Anda di halaman 1dari 6

Penentuan Profil Kerapatan Piringan Galaksi Bima Sakti

Hasan A.B.
08021
,

Anwar A.
08024
,

Titania V.
09009
,

Ramadhani P.A
09010
,

dan Thio P.
10005

ABSTRAK
Dalam tulisan ini diberikan serangkaian proses dan hasil pengolahan data SDSS (Sloan
Digital Sky Survey) untuk sekitar 600.000 bintang dengan b > 80
o
(10
o
dari kutub utara
galaksi). Data yang digunakan adalah data magnitudo dalam berbagai filter. Dari data
tersebut bisa didapatkan nilai magnitudo mutlak, kemudian jarak, hingga profil kerapatan
piringan galaksi.
1. Pendahuluan
Studi mengenai populasi bintang di Galaksi Bima Sakti bermula pada tahun 1610, ketika
Galileo menemukan bahwa Bima Sakti merupakan suatu sistem bintang. Kemudian pada
pertengahan abad 18, Thomas Wright dan Immanuel Kant memberikan hipotesa bahwa
galaksi merupakan piringan yang tersusun dari bintang-bintang, termasuk matahari.
Selanjutnya Kant mengajukan teori bahwa galaksi Bima Sakti ini tidak sendiri, ada banyak
sistem serupa yang terdistribusi di langit pada jarak yang sangat jauh (island universe). Di
akhir abad 18, William dan Caroline Herschel yang menggunakan teknik star gauging
menyimpulkan bahwa matahari terletak di dekat pusat suatu sistem yang pipih, hampir elips,
dengan lebar dalam arah bidang galaksi lima kali lebih besar dibandingkan arah tegak
lurusnya. Pada abad 19, ketika fotometri astronomis ditemukan, Kapteyn (1922)
mengemukakan bahwa galaksi merupakan sebuah sistem spheroid yang pipih berukuran
sedang, kira-kira lima kali lebih panjang dari bidangnya. Matahari terletak agak diluar bidang
galaksi pada jarak 650 parsec dari pusat. Kemudian Harlow Shapley mengestimasi ukuran
diameter galaksi dengan menggunakan distribusi gugus bola dan menghasilkan perkiraan
ukuran diameter galaksi sekitar 100 kpc (kiloparsec), sepuluh kali lebih besar daripada
Kapteyn Universe. Dan matahari terletak 15 kpc dari pusat galaksi.
Perbedaan pendapat tersebut menjadi perdebatan panjang, hingga akhirnya ditemukan adanya
peristiwa absorbsi antar bintang. Penemuan ini dilakukan oleh Trumpler dari studi gugus
terbuka. Dari studi tersebut, Trumpler dapat memperkirakan jarak menggunakan main
sequence fitting dan ukuran galaksi dengan mengetahui besar sudutnya (semua gugus terbuka
diasumsikan memiliki diameter yang sama). Kemudian Trumpler mendapatkan bahwa gugus-
gugus yang jauh menjadi terlihat lebih besar. Menurutnya hal ini terjadi akibat adanya
progressive dimming cahaya (modulus jarak = 5log(d/10)+kd, dengan k=0.79).
Kemudian Chamberlain dan Aller (1951) menemukan hubungan antara spektrum bintang
dengan umur relatif. Tahun 1955 Sandage dan Walker mendapatkan hubungan unsur kimia
terhadap umur mutlak, sehingga dapat mengembangkan konsep relasi umur-metalisitas untuk
bintang di galaksi Bima Sakti. Studi tentang populasi bintang pertama kali ditemukan oleh
Baade (1944) dan Oort (1926) dengan mencari hubungan antara tipe color magnitude
diagram dan komponen struktur.
Pada lembar kerja ini, mahasiswa mencoba menentukan profil kerapatan bintang di piringan
galaksi Bima Sakti dengan menggunakan data magnitudo dari SDSS.

2. Langkah Kerja
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan profil kerapatan
piringan galaksi Bima sakti.
1. Menghitung nilai Magnitudo mutlak. Magnitudo mutlak didapatkan dari hubungan
paralax fotometri dengan menggunakan data ekses warna.
Mr = Mr
0
(g i) + M ([Fe/H])
dengan
[Fe/H] = A + Bx + Cy + Dxy + Ex
2
+ Fy
2
+ Gx
2
y + Hxy
2
+ Ix
3
+ Jy
3
jika y 0.6
[Fe/H] = -0,6 jika y 0.6
M = 4.50 1.11 [Fe/H] - 0.18 [Fe/H]
2

