Anda di halaman 1dari 21

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah


metode untuk amplifikasi (perbanyakan)
primer oligonukleotida diarahkan secara
enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini
mampu memperbanyak sebuah urutan 105-
106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA
template dalam latar belakang besar pada
sequence yang tidak relevan (misalnya dari
total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen
unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat
diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk
PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari
Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal
otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus
denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini
dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan
setelah pewarnaan dengan bromida etidium.

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua
buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang
diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA
templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat
semi konservatif.

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum
dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain Reaction)
merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa
menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA
dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu
relatif singkat sehingga memudahkan berbagai
teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini
dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia
memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR
banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya
memerlukan jumlah sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan
suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode
PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula.
Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci
utama pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada
urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 dalam
Sandra, R.N., 2011).

Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu
dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah
terminal 5 ke 3. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer
RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA
dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq
DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan
suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens
DNA yang diinginkan.
Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik
ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010).
PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua
oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5dari dua untaian skuen target.
Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA
template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini
pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA substrat melalui
pemanasan.
Hampir semua aplikasi PCR
mempekerjakan DNA polimerase yang stabil
terhadap panas, seperti polimerase Taq.
Awalnya enzim diisolasi dari bakteri
Aquaticus Thermus. DNA polimerase
enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru
dari pembangunan blok DNA, nukleotida ,
dengan menggunakan DNA beruntai tunggal
sebagai template dan oligonukleotida DNA
(juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan
untuk inisiasi sintesis DNA. Sebagian besar
metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan dan pendinginan
sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus termal yang
diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda DNA pada
suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah, masing-
masing untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh polimerase
DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari penggunaan primer
yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA di bawah kondisi
spesifik siklus termal.

2.2. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat, penempelan
(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses
pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat)
sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan
singkat pada suhu 90-95C selama beberapa menit (Campbel & Farrel, 2008; Elrod &
William, 2011; Natsir, 2002; Stanfield, W., dkk. 2009;; Widyasari, 2001 dalam Sandra, R.N.,
2011 ).
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:

1). Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai
tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya
ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim
tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi
biasanya dilakukan antara suhu 90oC 95oC.
2). Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang
spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen
akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 50oC 60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga
ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC.
3). Reaksi Polimerisasi (extension).
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72oC.
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan
penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase.
Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di
amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga
mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah
siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum
siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan
menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini
akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA
polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A
pada ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat
di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung
5-nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.








Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:

a). Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal
reaksi untuk memastikan
kesempurnaan denaturasi dan
mengaktifasi DNA Polymerase (jenis
hot-start alias baru aktif kalau
dipanaskan terlebih dahulu).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu
optimum enzim (70-72oC) selama 5-
15 menit untuk memastikan bahwa
setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan
setelah siklus PCR terakhir.

2.3. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reagen khusus yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proses PCR secara in vitro
antara lain(Mahmuddin (2010)):
Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar
2,5 mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat
dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang
digabung.
Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
Minyak mineral ringan
Akrilamida (grade elektroforesis)
N, N-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
TEMED (N, N, NN Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)

Peralatan khusus yang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PCR antara lain:
Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)

2.4. Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)
Mahmuddin (2010), menyampaikan beberapa komponen-komponen PCR antara
lain:
1). Enzim DNA Polymerase

Dalam sejarahnya, PCR
dilakukan dengan menggunakan Klenow
fragment DNA Polimerase I selama
reaksi polimerisasinya. Enzime ini
ternyata tidak aktif secara termal selama
proses denaturasi, sehingga peneliti
harus menambahkan enzim di setiap
siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp dan hasilnya
menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam perkembangannya
kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi.
Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan di setiap siklusnya, dan proses
PCR dapat dilakukan dalam satu mesin

2). Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan
komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar antara
20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida pada awal
dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan suatu alat yang
disebut DNA synthesizer.
3). Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan
buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi merupakan
hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi proses primer
annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas reaksi.

2.5. Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)
Ada banyak variasi dari PCR yang umum di kenal, antara lain:
Alel-spesifik PCR : atau kloning teknik diagnostik yang didasarkan pada -nukleotida
polimorfisme tunggal (SNP) Hal ini membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari
urutan DNA, termasuk perbedaan antara alel , dan menggunakan primer yang 3
'berakhir meliputi SNP. amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efisien
dalam adanya ketidaksesuaian antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi
dengan kehadiran sinyal primer spesifik-SNP dari SNP spesifik secara berurutan.
Polymerase Cycling Assembly (PCA):
sintesis buatan urutan DNA yang panjang
dengan melakukan PCR di kolam
oligonukleotida panjang dengan segmen
tumpang tindih pendek. The oligonukleotida
bergantian antara rasa dan arah antisense,
dan segmen tumpang tindih menentukan
urutan fragmen PCR, sehingga selektif menghasilkan produk DNA panjang akhir.

