Anda di halaman 1dari 59

Taksonomi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk
mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di mana taksonomi yang lebih
tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.

Daftar isi
[sembunyikan]
1 Taksonomi dalam Biologi
2 Taksonomi dalam pedologi
3 Taksonomi dalam pendidikan
4 Lihat pula
Taksonomi dalam Biologi[sunting | sunting sumber]
Lihat pula Tata nama biologi
Dalam biologi, taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang
mempelajari penggolongan atau sistematikamakhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah
penamaan dengan dua sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial ataubinomial
nomenclature, yang diusulkan oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang
naturalis berkebangsaanSwedia.
Ia memperkenalkan enam hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Keenam
hierarki (yang disebut takson) itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah
(spesifik) adalah :
Phylum/Filum untuk hewan, atau Divisio/Divisi untuk tumbuhan
Classis/Kelas,
Ordo/Bangsa,
Familia/Keluarga/Suku,
Genus/Marga, dan
Spesies (Jenis).

Dalam tatanama binomial, penamaan suatu jenis cukup hanya menyebutkan nama marga (selalu
diawali dengan huruf besar) dan nama jenis (selalu diawali dengan huruf kecil) yang dicetak miring
(dicetak tegak jika naskah utama dicetak miring) atau ditulis dengan garis bawah. Aturan ini
seharusnya tidak akan membingungkan karena nama marga tidak boleh sama untuk tingkatan
takson lain yang lebih tinggi.
Perkembangan pengetahuan lebih lanjut memaksa dibuatnya takson baru di antara keenam takson
yang sudah ada (memakai awalan 'super-' dan 'sub-'). Dibuat pula satu takson di atas Phylum,
yaitu Regnum (secara harafiah berartiKingdom atau Kerajaan) untuk
membedakan Prokariota (terdiri dari Regnum Archaea dan Bacteria) dan Eukariota (terdiri dari
Regnum Fungi atau Jamur, Plantae atau Tumbuhan, dan Animalia atau Hewan).
Taksonomi dalam pedologi[sunting | sunting sumber]
Dalam cabang ilmu tanah (pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan sejumlah variabel yang
mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi awal tidak sistematis, pada tahun 1975 tim
dari 'Soil Survey Staff' dari Departemen Pertanian Amerika Serikan (USDA) menerbitkan suatu
kesepakatan dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah paling sedikit memiliki dua
nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama seringkali masih dipakai karena aturan
dari Soil Survey Staff dianggap terlalu rinci.
Taksonomi dalam pendidikan[sunting | sunting sumber]
Lihat pula Taksonomi Bloom
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini,
tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat
yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956,
sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
Klasifikasi ilmiah
Taksonomi tumbuhan
Taksonomi hewan
Taksonomi tanah
Taksonomi tujuan pendidikan
Kategori:
Klasifikasi ilmiah
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi
Taksonomi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Taksonomi bloom merujuk pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya
taksonomi ini para pendidik dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional
pelajaran bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu
atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian
sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Taksonomi yaitu ilmu tentang kelompok organisme berdasarkan perbedaan kategori menurut
karakter fisiknya. Pengelompokan atau karakterisasi akan dikelompokan didasarkan kesamaannya yang
biasanya diwariskan kepada keturunannya dari nenek moyangnya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalahnya adalah:
a. Apakah pengertian dari taksonomi dan letak taksonomi dalam dunia pendidikan?
b. Apa itu taksonomi Bloom?
c. Apa itu kata kerja operasional (KKO) dan bagian-bagiannya?
d. Bagaimana kurikulum baru yang ditetapkan oleh pemerintahan di tahun 2013 ini?

C. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan taksonomi dan letak taksonomi dalam dunia
pendidikan.
b. Untuk mengetahui apa itu taksonomi Bloom.
c. Untuk mengetahui apa itu kata kerja operasional (KKO) serta bagian-bagiannya.
d. Untuk mengetahui bagaimanakah kurikulum baru yang ditetapkan oleh pemerintahan di tahun
2013 ini.
BAB II
TAKSONOMI PENDIDIKAN

A. Pengertian Taksonomi dan Letak Taksonomi dalam Dunia Pendidikan
Secara bahasa taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein dan nomos. Tassein yang
berarti untuk mengelompokkan dannomos yang berarti aturan.[1] Taksonomi dapat pula diartikan
secara istilah yaitu, sebagai pengelompokan suatu hal berdasarkan hierarki (tingkatan) tertentu. Di
mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum atau masih luas dan taksonomi yang lebih rendah
bersifat lebih spesifik atau lebih terperinci.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal
ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapadomain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan
secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling
kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari
tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada
tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
Pengajran yang semata-mata merencanakan atas strategi pengetahuan lebih didahulukan tidaklah
banyak menolong dalam menyusun berbagai jenis perilaku dalam kategori pengetahuan ataupun dalam
taraf-taraf yang lebih tinggi.[2] Kepentingan antara kegiatan belajar mengajar harus berlandaskan
tujuan. Kesadaran para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses belajar
mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada siswa. Jadi, tujuan tersebur
bukanlah sesuatu yang perlu untuk dirahasiakan. Apabila dalm pengajaran tidak disebutkan tujuannya,
maka siswa tidak akan tahu mana pelajaran yang perlu dan yang tidak. Kepentingan hubungan ini
dikemukakan oleh Scriven yang mengemukakan bahwa, harus ada hubungan erat antara:[3]
1. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran
2. Bahan pelajaran dengan alat-alat evaluasi.
3. Tujuan kurikulum dengan alat-alat evaluasi.
Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah tujuan yang dapat diukur. Ebel berpendapat bahwa, jika
hasil pendidikan merupakan sesuatu yang penting tetapi tidak dapat diukur, maka tujuan itu harus
diubah. Jika tujuan telah dirumuskan secara operasional maka hasilnya akan dapat diukur. Suatu tanda
bahwa seseorang telah mencapai tujuannya, akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya.[4] Maksud
yang dapat diukur ialah kemampuan, perilaku, sikapyang harus dimiliki seorang siswa sebagai akibat dari
hasil pengajaran yang dinyatakan dalam tingkah lakunya sehingga dapat diamati dan diukur.
Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada 3 tingkatan yaitu:
Pertama, tujuan umum pendidikan. Tujuan ini menentukan perlu dan tidaknya sesuatu program
diadakan.
Kedua, tujuan yang didasarkan tingkah laku. Ada 3 macam tingkah laku yang dikenal umum, yaitu,
kognitif, afektif, dan psikomotor. Berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku, inilah yang
dimaksud dengan taksonomi.
Ketiga, tujuan yang lebih jelas yang dirumuskan secara operasional.
Beberapa ahli telah mencoba memberikan cara bagaimana menyebut ketiga tingkatan tujuan ini,
yang akhirnya oleh Viviane De Landsheere disimpulkan bahwa ada 3 tingkat tujuan (termasuk
taksonomi), yaitu:
1. Tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan
2. Taksonomi
3. Tujuan yang operasional.



B. Taksonomi Bloom
Benjamin Bloom (February 21, 1913 - September 13, 1999) adalah seorang ahli psikologi
pendidikan Amerika yang memberikan sumbangan pemikiran yang cukup berarti, yaitu
mengklasifikasikan tujuan pembelajaran (classification of educational objectives) dan teori belajar tuntas
(the theory of mastery learning). Dari hasil penelitiannya, Bloom membangun taksonomi tujuan
pembelajaran atau "taxonomy of educational objectives" yang mengklasifikasikan tujuan pembelajaran
yang berbeda-beda.
Bloom dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada banyak orang yang melahirkan
taksonomi lain.prinsip-prinsip dasar yang digunakan oleh 2 orang ini ada 4 buah,yaitu:
1. Prinsip metodologis
Perbedaan-perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar.
2. Prinsip Psikologis
Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiwaan yang ada sekarang.
3. Prinsip Logis
Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten.
4. Prinsip Tujuan
Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai.tiap-tiap jenis tujuan
pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral.
Konsep taksonomi Bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
terampilan.[5]
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
1. Ingatan (mengenal dan mengingat kembali)
Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
Contoh:
Hasil dari 2
3
adalah
a) 2
b) 6
c) 8
Berbeda dengan mengenal maka dalam mengingat kembali, siswa diminta untuk mengingat kembali
satu atau lebih fakta-fakta sederhana.
Contoh:
Ciri-ciri dari segitiga siku-siku adalah
Mengenal dan mengungkapkan kembali, pada umumnya dikategorikan menjadi satu jenis yaitu ingatan.
Kategori ini merupakan kategori paling rendah tingkatnya karena tidak terlalu banyak energi untuk
berfikir.

2. Pemahaman
Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang
sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.
Contoh:
a).


b).




c).


3. Penerapan atau aplikasi
Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih
suatu abstrasi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan
dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.
Contoh:
Untuk menyelesaikan hitungan 51 x 40 = n, maka paling tepat kita gunakan.
a. Hukum asosiatif
b. Hukum komutatif
c. Hukum distributif




4. Analisis
Dalam analisis, siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas
konsep-konsep dasar.
Contoh:
Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin kencang hujan tidak segera
turun. (logika matematika).

5. Sintesis
Sintesis merupakan suatu proses yang meminta siswa agar bias menyusun kembali hal-hal yang spesifik
agar dapat mengembangkan struktur baru. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis
ini siswa diminta untuk melakukan generalisasi.
Contoh:
Piramid Agung di Giza merupakan salah satu bukti pengetahuan orang-orang mesir kuno tentang
geometri. Apakah dalam perencanaan pembangunannya dahulu mereka sudah memperhitungkan
tinggipuncak piramid itu dari lantai dasarnya?

6. Evaluasi
Evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut
taksonomi bloom.Evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan
terhadap suatu situasi, nilai atau ide,atau kemampuan mengambil keputusan.
Contoh:
Peserta didik mampu menilai bahwa matematika itu digunakan bukan hanya pada keperluan pelajaran
matematika saja, tetapi ilmu-ilmu yang lain juga memerlukan ilmu matematika,seperti pada materi
bilangan berpangkat, materi bilangan berpangkat ini bs juga digunakan pada pelajaran kimia (tetapan
avogadro) dan fisika (muatan elektron).

Struktur Taksonomi Bloom:










b. Affective Domain (Ranah Afektif)
1. Penerimaan (receiving/attending)
Penerimaan adalah kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam
pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
Contoh:
peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib ditegakkan, sifat malas dan tidak berdisiplin harus
disingkirkan jauh-jauh.

2. Penanggapan (responding)
Penanggapan adalah memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
Contoh:
peserta didik berkeinginan untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran
islam tentang kedisiplinan.

3. Penilaian (valuing)
Penilaian adalah memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek,
sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,dirasakan akan membawa kerugiaan atau penyesalan.
Contoh:
Tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik disekolah, di rumah
maupun ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

4. Pengorganisasian (organization)
Pengorganisasian adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih
universal, yang membawa kepada perbaikan umum.
Contoh:
Peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Bapak Presiden
Soeharto pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 1995.

5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan
telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkatan efektif tertinggi, karena sikap batin
peserta didik telah benar-benar bijaksana.
Contoh:
Siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya peserta didik menjadikan perintah Allah SWT yang
tertera dalam Al-Qur'an surat al-'Ashr sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut
kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah maupun ditengah-tengah kehidupan masyarakat.[6]





c. Psychomotor
Domain (Ranah
Psikomotor)
1. Menirukan (muscular or motor skills).
Menirukan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti makna atau hakikat dari keterampilan itu.

2. Memanipulasi (manipulations).
Memanipulasi merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan seperti yang diajarkan, dalam
arti mampu memilih yang diperlukan.

3. Ketelitian (Precision) melakukan tugas atau kegiatan dengan keahlian dan berkualitas tinggi tanpa
bantuan atau instruksi, dapat menunjukkan aktivitas untuk pelajar lain


4. Artikulasi.
Artikulasi (Articulation) merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan
yang lebih komplek terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif.

