Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH EFEK DIET TINGGI LEMAK NABATI DAN HEWANI TERHADAP

PROSES SPERMATOGENESIS TESTIS TIKUS JANTAN STRAIN WISTAR



Shentya Fitriani*. Yanwirasti**, Eliza Anas***

*Program Studi Ilmu Biomedik, Universitas Andalas Padang
**Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang
***Bagian Biologi Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas, Padang


Abstrak: Diet tinggi lemak akan menyebabkan pembentukan ROS (Reactive Oxygen Spesies) secara
berlebihan yang mengakibatkan stres oksidatif, keadaan ini akan berpotensi terhadap berkurangnya
jumlah spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh diet tinggi lemak nabati dan
hewani terhadap proses spermatogenesis testis pada tikus jantan strain wistar.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Sampel berjumlah 27 buah tikus
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Kelompok perlakuan dikandangkan secara terpisah dan
masing-masing diberikan asam lemak jenuh rantai panjang (ALJP) lemak sapi dan asam lemak jenuh
rantai sedang (ALJS) VCO, secara oral sebanyak 30% dari total energi setara dengan 2,5 ml/hr selama
2 bulan, setelah itu tikus diterminasi/ dikorbankan dan selanjutnya testis di ambil dan dibuat preparat
histologis dan di periksa. Data yang diperoleh meliputi jumlah spermatogonium, spermatosit dan,
spermatid.
Dari hasil penelitian didapatka rata-rata jumlah spermatogonium tertinggi terdapat pada
kelompok perlakuan kontrol negatif (diet normal) yaitu 9,40 1,27 buah dan terendah P1 (Lemak sapi)
yaitu 6,56 0,98 buah (p=0,0001). Tingkat kemaknaan dari hasil uji bonferroni antara kontrol negatif
(diet normal) dengan P1 (Lemak Sapi ) yaitu 2,84(*) buah (p=0,0001)dan antara kontrol negatif (diet
normal) dengan P2 (VCO) yaitu 0,44 buah (p=1,00). Rata-rata jumlah spermatosit tertinggi terdapat
pada kelompok perlakuan kontrol negatif (diet normal) yaitu 79,47 7.34 buah dan terendah pada P2
(VCO) yaitu 62,07 3.78 buah (p=0,0001). Tingkat kemaknaan dari hasil uji bonferroni antara kontrol
negatif (diet normal) dengan P2 (VCO) yaitu 17,40(*) buah (p=0,0001) dan antara kontrol negatif
(diet normal) dengan P1 (Lemak Sapi) yaitu 3,64 buah (p=1,00). Rata-rata jumlah spermatid tertinggi
terdapat pada kelompok kontrol negatif (diet normal) yaitu 107,73 8,5 buah dan terendah kelompok
perlakuan P1 (lemak sapi) 90,49 4,13 buah (p=0,0001). Tingkat kemaknaan dari hasil uji bonferroni
antara kontrol negatif (diet normal) dengan P2 (VCO) yaitu 15,98(*) buah (p=0,0001) dan antara
kontrol negatif (diet normal) dengan P1 (Lemak Sapi) yaitu -17,24(*) buah (p=0,0001).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lemak nabati dan hewani mempengaruhi
jumlah spermatogonium, spermatosit, dan spermatid.

Kata Kunci : Lemak Nabati (VCO) dan Lemak Hewani (Lemak Sapi), Spermatogonium, Spermatosit,
Spermatid dan Spermatozoa






















