Mr
0
= -5.06 + 14.32z 12.97z
2
+ 6.127z
3
1.267z
4
+ 0.0967z
5

Keterangan:
x = (u g), y = (g r), dan z = (g i), koefisien (A J) = (-13.13, 14.09, 28.04, -5.51, -5.90,
-58.68, 9.14, -20.61, 0.0, 58.20)
2. Menentukan jarak bintang ke bidang galaksi. Karena bintang-bintang tersebut
memiliki lintang koordinat galaksi lebih dari 80
o
, maka jarak bintang ke pengamat
dapat dianggap sama. Jarak bintang dapat ditentukan oleh persamaan Pogson,
r M
r
= -5 + 5 log D
dengan D merupakan jarak dalam satuan parsec. Maka, jarak ke bidang galaksi bisa
diketahui, kemudian dikonversi kedalam satuan kiloparsec (kpc).
3. Memisahkan data berdasarkan E
gr
. Data dipisahkan berdasarkan nilai y (E
gr
)
dengan batas 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0.
4. Membuat plot antara densitas bintang terhadap jarak. Kerapatan atau densitas
bintang didapatkan dengan cara membagi data yang telah dipisahkan berdasarkan
nilai E
gr
menjadi beberapa kelas. Jumlah kelas ditentukan dengan persamaan
k=1+3,3log(Z).
Kemudian dari masing-masing kelas dihitung kerapatan bintangnya.
(Z) = N (Z) / V (Z)
V (Z) = Z
2
Z
Dengan N(Z) dan V(Z) menyatakan jumlah bintang dan volume tiap kelas Z. Nilai Z
merupakan panjang kelas dengan Z
2
merupakan kuadrat dari nilai rata-rata bintang dalam
tiap kelas, dan nilai (sudut ruang/solid angle pengamatan)~0.095 steradian.
5. Memisahkan bintang dengan 0.2 < (g r) < 0.4 ke dalam sampel bintang dengan
metalisitas rendah ([Fe/H] -1.0) dan tinggi ([Fe/H] -1.0).

3. Hasil Plot Data
Plot data ekses warna z (g-i) terhadap m
(kanan). Dari plot metalisitas, diketahui
diantara -4 hingga 1. Garis lurus menyatakan nilai metalisitas
mutlak didapatkan rentang magnitudo mutlak yaitu antara

Plot data jarak bintang dari bidang
bidang galaksi diantara 0 hingga 5x10


i) terhadap metalisitas (kiri) dan terhadap magnitudo mutlak
(kanan). Dari plot metalisitas, diketahui bahwa rentang metalisitas yang didapatkan yaitu
Garis lurus menyatakan nilai metalisitas -0.6. Dan dari plot magnitudo
mutlak didapatkan rentang magnitudo mutlak yaitu antara -25 hingga 25.
jarak bintang dari bidang galaksi terhadap z, menyatakan rentang jarak bintang dari
bidang galaksi diantara 0 hingga 5x10
6
kpc.
dan terhadap magnitudo mutlak
bahwa rentang metalisitas yang didapatkan yaitu
Dan dari plot magnitudo

galaksi terhadap z, menyatakan rentang jarak bintang dari

Plot data jarak bintang dari bidang galaksi (Z) terhadap kerapatan bintang (ln) pada rentang
y diantara 0.2 dan 0.4 (kiri). Plot hasil regresi kurva thin disk (hijau) dan thick disk (merah)
untuk mendapatkan nilai koefisien di masing-masing jenis piringan (kanan).



Plot perbandingan grafik jarak bintang dari bidang galaksi (Z) terhadap kerapatan bintang
(ln) dengan rentang y yang berbeda.

Plot kerapatan untuk metalisitas rendah (kiri) dan metalisitas tinggi (kanan).

4. Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan magnitudo mutlak, didapatkan nilai jarak dengan skala 10
6

kpc. Hal tersebut tidak sesuai dengan data yang telah diketahui bahwa jarak bintang pada
piringan galaksi paling jauh dari pusat galaksi yaitu sekitar 1 kpc
[1]
. Diperkirakan ada
kesalahan data atau program yang kami gunakan, yang belum diketahui letak kesalahannya.
Hubungan matematis antara ln dan Z. Dari plot ln terhadap Z didapatkan dari persamaan:
ln = aZ + b
= exp(b)*exp(aZ).
Dari regresi, untuk profil kerapatan thin disk didapatkan nilai b= -1.31494 ; a= -0.000128681
= -1.2 x 10
4
. Sedangkan untuk profil kerapatan thick disk didapatkan nilai b = -27.9297 ; a =
-3.82486 x 10
6
. Jika diketahui parameter kerapatan bintang (
o
)

dan skala tinggi (Z
o
) pada
bidang galaksi , maka seharusnya koefisien hasil regresi tersebut setara dengan: b = ln
o
; dan
a =

. Namun karena terdapat kesalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai tersebut
menjadi tidak valid.
Dari plot data kerapatan untuk metalisitas rendah (kiri) dan metalisitas tinggi (kanan)
didapatkan bahwa bintang pada jarak yang dekat (thin disk) memiliki metalitas tinggi dan
pada bintang yang terletak di thick disk memiliki metalitas rendah. Maka bintang-bintang
yang terletak di thin disk cenderung memiliki umur yang masih muda, sedangkan bintang
yang terletak di thick disk cenderung memiliki umur yang sudah tua.
5. Lampiran
Program yang digunakan pada tugas ini yaitu sebagai berikut.

Anda mungkin juga menyukai