Asymmetric PCR :
Menguatkan satu untai DNA dalam
template DNA beruntai ganda. Hal ini
digunakan dalam sequencing dan
hibridisasi probing amplifikasi hanya
satu dari dua untai komplementer
diperlukan. PCR dilakukan seperti
biasa, tetapi dengan kelebihan besar
primer untuk untai yang ditargetkan untuk amplifikasi. Karena (lambat aritmatika
amplifikasi) kemudian dalam reaksi setelah membatasi primer telah digunakan
Facebook, siklus PCR tambahan yang diperlukan.
Amplifikasi tergantung helikase : mirip dengan PCR tradisional, tetapi menggunakan
suhu konstan daripada bersepeda melalui denaturasi dan annealing / siklus
ekstensi. DNA helikase , sebuah enzim yang unwinds DNA, digunakan di tempat
denaturasi termal.
Hot Start PCR : teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set
up awal tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan
komponen reaksi terhadap temperatur leleh (misalnya, 95C) sebelum
menambahkan polimerase. Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang
menghambat polimerase, aktivitas pada suhu sekitar, baik oleh mengikat dari
antibodi atau oleh kehadiran inhibitor yang terikat kovalen yang terdisosiasi hanya
setelah suhu aktivasi langkah-tinggi. Hot-start/cold-finish PCR dicapai dengan
polimerase hibrida baru yang tidak aktif pada suhu kamar dan akan segera
diaktifkan pada suhu perpanjangan.
PCR spesifik Intersequence (ISSR): metode PCR untuk sidik jari DNA yang
memperkuat daerah antara mengulangi urutan sederhana untuk menghasilkan sidik
jari yang unik dengan panjang fragmen diperkuat.
Inverse PCR : umumnya digunakan untuk mengidentifikasi urutan mengapit sekitar
genom sisipan. Ini melibatkan serangkaian digestions DNA dan ligasi diri, sehingga
diketahui pada urutan kedua ujung urutan
tidak diketahui.
Mediated PCR Ligasi :
menggunakan linker DNA kecil diligasikan
dengan DNA kepentingan dan beberapa
primer anil ke linker DNA, tetapi telah
digunakan untuk sekuensing DNA ,
berjalan genom , dan DNA footprinting.
PCR spesifik Metilasi (MSP):
dikembangkan oleh Stephen Baylin dan
Jim Herman di Johns Hopkins School of Medicine dan digunakan untuk mendeteksi
metilasi dari CpG pulau dalam DNA genom. DNA pertama diobati dengan natrium
bisulfit, yang mengubah unmethylated basa sitosin ke urasil, yang diakui oleh primer
PCR sebagai timin. Dua PCR kemudian dilakukan pada DNA dimodifikasi,
menggunakan primer set identik kecuali pada setiap pulau CpG dalam urutan
primer. Pada titik-titik ini, satu set primer mengakui DNA dengan sitosin untuk
mengamplifikasi DNA alkohol, dan satu set mengakui DNA dengan urasil atau timin
untuk mengamplifikasi DNA unmethylated. MSP menggunakan qPCR juga dapat
dilakukan untuk mendapatkan informasi kuantitatif daripada kualitatif tentang
metilasi.
Miniprimer PCR : menggunakan polimerase
termostabil (S-TBR) yang dapat memperpanjang dari
primer pendek ("smalligos") sesingkat 9 atau 10
nukleotida. Metode ini memungkinkan menargetkan
untuk mengikat PCR primer daerah yang lebih kecil,
dan digunakan untuk memperkuat sekuens DNA,
seperti atau eukariotik 18S rRNA).
Multiplex Ligasi-dependent Probe Amplifikasi
(MLPA): izin beberapa sasaran diperkuat dengan hanya sepasang primer tunggal,
sehingga menghindari keterbatasan resolusi PCR multipleks.

