :
Pengembangan kawasan pemerintahan yang melayani skala kota
dikembangkan mengelompok di pusat kota ( BWK A), sedangkan fungsi
pemerintahan yang melayani masyarakat di bagian wilayah kota berlokasi di tempat
yang sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayaninya dengan kebutuhan lahan
kawasan ini sekitar 34,77 ha. Pelayanan sedekat mungkin dengan masyarakat yang
dilayani dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan oleh kelurahan ataupun
kecamatan tidak disatukan di pusat kota
69
.

Setelah otonomi daerah, bangunan-bangunan milik pemerintah pusat,
pemerintah kabupaten Simalungun yang masih ada saat ini di Kota Pematangsiantar
masih dalam tahap evaluasi untuk menjadi aset daerah seperti ex Bank Indonesia, ex
Kantor Pembantu Gubernur Wilayah II dan sejumlah kantor milik Pemerintah
Kabupaten Simalungun untuk di jadikan dalam kawasan pemerintahan.
d. Kawasan perdagangan dan jasa
70
:


68
Lihat Pasal 22, Ibid

69
Lihat Pasal 25, Ibid

70
Lihat Pasal 26, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
87
Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang melayani skala kota tetap
dikembangkan di pusat kota (BWK A), sedangkan yang melayani kebutuhan sehari-
hari masyarakat boleh berada di lingkungannya. Lahan yang dibutuhkan untuk
pengembangan kawasan perdagangan dan jasa adalah sekitar 55,43 ha.

Diperbolehkannya pelayanan kebutuhan sehari-hari seperti pasar tradisional di
pusat kota berdampingan dengan pelayanan jasa perbankan atau pendidikan ( sekolah
swasta, kursus ) maupun kesehatan ( Rumah Sakit, praktek dokter, Apotik, toko obat,
optikal ) dan lain sebagainya sangat tidak relevan dengan strategi pemanfaatan ruang
sehingga terkesan untuk menjaga suasana kondusif masyarakat yang lebih dahulu
melakukan aktifitasnya sebagai sumber atau mata pencaharian. Faktor lain yang juga
sangat mengganggu yaitu padatnya jalan dengan kondisi seperti itu belum lagi tingkat
kebisingan dan pencemaran udara maupun potensi sampah yang dihasilkan kawasan
tersebut.
e. Kawasan pelayanan umum :
Pelayanan umum
71
merupakan kebutuhan dasar masyarakat perkotaan dan
pegembangannya diarahkan pada kawasan-kawasan permukiman yang ada sesuai
dengan skala layanan yaitu :
1. Pelayanan umum untuk pendidikan diarahkan di BWK B khususnya di
Kelurahan Pondok Sayur Kecamatan Siantar Martoba dengan luas lahan yang
dibutuhkan sekitar 101,9 ha ;
2. Pelayanan umum untuk kesehatan berupa rumah sakit umum rujukan yang
ditetapkan di pusat kota, rumah sakit pembantu ataupun rumah sakit swasta
ditetapkan di jalan utama kota, sedangkan pusat-pusat kesehatan masyarakat
dapat dibangun di kawasan-kawasan permukiman yang ada ;
3. Stadion dan gedung olahraga yang ada tetap dipertahankan dan perlu
direnovasi sesuai dengan kebutuhan peningkatan prestasi olahraga daerah ;
4. Fasilitas rekreasi yang berada di Kecamatan Siantar Barat tetap dipertahankan
dan terus dilengkapi fasilitas penunjang sesuai dengan kebutuhan dan
pengembangannya dimungkinkan melibatkan pihak swasta ;