5. Pengalamiahan (Naturalisation) merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal-hal yang diajarkan
(sebagai contoh) telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih
meyakinkan. Contoh kata kerja operasional yang biasa digunakan untuk mengukur aspek ini diantaranya
adalah memutar, memindahkan, menarik, mendorong, dan sebagainya.
C. Kata Kerja Operasional
(KKO)
Kata kerja
Operasional adalah kata
kerja yang dapat diukur
dan digunakan untuk
merancang indikator dari
SK dan KD pada Standar
Isi, atau juga dapat
digunakan untuk
merancang Tujuan
Pembelajaran pada silabus dan RPP.
a. Cognitive Domain; levels and corresponding action verbs.[7]
1. Pengetahuan (knowledge, (C1) : mendefiniskan, mengutip, menyebutkan, menjelaskan, menggambar,
membilang, mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan, memasangkan, menamai, menandai, membaca,
menyadari, menghafal, meniru, mencatat, mengulang, meninjau, memilih, menyatakan, mempelajari,
menelusuri, menulis.
2. Pemahaman (comprehension), (C2) : memperkirakan, menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan,
merinci, membandingkan, menghitung, mengubah, menguraikan, membedakan, mendiskusikan,
mencontohkan, menerangkan, mengemukakan, mempolakan, memperluas, menyimpulkan,
meramalkan, merangkum, menjabarkan.
3. Penerapan (application), (C3) : menugaskan, mengurutkan, menerapkan, menyesuaikan, mengkalkulasi,
memodifikasi, mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah, menentukan,
menggambarkan, menggunakan, menilai, melatih, menggali, mengemukakan, menyelidiki,
mengoperasikan, mempersoalkan, mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi,
memproses, menyusun, memecahkan, melakukan, memproses, meramalkan.
4. Analisis (analysis), (C4) : menganalisis, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis,
menyeleksi, merinci, menominasikan, mendiagramkan, megkorelasikan, merasionalkan, menguji,
mencerahkan, menjelajah, membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan,
memerintahkan, mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, mentransfer.
5. Sintesis (synthesis), (C5) : mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode,
mengombinasikan, menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan,
menciptakan, mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan,
memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan, menggabungkan, memadukan, membatas,
mereparasi, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum, merekonstruksi.
6. Evaluasi (Evaluation), (C6) : membandingkan, menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik,
menimbang, memutuskan, memisahkan, memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan,
mempertahankan, memerinci, mengukur, merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes,
mendukung, memilih, memproyeksikan.

b. Affective Domain; learning levels and corresponding action verbs.
1. Menerima (Receiving): memilih, mempertanyakan, mengikuti, memberi, enganut, mematuhi.
2. Menanggapi (Responding) : menjawab, membantu, mengajukan, mengompromikan, menyenangi,
menyambut, mendukung, menyetujui, menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah,
menolak, menceritakan, menulis, menghafal, membedakan.
3. Menilai (Valuing) : melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk,
mengundang, menggabung, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian,
mempelajari.
4. Mengelola (Organization) : mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, melengkapi,
mempertahankan, menerangkan, menggeneralisasikan, mengidentifikasikan, mengintegrasikan,
memodifikasikan, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan, mensitesiskan.
5. Menghayati (Characterization by value) : menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi,
mendengarkan, memodifikasikan, mempertunjukkan, menanyakan, merevisi, melayani, memecahkan,
menggunakan.

c. Psychomotor domain, show the actualization of words that can be observed include:
1. Menirukan (muscular or motor skills), (P1) : Mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil, melompat,
menggerakkan, menampilkan.
2. Memanipulasi (manipulations), (P2) : mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser,
memindahkan, membentuk.[8]
3. Ketelitian (Precision), (P3)
: mendemonstrasikan, menunjukkan, melengkapkan, menyempurnakan, mengkalibrasi, mengkontrol,
4. Artikulasi (P4): mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai, menjeniskan,
menempel, menseketsa, melonggarkan, menimbang
5. Pengalamiahan (Naturalisation), (P5) : mengalihkan, menggantikan, memutar, mengirim,
memindahkan, mendorong, menarik, memproduksi, mencampur, mengoperasikan, mengemas,
membungkus


BAB III
KESIMPULAN

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang
berarti aturan. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan
berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Tujuan instruksional khusus (taksonomi) dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Penetapan tujuan, yang merupakan suatu keharusan dalam perencanaan pengajaran, perlu
dirumuskan dengan jelas dan tegas sehingga tidak membuka peluang untuk penafsiran lain. Penetapan
tujuan pengajaran ibarat penetapan tujuan suatu perjalanan. Jalan yang optimal ke tujuan tidak dapat
dipertimbangkan apabila tujuan itu sendiri belum diketahui. Setelah ada tujuan, baru dipikirkan jalan
optimal (yaitu yang efektif dan efisien) ke tujuan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
http://danilsetiawan.com/kelemahan-dan-kelebihan-kurikulum-pendidikan-2013/. Diakses
tanggal 12 Maret 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi. Diakses tanggal 12 Maret 2013.
http://www.unm.ac.id/berita/26-kegiatan/422-kurikulum-2013-penyempurnaan-kurikulum-
sebelumnya.html. Diakses tanggal 12 Maret 2013.
Popham, W. James. 2008. Teknik Belajar Secara Sistematis. Jakarta: Rineka Cipta.
Sadiman, Arief S. dkk. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi. Diakses tanggal 12 Maret 2013.
[2] Popham, W. James. 2008. Teknik Belajar Secara Sistematis. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 60.
[3] Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 114.
[4] Ibid., hal. 115.
[5] Ibid,. Hal. 117.
[6] Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 55
[7] Suharsimi Arikunto. Op.cit,. hal. 137.
[8] Ibid,. hal 139.

Diposkan oleh Wanda Darmawan di 00.11
http://wandarmawan.blogspot.com/2013/04/taksonomi-pendidikan.html

TAKSONOMI PENDIDIKAN
MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Semestes III
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu : Mohtarom, M.Pd

Di susun oleh:
1. Ulfatun Nihayah 112112
2. Nimah Rhomadhoni 112115
3. Nur Hidayah 112122
4. Ana Noor Hidayah 112130
5. Luqman Hakim 112139
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
PROGRAM STUDI TARBIYAH (PAI)
TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai calon guru kita diharapkan mampu membuat peserta didik yang kita ajar menjadi manusia yang
berguna baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Maka kita perlu menerapkan suatu ancang-ancang
untuk belajar. Agar dalam proses belajar nanti kita bisa memilih jalan yang tepat supaya tidak
sembarangan dalam menyampaikan suatu materi pelajaran.
Dan untuk itu kita memerlukan yang namanya taksonomi dalam pendidikan. Gunanya taksonomi
pendidikan adalah supaya para guru membuat tujuan pelajaran yang harus dirumuskan sebelum proses
belajar mengajar berlangsung. Kemudian tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Supaya
para siswa nantinya akan berusaha untuk menggapai tujuan pelajaran, yang telah dirancang oleh guru.
Taksonomi dapat diibaratkan seandainya kita mau pergi ke suatu tempat maka sudah ada ancang-ancang
jalan mana yang tepat untuk kita lalui. Karena banyak berbagai jalan maka jalan yang paling tepat
(mudah, cepat sampai, jalannya tidak rusak) itu yang akan kita tempuh. Begitu pula dalam penyampaian
pembelajaran jalan yang paling tepatlah yang harus kita tempuh.
B. Permasalahan
1. Bagaimana arti dan sejarah taksonomi dalam pendidikan?
2. Apa yang dimaksud kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam tujuan pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Arti dan Letak Taksonomi dalam Pendidikan
Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang kemudian disusul oleh
lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam kesadaran para guru bahwa tujuan pelajaran harus
dirumuskan sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada
para siswa.
a. Definisi Taksonomi
Definisi taksonomi dalam wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas:
Secara bahasa, Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein yang berarti untuk mengelompokkan
dan nomos yang berarti aturan. Secara istilah, Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu
hal berdasarkan tingkatan tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan
taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Adapun definisi taksonomi menurut beberapa pakar dalam bidang pendidikan:
1. Taksonomi menurut Briggs.
Taksonomi ini lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau rangsangan yang dapat
ditimbulkan dari media itu sendiri, yaitu kesesuaian rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa,
tugas pembelajaran, bahan, dan tranmisinya. Briggs mengidentifikasi 13 macam media yang
dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu: objek, model, suara langsung, rekaman audio,
media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film,
televisi dan gambar.
2. Taksonomi menurut Gagne.
Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu : benda untuk mendemonstrasikan, komunikasi
lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ke tujuh kelompok
media ini kemudian dikaitkannya dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut tingkatan hirarki
belajar yang dikembangkannya yaitu: pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku
belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik.
b. Sejarah Taksonomi Pendidikan
Taksonomi disusun oleh satu tim yang diketuai oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool (1964) sehingga
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Sejarahnya bermula ketika
pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan
serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal
evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan
mereka. Hafalan sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, thinking
behaviors). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl
kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain atau kawasan. Sampai saat ini
taksonomi bloom banyak dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan intruksional diberbagai kegiatan
latihan dan pendidikan.
Tujuan intruksional menurut Eduard L. Dejnozka dan David E. Kapel (1981) adalah suatu pernyataan
yang spesifik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk
tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Perilaku ini dapat berupa fakta yang
tersamar (covert). Contoh fakta over adalah:
1) Siswa dapat mendemontrasikan cara sholat Magrib dengan benar.
2) Siswa dapat mendengarkan dan menerima yang disampikan oleh guru di sekolah.
2. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (kawasan) yakni kognitif, afektif, dan psikomotor
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kawasan Kognitif (Pemahaman)
Kawasan kognitif yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan,
pengertian dan ketrampilan berfikir, Serta merupakan dua dari tiga kawasan tujuan intruksional yang
memiliki klasifikasi atau rincian yang paling detail, sehingga seolah olah merupakan suatu sistem
tersendiri.
Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir , mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kognitif adalah
subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
pengetahuan sampai tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda beda. Keenam tingkat
tersebut :
1. Tingkat pengetahuan (knowledge)
Tujuan intruksioanal pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah
diterima sebelumnya, seperti misalnya : fakta, rumus, strategi pemecahan masalah masalah dan
sebagainya.
Contoh:
Siswa dapat mengurutkan nama nama presiden indonesia dari yang pertama sampai sekarang.
2. Tingkat pemahaman (comprehension)
Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelasakan pengetahuan, informasi
yang telah diketahui dengan kata kata sendiri. Dalam hal ini siwa diharapkan menerjemahkan, atau
menyebutkan kembali yang telah didengar dengan kata kata sendiri.
Contoh:
Siswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi bahaya banjir.
3. Tingkat penerapan (aplication)
Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari
ke dalam situasi yang baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari
hari.
Contoh :Siswa dapat mengoprasikan komputer untuk keperluan mengetik.
4. Tingkat analisis (analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen
komponen atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpula, dan memeriksa
setiap komponen tersebut untuk melihat atau tidaknya kontradiksi. Dalam hal ini siswa diharapkan
menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut
dengan standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
Contoh :
Siswa dapat menganalisis sejauhmana hasil diskusi mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga
negara indonesia.
5. Tingkat sintesis (synthesis)
Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai
elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Contoh : Siswa dapat menyiapkan bahan pelajaran yang akan didiskusikan.
6. Tingkat evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan
tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Jadi
evaluasi di sini lebih condong ke bentuk penilaian biasa daripada sistem evaluasi.
Contoh : Siswa dapat menilai unsur : kepadatan isi, cakupan materi, kualitas, analisis, dan gaya bahasa,
yang dipakai oleh seseorang penulis makalah tertentu.
Pengertian dan isi masing masing tingkat dari kawasan kognitif dan cakupan kawasan secara utuh
dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita melihat ke belakang, yaitu pada sistem pendidikan dan
penataran yang biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa umumnya baru
menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah (seperti : tingkat pengetahuan, pemahaman dan
sedikit penerapan) dan jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi. Guru dituntut agar
mendesain program satuan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan intruksional dan harus banyak
melakukan latihan terlebih dahulu. Latihan ini termasuk membuat soal berdasarkan kisi kisi penulisan
soal dan komposisi yang disarankan di atas. Dengan demikian seorang guru akan memperoleh suatu
pengalaman yang sangat berharga bagi kualitas profesinya di masa yang akan datang. Begitu juga
merancang tujuan intruksional, program satuan pembelajaran dan strategi pembelajaran, maka
keseimbangan dari keenam tingkat kognitif tersebut perlu selalu dijaga.
b. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku)
Kawasan afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat,
sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sedarhana, yaitu
memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang
seperti kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai : minat, sikap hati,
sikap menghargai, sistem nilai serta kecenderungan emosi.
1. Tingkat menerima (receiving)
Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan serta memberikan respons terhadap
stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar dalam domain afektif.
Contoh: Kesadaran para siswa bahwa kesulitan kesulitan yang ditemui selama belajar adalah tantangan
bagi masa depannya.
2. Tingkat menilai (valuing)
Pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar
manfaat. Kemauan untuk menerima suatu objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek
tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku
positif atau negatif.
Contoh : Setelah beberapa kali seorang siswa gagal memahami rumus rumus tertentu, maka ia
memutuskan untuk belajar sungguh sungguh.
3. Tingkat tanggapan (responding)
Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta,
dan tertarik.
Contoh :Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang dilontarkan gurunya.
4. Tingkat karateristik (characterization)
Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan
nilai nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah olah telah menjadi ciri
ciri pelakunya.
Contoh : Sejak di Sekolah Lanjutan Atas hingga tamat Perguruan Tinggi. Siti selalu belajar siang dan
malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita citanya akan tercapai.
c. Kawasan Psikomotor (psychomotor domain)
Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada ketrampilan motorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot.
Dalam literatur tujuan ini tidak banyak ditemukan penjelasannya, dan lebih banyak dihubungkan dengan
latihan menulis, berbicara, dan olahraga serta bidang studi berkaitan dengan ketrampilan.
Untuk diketahui tujuan intruksional yang berhubungan dengan kawasan psikomotor umumnya belum
dapat diterima secara meluas seperti kawasan kognitif dan afektif. Oleh karena itu sampai sekarang
masih ada beberapa rumusan yang berbeda. Rumusan yang secara umum sudah biasa diterapkan, ada
yang mengelompokkan kawasan psikomotor menjadi empat kategori. Berikut ini penjelasannya:
1) Gerakan seluruh badan (gross body movement)
Gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik
secara menyeluruh.
Contoh : Siswa sedang senam mengikuti irama musik.
2) Gerakan yang terkoordinasi (coordination movements)
Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasillkan dari perpaduan antara fungsi salah satu atau
lebih indera manusia dengan salah satu anggota badan.
Contoh : seorang yang sedang berlatih menyetir.
3) Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)
Komunukasi nonverbal adalah hal hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol
simbol atau isyarat, misalnya: isyarat dengan tangan, anggukan kepala, ekspresi wajah, dan lain lain.
Contoh : perilaku seseorang yang mengacungkan ibujarinya tanda salut.
4) Kebolehan dalam berbicara (speech behaviour)
Kebolehan berbicara dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota
badan lainnya dengan ekspresi muka dan kemampuan berbicara.
Contoh : Perilaku seoarang guru didepan kelas.
CRITICAL THINKING
Taksonomi pendidikan menurut pemakalah
Taksonomi pendidikan sangat bermanfaat dalam dunia pendidikan. Sebagaimana fungsi dari taksonomi
pendidikan adalah untuk pengklasifikasian dalam tujuan pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah atau lembaga lembaga yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan maupun lembaga lembaga administrator. Sehingga dapat
menemukan jalan keluar yang baik untuk terus mengembangkan sistem pembelajaran di dunia
pendidikan.
Selain itu taksonomi pendidikan berguna untuk mengevaluasi hasil pembelajaran siswa tentang metode
yang harus digunakan oleh pendidik khususnya guru dalam proses pembelajaran. Pengelompokan tujuan
pendidikan ini yang dibahas dalam sub pembahasan ada 3 domain yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.
Menurut pemakalah dengan pembagaian ketiga domain itu membuat proses pembelajaran lebih mudah
dengan menguji kognitifnya yakni segi intelektualnya guru dapat menilai seberapa jauh pemahaman
siswa bab yang akan diajarkan oleh guru sehingga guru tak perlu susah payah untuk memberikan ilmu
yang sudah diketahui oleh siswa sebelumnya seperti pepata: tak perlu memberi garam dalam lautan ,
dan untuk membantu guru dalam memberikan gambaran bahwa siswa seberapa jauh daya ingat dari apa
yang sudah guru ajarkan tentang bahan pembelajarannya.
Menurut pemakalah selain dari fungsi kognitif, domain selanjutnya yakni afektif dimana guru mampu
menilai aspek emosi pada siswanya. Dalam sub pembahasan sudah dibahas kawasan (domain) afektif
dimana murid dapat menilai dan merespon balik apa yang sudah disampaikan oleh guru. Jadi dengan
penilaian ini siswa tidak hanya dijadikan sebagai objek tetapi bisa menjadi subjek dengan melontarkan
aspirasinya tentang diterima atau tidaknya pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Kawasan terakhir
yakni kawasan (domain) psikomotor yakni penilaian motorik siswa, guru juga dapat mampu menilai
dengan keaktifan motorik pada siswa dan melatih juga siswa dengan pembelajaran ketrampilan baik olah
tubuh atau gerak pada siswa, kecakapan dalam berdiskusi mengeluarkan pendapat, dan lain sebagainya.
Jadi ketiga domain dibentuk oleh bloom dan teman teman sehingga terbentuklah taksonomi pendidikan
yang dikenal taksonomi bloom. Dengan pengenalan taksonomi ini guru mampu mendesain atau
merancang sistem pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan sehingga guru mempunyai
keefesiensian dalam pengajaran.
Dalam pendidikan islam sendiri pun dalam proses pembelajaran itu ada berbagai aspek tidak hanya
mengajarkan siswa untuk menghafal saja tetapi dalam dunia pendidikan islam, islam mengajarkan untuk
mendidikan untuk memahami, mentadaburi serta mengamalkan apa yang ada dalam Alquran dan Hadist.
Sehingga terbentuklah pelajar yang memiliki kecerdasan IQ, EQ dan SQ. Jadi pembagian pembelajaran
dalam taksonomi bloom dengan pembelajaran yang diajarkan islam sebenarnya sudah terjalin
keselarasan antara keduanya sama - sama mendidik siswa untuk mencapai tujuan dalam pembelajaran
yakni menjadikan siswa memiliki kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosionalnya bahkan islam
menambahkan cerdas dalam sipiritualismenya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Taksonomi adalah pengelompokan suatu hal berdasarkan tingkatan tertentu. Pengklasifikasian sistem
pembelajaran ini pertama kali dirumuskan oleh Benyamin S. Bloom dan Krathwool (1964) dengan teman
temannya karna pengevaluasi pembelajaran dulu menurut mereka itu masih belum efektif yakni sistem
hafalan. Karna menurut bloom dan kawan-kawan masih ada sistem pembelajran yang lebih efektif
sehingga terbentuknya taksonomi pendidikan yang dikenal dengan taksonomi blooom.
Dalam taksonomi bloom ini mengklsifikasikan pembelajaran dalam tiga kawasan yakni kawasan kognitif,
kawasan afektif, dan kawasan psikomotor. Kawasan kognitif membahas tentang perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, kawasan afektif membahas tentang kondisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosional sedangkan kawasan psikomotor membahas tentang
perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.facebook.com/permalink.php?id=199737500178424&story_fbid=252750421543798
MAKALAH TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN
Ibrahim MA

