Anda di halaman 1dari 2

Nama : Loping

NIM : 1701317420
Jumlah Kata : 857

Global terrorism is violation to human rights, hence we are justified to violate terrorist
rights in the name of counter terrorism. Do you agree?
Kehadiran terorisme pada tahun 1968 telah memberikan dampak yang besar dalam
dunia berbangsa dan bernegara. Terorisme dianggap sebagai sebuah kegiatan yang
menggambarkan tujuan-tujuan politis dan menggunakan kekerasan dalam mewujudkan
tujuan tersebut. Terorisme terulang kembali pada tanggal 11 September 2001 lewat
pembajakan dua tiga buah pesawat penerbangan komersil Amerika Serikat yang ditabrakan
ke menara kembar Twin Tower World Trade Center dan gedung Pentagon. Disebut juga
dengan Tragedi 9/11. Kejadian ini lah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya badan
pemberantas terorisme atau lebih dikenal dengan Counter Terorist yang dibentuk oleh
banyak negara pada tahun 2001 dan dipimpin oleh Amerika Serikat. Hal ini telah memicu
kontroversi, mengingat adanya kejadian-kejadian yang diduga sebagai pelanggaran HAM
teroris oleh pihak kontra teroris.
Beberapa ahli seperti Irene Khan, Sekretaris Jenderal Amnesty International,
berpendapat, Hal-hal yang sebelumnya tidak diterima pada tanggal 10 September 2001,
kini sudah dianggap wajar. Hal-hal yang sebelumnya dianggap biadab di negara Barat
selama Perang Dinginpenyiksaan, penahanan tanpa pengadilan, pengadilan yang
terpancungkini siap diterima di beberapa negara. Pemerintah telah menghabiskan dana
yang sangat besar untuk memperkuat keamanan dalam perang melawan teror, tapi banyak
orang, baik miskin maupun kaya, di wilayah selatan maupun utara, yang merasa lebih tidak
aman dibanding sebelumnya sejak berakhirnya Perang Dingin. Sedangkan ada pihak lain
yang menyatakan bahwa pelanggaran HAM teroris oleh pihak kontrateroris bukanlah suatu
masalah jika dibandingkan oleh korban hasil terorisme. Sedangkan saya sendiri
berpendapat bahwa dapat dikatakan kehadiran pihak kontra terorisme justru
menghadirkan propaganda baru dan pelanggaran HAM.
Lebih dari 140 negara telah memutuskan undang-undang tentang kontraterorisme
sejak peristiwa 11 September 2001 tersebut. Ada yang merancang undang-undang baru, ada
juga yang sekedar mengubah Undang-Undang yang lam. Alasannya juga berbeda-beda, ada
yang sekedar semata-mata karena kejadian 9/11 tragedy tersebut, ada juga yang sekedar
melakukan feed back terhadap keputusan Dewan Keamanan Amerika Serikat untuk
mengantisipasi serangan teroris berikutnya yang mungkin dapat terjadi di masa depan.
Perundang-undangan baru yang dihasilkan, jika ditinjau secara garis besarnya, dapat
dikatakan mewakili propaganda perluasan atau ekpansi kekuasaaan pemerintah lewat
investigasi, penangkapan, penahanan dan pengeksekusian seseorang yang tidak disertai
dengan legalitas hak atau pemberitaan kepada publik. Perundang-undangan baru tersebut
perlu ditinjau agar dapat melakukan pencegahan terhadap pembatasan dan pelanggaran
HAM tersangka, juga untuk mencegah penyerangan terhadap pihak-pihak atas nama
agama, etnis, kelompok atau sosial tertentu. Human Right Watch mengumumkan beberapa
elemen dalam perundang-undangan pasca tragedi 9/11 yang rentan terhadap pelanggaran
HAM.
Banyak peraturan perundang-undangan tentang kontraterorisme yang melarang
organisasi tertentu serta memberikan sanksi finansial kepada mereka semata-mata karena
mereka dicurigai sebagai teroris. Mereka juga menganggap orang-orang yang berada dalam
kelompok yang dicurigai tersebut sebagai kriminal. Beberapa pihak seperti Uni Eropa
menyertakan blacklist Dewan Keamanan PBB yang menyatakan 300 orang atau pribadi
dicurigai memiliki hubungan dengan Al-Qaidah sedangkan 129 orang sisanya dianggap
berhubungan dengan Taliban. Setiap pribadi, orang, atau kelompok yang termasuk dalam
blacklist tersebut akan mengalami pembekuan aset, larangan melakukan perjalanan, dan
segala transaksi pasokan senjata atau barang-barang terkait kepada mereka secara otomatis,
secara tidak langsung atau pun secara langsung. Lembaga PBB yang khusus menangani
HAM dan kontraterorisme memberikan sebuah pernyataan di tahun 2011 bahwa data
tersebut, lebih spesifiknya yang berhubungan dengan Al-Qaidah, melanggar standar hak
asasi manusia dalam dunia internasional yaitu hak atas peradilan yang adil.
Terhitung belasan perundang-undangan tentan kontraterorisme menganggap
kriminal aktivitas sperti ceramah, talkshow, publikasi, atau bentuk pengekspesian diri
lainnya yang dianggap mendukung, menghasut baik secara langsung atau tidak langsung
kepada pihak teroris. Keputusan Dewan Keamanan PBB 1624 tahun 2005 secara terang-
terangan memberikan pernyataan kepada negara untuk meniru tindakan yang harus dan
layak, dan sesuai dengan tugas mereka yang dilandasi oleh hukum internasional, untuk
mencegah secara hukum tindakan penghasutan ke arah terorismetalkshow yang terang-
terangan menyarankan adanya tindakan kriminal, diinginkan untuk adanya tindakan
kriminal, atau yang diduga akan membuahkan tindakan kriminalentah apakah tindakan
kriminal tadi dikerjakan atau tidak. Tetapi, masih belum ada peraturan internasional yang
menyatakan pemberian hukuman kriminal terhadap hal-hal yang disebut hasutan secara
tidak langsungseperti membela atau memuji terorismedengan memberitakannya lewat
ekspresi yang terlindungi oleh peraturan hukum hak asasi manusia internasional. Semenjak
tahun 2001, ada orientasi untuk menghalangi atau membatasi talk show yang dicurigai
menghasut supaya terjadi tindakan terorisme. Human Rights Watch meninjau adanya lebih
dari 50 perundang-undangan yang membatasi talk show atas hal tersebut, yang dicurigai
membela, membenarkan, atau mendukung terorisme tetapi tidak menghasut terjadinya aksi
terorisme.
Terdapat lebih dari 40 negara di dunia yang melakukan perpanjangan waktu
penahan tersangka kasus terorisme sebelum pada akhirnya dibawa ke pengadilan atau
dilakukan tuntutan kejahatan kepada mereka. Panjang waktu yang ditambahkan bervariasi
durasinya tergantung negara masing-masing. Perundang-undangan juga bervariasi antara
satu negara dengan negara lainnya tentang waktu dan penentuan atas otoritas yudisial
dalam memberikan persetujuan terhadap penahanan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pergerakan kontraterorisme dalam
memberantas teroris bersinggungan dengan pelanggaran HAM lewat adanya pengekangan
hak berbicara, berpendapat, dan mengekspresikan diri sendiri. Hal ini diperparah dengan
keadaan di mana belum tentu pihak-pihak yang ditahan tadi adalah nyata sebagai teroris.
Maka dari itu perlu adanya tindakan langsung dalam upaya membedakan pihak mana yang
nyatanya teroris dan yang bukan agar tidak melanggar HAM.

Anda mungkin juga menyukai