71
Lihat Pasal 28, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
88
5. Pengembangan terminal untuk kereta api yang ada tetap dipertahankan dan
dibangun terminal pembantu yang baru di Kelurahan Tambun Nabolon
Kecamatan Siantar Martoba sesuai dengan kebutuhan ;
6. Pengembangan terminal jalan raya direncanakan dibangun terminal regional 1
di tepi jalan arteri Kelurahan Tambun Nabolon Kecamatan Siantar Martoba
disamping renacana pembangunan 4 terminal local ;
7. Fasilitas kuburan yang ada tetap dipertahankan dan kebutuhan untuk kuburan
baru harus ditetapkan di pinggir kota dan tidak berada di jalan utama ;
8. Bangunan-bangunan umum yang ada tetap dipertahankan dan
pemeliharaannya agar melibatkan masyarakat dan pihak swasta ;
9. Kawasan militer yang ada masih bisa dipertahankan dan tidak dikembangkan
lebih jauh sesuai perkembangan kota dan pengembangannya diarahkan ke luar
kota ;
10. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yang berada di Kecamatan Siantar
Martoba tetap dipertahankan dan dikelola secara baik dan bila kapasitas
sampah terlampaui maka dicadangkan TPA di Kelurahan Gurilla Kecamatan
Siantar Martoba

Beberapa lokasi yang menjadi kawasan pelayanan umum tersebut di atas
seyogyanya dikembangkan dan bukan hanya dipertahankan seperti telah disebutkan
sebelumnya bangunan-bangunan milik pemerintah pusat atau pemerintah Kabupaten
Simalungun yang sudah dikosongkan agar ditata ulang kembali apakah sebagai
kawasan pelayanan umum ataukah pemerintahan.
f. Kawasan lindung :
Kawasan lindung dalam kota terdiri dari
72
:
1. kawasan lindung daerah aliran sungai dan mata air dilindungi dari
pembangunan fisik dan pengembangannya hanya kegiatan yang sifatnya tidak
terbangun dan tidak merusak lingkungan hidup serta bangunan-bangunan fisik
yang sudah terlanjur terbangun dan status lahannya milik dari penghuni yang
bersangkutan perlu direnovasi sesuai dengan fungsi lindung ;
2. kawasan lindung hutan kota akan dikembangkan di BWK E di sekitar
kawasan mata air dengan jari-jari 200 m



72
Lihat Pasal 29, Ibid

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
89
Ketentuan ini bertentangan dengan ketentuan sebelumnya menyangkut
sempadan daerah aliran sungai sehingga tidak diperkenankan adanya bangunan fisik
di sekitar tersebut apalagi direnovasi sesuai dengan fungsi lindung. Ini merupakan
salah satu faktor yang dapat menghambat penegakan hukum lingkungan di daerah ini
karena sifat dari ketentuan yang sebelumnya imperatif menjadi suatu kebolehan.
g. Kawasan pariwisata:
Kawasan pariwisata
73
mencakup wisata budaya dan taman rekreasi yang
didukung oleh fasilitas akomodasi yang menunjang kegiatan pariwisata dan
dikembangkan di BWK A serta pusat akomodasinya diarahkan di BWK B.
Pengertian akomodasi di sini tidak dijelaskan lebih terinci apakah ada
kaitannya dengan pelestarian lingkungan hidup atau tidak.

3. Rencana Jaringan, Distribusi Fasilitas dan Pengaturan Bangunan Serta
Pembiayaan
Perencanaan jaringan di Kota Pematangsiantar dibagi atas rencana jaringan
transportasi dan jaringan utilitas
74
. J aringan transportasi kota ada 2 modal utama
yaitu transportasi kereta api dan sistem jalan raya dan selanjutnya sistem jalan raya
terbagi dalam 3 kelas jalan yaitu jalan arteri yang terdiri atas arteri primer dan
sekunder, jalan kolektor yang terdiri atas kolektor primer dan sekunder, jalan lokal
yang terdiri atas lokal primer dan sekunder.


73
Lihat Pasal 30, Ibid

74
Data Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
90
J aringan transportasi jalan raya akan lebih dikembangkan dalam rangka
meningkatkan kemudahan interaksi masyarakat kota dengan lokasi tujuannya dengan
pengembangan jalan raya diutamakan pada :
a. jaringan yang semakin memberi kemudahan hubungan antar pusat-pusat
kecamatan dalam kota ;
b. jaringan yang mampu meningkatkan pengembangan kawasan kecamatan
Siantar Martoba ;
c. jaringan transportasi kereta api yang ada tetap difungsikan secara optimal
terpadu dengan jaringan jalan raya kota.