5:48 PM
teori pembelajaran
1. Pengertian Taksonomi Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran, biasa disebut performance-objectives. Gerlach dan Ely dalam
Waridjan (1984: 21) mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai suatu deskripsi
perubahan tingkah laku atau hasil perbuatan yang memberi petunjuk bahwa suatu
proses belajar telah berlangsung. Selanjutnya Briggs (1977) mengatakan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu pernyataan tentang apa yang harus dapat dilakukan siswa
atau tentang tingkah laku bagaimana yang diharapkan dari siswa setelah ia
menyelesaikan suatu program pembelajaran tertentu.

Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut
berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang
ilmu fisika menghasilkan pengelompokan benda kedalam benda cair, benda padat, dan
gas. Taksonomi dalam bidang ilmu botani mengelompokkan tumbuhan berdasakan
karakteristik tertentu, misalnya kelompok tumbuhan bersel satu dan tumbuhan bersel
banyak. Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran
dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.

Sebagai seorang pendidik, maka guru perlu memahami berbagai taksonomi tujuan
untuk memperoleh wawasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran, dan dapat
memilih mana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan kegiatan
pembelajaran yang dirancangnya.

Taksonomi tujuan pembelajaran diperlukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Perlu adanya kejelasan terminology tujuan yang digunakan dalam tujuan
pembelajaran karena tujuan pembelajaran berfungsi untuk memberikan arah
kepada proses belajar dan menentukan perilaku yang dianggap sebagai bukti
hasil belajar.

Sebagai alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun
tes, teknik penilaian dan evaluasi.

2. Komponen Tujuan Pembelajaran

Mager dalam Dick dan Carey (1990) mengemukakan bahwa dalam penyusunan Tujuan
Pembelajaran harus mengandung tiga komponen, yaitu; (1) perilaku (behavior), (2)
kondisi (condition), dan (3) derajat atau kriteria (degree). Instructional Development
Institute (IDI) menambahkan satu komponen yang perlu juga dispesifikasikan dalam
merumuskan Tujuan Pembelajaran, yaitu sasaran (audience), sehingga rumusan tujuan
itu menjadi empat komponen, yaitu: a) Audience b) Behavior, c) Conditions, d) Degree.

Komponen-komponen tersebut lebih mudah diingat dengan bantuan mnemonik ABCD.

A = Audience yaitu siswa yang akan belajar.

B = Behavior yaitu perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai
proses belajarnya dalam pelajaran tersebut. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting,
yaitu kata kerja dan objek.

C = Condition yaitu keadaan atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan
mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki saat ia dites.

D = Degree yaitu tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku tersebut. Tingkat
keberhasilan ditunjukkan dengan batas maksimal dari penampilan suatu perilaku yang
dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti siswa belum mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.

3. Penggunaan Taksonomi dalam tujuan pembelajaran

Taksonomi tujuan pembelajaran dibagi menjadi tiga kawasan atau kelompok, yaitu
kawasan Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan
kognitif kedalam enam kategori. Keenam kategori ini mencakup kompetensi
keterampilan intelektual dari yang sederhana, yaitu tingkat pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis sampai dengan yang paling kompleks yaitu tingkat
evaluasi. Dengan demikinan, tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berpikir
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai
dengan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problim solving) yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan gagasan, metode dan
prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan
kogitif selalu digunakan didalam proses pembelajaran.

Berikut ini dikemukakan contoh penggunaan tujuan kognitif dalam merumuskan tujuan
pembelajaran dengan menggunakan kata kerja atau kalimat yang operasional, yang
dapat anda jadikan pedoman didalam menyusun tujuan pembelajaran sesuai materi
pelajaran yang anda berikan. Untuk lebih jelasnya silahkan anda baca dan pahami serta
ikuti cara penggunaaannya sebagaimana contoh berikut ini:

Kategori Contoh dan Kata Kunci

Mengingat: mengingat data atau informasi dari ingatan jangka panjang Contoh:
sebutkan nama-nama anggota keluargamu!

Kata kunci: mengidentifikasi dan mengingat kembali

Pemahaman: mengkonstruksi pemahaman dari pesan-pesan pembelajaran yang
bersifat lisan, tulisan, gambar.

Contoh: kelompokkan daun-daun ada di halaman sekolah berdasarkan ukurannya

Kata kunci: mengklarifikasi, menguraikan, menyajikan, menerjemahkan,
mengilustrasikan, mengkategorikan, menggolongkan, mengabstaksikan,
menggeneralisasi, menyimpulkan, meramalkan, menyisipkan, memperkirakan,
mengkontraskan, memetakan, menyesuaikan, mengkonstruksi, dan membuat model.

Aplikasi: Menyelesaikan atau menggunakan prosedur untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan di kelas. Contoh: menggunakan jari atau benda untuk berhitung

Kata kunci: menyelesaikan dan menggunakan

Analisis: memisahkan materi atau konsep menjadi bagian-bagian dan menentukan
bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan satu sama lain sehingga
menjadi satu struktur atau tujuan

Contoh: Padukanlah potongan-potongan gambar ini menjadi gambar sebatang pohon
kelapa!

Kata kunci: membedakan, memfokuskan, memilih, menemukan, membuat hubungan,
memadukan, menjelaskan, menguraikan, menyusun, dan menyusun kembali.

Evaluasi: membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar-standar.

Contoh: Buatlah percobaan apakah batu tenggelam di dalam air!

Kata kunci: mengkoordinasikan, mendeteksi, monitoring, menguji, dan memutuskan.

Menciptakan: meletakkan berbagai elemen ke dalam suatu bentuk yang koheren atau
fungsional, atau menyusun elemen-elemen ke dalam satu bentuk atau struktur baru
Contoh: Buatlah gambar rumah lengkap dengan halamannya dengan balok.

Kata kunci: Membuat hipotesis, merancang, dan mengkontruksi.

Tujuan Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap
hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.
Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu
fenomena sampai dengan yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang ,
seperti kepribadian dan hati nurani. Dengan kata lain, Ranah ini memasukkan perilaku,
dan perilaku kita menghubungkan segala sesuatunya dengan emosi kita, seperti,
perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Krathwohl
mengelompokkan tujuan afektif ke dalam 5 kelompok. Kelima kelompok besar kategori
disajikan di bawah ini, dimulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling
kompleks.