PENDAHULUAN

Infertilitas masih merupakan
permasalahan yang terjadi di Indonesia.
Problem ini terjadi pada kurang lebih 15% dari
pasangan suami istri. Faktor infertilitas pria
memegang peranan 50% dari keseluruhan
kasus (Agarwal, 2005). Dari kasus tersebut,
dinyatakan bahwa 5 % disebabkan oleh
kualitas sperma yang tidak baik. Salah satu
kondisi yang dapat menyebabkan kualitas
sperma yang tidak baik adalah karena
pembentukan sperma (spermatogenesis tidak
baik).
Spermatogenesis terjadi di semua
tubulus seminiferus selama kehidupan seksual
aktif, sebagai akibat dari rangsangan hormon
gonadotropin hipofisis anterior, dimulai dari
EFFECT OF DI ET VEGETABLE FAT AND ANI MAL FAT TO
SPERMATOGENESI S TESTI S
I N MALE RATS OF WI STAR STRAI N

*Biomedical Study Program, Andalas University, Padang
** Patology Anatomy Department, Faculty of Medicine, Andalas University, Padang
*** Biology Department, Faculty of Medicine, Andalas University, Padang

High dietary animal fatty and vegetable fatty will lead to the formation of ROS
(Reactive Oxygen Species) in excess resulting in oxidative stress, this situation will
potentially decrease the quality of spermatozoa. This study aims to determine the effect
of a diet high in animal fatty and vegetable fatty on the quality of spermatozoa in male
rats of wistar strain.

This study is an experimental research. The sample amounted to 27 rats on the
basis of inclusion and exclusion criteria. Treatment groups were caged separately and
each given Long Chain Fatty Acids (LCFA) is beef tallow and Medium Chain Fatty
Acids (MCFA) is VCO, orally 30% totalizing eqyuivalent energy as much as 2.5 ml/day
for 2 months, after which the rats terminated/ sacrificed and subsequently taken deferen
vase channels and at capacity, the reservoir cup made of glass and in check. Data
obtained include the spermatogonium, the spermatosit and spermatid.

From the results of research available highest average spermatogonium
present in the negative control treatment group (normal diet) is 9.401.27 and the
lowest P1 (Fat Cows) is 6.560.98 (p = 0.0001). Level of significance of the results of
Bonferroni test between the negative control (normal diet) and P1 (Fat Cows) is 2.84 (*)
(p = 0.00019) and between the negative control (normal diet) with P2 (VCO) is 0.44(p
=1.00). The highest average spermatosit present in the treated group the negative
control (normal diet) that is 79,477.34 and lowest in P2 (VCO) that is 62.073.78 (p
=0.0001). Level of significance of the results of Bonferroni test between the negative
control (normal diet) and P2 (VCO) is 17.40 (*)(p = 0.0001) and between the negative
control (normal diet) with P1 (Fat Cows) that is 3.64 (p=1.00). The highest average
spermatid contained in the negative control (normal diet) that is 107,738,5 and lowest
P1 (Fat Cows) 90,494,13 (p =0.001). Level of significance of the results of Bonferroni
test between the negative control (normal diet) and P2 (VCO) is 15.98 (*) (p = 0.0001)
and between the negative control (normal diet) withP1 (Fat Cows) that is -17.24 (p =
0.0001).

From the results of research can be concluded that vegetable fat and animal fat
affects the spermatogonium, spermatosit and spermatid.

Keywords: Vegetable fatty (VCO), Animal fatty (Fat Cows, the spermatogonium,
spermatosit and spermatid.