Multiplex-PCR : terdiri dari beberapa
set primer dalam campuran PCR tunggal untuk
menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran
yang spesifik untuk sekuens DNA yang
berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus,
informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-
tes tunggal yang tidak akan membutuhkan
beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu
untuk melakukan. temperatur Annealing untuk
masing-masing set primer harus dioptimalkan
untuk bekerja dengan benar dalam reaksi
tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda
cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan
elektroforesis gel .
Nested PCR : meningkatkan kekhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar
belakang karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam
dua PCR berturut-turut. Dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk
menghasilkan produk DNA, yang selain target yang dimaksud, masih dapat terdiri
dari fragmen DNA non-khusus diperkuat. Produk (s) yang kemudian digunakan
dalam PCR kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau
seluruhnya berbeda dari dan terletak 3 'dari masing-masing primer yang digunakan
dalam reaksi pertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat
fragmen spesifik DNA yang panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan
pengetahuan lebih rinci tentang urutan target.
Tumpang tindih-ekstensi PCR atau Penyambungan tumpang tindih ekstensi
(BUMN): sebuah rekayasa genetika teknik yang digunakan untuk splice bersama
lebih fragmen DNA atau dua yang berisi urutan komplementer. Hal ini digunakan
untuk bergabung dengan potongan DNA yang mengandung gen, urutan peraturan,
atau mutasi, teknik tersebut memungkinkan penciptaan DNA spesifik dan panjang
konstruksi.
Kuantitatif PCR (Q-PCR): digunakan untuk mengukur jumlah produk PCR (umum
secara real-time). Ini secara kuantitatif jumlah ukuran mulai DNA, cDNA, atau RNA.
Q-PCR biasanya digunakan untuk menentukan apakah urutan DNA hadir dalam
sampel dan jumlah salinan dalam sampel. Kuantitatif real-time PCR memiliki tinggi
tingkat yang sangat presisi. QRT-PCR metode menggunakan pewarna fluorescent,
seperti Sybr Green, EvaGreen atau fluorophore DNA probe yang mengandung
seperti TaqMan, untuk mengukur jumlah produk yang diperkuat secara real time. Hal
ini juga kadang-kadang disingkat RT-PCR (R T ime Bit PCR) atau RQ-PCR. QRT-
PCR atau RTQ-PCR sesuai kontraksi lebih, karena RT-PCR umumnya mengacu
pada reverse transkripsi PCR (lihat di bawah), sering digunakan dalam
hubungannya dengan Q-PCR.
RT reverse transcription PCR (RT-PCR): untuk memperkuat DNA dari RNA. Reverse
transcriptase mentranskripsi RNA menjadi cDNA , yang kemudian diamplifikasi
dengan PCR. RT-PCR secara luas digunakan dalam profiling ekspresi , untuk
menentukan ekspresi gen atau untuk mengidentifikasi urutan dari transkrip RNA,
termasuk start transkripsi dan situs penghentian. Jika urutan DNA genom gen
diketahui, RT-PCR dapat digunakan untuk memetakan lokasi ekson dan intron
dalam gen. 5 'akhir dari gen (sesuai dengan awal transkripsi) biasanya diidentifikasi
oleh RACE-PCR (Rapid Amplifikasi cDNA End).



PCR Thermal asimetris interlaced ( TAIL-PCR ): untuk isolasi dari suatu urutan yang
tidak diketahui mengapit urutan yang dikenal. Dalam urutan diketahui, TAIL-PCR
menggunakan sepasang nested primer dengan suhu yang berbeda anil; degenerate
primer digunakan untuk memperkuat yang lain dari arah yang tidak diketahui.
Touchdown PCR (Langkah-mundur PCR): sebuah varian dari PCR yang bertujuan
untuk mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil
sebagai bersepeda PCR berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya
beberapa derajat (3-5 C) di atas m T primer yang digunakan, sedangkan pada
siklus kemudian, ini adalah beberapa derajat (3-5C) di bawah T primer m. Suhu
tinggi memberikan spesifisitas yang lebih besar untuk primer mengikat, dan suhu
yang lebih rendah izin lebih amplifikasi efisien dari produk tertentu terbentuk selama
siklus awal.

2.6. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi.
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger print.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
1). Isolasi Gen.
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA
manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam
memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan
untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome,
bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan
protein atau disebut junk DNA, DNA sampah yang fungsinya belum diketahui dengan
baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu
kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian
menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek
samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari
DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar
bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih
cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
mengorbankan sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe
yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa
dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

2). DNA Sequencing.
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode
yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang
sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah
reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer
(PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel
fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu
DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.

3). Identifikasi Forensik.
Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak
mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil
dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang
memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang
sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Banyak orang yang juga
yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang
anak jika sang orang tua merasa ragu.

4). Diagnosa Penyakit.
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah
saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini
memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering
digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil
akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan
ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www.
http://www.medicinenet.com. Diakses pada 13 juni 2013.
Campbell dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition. Brooks/cole. Kanada.
Elrod,S., dan William S. 2011. Genetika edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Mahmuddin, 2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Diperoleh dari : www.
http://mahmuddin.wordpress.com/. Diakses pada 13 juni 2013.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Citra Aditya Bakti. Bandung.
PCR. www.ariputuamijaya.wordpress.com/2013/06/13/pcr-polymerase-chain- reaction/
PCR. rio-vet.blogspot.com/search/label/PCR
Sandra, R.N., 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www.
http://restunidia.blogspot.com/. Diakses pada 13 juni 2013.
Stanfield, W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga. Jakarta
Wikipedia, 2011. Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www.
http://en.wikipedia.org/wiki/ Polymerase_chain_reaction. diakses pada 13 juni 2013.

Anda mungkin juga menyukai