Pada jaringan utilitas kota terdiri atas listrik, air bersih, telekomunikasi,
persampahan dan drainase/air limbah dengan pengembangan untuk kebutuhan
pemukiman, kegiatan perdagangan dan jasa, industri dan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya. Sampai dengan tahun 2011, rencana jaringan utilitas ini akan membutuhkan
tenaga listrik diperkirakan 61,785,47 kva, kebutuhan air bersih diperkirakan
77,437,76 m3/hari, kebutuhan telepon diperkirakan 20.115.950 SST , kebutuhan
tempat pembuangan akhir diperkirakan 2,5 juta m3 dan diarahkan menggunakan
lahan di Kecamatan Siantar Martoba dan drainase disesuaikan dengan debit air hujan
dan buangan rumah tangga
75
.


75
Data Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar dalam Angka, Tahun
2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
91
Pengaturan bangunan dibagi dalam 3 wujud pengaturan horizontal dan
vertikal yaitu koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB) dan
Sempadan Bangunan (SB)
76
. Dalam rangka mewujudkan rencana tata ruang wilayah,
maka perlu menetapkan kawasan-kawasan tertentu yang dibudidayakan dan kawasan-
kawasan tertentu yang dilindungi serta proyek-proyek yang sudah ditetapkan setidak-
tidaknya untuk 5 tahun mendatang yang berpotensi untuk berkembang juga bantaran
sungai yang melintasi kota. Kawasan-kawasan kota yang diprioritaskan untuk
dikembangkan perlu dipersiapkan rencana tata ruang yang lebih rinci untuk kawasan-
kawasan dimaksud termasuk pembiayaan yang bersumber dari APBD, peran swasta,
masyarakat, Pemerintah Pusat dan sumber lain yang sah.
Pengelolaan penataan ruang Kota Pematangsiantar masih memerlukan banyak
peraturan pelaksanaan ataupun kebijakan yang bersentuhan dengan pelaksanaan tata
ruang. Undang-undang penataan ruang yang baru telah memasukkan isu lingkungan
dalam pemanfaatan serta pengendalian tata ruang dan hal ini merupakan kewajiban
daerah untuk menindaklanjutinya serta menyesuaikannya sekaligus kesempatan revisi
rencana tata ruang di daerah melalui peraturan daerah maupun keputusan kepala
daerah.


76
Data Dinas Tata Kota dan Bangunan Kota Pematangsiantar, Tahun 2006

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
92
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT DI BIDANG LINGKUNGAN DALAM
PENATAAN RUANG

A. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Pada Bab VIII Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang mengatur hak, kewajiban dan peran masyarakat sehingga masyarakat ikut
terlibat dalam pelaksanaannya.
Pasal 60 berbunyi :
Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :
a. menegetahui rencana tata ruang ;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang ;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang ;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya ;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Selanjutnya pada Pasal 61 disebutkan :
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib :
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan ;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang ;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum

Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
93
Menyangkut hak dan kewajiban masyarakat dalam keikutsertaannya dalam
pengelolaan tata ruang tersebut di atas masih sedikit yang mengetahui bahkan
terkesan kurangnya pengetahuan mengenai kebijakan pengelolaan tata ruang ini.
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1984 tentang Repelita IV telah
ditetapkan program-program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
keberhasilan program tersebut dapat dicapai tidak tergantung kepada pemerintah
tetapi diperlukan dukungan dari masyarakat dalam bentuk peran serta. Pengertian
lembaga swadaya masyarakat terdapat juga dalam Pasal 1 angka 12 UULH yaitu
organisasi yang tumbuh secara swadaya atas kehendak dan keinginan sendiri di
tengah masyarakat dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup.
Lembaga swadaya masyarakat juga berperan sebagai penunjang bagi pengelolaan
lingkungan hidup. Menurut penjelasan Pasal 19 UULH bahwa lembaga swadaya
masyarakat mencakup antara lain
77
:
a. kelompok profesi, yang Berdasarkan profesinya tergerak menangani masalah
lingkungan ;
b. kelompok hobi yang mencintai kehidupan alam dan terdorong untuk
melestarikannya ;
c. kelompok minat, yang berminat untuk berbuat sesuatu bagi pengembangan
lingkungan hidup.
Dalam menjalankan perannya, lembaga swadaya masyarakat
mendayagunakan dirinya sebagai sarana mengikutsertakan sebanyak mungkin