Kategori Contoh dan kata kunci

Menerima fenomena: kepedulian, kemauan untuk mendengar, perhatian khusus
Contoh: mengikuti aturan dalam bermain Kata kunci: tanya, pilih, jelaskan, ikuti,
berikan, pegang, identifikasi, tentukan lokasi, arahkan kepada, pilih, duduk, tegakkan
badan, jawab, gunakan

Memberikan respon kepada fenomena: partisipasi aktif di sisi pembelajar.
Memperhatikan dan bereaksi terhadap fenomena tertentu. Hasil belajar dapat
menekankan pada kesepakatan dalam memberikan tanggapan, kemauan untuk
merespon, ataupun kepuasan dalam memberikan tanggapan (motivasi) Contoh:
Berpartisipasi dalam kerja kelompok.

Kata kunci: jawab, bantu, setuju, pastikan, diskusikan, salam, tolong, beri nama,
tampilkan, praktekkan, sajikan, baca, baca keras-keras, laporkan, pilih, beritahu, tulis.

Penghargaan: penghargaan ataupun nilai yang diberikan seseorang kepada obyek,
fenomena, atau perilaku tertentu. Hal ini mulai dari sekedar menerima sampai dengan
pernyataan komitmen yang sungguh-sungguh. Menilai didasarkan pada internalisasi
akan satu set nilai-nilai tertentu, sementara itu, ciri-ciri dari nilai ini ditunjukkan oleh
perilaku terbuka siswa dan seringkali dapat diidentifikasikan Contoh: menghargai guru,
orang tua, dan teman

Kata kunci: lengkapi, tunjukkan, bedakan, jelaskan, ikuti, bentuk, awali, undang,
gabung, beri alasan, ajukan, baca, laporkan, pilih, bagi, pelajari, kerja

Pengorganisasian: mengorganisasikan nilai-nilai dengan mengontraskan nilai-nilai yang
berbeda, memecahkan masalah yang ada diantara nilai-nilai tersebut, dan menciptakan
sistem nilai yang unik. Penekanan ada pada membandingkan, mengaitkan, dan
mensintesakan nilai-nilai. Contoh: memegang janji mengikuti aturan di kelas

Kata kunci: pegang, mengubah, mengatur, mengkombinasikan, membandingkan,
melengkapi, mempertahankan, menjelaskan, memformulasikan, generalisasi,
identifikasi, integrasikan, modifikasi, urutkan, organisasikan, siapkan, kaitkan, sintesa

Internalisasi nilai-nilai (pembentukan karakter): memiliki sistem nilai yang mengontrol
perilaku mereka. Perilaku mereka adalah tidak mudah menyerah, konsisten, dapat
diterka, dan yang paling penting, karakteristik seorang pembelajar. Tujuan
instruksional terarah pada pola umum penyesuaian siswa (pribadi, sosial, emosional)
Contoh: Memperlihatkan sikap mandiri pada saat harus bekerja sendiri. Dapat bekerja
sama dalam kegiatan grup (memperlihatkan kerja tim).

Kata kunci: bertindak, bedakan, tunjukkan, perlihatkan, pengaruhi, dengar, modifikasi,
tunjukkan, praktekkan, ajukan, kelompokkan, tanyakan, revisi, layani, pecahkan,
buktikan kebenaran.

Tujuan psikomotor berorientasi kepada ketrampilan motorik yang berhubungan
dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan kordinasi antara
syaraf dan otot, misalnya latihan menulis, berbicara, dan olah raga. Termasuk dalam
ranah psikomotorik ini adalah gerakan fisik, koordinasi, dan penggunaan area
ketrampilan motorik. Pengembangan ketrampilan ini memerlukan latihan dan dalam
pelaksanaannya akan diukur dalam istilah kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur,
ataupun teknik. Menurut Simpson ada tujuh kategori. Tujuh kategori disajikan di bawah
ini, mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling rumit:


Kategori Contoh dan Kata Kunci

Persepsi: kemampuan untuk menggunakan tanda-tanda sensor untuk mengarahkan
kegiatan motorik. Ini dimulai dari stimulasi sensor, melalui tanda seleksi, sampai
dengan terjemahan. Contoh: mengaitkan kegiatan melempar dan menangkap bola

Kata kunci: pilih, jelaskan, deteksi, bedakan, identifikasi, pisahkan, kaitkan, seleksi.

Penetapan: kesiapan untuk bertindak. Termasuk di dalamnya kumpulan mental, fisik
dan emosional. Ketiga kumpulan ini merupakan watak yang menentukan respon
seseorang akan situasi yang berbeda-beda (terkadang disebut cara berpikir/pemikiran)
Contoh: Menunjukkan keinginan untuk mempelajari proses baru.


CATATAN: sub-divisi dari psikomotorik ini berkaitan erat dengan Menanggapi
fenomena, yang merupakan sub-divisi dari ranah Afektif.

Kata kunci: mulai, tunjukkan, jelaskan, bergerak, lanjutkan, bereaksi, tampilkan,
menyatakan, sukarela.

Tanggapan Terkendali: merupakan tahap-tahap awal dalam mempelajari ketrampilan
yang sulit, termasuk dalam tahap ini adalah imitasi dan coba-coba (trial and error).
Penampilan akan cukup memadai apabila terus berlatih. Contoh: mencontoh bentuk-
bentuk yang telah dikenalkan, mengikuti pola-pola yang telah dipelajari.

Kata kunci: mengopi, melacak, mengikuti, bereaksi, produksi ulang.

Mekanisme: ini merupakan tahap perantara dalam mempelajari suatu ketrampilan yang
sulit. Tanggapan hasil belajar harus menjadi kebiasaan dan gerakan dapat dilakukan
dengan percaya diri dan mahir Contoh: mengukur meja dengan rol atau jengkal

Kata kunci: satukan, bangun, kalibrasi, konstruksi, bongkar, tunjukkan, kencangkan,
perbaiki, giling, panaskan, manipulasi. ukur, betulkan, gabungkan, organisasikan, buat
sketsa

Tanggapan Terbuka yang kompleks: penampilan aksi motorik yang sangat terampil
yang melibatkan pola gerakan yang rumit. Penguasaan ditunjukkan dengan penampilan
yang cepat, akurat, terkoordinasi dengan baik, hanya membutuhkan energi yang
minimum. Termasuk dalam kategori ini adalah penampilan tanpa ragu-ragu,
penampilan secara otomatis. Contohnya, para pemain terkadang mengeluarkan suara
untuk menunjukkan kepuasan ataupun kata seru pada saat memukul bola tenis atau
melempar bola karena mereka tahu dari apa yang dilakukan, hasil apa yang akan
didapat. Contoh: Menyatukan irama lagu dengan gerakan

Kata kunci: satukan, bangun, kalibrasi, konstruksi, bongkar, tunjukkan, kencangkan,
perbaiki, giling, panaskan, manipulasi. ukur, betulkan, gabungkan, organisasikan, buat
sketsa

CATATAN: kata kunci sama dengan mekanisme, akan tetapi memiliki kata keterangan
tambahan yang menunjukkan bahwa penampilan lebih cepat, lebih baik, lebih akurat,
dsb.

Adaptasi: ketrampilan dikembangkan dengan baik dan individu dapat memodifikasi pola
pergerakan agar sesuai dengan persyaratan tertentu.

Contoh: dapat menggunakan alat permainan sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan.

Kata kunci: adaptasi, ubah, berubah, susun kembali, organisasikan kembali, revisi,
variasikan.

Awal permulaan: menciptakan pola pergerakan yang baru agar sesuai dengan situasi
tertentu ataupun masalah khusus. Hasil belajar menekankan kreativitas yang
didasarkan atas ketrampilan yang sangat terlatih. Contoh: menciptakan bangunan
baru.

Kata kunci: susun, bangun, kombinasikan, awali, buat

Ranah Psikomotorik yang lain

Ada dua versi yang populer:

Menurut Dave's:

Imitasi: mengamati dan menjadikan perilaku orang lain sebagai pola. Apa yang
ditampilkan mungkin kualitas rendah . Contoh: menjiplak hasil karya seni

Manipulasi: mampu menunjukkan perilaku tertentu dengan mengikuti instruksi dan
praktek. Contoh: membuat hasil karya sendiri setelah mengikuti pelajaran, ataupun
membaca mengenai hal tersebut.

Ketepatan: meningkatkan metode supaya lebih tepat. Beberapa kekeliruan tampak
jelas. Contoh: bekerja dan melakukan sesuatu kembali, sehingga menjadi cukup baik.

Artikulasi: mengkoordinasikan serangkaian tindakan, mencapai keselarasan dan
internal konsistensi. Contoh: memproduksi benda-benda yang sesuai dengan tema
dengan menggunakan balok, puzzle atau plastisin.

Naturalisasi: telah memiliki tingkat performance yang tinggi sehingga menjadi alami,
dalam melakukan tidak perlu berpikir banyak. Misalkan: Dapat bemain simpai atau
menari dengan terampil.

Menurut Harrow :

Harrow (1972) menyusun tujuan psikomotor secara hierarkhis dalam lima tingkat
sebagai berikut:

1) Meniru. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini diharapkan siswa dapat meniru suatu
perilaku yang dilihatnya.

2) Manipulasi. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini menuntut siswa untuk melakukan
suatu perilaku tanpa bantuan visual, sebagaimana pada tingkat meniru. Tetapi diberi
petunjuk berupa tulisan atau instruksi verbal.

3) Ketepatan Gerakan. Tujuan pembelajaran pada level ini siswa mampu melakukan
suatu perilaku tanpa menggunakan contoh visual maupun petunjuk tertulis, dan
melakukannya dengan lancar, tepat, seimbang dan akurat.

4) Artikulasi. Tujuan pembelajaran pada level ini siswa mampu menunjukkan
serangkaian gerakan dengan akurat, urutan yang benar, dan kecepatan yang tepat.

5) Naturalisasi. Tujuan pembelajaran pada tingkat ini siswa mampu melakukan gerakan
tertentu secara spontan tanpa berpikir lagi cara melakukannya dan urutannya.
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/09/makalah-taksonomi-tujuan-pembelajaran.html
TAKSONOMI PENDIDIKAN
MAKALAH

Dibuat dan Dipresentasikan Sebagai Salah Satu Tugas Kelompok Pada
Mata Kuliah Ilmu Pendidikan

Dosen
Mukhsin. M, Ag




Oleh :
Kelompok 3 (Tiga)
1. Karina Noviyanti
2. Nurul Hasanah
3. Eki Agustin
4. Yona Suhandi


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
2010 M / 1431 H
KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirrahim,
Segala puji hanya untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasulullah terakhir yang diutus dengan
membawa syariah yang mudah, penuh rahmat, dan membawa keselamatan dalam
kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul Taksonomi Pendidikan ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok
pada mata kuliah Ilmu Pendidikan. Kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan.
Sesuai dengan fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari
kesalahan dan kekhilafan, maka dalam makalah yang kami susun ini pun belum mencapai
tahap kesempurnaan.
Kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam proses
penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Bpk Mukhsin M, Ag. yang telah memberikan
tugas makalah ini. Dan umumnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan motivasi
dalam bentuk moril maupun materiil.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat, dan semoga amal ibadah serta
kerja keras kita, senantiasa mendapat ridho dan ampunan dari-Nya. Amin.


Sukabumi, Nopember 2010

Penulis






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Taksonomi
B. Pengertian Pendidikan
C. Taksonomi Pendidikan
BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih
daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka,
sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan
segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada
penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di
samping transfer ilmu dan keahlian.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun
1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom".
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian taksonomi?
2. Apa pengertian pendidikan?
3. Jelaskan mengenai taksonomi pendidikan?
4. Jelaskan mengenai ketiga domain dalam taksonomi pendidikan?
5. Apa perbedaan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru?
C. Tujuan
Adapun tujuan makalah ini agar para mahasiswa diharapkan dapat :
1. Mengetahui pengertian taksonomi.
2. Memahami pengertian pendidikan.
3. Menjelaskan taksonomi pendidikan.
4. Memaparkan ketiga domain dalam taksonomi pendidikan.
5. Membedakan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru.





