rata-rata usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang
hidup
10
.Di dalam tubulus semeniferus terdapat
berbagai sel dengan tahap perkembangan yang
berbeda. Sel - sel ini dapat dibedakan menjadi
spermatogonium, spermatosit primer,
spermatosit sekunder, spermatid dan
spermatozoa.
Kebiasaan pola makan yang tidak sehat
juga mengakibatkan hiperlipidemia. Pada
keadaan hipertrigliseridemia dan
hiperkolesterolemia, kualitas semen yang
dihasilkan tidak baik dan bisa memberi efek
langsung pada fungsi testis, sehingga dapat
menyebabkan infertilitas. Pada tikus
hiperlipidemia, terjadi pula penurunan yang
signifikan dari kadar testosteron plasma.
Peningkatan kolesterol tersebut, dapat
menyebabkan peningkatan produksi radikal
oksigen (ROS) dan lipid peroksidasi pada
jaringan
25
.
Peningkatan ROS berbanding searah
dengan peningkatan konsentrasi LDL pada
pasien hiperlipidemia, berbanding terbalik
dengan konsentrasi HDL. Hal inilah yang
memacu timbulnya stres oksidatif. Stres
oksidatif timbul sebagai konsekuensi
peningkatan yang berlebihan dari produksi
ROS dan terganggunya mekanisme pertahanan
oleh antioksidan (Soehadi, K. 1996).
ROS berpotensi toksik pada kulitas dan
fungsi sperma. Spermatozoa mudah terserang
oleh induksi stres oksidatif karena dalam
membran plasmanya banyak terkandung asam
lemak. Stres oksidatif berperan sebagai
mediator kerusakan pada membran plasma,
sehingga mengurangi kualitas sperma. ROS
menginduksi lipid peroksidasi yang
merupakan agen penyebab perubahan
morfologi sperma. Stres oksidatif menginduksi
kerusakan DNA yang mempercepat apoptosis
sel epitel germinal, sehingga menurunkan
hitung jumlah sperma
25
.
Tujuan penelitian adalah Mengetahui
pengaruh efek diet tinggi lemak nabati dan
hewani terhadap proses spermatogenesis testis
pada tikus jantan strain wistar.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
laboratorium (experimental research) dengan
rancangan penelitian true experimental design-
postest only control group design. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi UNAND untuk persiapan
bahan dan sampel serta pengkondisian dan
adaptasi hewan percobaan yang dilanjutkan ke
tahap intervensi dan perlakuan. Pembuatan
preparat histologi testis untuk periksaan
jumlah (spermatogonium, spermatosit, dan
spermatid) dilakukan di laboratorium Patologi
Anatomi FK UNAND. Populasi pada
penelitian ini adalah tikus putih jenis Rattus
novergicus Strain Wistar yang diperoleh dari
Unit Pengembangan Hewan Percobaan
(UPHP) Surabaya. Sampel penelitian
merupakan bagian dari populasi penelitian
dengan kriteria inklusi, seperti: berjenis
kelamin jantan, berumur 3,5 bulan, memiliki
berat 100-150 gram, sedangkan kriteria
eksklusi pada penelitian ini, yaitu : tikus yang
tidak mau makan dan tikus yang mengalami
penurunan keadaan fisik atau mati. Besar
sampel yang digunakan pada penelitian ini
berjumlah 27 ekor yang didapatkan dengan
menggunakan rumus Abo Crombi. Tikus
percobaan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu 1
kelompok kontrol negatif, dan 2 kelompok
perlakuan, yang dikandangkan secara terpisah.
Tiap kelompok, kecuali kontrol negatif diberi
perlakuan sesuai dengan prosedur ALJP asam
palmitat (C16:0) lemak sapi, ALJS asam laurat
(C12:0) VCO, secara oral sebanyak 2,5 ml/hr
selama 2 bulan.
HASIL
Setelah di dapat data hasil penelitian,
selanjutnya dilakukan uji normalitas data
senbelum data diolah berdasarkan model-
model penelitian yang diajukan. Uji normalitas
data bertujuan untuk mendeteksi distribusi
data dalam suatu variable yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang baik
adalah data yang terdistribusi normal.