77
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
94
anggota masyarakat untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkugan. Awalnya
organisasi non pemerintah (Ornop) berjalan sendiri menanggapi masalah lingkungan
hidup tanpa adanya kerjasama. Di Indonesia lembaga swadaya masyarakat
dikembangkan dan didayagunakan sebagaimana Instruksi Menteri Dalam Negeri
Nomor 8 tahun 1980 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang
diuraikan pada lampirannya tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Pembinaan
Lembaga Swadaya Masyarakat disebutkan sifatnya adalah memiliki keleluasaan
untuk mengembangkan dirinya dan menentukan pimpinan atau pengurusnya dengan
orientasi tujuan yang sama dan bermotif nirlaba
78
.

B. Peranan Masyarakat
Hakekat sebenarnya dari peran serta masyarakat adalah dalam hal prosedur
pengambilan keputusan tata usaha negara khususnya yang menyangkut pengelolaan
lingkungan maupun pemanfaatan ruang, sehingga hak setiap masyarakat dilindungi
oleh hukum termasuk meminimalisasi upaya keberatan setelah keputusan
dikel;uarkan oleh pejabat yang berwenang.
Fungsi dari peran serta masyarakat di bidang lingkungan hidup oleh Koesnadi
Hardjasoemantri mengatakan
79
:
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup mempunyai
jangkauan luas. Peran serta tersebut tidak hanya meliputi peran serta para individu


78
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1980 tentang Pembinaan Lembaga
Swadaya Masyarakat

79
Koesnadi Hardjasoemantri, Aspek Hukum Peran Serta Masyarakat dalam pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pidato Pengukuhan ( Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada, 1985 ) hal 2
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
95
yang terkena berbagai peraturan atau keputusan administratif, akan tetapi meliputi
pula peran serta kelompok dan organisasi dalam masyarakat. Peran serta efektif dapat
melampaui kemampuan seseorang, baik dari sudut kemampuan keuangan maupun
dari sudut kemampuan pengetahuannya, sehingga peran serta kelompok dan
organisasi sangat diperlukan, terutama yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