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Taksonomi
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang
bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
B. Pengertian Pendidikan
Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :
1) Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna
pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang
dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk
untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2) Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik
dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam
sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
3) Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior
adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
4) Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau
suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Definisi Pendidikan Menurut Kamus dan Ensiklopedi adalah:
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia : "pendidikann proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik;"
2) Ensiklopedi Wikipedia: Education is a social science that encompasses teaching and
learning specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the
Latin educare meaning "to raise", "to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis",
bringing up, raising.
Definisi Pendidikan Menurut Undang-Undang adalah:
1) UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang";
2) UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya dan masyarakat


C. Taksonomi Pendidikan
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956.
Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog
Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak
disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan
tersebut sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, thinking
behaviors). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill
dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain
kemampuan (intelektual, intellectual behaviors) yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain
tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta,
rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan
pengamalan.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Kami jelaskan
ketiga domain tersebut:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Ranah kognitif meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian
mentalitas. Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang
menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap
kemampuan yang harus siswa kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah
pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori
ke dalam keterampilan terbaiknya sehinggi dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai
produk inovasi pikirannya.
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian:
Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan
dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
a. Pengetahuan ( Knowledge )
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta
menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan
baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas
minimum untuk produk, dsb.
b. Pemahaman ( Comprehension )
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel,
diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa
yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.
c. Aplikasi ( Application )
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi
tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat
aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam
bentuk fish bone diagram.
d. Analisis ( Analysis )
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam
tingkat keparahan yg ditimbulkan.
e. Sintesis ( Synthesis )
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu
mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg
dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan
solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap
semua penyebab turunnya kualitas produk.
f. Evaluasi ( Evaluation )
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan,
metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan
berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb
2. Affective Domain (Ranah Afektif)
Affective Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun
Bloom bersama dengan David Krathwol.
a. Penerimaan ( Receiving/Attending )
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
b. Tanggapan ( Responding )
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
c. Penghargaan ( Valuing )
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau
tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang
diekspresikan ke dalam tingkah laku.
d. Pengorganisasian ( Organization )
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk
suatu sistem nilai yang konsisten.
e. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik
gaya-hidupnya.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin,dll.
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain
yang dibuat Bloom.
a. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
b. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c. Respon Terpimpin (Guided Response)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya
imitasi dan gerakan coba-coba.
d.. Mekanisme ( Mechanism )
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan
dan cakap.
e. Respon Tampak yang Kompleks ( Complex Overt Response )
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.
f. Penyesuaian ( Adaptation )
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
g. Penciptaan ( Origination )
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid
Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil
perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom.
Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata
kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke
yang lebih tinggi. Perbedaannya terlihat pada gambar berikut ini:

Perubahan terjadi pada level 1 yang semula sebagai knowledge (pengetahuan) berubah
menjadi remembering (mengingat). Perubahan terjadi juga pada level 2, yaitu
comprehension yang dipertegas menjadi understanding (paham, memahami). Level 3
diubah sebutan dari application menjadi applying (menerapkan). Level 4 juga diubah
sebutan dari analysis menjadi analysing (menganalisis). Perubahan mendasar terletak
pada level 5 dan 6. Evaluation versi lama diubah posisinya dari level 6 menjadi level 5,
juga dengan perubahan sebutan dari evaluation menjadi evaluating (menilai). Level 5
lama, yaitu synthesis (pemaduan) hilang, tampaknya dinaikkan levelnya menjadi level 6
tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu dengan nama creating (mencipta).


Penjabaran masing-masing level new domain adalah sebagai berikut:
a. Remember (mengingat) yaitu memunculkan kembali apa yang sudah diketahui dan
tersimpan dalam ingatan jangka-panjang. Remember itu terbagi dalam 2 tahapan, yaitu:
1) Recognizing (mengenali lagi)
2) Recalling (menyebutkan kembali)
b. Understand (paham, memahami) yaitu menegaskan pengertian atau makna bahan-
bahan yang sudah diajarkan, mencakup komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar.
Understand itu terbagi dalam 7 tahapan, yaitu:
1) Interpreting (menafsiri, mengartikan, menerjemahkan)
2) Exemplifying (memberi contoh)
3) Classifying (menggolong-golongkan, mengelompokkan)
4) Summarizing (merangkum, meringkas)
5) Inferring (melakukan inferensi)
6) Comparing (membandingkan)
7) Explaining (memberikan penjelasan)
c. Apply (menerapkan) yaitu melakukan sesuatu, atau menggunakan sesuatu prosedur
dalam situasi tertentu. Apply itu terbagi dalam 2 tahapan, yaitu:
1) Executing (melaksanakan)
2) Implementing (menerapkan)
d. Analyze (analisis) yaitu menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang
membentuknya, dan menetapkan bagaimana bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut
satu sama lain saling terkait, dan bagaimana kaitan unsur-unsur tersebut kepada
keseluruhan struktur atau tujuan sesuatu itu. Analyze terbagi dalam 3 tahapan , yaitu:
1) Differentiating (membeda-bedakan)
2) Organizing (menata atau menyusun)
3) Attributing (meneteapkan sifat atau ciri)
e. Evaluate (evaluasi atau menilai) yaitu menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria
atau patokan tertentu. Evaluate terbagi dalam 2 tahapan, yaitu:
1) Checking (mengecek)
2) Critiquing (mengkritisi)
f. Create (mencipta) yaitu memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk utuh yang
koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil. Create terbagi dalam 3 tahapan,
yaitu:
1) Generating (memunculkan)
2) Planning (merencanakan, membuat rencana)
3) Producing (menghasilkan karya).
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi
analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya
karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. Lorin
Anderson merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu:
1) Dimensi proses kognitif: aspek sintesis digabungkan dengan aspek analisis atau evaluasi
dan ditambahkannya aspek kreasi (kreativitas) diatas aspek evaluasi. Indikator-
indikatornya adalah membangun atau mengkonstruksi (generating), merencanakan
(planning), menghasilkan (producing).
2) Dimensi pengetahuan. Aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi Taksonomi
Bloom meliputi:
a) pengetahuan faktual (factual knowledge) yang meliputi aspek-aspek pengetahuan
tentang istilah dan pengetahuan specifik detail dan elements;
b) pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan
tentang teori, model dan struktur:
c) pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang
keterampilan materi khusus (subject-specific) dan algoritmanya, pengetahuan tentang
teknik dan metode materi khusus (subject-specific), pengetahuan tentang kriteria untuk
memastikan kapan menggunakan prosedur yang tepat.
d) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) yang meliputi: pengetahuan
strategik (strategic knowledge), pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk
kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (self-knowledge)








BAB III
PENUTUP

Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu tassein yang berarti untuk
mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang
bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih
daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka,
sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan
segala aspek yang dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada
penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di
samping transfer ilmu dan keahlian.
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan. Dalam pendidikan,
taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai
tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Affective
Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti
minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun Bloom
bersama dengan David Krathwol. Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin,dll.
Perbedaan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru tergambar dalam piramida
berikut:

















DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. Sugono, Dendy. Sukesi Adiwimarta, Sri. Lapoliwa, Hans. dkk. Edisi III 2005
Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka.
http://oregonstate.edu/instruct/coursedev/models/id/taxonomy/#table
http://en.wikipedia.org/wiki/Bloom%27s_Taxonomy
http://www.google.co.id/search?q=intitle%3Ataksonomi+penddikan&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a
Diposkan oleh Karina Noviyanti di 21.22
Tidak ada komentar:
http://aledeyrain.blogspot.com/2010/11/taksonomi-pendidikan-makalah-dibuat-dan.html
TAKSONOMI DALAM
PEMBELAJARAN
Posted on 09/10/2013 by NDABUNGSULeave a comment
(MAKALAH)
MATA KULIAH: DESAIN MODEL PEMBELAJARAN IPS
DOSEN: 1. Dr. R. GUNAWAN SUDARMANTO, SE. MM.
2. Dr.PUJIATI, M.Pd
OLEH :
GUSNETTY JAYASINGA/ 1323031012
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayahNya maka tugas ini dapat
diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan Desain Model Pembelajaran IPS pada Program Studi Magister
Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penyajian dan referensi yang dapat penyusun pergunakan dan
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kelemahan dan kekurangan sehingga diharapkan kritik dan saran dari
Bapak Dr. R. Gunawan sudarmanto, SE. MM. dan Dr.Pujiati, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Desain Model
Pembelajaran IPS demi perbaikan dan kesempurnaan pemahaman yang penyusun dapatkan dalam pembuatan tugas-tugas
lainnya. Demikian tugas ini disusun semoga bermanfaat bagi semua pihak.
Metro, Oktober 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL . 1
KATA PENGANTAR . 2
DAFTAR ISI . 3
BAB I. PENDAHULUAN ..
A. Latarbelakang . 4
4
B. Rumusan Masalah 5
C. Batasan Masalah .. 5
D. Tujuan Penulisan .. 5
BAB II. PEMBAHASAN .. 6
A. Pengertian Tujuan Pembelajaran
B. Manfaat dari adanya tujuan pembelajaran .
C. Taksonomi Kompetensi Pembelajaran .
D. Kawasan Tujuan Pembelajaran 6
7
8
11
BAB III. PENUTUP .. 14
DAFTAR PUSTAKA . 15