Peran serta masyarakat terasa penting dalam prosedur administrasi
pengelolaan lingkungan seperti perizinan, analisis mengenai dampak lingkungan dan
lain sebagainya. Hanya saja di era reformasi saat ini, jendela transaparansi masih
ragu-ragu untuk dibuka apakah hal ini berarti masih banyaknya pihak-pihak tertentu
yang berkeberatan dengan prinsip keterbukaan tersebut sehingga dikatakan belum
saatnya masyarakat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan atau justru
kekhawatiran terhadap masyarakat kemungkinan akan melakukan serangkaian
tindakan di luar hukum atau etika. Prinsip keterbukaan sebenarnya sudah mulai
dikumandangkan melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Keterbukaan telah diakui sebagai salah satu asas umum penyelenggaraan negara.
Bila dikaitkan dengan pengelolaan lingkungan maka keterbukaan semakin
penting dan merupakan suatu kebutuhan di tengah-tengah masyarakat yang
menyangkut berbagai aspek pola atau sistem nilai seperti adapt istiadat,aspirasi dan
persepsi atau opini yang ada. Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup
Informasi yang dimaksudkan disini berupa data, keterangan atau informasi lain yang
berkenaan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang menurut sifat dan tujuannya
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
96
memang terbuka untuk diketahui oleh masyarakat seperti dokumen analisis mengenai
dampak lingkungan, pemantauan penataan atau perubahan kualitas lingkungan hidup
dan rencana tata ruang, bahkan setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan
berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup akan meningkatkan nilai dan
efektivitas peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di samping akan
membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasikan haknya atas
lingkungan yang baik dan sehat. Dengan kata lain, informasi yang diberikan atau
yang diterima masyarakat adalah informasi yang benar bukan menyesatkan, tepat
waktu (on time), lengkap (comprehensive), dan dapat dipahami (comprehensible)
karena berpengaruh kepada pengambil keputusan atau kebijakan.
Perlunya peran serta masyarakat didasari oleh
80
:
a. Pemberian informasi kepada pemerintah
Peran serta masyarakat akan menambah pengetahuan mengenai suatu masalah
baik pengetahuan khusus masyarakat maupun pendapat ahli sehingga pemerintah
juga memperoleh masukan sehingga dampak akibat pengambilan keputusan dapat
mempengaruhi rencana pemerintah.
b. Kemampuan masyarakat menerima keputusan
Kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan yang dikeluarkan
pemerintah sekaligus mau menyesuaikan diri adalah penting sehingga tidak
menimbulkan gejolak, mengurangi pertentangan sepanjang peran serta tersebut
dilakukan dengan tepat walaupun diketahui setiap keputusan tidak akan pernah
membuat semua orang menjadi puas.
c. Membantu perlindungan hukum
Setiap pengambilan keputusan setelah mendengarkan keberatan-keberatan
yang diajukan masyarakat kemungkinan besar akan mengurangi gugatan ke
pengadilan dan apabila perkara sudah ditangani oleh pengadilan maka sulit
memberikan saran-saran karena akan terfokus kepada upaya memenangkan kasus
tersebut pada masing-masing pihak.


80
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, loc.cit, hal 104
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
97
d. Mendemokratisasikan pengambilan keputusan
Sistem pemerintahan kita menggunakan perwakilan di Dewan Perwakilan
Rakyat / Daerah yang merupakan bentuk penyerahan kekuasaan hak daripada rakyat
yang memilihnya karena mereka bertindak untuk kepentingan rakyat. Dengan
demikian peran serta masyarakat bisa perbuatan pribadi-pribadi, kelompok ataupun
perwakilan sehingga membantu pemerintah melalui perangkatnya untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan cara yang dapat diterima.

Demikian juga halnya dalam penyelenggaraan penataan ruang dilakukan
pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat dengan melakukan pertisipasi
dalam penyusunan rencana tata ruang, partisipasi dalam pemanfaatan ruang dan
partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Masyarakat yang dirugikan akibat
penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan
sampai tergugat dapat membuktikan tidak terjadi adanya penyimpangan dalam
penyelenggaraan tata ruang.
Peran serta masyarakat mengenai proses perencanaan tata ruang di Kota
Pematangsiantar meliputi :
a. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah ;
b. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan ;
c. Bantuan merumuskan perencanaan tata ruang ;
d. Pemberian informasi, saran, pertimbangan dalam penyusunan strategi dan struktur
pemanfaatan ruang kawasan kota ;
e. Pengajuan keberatan terhadap rencana tata ruang wilayah kota ;
f. Bekerjasama dalam penelitian dan pengembangan atau bantuan tenaga ahli.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
98
Pasal 39 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 tahun 2003
menyebutkan
81
:
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi :
a. Pemanfaatan ruang Berdasarkan rencana dan peraturan yang ada ;
b. Bantuan teknik dan pengelolaan ;
c. Menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestariannya ;

Selanjutnya Pasal 40 berbunyi :
Dalam pemanfaatan ruang masyarakat berhak :
a. Mengetahui secara terbuka RTRW ;
b. Menikmati manfaat ruang sebagai akibat penataan ruang ;
c. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan pembangunan sesuai RTRW Kota.

Sedangkan Pasal 41 menyatakan :
Dalam kegiatan penataan ruang, masyarakat wajib :
a. Berperan serta memelihara kualitas ruang;
b. Berlaku tertib dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan yang berlaku ;
c. Mentaati RTRW Kota yang telah ditetapkan.

Wahana Lingkungan Hidup Siantar Simalungun
82
menyatakan bahwa sampai
saat ini sosialisasi peraturan daerah masih minim sekali sehingga terkesan adanya
upaya untuk mengelabui masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam bidang
lingkungan hidup maupun penataan ruang. Hal ini semakin menunjukkan ketidak
terbukaan pemerintah atau boleh disebut alergi terhadap kelompok masyarakat yang
biasa disebut dengan LSM. Penyelenggaraan good governance maupun clean
government berarti juga sudah saatnya akuntabilitas dan transparansi dilakukan


81
Lihat Pasal 39, 40, 41Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 7 Tahun 2003

82
Wawancara dengan Ir Agus Marpaung sebagai eksekutif wilayah Siantar Simalungun pada
tanggal 6 J uli 2007 di Pematangsiantar
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
99
sehingga ada pencerahan hukum yang diberikan oleh pemerintah dan seandainya saja
pemerintah Kota Pematangsiantar memiliki website yang bisa dibuka hal ini tidak
menjadi masalah. Walhi Siantar Simalungun ini juga menilai bahwa peran serta
masyarakat sangat sulit berjalan dengan baik di daerah ini apalagi ikut dalam
pemberian saran kepada pembuat keputusan yang disebabkan dalam proses legislasi
nyaris tidak pernah mengundang stake holder untuk public hearing apalagi
mengumumkan di papan pengumuman atau media rencana usaha dan atau kegiatan
yang kemungkinan akan mempunyai Impact Environment.
Lain lagi pendapat yang diberikan oleh Forum Kesehatan Kota
83
mengenai
lingkungan bahwa semua informasi begitu penting mengingat pilar pembangunan
tidak terlepas dari persoalan lingkungan bahkan salah satu faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Penurunan angka kesakitan di Kota Pematangsiantar dapat
dilakukan dengan adanya persyaratan kesehatan lingkungan seperti lingkungan rumah
sakit yang memenuhi syarat-syarat kesehatan seperti instalasi pengelolaan air limbah
atau UPL dan UKLnya, tempat-tempat umum yang sehat ( sekolah, tempat ibadah,
pasar ), industri, restoran / rumah makan yang memiliki syarat sanitasi dan hygiene,
serta perilaku hidup bersih dan sehat oleh karyawan. Menanggapi sedikitnya
masyarakat yang perduli terhadap kesehatan dan lingkungan ini juga disebabkan
informasi yang dimiliki masyarakat sangat minim dan bagaimana cara memperoleh
serta memberikan masukan kepada pemerintah juga prosesnya tidak semua orang


83
Wawancara dengan TPR Sinaga SKM sebagai Ketua Forum Kesehatan Kota
Pematangsiantar tanggal 10 J uli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
100
mengetahuinya walaupun perundang-undangan sudah diundangkan sampai dengan
peraturan daerah yang dicatat dalam lembaran daerah sekalipun sulit untuk
memperolehnya.
LSM CBR Foundation
84
menyebut peran serta masyarakat justru dilakukan
swasta termasuk LSM karena banyak lembaga donor menyediakan akses informasi
dan pembiayaan untuk menggerakkan masyarakat yang perduli tentang lingkungan
misalnya saja pembentukan komunitas petani kawasan pinggiran hutan di Kabupaten
Simalungun dan kelompok buruh tani sebagai dampingannya.
Sudah saatnya pemerintah pusat atau daerah mau membuka diri terhadap
masyarakat khususnya dalam pemberian informasi, penyuluhan hukum, melakukan
diskusi publik maupun dialog-dialog terbuka sepanjang hal itu digunakan untuk
pengambilan keputusan atau kebijakan yang pada gilirannya akan mereduksi
sejumlah aksi-aksi demonstrasi dan menghadapi perkara atas gugatan yang
didaftarkan ke pengadilan oleh masyarakat. Pada saat penulisan tesis ini beberapa
kondisi yang kurang kondusif akibat persoalan transparansi dan informasi kepada
publik tidak berjalan di Kota Pematangsiantar antara lain penolakan penjualan asset
atau ruilslagh bangunan sekolah yang dikategorikan oleh sekelompok masyarakat
seharusnya dilindungi sebagai benda cagar budaya dan pembukaan jalan baru di
kompleks rumah sakit milik pemerintah daerah tanpa adanya perubahan atas
peraturan daerah tentang tata ruang wilayah walaupun diketahui lahan tersebut