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut
berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu. Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang ilmu fisika menghasilkan pengelompokan
benda kedalam benda cair, benda padat, dan gas. Taksonomi dalam bidang ilmu botani mengelompokkan tumbuhan berdasakan
karakteristik tertentu, misalnya kelompok tumbuhan bersel satu dan tumbuhan bersel banyak. Taksonomi tujuan pembelajaran
adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut. Dilihat dari sejarahnya tujuan pembelajaran pertama kali
diperkenalkan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950 yang diterapkannya dalam ilmu perilaku (behavioral science) dengan maksud
untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Kemudian diikuti oleh Robert Mager yang menulis buku yang berjudul Preparing
Instructional Objective pada tahun 1962. Selanjutnya diterapkan secara meluas pada tahun 1970 di seluruh lembaga pendidikan
termasuk di Indonesia (Uno, 2008).
Keuntungan yang dapat diperoleh melalui penuangan tujuan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat
b) Pokok bahasan dapat dibuat seimbang sehingga tidak ada materi pelajaran yang dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit.
c) Guru dapat menetapkan berapa banyak materi pelajaran yang dapat atau sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran.
d) Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat.
e) Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi belajar mengajar yang paling cocok dan menarik.
f) Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun bahan dalam keperluan belajar.
g) Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar.
h) Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar tanpa tujuan yang jelas.
Seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajaran dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu
menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.
a. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang sudah penulis uraikan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian dari tujuan pembelajaran?
2. Apa saja manfaat dari adanya tujuan pembelajaran?
3. Apa saja taksonomi kompetensi pembelajaran?
4. Apa saja kawasan tujuan pembelajaran?
b. Batasan Masalah
Dalam hal ini penulis membatasi masalah pada kajian teori belajar humanisme, tokoh-tokoh yang terkait dalam perkembangan
teorinya serta analisis dan implikasinya dalam pembelajaran.
c. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian dari tujuan pembelajaran?
2. Memahami manfaat dari adanya tujuan pembelajaran?
3. Memahami taksonomi kompetensi pembelajaran?
4. Memahami kawasan tujuan pembelajaran?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani tassein berarti untuk mengklasifikasi dan nomos yang berarti aturan. Taksonomi berarti
klasifikasi berhirarki dari sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan
kejadian-kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembelajaran. Sebab segala
kegiatan pembelajaran muaranya pada tercapainya tujuan tersebut.
Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan
merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Kendati demikian, dalam kenyataan di lapangan saat ini, tampaknya kita
masih dapat menemukan permasalahan yang dihadapi guru (calon guru) dalam merumuskan tujuan pembelajaran yang hendak
dilakukannya, yang berujung pada inefektivitas dan inefesiensi pembelajaran (Sudrajat, 2009).
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli.
1. Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan
oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
2. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam
perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
3. Henry Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil
belajar.
4. Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang
diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
5. Sementara itu, menurut Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan
proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang
dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir
belajar pada suatu kompetensi dasar.
Meskipun para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam tapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama,
yaitu:
1. Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
2. Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus
diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat
secara tertulis (written plan).
B. Manfaat adanya tujuan pembelajaran
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa.
1. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:
a. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan
perbuatan belajarnya secara lebih mandiri
b. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar
c. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran
d. Memudahkan guru mengadakan penilaian.
2. Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan
petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat
bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
3. Fitriana Elitawati (2002) menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan
yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses
belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa.
Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam
pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran.
C. Taksonomi Kompetensi Pembelajaran
Menurut oleh Kravetz (2004), bahwa kompetensi adalah sesuatu yang seseorang
tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan
dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja.
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif.
Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika mereka tidak meterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja
yang efektif maka kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan. Kebingungan
yang banyak terjadi dengan kompetensi adalah pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), sikap (attiudes) dan sifat-sifat
pribadi lain (Syafei, 2007).
1. Sri Wardani (2008) bahwa tujuan pembelajaran merupakan target pencapaian kolektif,
karena rumusan tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh desain kegiatan dan strategi pembelajaran yang disusun guru untuk
siswanya. Sementara rumusan indikator pencapaian kompetensi tidak terpengaruh oleh desain ataupun strategi kegiatan
pembelajaran yang disusun guru, karena rumusannya lebih bergantung kepada karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai
siswa. Di samping terdapat perbedaan, keduanya memiliki titik persamaan yaitu memiliki fungsi sebagai acuan arah proses dan
hasil pembelajaran.
2. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru
profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa
yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Selanjutnya, dia menyarankan dua kriteria yang harus
dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai
apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi
perilaku; dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis
pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif
ataukah psikomotor.
3. Konsep Taksonomi Bloom dikembangkan pada tahun 1956 oleh Benjamin Bloom,
seorang psikolog bidang pendidikan. Konsep ini mengklasifikasikan tujuan pendidikan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:
1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya mencakup: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan
penilaian (evaluation)
2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan
sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing),
pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization)
3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari : kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru
untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
4. Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung
dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran.
5. Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga
komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang
harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan
perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
6. Berkenaan dengan perumusan tujuan yang berorientasi performansi, Dick dan Carey
(Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat
dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang
hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik
yang dimaksudkan pada tujuan.
7. Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa,
karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berpikir guru yang bersangkutan dalam
menuangkan idenya tentang pembelajaran.
Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
a) A = Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), adalah pelaku yang menjadi kelompok sasaran
pembelajaran, yaitu siswa. Dalam TPK harus dijelaskan siapa siswa yang mengikuti pelajaran itu. Keterangan mengenai
kelompok siswa yang akan manjadi kelompok sasaran pembelajaran diusahakan sespesifik mungkin. Misalnya, siswa jenjang
sekolah apa, kelas berapa, semester berapa, dan bahkan klasifikasi pengelompokan siswa tertentu. Batasan yang spesifik ini
penting artinya agar sejak awal mereka yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan pembelajaran yang
dirumuskan atas dasar TPK itu belum tentu sesuai bagi mereka.
Mungkin bahan pembelajarannya terlalu mudah, terlalu sulit. Atau tidak sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pembelajaran
berwawasan gender, penyebutan siswa perempuan dan siswa laki-laki dalam TPK kadang-kadang ditekankan, terutama jika jenis
perilaku yang menjadi target belajar bagi kedua jenis kelamin dibedakan levelnya, misalnya dalam pelajaran olahraga. Begitu
pula, dalam pembelajaran terhadap kelas yang dibagi atas beberapa kelompok yang bahan pembelajarannya diklasifikasi atas
dasar kemampuan individu siswa, maka penyebutan klasifikasi siswa tersebut juga perlu tercantum pada TPK masing-masing.
b) B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), adalah perilaku spesifik khusus yang diharapkan dilakukan
siswa setelah selesai mengikuti proses pembelajaran. Perilaku ini terdiri atas dua bagian penting, yaitu kata kerja dan objek. Kata
kerja menunjukkan bagaimana siswa mempertunjukkan sesuatu, seperti: menyebutkan, menganalisis, menyusun, dan sebagainya.
Objek menunjukkan pada apa yang akan dipertunjukkan itu, misalnya contoh kalimat pasif, kesalahan tanda baca dalam kalimat,
karangan berdasarkan gambar seri, dsb. Komponen perilaku dalam TPK adalah tulang punggung TPK secara keseluruhan. Tanpa
perilaku yang jelas, komponen yang lain menjadi tidak bermakna.
c) C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, adalah kondisi yang dijadikan
syarat atau alat yang digunakan pada saat siswa diuji kinerja belajarnya. TPK yang baik di samping memuat unsur penyebutan
audiens (siswa sebagai sasaran belajar) dan perilaku, hendaknya pula mengandung unsur yang memberi petunjuk kepada
penyusun tes mengenai kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mempertunjukkan perilaku yang dikehendaki
pada saat diuji.
d) D = Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima), adalah derajat atau tingkatan keberhasilan yang ditargetkan harus
dicapai siswa dalam mempertunjukkan perilaku hasil belajar. Target perilaku yang diharapkan dapat berupa: melakukan tanpa
salah, dalam batas waktu tertentu, pada ketinggian tertentu, atau ukuran tingkatan keberhasilan lainnya. Tingkat keberhasilan
ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu, siswa
dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan.
D. Kawasan Tujuan Pembelajaran
Dalam hal ini, tujuan pembelajaran dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi lagi ke
dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pembelajaran dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. KAWASAN KOGNITIF
Kawasan Konitif adalah kawasan membahas tujuan pembelajaran dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan
ketingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Kawasan kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu:
a. Tingkat pengetahuan (knowledge), diartikan kemampuan seseorang dalam menghafal atau mengingat kembali atau mengulang
kembali pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menggambarkan satu buah segitiga sembarang.
b. Pemahaman (comprehension), diartikan kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau
menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya. Contoh: Siswa dapat menjelaskan
kata-katanya sendiri tentang perbedaan bangun geometri yang berdimensi dua dan berdimensi tiga.
c. Tingkat penerapan (application), diartikan kemampuan seseorang dalam menggunakan pengetahuan dalam memecahkan
berbagai masalah yang timbul di kehidupan sehari-hari. Contoh: Siswa dapat menghitung panjang sisi miring dari suatu segitiga
siku-siku jika diketahui sisi lainnya (Uno, 2008).
d. Tingkat analisis (analysis), diartikan kemampuan menjabarkan atau menguraikan suatu konsep menjadi bagian-bagian yang
lebih rinci, memilah-milih, merinci, mengaitkan hasil rinciannya. Contoh: Mahasiswa dapat menentukan hubungan berbagai
variabel penelitian dalam mata kuliah Metodologi Penelitian.
e. Tingkat sintetis (synthetis), diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu
yang semula belum ada. Contoh: Mahasiswa dapat menyusun rencana atau usulan penelitian dalam bidang yang diminati pada
mata kuliah Metodologi Penelitian.
f. Tingkat evaluasi (evaluation), diartikan kemampuan membuat penilaian judgment tentang nilai (value) untuk maksud tertentu.
Contoh: Mahasiswa dapat memperbaiki program-program computer yang secara fisik tampak kurang baik dan kurang efisien
pada mata kuliah Algoritma dan pemrograman (Suparman, 2001).
2. KAWASAN AFEKTIF
Kawasan afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest, apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian
perasaan sosial. Tingkatan afektif ini ada 5, yaitu:
a. Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau rancangan tertentu seperti keinginan membaca
buku, mendengar music, atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.
b. Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas
terstruktur, menaati peraturan, mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas dilaboratorium atau menolong orang lain.
c. Berkeyakinan, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu seperti menunjukkan kepercayaan terhadap
sesuatu, apresiasi atau penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan suatu kehidupan sosial.
d. Penerapan karya, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai
yang lebih tinggi, seperti menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hal
yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri.
e. Ketekunan dan ketelitian, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu menyelaraskan perilakunya sesuai dengan
sistem nilai yang dipegangnya, seperti bersikap objektif terhadap segala hal.
3. KAWASAN PSIKOMOTOR
Kawasan psikomotor berkaitan dengan ketrampilan atau skill yang bersikap manual atau motorik. Tingkatan psikomotor ini
meliputi:
a. Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan. Contoh: mengenal kerusakan mesin dari suaranya
yang sumbang.
b. Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu kegiatan atau set termasuk di dalamnya metal set
atau kesiapan mental, physical set (kesiapan fisik) atau (emotional set) kesiapan emosi perasaan untuk melakukan suatu tindakan.
c. Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan menjadi kebiasan sehingga gerakan yang
ditampilkan menunjukkan kepada suatu kemahiran. Contoh: menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas.
d. Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau mengikuti, mengulangi perbuatan yang diperintahkan atau
ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan coba-coba (trial and error).
e. Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan ketrampilan penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan
biasanya cepat, dengan hasil yang baik namun menggunakan sedikit tenaga. Contoh: tampilan menyetir kendaran bermotor.
f. Adaptasi, berkenaan dengan ketrampilan yang sudah berkembang pada diri individu sehingga yang bersangkutan mampu
memodifikasi pada pola gerakan sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Contoh: orang yang bermain tenis, pola-pola gerakan
disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan permainan lawan.
g. Organisasi, berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan dengan situasi atau masalah tertentu, biasanya
hal ini dapat dilakukan oleh orang yang sudah mempunyai ketrampilan tinggi, seperti menciptakan model pakaian, menciptakan
tarian, komposisi musik (Uno, 2008).

BAB III
PENUTUP
Taksonomi pada dasarnya merupakan usaha pengelompokan yang disusun dan diurut berdasarkan ciri-ciri suatu bidang tertentu.
Sebagai contoh, taksonomi dalam bidang ilmu fisika menghasilkan pengelompokan benda kedalam benda cair, benda padat, dan
gas. Taksonomi dalam bidang ilmu botani mengelompokkan tumbuhan berdasakan karakteristik tertentu, misalnya kelompok
tumbuhan bersel satu dan tumbuhan bersel banyak. Taksonomi tujuan pembelajaran adalah pengelompokan tujuan pembelajaran
dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Sebagai seorang pendidik, maka guru perlu memahami berbagai taksonomi tujuan untuk memperoleh wawasan yang lebih luas
tentang tujuan pembelajaran, dan dapat memilih mana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh dan kegiatan pembelajaran
yang dirancangnya.
Taksonomi tujuan pembelajaran diperlukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
Perlu adanya kejelasan terminology tujuan yang digunakan dalam tujuan pembelajaran karena tujuan pembelajaran berfungsi
untuk memberikan arah kepada proses belajar dan menentukan perilaku yang dianggap sebagai bukti hasil belajar.
Sebagai alat yang akan membantu guru dalam mendeskripsikan dan menyusun tes, teknik penilaian dan evaluasi.
Untuk mengukur hasil pengajaran dalam proses pembelajaran didasarkan pada tipe isi bidang studi diklasifikasi menjadi 3 ranah
yaitu :
1. Ranah kognitif terdiri dari : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, penilaian.
2. Ranah sikap terdiri dari : menerima, merespon, menghargai, mengorganisasi, karakteristik.
3. Ranah psikomotor terdiri dari : persepdi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian
pola gerakan dan kreativitas.
http://bungsunda88.wordpress.com/2013/10/09/taksonomi-dalam-pembelajaran/
Pengertian Taksonomi Pembelajaran
Taksonomi di dasarkan pada asumsi, bahwa program pendidikan dapat di pandang sebagai
suatu usaha mengubah tingkah laku siswa dengan menggunakan beberapa mata pelajaran. Bila kita
uraikan tingkah laku dan mata pelajaran, kita membuat suatu tujuan pendidikan . Sebagai contoh:
siswa akan dapat mengingat kembali tokoh-tokoh sejarah Islam. Siswa dapat mengenal kembali
bentuk dan pola di dalam karya-karya sejarah Islam. Hal ini sesuai dengan pendapat Bunyamin S.
Bloom yaitu:
Proses belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah, menghasilkan tiga pembentukan
kemampuan yang dikenal sebagai taxonomi Bloom, yaitu kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik .

a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak), Bunyamin S. Bloom
menggolongkan tingkatan pada ranah kognitif dari pengetahuan sederhana atau penyadaran
terhadap fakta-fakta sebagai tingkatan yang paling rendah kepenilaian (evaluasi) yang lebih
kompleks dan abstrak sebagai tingkatan yang paling tinggi .
1. Pengetahuan, didefinisikan sebagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari
sebelumnya. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal meliputi kemampuan mengetahui
sekaligus menyampaikan ingatannya bila diperlukan. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan,
benda, fakta, gejala, dan teori. Hasil belajar dari pengetahuan merupakan tingkatan rendah.
2. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi atau bahan.
Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi ke materi lain.
Pemahaman juga dapat ditunjukan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan,
kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari
pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah.
3. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan
dipahami ke dalam situasi kongkrit, nyata, atau baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan
pengetahuan, aturan, rumus, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Hasil belajar untuk kemampuan
menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman.
4. Analisis, merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian-bagian atau
komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah mengerti. Kemampuan menganalisis
termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antar bagian, serta mengenali atau
mengemukakan organisasi dan antar bagian tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkat
kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki
kemampuan menganalisis, seseorang harus mampu memahami isi atau substansi sekaligus struktur
organisasinya.
5. Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan proses berfikir
analisis, sintesis merupakan proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis,
sehingga menjelma menjadi suatu pola yang terstruktur atau berbentuk pola baru.
6. Penilaian atau evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berfikir paling tinggi dalam
ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi diri merupakan kemampuan
seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya jika
seseorang dihadapkan dengan beberapa pilihan, maka ia akan mampu memilih suatu pilihan yang
terbaik
1. Faktor-Faktor Mempengaruhui Karakteristik Kognitif Siswa .
a. Persepsi
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia.
Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan
ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan pencium.
b. Perhatian
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan
rasangan yang datang dari lingkungannya. Jika seseorang sedang berjalan di jalan besar, ia sadar
akan adanya lalu lintas disekelilingnya, akan kendaraan-kendaraan dan orang-orang yang lewat,
akan toko-toko yang ada di tepi jalan. Dalam keadaan seperti ini kita tidak mengatakan bahwa ia
menaruh perhatiannnya tertarik akan hal-hal yang disekelilingnya. Tetapi jika kita melihat ia bertemu
dengan seseorang yang dikenalnya dan kemudian bercakap-cakap denganya, maka kita dapat
mengatakan bahwa seorang tersebut dalam keadaan memperhatikan.
c. Mendengarakan
Mendengar adalah respons yang terjadi karena adanya rasangan gelombang suara. Peristiwa
mendengar adalah sepenuhnya peristiwa jasmaniah. Diterimanya gelombang suara oleh indra
pendengar tidak berarti adanya persepsi sadar akan apa yang didengar. Karena kenyataan inilah
maka kita sering mendengar orang mengatakan siswa itu mendengar pelajaran yang kita sampaikan
tetapi mereka tidak mengerti pelajaran yang kita sampaikan. Untuk mendengarkan, siswa harus
mendengar, tetapi untuk mendengar orang tidak perlu mendengarkan. Mendengarkan tergantung
pada perhatian.
d. Ingatan
Ingatan adalah penarikan kembali informasi yang pernah diperoleh sebelumnya. Informasi yang
diterima dapat disimpan untuk:
1. Beberapa saat saja
2. Beberapa waktu
3. Jangka waktu yang tidak terbatas
2. Belajar kognitif
Belajar kognitif. Ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-
bentuk representasi yang mewakili obyek-obyek yang dihadapi, entah obyek itu orang, benda atau
kejadian atau peristiwa. Dan obyek-obyek tersebut direpresentasikan atau dihadirkan dalam diri
seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan suatu yang
bersifat mental. Kemampuan kognitif, manusia dapat menghadirkan realita dunia di dalam dirinya
sendiri, dari hal-hal yang bersifat material dan berperaga seperti perabot rumah tangga, kendaraan,
bangunan dan sampai hal-hal yang tidak bersifat material dan berperaga seperti ide keadilan,
kejujuran. Bahwa semakin banyak pikiran dan gagasan dimiliki siswa, semakin kaya dan luas alam
pikiran kognitif siswa. Di samping itu semakin besar kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan
gagasan dan pikiran, semakin meningkat kemahiran untuk menggunakan kemampuan kognitif
secara efektif dan efisien. Kemampuan berbahasa harus dikembangkan melalui belajar.
Belajar kognitif, mempunyai dua akivitas kognitif yaitu mengingat dan berfikir .
a. Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuan berasal
dari masa lampau. Terdapat dua bentuk mengingat yang paling menarik perhatian, yaitu mengenal
kembali (rekognisi) dan mengingat kembali (reproduksi). Dalam mengenal kembali, orang
berhadapan dengan suatu obyek dan pada saat itu dia menyadari bahwa banyak obyek yang
pernah dijumpai di masa lampau. Dalam mengenal kembali, aktivitas mengingat akan terikat pada
kontak kembali dengan obyek, jika tidak ada kontak, juga tidak terjadi mengingat. Dalam mengingat
kembali, dihadirkan suatu kesan dari masa lampau dalam bentuk suatu tanggapan atau gagasan,
tetapi hal yang diingat akan hadir pada saat mengingat kembali.
b. Dalam aktivitas mental berfikir akan menjadi jelas, bahwa manusia berhadap dengan obyek-
obyek yang diwakili dalam kesadaran. Dalam bentuk berfikir, obyek hadir dalam bentuk suatu
representasi.
3. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif, mencakup: taraf inteligensi dan daya kreativitas; bakat khusus; organisasi
kognitif; taraf kemampuan berbabahasa; daya fantasi; gaya belajar; teknik-teknik study .

Taraf intelegensi-daya kraetivitas. Istilah intelegensi dapat diartikan sebagai berikut:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi, yang di dalamnya berfikir memegang
peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pergaulan sosial,
perdagangan, pengaturan rumah tangga.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah, yang didalamnya, berfikir
memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti ini, kerap disebut kemampuan intelektual atau
kemampuan akademik.
Daya kreatifitas menunjuk pada kemampuan untuk berfikir yang lebih original, dibandingkan
dengan kebanyakan orang lain. Dalam berfikir kreatif lebih berperan, yaitu corak berfikir yang
mencari jalan-jalan baru, lebih dalam memecahkan masalah.
Bakat khusus adalah sesuatu yang dibentuk dalam kurun waktu sejumlah tahun dan merupakan
perpaduan dari taraf intelegensi pada umumnya, komponen intelegensi tertentu, pengaruh
pendidikan dalam keluarga dan di sekolah, minat dari subyek sendiri.
Organisasi kognitif menunjuk pada cara materi yang sudah dipelajari, disimpan dalam ingatan,
apakah tersimpan secara sistematik atau tidak. Hal ini sangat bergantung pada cara materi di
pelajari dan diolah; makin mendalam dan makin sistematik pengolahan materi pelajaran, makin
baiklah taraf organisasi dalam ingatan itu sendiri. Pada suatu ketika siswa memiliki sejumlah
pengetahuan dan pengertian, kalau semua itu tersimpaan dalam ingatan dan terorganisis, siswa
berkemampuan belajar lebih besar daripada siswa yang telah mempelajari banyak hal.
Kemampuan berbahasa mencakup kemampuan untuk menangkap inti suatu bacaan dan
merumuskan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki itu dalam bahasa yang baik, sekurang-
kurangnya bahasa tertulis. Mengingat kaitan yang ada antara berfikir yang tepat dan berbahasa
yang benar.
Daya fantasi berupa aktivitas yang mengandung pikiran-pikiran dan tanggapan-tanggapan, yang
bersama-sama menciptakan sesuatu dalam alam kesadaran. Dalam alam fantasi orang tidak hanya
menghadirkan kembali hal-hal yang pernah diamati, tetapi menciptakan sesuatu yang serba baru.
Gaya belajar merupakan cara khas siswa dalam belajar. Gaya belajar mengandung beberapa
komponen, antara lain gaya kognitif dan tipe belajar. Gaya kognitif adalah cara khas yang digunakan
seseorang dalam mengamati dan berkreativitas mental dibidang kognitif.
Tipe belajar menunjuk pada kecenderungan seseorang untuk mempelajari sesuatu dengan cara
yang lebih visual atau lebih auditif. Siswa yang tergolong tipe visual, cenderung lebih mudah
belajar bila materi pelajaran dapat dilihat suatu dituangkan dalam bentuk gambar, bagan, diagram,
dan lain sebagainya, sedangkan siswa yang tergolong tipe auditif, cenderung lebih mudah belajar
bila dapat mendengarkan penjelasan dan merumuskan hasil pengelolaan materi pelajaran dalam
bentuk kata-kata dan kalimat yang kemudian disimpan dalam ingatan. Namun, tidak semua siswa
akan jelas tergolong dalam salah satu tipe belajarnya yang materi pelajaran yang dihadapi. Ada pula
siswa yang tidak bertipe belajar apa pun dan mengalami kesulitan, baik dalam mengolah materi
pelajaran secara visual maupun secara auditif.
4. Mengembangkan Kecakapan Kognitif
Upaya pengembangan kognitif siswa secara terarah baik oleh orang tua maupun oleh guru,
sangat penting. Upaya pengembangan fungsi ranah kognitif akan berdampak positif bukan hanya
terhadap ranah kognitif sendiri, melainkan juga terhadap ranah afekif dan psikomotor.
Dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan segera khususnya
oleh guru, yakni :
a. Strategi belajar memahami isi materi pelajaran
b. Strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-
pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Kebiasaan belajar (cognitif preference) siswa, secara garis besar terdiri atas:
1. Menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi
2. Mengaplikaskan prinsip-prinsip materi
Prefrensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif
ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidak
lulusan. Menurut Dart & Clarke yaitu:
Aspirasi yang dimilikinya bukan ingin menguasai materi secara mendalam, melainkan sekedar asal
lulus atau naik kelas semata. Sebaliknya preferensi kognitif yang keduanya biasanya timbul karena
dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motif intristik), dalam arti siswa tersebut tertarik dan
membutuhkan materi-materi pelajaran yang disajikan gurunya.

Oleh karenanya, siswa ini lebih memusatkan perhatian benar-benar memahami dan juga
memikirkan cara menerapkannya.
Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa
yang menggunakan strategi belajar yang berorentasi pada pemahaman yang mendalam terhadap
materi isi pelajaran. Seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa
dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Selanjutnya,
guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan
masalah menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakianan terhadap pesan-
pesan moral atau nilai yang terkandung dan menyatu dalam pengetahuannya.
Perkembangan kognitif seseorang menurut Piaget mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap pertama: masa sensi motor (0.0-2.5 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem pengindraan dan aktivitas motorik untuk mengenal
lingkungannya. Bayi memberikan reaksi motorik atas rangsangan-rangsangan yang diterimanya
dalam bentuk refleks: misalnya refleks mencari puting susu ibu, refleks menangis, dan lain-lain).
Refleks-refleks ini kemudian berkembang lagi menjadi gerakan-gerakan lebih canggih, misalnya
berjalan.
2. Tahap kedua : masa pra operasional (2.0-7.0 tahun).
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili sesuatu konsep.
Misalnya kata pisau plastik. Kata pisau atau tulisan pisau sebenarnya mewakili makna benda
yang sesungguhnya. Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan-tindakan
yang berkaitan dengan hal-hal yang telah lewat; misalnya seorang anak yang pernah melihat dokter
berpraktek, akan (dapat) bermain dokter-dokteran.
3. Tahap ketiga : masa konkreto prerasional (7.0-11.0 tahun)
Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkrit. Anak mulai
mengembangkan tiga macam operasi berfikir, yaitu:
a. Identifikasi : mengenali sesuatu.
b. Negasi : mengingkari sesuatu, dan
c. Reproksi : mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal.
4. Tahap keempat : masa operasional : (11.0-dewasa)
Pada tahap ini anak telah mampu mewujudkan suatu keseluruhan dalam pekerjaan yang
merupakan hasil dari berfikir logis, mampu berfikir abstrak, dan memecahkan persoalan yang
bersifat hipotesis.
b. Ranah Afektif
Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwolhl dan
kawan kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomi of Educational Objective : Afective
Domain. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang memiliki
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan nampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah
laku: seperti perhatiannya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam. Kedisiplinannya dalam
mengikuti mata pelajaran di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru
pendidikan Agama Islam dan lain sebagainya. Ranah afektif ini oleh Krathwolhl dan kawan-kawan di
taksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu: 1. Reciving, 2. Responding, 3.
Valuing, 4. Organization, 5. Characterization by Value or Value Complex.
Reciving atau Attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang
dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan
menanggapi adalah kemampuan seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara.
Valuing (menilai atau menghargai). Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau
penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek. Sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan,
dirasa akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitan proses belajar mengajar, peserta
didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah berkemampuan
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Nilai itu telah mulai dicamkan (interralized)
dalam dirinya.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai
sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur
atau mengorganisasikan merupakan pengembangan nilai ke dalam suatu sistem organisasi
termasuk di dalamnya hubungan dengan satu nilai dengan nilai lain. Pemantapan dan prioritas nilai
yang telah dimilikinya.
Characterization by a Value or Value Complex (karakterisasi dengan satu nilai) yakni keterpaduan
semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarkhi
nilai. Nilai telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini
adalah merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana, ia telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk satu waktu yang cukup lama, sehingga
membentuk karakteristik pola hidup. Tingkah lakunya menetap konsisten dan dapat diramalkan.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhui Karakteristik Afektif Siswa
A. Motivasi dan kebutuhan
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, seringkali pengajar harus berhadapan dengan siswa-siswi
yang prestasi akademisnya tidak sesuai dengan harapan pengajar. Bila hal ini terjadi dan ternyata
kemampuan kognitif siswa cukup baik, pengajar cenderung untuk mengatakan bahwa siswa tidak
bermotivasi dan menganggap hal ini sebagai kondisi yang menetap.
b. Minat
Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada
yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungannya tersebut, semakin besar
minatnya.
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat
bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri
sebagai individu. Proses ini menunjukan pada siswa bagaimana pengetahuan atau kecakapan
tertentu mempengaruhui dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-kebutuhannya.
c. Konsep diri
Konsep diri adalah persepsi keseluruhan yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri. Menurut
Burns konsep diri adalah:
Konsep ini merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri yang relatif sulit di ubah.
Konsep ini tumbuh dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya, biasanya orang tua, guru dan teman-teman.