84
Wawancara dengan Yusniar Siahaan,SH sebagai Direktur Eksekutif CBR Foundation yang
juga advokat pada Ikadin Pematangsiantar tanggal 12 Juli 2007
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
101
dianggap sebagai paru-paru kota. Rencana pembukaan jalan baru Ring Road di
wilayah permukiman penduduk dalam waktu mendatang, rencana pendirian
Universitas Negeri Pematangsiantar tahun 2008 dan pembangunan fisik lainnya yang
berpotensi mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Koordinasi lintas
program maupun sektor yang melibatkan masyarakat sudah saatnya diikutsertakan
dan perlunya reformasi birokrasi yang menghindarkan duplikasi tugas pokok dan
fungsi masing-masing badan, dinas maupun kantor yang mempunyai kewenangan
dal;am pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang, serta perlunya sumber
daya manusia yang bekerja di pemerintah daerah dan memilki pendidikan atau
setidak-tidaknya pendidikan dan latihan dalam penyelenggaraan pengelolaan
lingkungan dan perencanaan wilayah.
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia berlaku secara umum sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup biasa sering disebut dengan UUPLH yang menggariskan kebijakan nasional
walaupun beberapa ahli menyatakan bahwa undang-undang ini belum sepenuhnya
memuaskan.
Berdasarkan penulisan dalam bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan :
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Pematangsiantar belum optimal
mengingat kebijakan atau Peraturan Daerah yang ada, belum merupakan tindak
lanjut dari kebijakan lingkungan hidup nasional yang disebabkan kurangnya
pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan Rencana Tata Ruang Kota Pematangsiantar masih tertinggal dan
memerlukan revisi kembali khususnya setelah Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang diberlakukan sehingga perencanaan, pemanfaatan
dan pengendalian ruang tetap memperhatikan aspek pelestarian lingkungan hidup.
3. Berbagai elemen masyarakat perlu memperoleh informasi tentang kebijakan
lingkungan dalam penataan ruang, Ketersediaan informasi juga faktor yang
berpotensi mengurangi komunikasi pemerintah dan stake holdernya sebagai mitra
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.
103
padahal peran serta masyarakat sangat memberikan arti positif dalam
pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan khususnya dalam pemberian
izin yang berkaitan dengan lingkungan.

B. SARAN
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang adalah suatu
kebijakan yang berkaitan satu dengan lainnya sehingga penulis menyarankan :
1. Pemerintah Kota Pematangsiantar sesegera mungkin melakukan perubahan dan
penambahan peraturan daerah, sehingga pengambilan keputusan dan kebijakan
yang dilakukan memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum melalui :
a. Penerbitan peraturan daerah yang berwawasan lingkungan sehingga
pembangunan berkelanjutan dapat direalisasikan ;
b. Penerbitan peraturan daerah mengenai transparansi dan akuntabilitas
2. Pemerintah Kota Pematangsiantar dalam mengelola penataan ruangnya tunduk
kepada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
sekaligus merevisi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata
Ruang dan Wilayah Kota pematangsiantar tahun 2002 2011.
3. Mengharapkan kepada elemen masyarakat baik LSM ataupun ormas agar
berperan aktif untuk mendukung kelestarian lingkungan dan melakukan advokasi
kepada pengambil keputusan demi penyelamatan lingkungan sehingga generasi
berikutnya dapat menikmati hidup dengan indah, damai, dan nyaman (IDAMAN).
Leonardo Hasudungan Simanjuntak : Analisis Kebijakan Lingkungan dalam Pengelolaan Tata Ruang di Kota Pematangsiantar.
USU e-Repository 2008.

Anda mungkin juga menyukai