2. Belajar Afektif
Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan ketrampilan, karena segi afekif sangat
bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi khusus yang harus dipelajari. Hal-hal di
atas menuntut penggunaan metode mengajar dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar
dan evaluasi hasil belajar yang berbeda dari mengajar segi kognitif dan ketrampilan. Ada beberapa
model belajar mengajar afektif, sebagai berikut :
1. Model konsiderasi
Manusia seringkali egostis, lebih memperhatikan mementingkan dan sibuk mengurusi dirinya
sendiri. Melalui penggunaan model konsiderasi siswa didorong untuk lebih peduli, lebih
memperhatikan orang lain, sehingga mereka dapat bergaul berkerja sama dan hidup secara
harmonis dengan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran konsiderasi: (1) menghadapkan siswa pada situasi yang
mengandung konsiderasi, (2) meminta siswa menganalisis situasi menemukan isyarat-isyarat yang
tersembunyi berkenaan dengan perasaan, kebutuhan dan kepentingan orang lain, (3) siswa
menuliskan responya masing-masing, (4) siswa menganalisis respon siswa lain, (5) mengajak siswa
melihat konsekuensi dari tiap tindakannya, (6) meminta siswa untuk menentukan pilihannya sendiri.
2. Model pembentukan rasional
Dalam kehidupannya, orang berpegang pada nilai-nilai sebagai standar bagi segala aktivitasnnya.
Nilai-nilai ada yang tersembunyi dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit. Nilai juga
bersifat multimensional, ada yang relatif dan ada yang obsolut. Model pembentukan rasional
bertujuan mengembangkan kematangan pemikiran tentang nilai-nilai.
Langkah-langkah pembelajaran rasional: (1) mengidentifikasi situasi dimana ada ketidakserasian
atau penyimpangan tindakan, (2) menghimpun informasi tambahan, (3) menganalisis situasi dengan
berpegang pada norma, prinsip atau ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat, (4)
mencari alternatif tindakan dengan memikirkan akibat-akibatnya, (5) mengambil keputusan dengan
berpegang pada prinsip atau ketentuan-ketentuan legal dalam masyarakat.
3. Model nondirektif
Para siswa memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sendiri. Perkembangan pribadi
yang utuh berlangsung dalam suasana permisif dan kondusif. Guru hendaknya menghargai potensi
dan kemampuan siswa dan berperan sebagai fasilitator atau konselor dalam pengembangan
kepribadian siswa. Penggunaan model ini bertujuan membantu siswa mengaktualisasikan dirinya.
Langkah-langkah pembelajaran nondirektif: (1) menciptakan situasi yang permisif melalui ekspersi
bebas, (2) pengungkapan, siswa mengemukakan perasaan, pemikiran dan masalah-masalah yang
dihadapinya, guru menerima dan memberikan klarifikasi, (5) integrasi, siswa memperoleh
pemahaman lebih luas dan mengembangkan kegiatan-kegiatan positif, guru membantu dan
mengembangkan.



3. Fungsi Afektif
Fungsi afektif yang mencakup: temprament, perasaan, sikap, minat .
Temprament. Pada setiap orang, alam perasaan memiliki sifat-sifat umum tertentu. Ada orang yang
pada umumnya cenderung berperasaan sedih, dan pesimis, adapula yang biasanya berpersaan
gembira dan optimis.
Perasaan, yang dimaksudkan di sini adalah perasaan momentan dan intensional. Momentanyakni
perasaan yang timbul pada saat tertentu sedangkan intensional adalah reaksi perasaan diberikan
terhadap sesuatu, seseorang atau situasi tertentu. Apabila situasi berubah, maka pearsaan berganti
pula. Misalnya bila guru sedang memarahi siswa dalam kelas, mereka merasa takut, tetapi
beberapa waktu kemudian perasaan itu hilang dan perasaan menjadi lega, apabila guru
menceritakan sesuatu lelucon untuk meringankan suasana yang sangat tegang.
Sikap, orang yang bersikap tertentu, cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek sebagai hal yang berguna atau berharga baginya. Dengan demikian siswa
yang memandang belajar di sekolah pada umumnya, atau bidang study tertentu, sebagai sesuatu
yang bermanfaat baginya akan memiliki sikap positif, sebaliknya sesuatu yang tidak dianggap
bermanfaat akan memiliki sikap yang negatif. Penilaian spontan melalui perasaan, berperan sebagai
aspek positif dalam pembentukan sikap.
Minat, adalah sebagai kecenderungan subyek yang menentap, untuk merasa tertarik pada bidang
study atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi.
4. Mengembangkan Kecakapan Afektif
Keberhasilan pengembangan ranah afektif tidak hanya menumbuhkan kecakapan kognitif,
tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Sebagai contoh, seorang guru agama yang
piawai dalam mengembangkan kecakapan kognitif, akan berdampak positif terhadap ranah afektif
siswa. Dalam hal ini pemahaman yang mendalam terhadap arti penting materi pelajaran agama
yang disajikan guru serta preferensi kognitif yang mementingkan aplikasi prinsip-prinsip tadi akan
meningkatkan kecakapan ranah afektif siswa. Peningkatan kecakapan ini, antara lain berupa
kesadaran beragama yang mantap.
Dampak positif lainnya ialah yang dimilikinya sikap mental keagamaan yang telah tegas,
lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam.
Sebagai contoh, apabila seorang siswa diajak kawannya untuk berbuat tidak senonoh seperti
melakukan seks bebas, meminum minuman keras, ia akan serta menolak dan bahkan berusaha
mencegah perbuatan asusila itu dengan segenap daya dan upayanya.
5. Perkembangan Afektif
Dalam perkembangan afektif ini, akan melalui tahap-tahap perkembangan emosi, nilai, moral
dan sikap. Perkembangan emosi anak menunjukkan bahwa mereka bergantung pada faktor
kemantangan belajar .Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak
ada, reaksi tersebut akan muncul dikemudian hari, dengan berfungsi sistem endokrin. Kematangan
dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhui perkembangan emosi.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna sebelumnya
tidak dimengerti, memperhatikan satu rasangan dalam jangka waktu yang lebih lama, dan
menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat
mempengaruhui reaksi emosional. Dengan demikian, anak-anak menjadi relatif terhadap rasangan
yang tadinya tidak mempengaruhui mereka pada usia yang lebih muda.
Perkembangan kelenjar endokrin penting untuk mematangkan perilaku emosional. Bayi
secara relatif kekurangan produksi endokrin yang diperlukan untuk menopang reaksi fisiologis
terhadap stres. Kelenjar adrenalin yang memainkan peran utama yang emosi mengecil secara tajam
segera, setelah bayi lahir. Tidak lama kemudian kelenjar ini mulai membesar lebih pesat sampai
anak berusia 5 tahun, Pembesarannya melambat pada usia 5 sampai 16 ahun. Pada usia 16 tahun
kelenjar tersebut mencapai kembali ukuran semula seperti saat anak lahir. Kegiatan belajar turut
menunjang perkembangan emosi.
Dan tahap selanjutnya adalah perkembangan nilai, moral, sikap.
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan
dan sopan satun . Sopan santun, adat dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila adalah nilai-nilai hidup yanng menjadi pegangan seseorang dalam kedudukanya sebagai
warga negara Indonesia dalam hubungan hidupnya dengan negara serta dengan sesama warga
negara. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban. Dalam
kaitannya dengan pengalaman nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam
masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk dan hal ini yang berkaitan
dengan moral. Sedangkan menurut Gerung, sikap secara umum di artikan sebagai kesetiaan
bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku
seseorang. Dapat di ramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi dan akan di perbuat jika telah
diketahui sikapnya. Dengan demikian keterkaitan antara dengan nilai, moral, sikap dan tingkah laku
akan tampak dalam pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu
kemudian di hayati dan di dorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai
tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang di inginkan.
C. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan ketrampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman tertentu . Anita Harrow mengelolah taksonomi
ranah psikomotor menurut derajat koordinasi yang meliputi koordinasi ketidaksengajaan dan
kemampuan dilatihkan. taksonomi ini dimulai dari gerak refleks yang sederhana pada tingkatan
rendah ke gerakan saraf otot yang lebih kompleks pada tingkatan tertinggi.
1. Gerakan refleks, merupakan tindakan yang ditunjukan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus.
2. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang terbentuk berdasarkan campuran
gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks.
3. Gerakan tanggap, merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil belajarnya berupa kewaspadaan berdasarkan
perhitungan dan kecermatan.
4. Kegiatan fisik, merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental,
ketahanan, kecerdasan, kegesitan dan kekuatan suara.
5. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini
merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.
1. Fungsi Psikomotorik
Kemampuan yang dimiliki siswa di bidang psikomotorik, juga merupakan bagian dari
keadaan awal di pihak siswa, yang dapat menghambat atau membantu di semua proses belajar-
mengajar atau paling sedikit dalam proses belajar mengajar yang harus menghasilkan ketrampilan
motorik. Kemampuan-kemampuannya yang dimaksud, antara lain adalah kecakapan menulis,
kecakapan berbicara dan artikulasi kata-kata; menggunakan alat-alat menggunting, memotong,
membuat garis dan lingkaran serta menggambar. Diantara kemampuan itu, ada yang dibutuhkan
dalam proses belajar tertentu, seperti koordinasi gerak-gerik dalam pelajaran ketrampilan dan
pendidikan jasmani.

2. Belajar Psikomotorik
Belajar psikomotor, ciri khasnya terletak dalam belajar menghadapi dan mengenali obyek-
obyek secara fisik, termasuk kejasmanian manusia sendiri. Misalnya, menggerakkan anggota-
anggota badan sambil naik tangga atau berenang, memegang alat sambil menulis atau melukis,
memberikan makan kepada dirinya sendiri sambil mengambil bahan makanan dan memindahkan ke
mulut dengan mempergunakan alat-alat makan dan lain sebagainya. Dengan penjelasan tersebut,
berlangsung suatu penanganan atau operasi secara fisik bukan hanya operasi secara mental,
sebagaimana terjadi bila berfikir. Dalam belajar ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat indra
(sensorik) maupun bergerak dan menggerakkan (motorik) mempunyai peranan penting.
3. Mengembangkan Kecakapan Psikomotorik
Keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap
perkembangan ranah psikomotor. Kecakapan psikomotor ialah segala amal jasmaniah yang konkrit
dan mudah diamati baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka. Namun,
disamping kecakapan psikomotor tidak terlepas dari kecakapan kognitif ia juga banyak terikat oleh
kecakapan afektif. Jadi kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan
dan kesadaran serta sikap mentalnya .
Banyak contoh yang membuktikan bahwa kecakapan kognitif berpengaruh besar terhadap
berkembangnya kecakapan psikomotor. Para siswa yang berprestasi baik (dalam arti yang luas dan
ideal) dalam bidang pelajaran agama misalnya siswa akan lebih rajin beribadah sholat, puasa dan
mengaji. Siswa juga tidak akan segan-segan memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
Sebab, ia merasa memberi pertolongan adalah kebajikan (afektif), sedangkan perasaan yang
berkaitan dengan kebajikan tersebut berasal dari pemahaman yang mendalam terhadap materi
pelajaran agama yang ia terima dari gurunya (kognitif).
4. Perkembangan Psikomotor siswa
Dalam Psikologi, kata motor digunakan sebagai istilah yang menunjukan pada hal, keadaan,
dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan
skreasinya. Secara singkat Psikomotor adalah sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau
menghasilkan stimulasi terhadap kegiatan-kegiatan organ-organ fisik.
Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua dekade (dua
dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan terjadi pada masa anak menginjak usia remaja
antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22 tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa
bagian jasmani seperti kepala dan otak yang pada waktu dalam rahim berkembang tidak seimbang,
mulai menunjukkan perkembangan yang cukup berarti hingga bagian-bagian lainnya menjadi
matang.
Ketika anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-alat
jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mampu duduk dengan bantuan sanggahan
dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari
pandangannya, kini ia telah memiliki gerakan otomatis untuk menggenggam.
Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6 tahun, koordinasi
antara mata dan tangan (visio motorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak, melempar dan
menangkap juga berkembang. Pada usia 7 tahun, tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai
pensil dari pada krayon untuk menulis. Dari usia 8 hingga 10 tahun, tangan dapat digunakan secara
bebas, mudah dan tepat. Koordinasi motorik halus berkembang, di mana anak sudah dapat menulis
dengan baik. Ukuran huruf menjadi lebih kecil dan lebih rapi. Pada usia 10 hingga 12 tahun, anak-
anak mulai memperhatikan ketrampilan-ketrampilan manipulatif menyerupai kemampuan orang
dewasa. Mereka mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, cepat, yang
diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen
musik tertentu .
Gerakan-gerakan psikomotor siswa akan terus meningkat keanekaragaman, keseimbangan
dan kekuatannya ketika ia menduduki tingkat SMP dan SMA. Namun, peningkatan kualitas bawaan
siswa ini justru membawa konsekuensi tersendiri, yakni perlunya pengadaan guru yang lebih piawai
dan terampil. Kepiawaian guru dalam hal ini bukan hanya menyangkut cara melatih ketrampilan
para siswa, melainkan juga kepawaian yang berhubungan dengan penyampaian ilmu tentang
mengapa dan bagaimana ketrampilan tersebut dilakukan.
http://www.rokhim.net/2013/04/taksonomi-pembelajaran.html

Anda mungkin juga menyukai