Tabel 5.1 Distribusi Rerata Pengaruh Diet
Tinggi Lemak Nabati dan
Hewan terhadap Spermatogenesis
pada tikus jantan strain wistar

N Mean
Std.
Dev
Min Max P
Spermatogonium 27 8.30 1.60 5.20 11.20 0.35
Spermatosit 27 72.45 10.73 56.80 93.80 0.33
Spermatid 27 96.66 9.80 84.80 123.60 0.77

Dari uji statistik didapatkan bahwa
seluruh variabel yang di uji terdistribusi secara
normal.
Tabel 5.2 :Nilai rerata jumlah spermatogo
nium (buah) pada tikus yang di
beri diet normal, lemak sapi dan
VCO
Keterangan : Kontrol Negatif = Diet Normal, P1 = Diet
Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet
Normal + VCO 2,5 ml/hr.
Rerata jumlah spermatogonium
tertinggi terdapat pada kelompok perlakuan
kontrol negatif yaitu 9,40 buah dengan standar
deviasi 1,27 sedangkan rerata jumlah
spermatogonium terendah terdapat pada
kelompok perlakuan P1 (Lemak Sapi) yaitu
6,56 buah dengan standar deviasi 0,98 buah.
Dari hasil analisis statistik anova one way
didapatkan nilai p = 0,0001 (p > 0,05), dapat
disimpulkan terdapat perbedaan bermakna
rerata jumlah spermatogonium di antara ketiga
kelompok perlakuan.
Hasil uji Bonferroni ternyata terjadi
penurunan jumlah spermatogonium pada
kelompok yang di beri perlakuan, dimana
kelompok yang di beri Lemak Sapi sangat
mempengaruhi penurunan jumlah
spermatogonium yang berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol negatife
ataupun yang di beri VCO. Walaupun tidak
berbeda secara bermakna tetapi ternyata juga
terjadi penurunan jumlah spermatogonium
pada kelompok yang di beri VCO
dibandingkan dengan kontrol negative.
Tabel 5.2 :Nilai rerata jumlah spermatosit
(buah) pada tikus yang di
beri diet normal, lemak sapi dan
VCO
KELOMPOK
SPERMATOSIT
(MEAN SD) P
Kontrol Negatif 79.47 7.34
0.0001 P1 (Lemak Sapi) 75.82 10.79
P2 (VCO) 62.07 3.78
Keterangan : Kontrol Negatif = Diet Normal, P1 = Diet
Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet
Normal + VCO 2,5 ml/hr.
Rerata jumlah spermatosit tertinggi
terdapat pada kelompok perlakuan Kontrol
Negatif yaitu 79,47 buah dengan standar
deviasi 7,34 sedangkan rerata persentase
jumlah spermatosit primer terendah terdapat
pada kelompok P2 (VCO) yaitu 62,07 buah
dengan standar deviasi 3,78. Adapun dari hasil
analisis statistik anova one way didapatkan
nilai p = 0,0001 (p < 0,05), berarti dapat
disimpulkan terdapat perbedaan bermakna
rerata jumlah spermatosit di antara ketiga
kelompok perlakuan. Analisis lebih lanjut
dengan menggunakan post hoc bonferroni
diketahui bahwa terjadi penurunan jumlah
spermatosit pada kelompok yang di beri
perlakuan, dimana kelompok yang di beri
VCO (P2) sangat mempengaruhi penurunan
jumlah spermatosit yang berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol negatife
(diet normal) ataupun yang di beri lemak sapi
(P1). Walaupun tidak berbeda secara
bermakna tetapi ternyata juga terjadi
penurunan jumlah spermatosit pada kelompok
yang di beri lemak sapi dibandingkan dengan
kontrol negative.
Tabel 5.2 :Nilai rerata jumlah spermatid
(buah) pada tikus yang di
beri diet normal, lemak sapi dan
VCO
KELOMPOK
JUMLAH SPERMATID
(MEAN SD)
P
Kontrol Negatif 107,73 8,5
0,0001
P1 (Lemak Sapi) 90,49 4,13
P2 (VCO) 91,76 3,86
Keterangan : Kontrol Negatif = Diet Normal, P1 = Diet
Normal + Lemak Sapi 2,5 ml/hr, P2 = Diet
Normal + VCO 2,5 ml/hr.

KELOMPOK SPERMATOGONIUM
(MEAN SD)
P
Kontrol Negatif
9,40 1,27
0,0001 P1 (Lemak Sapi)
6,56 0,98
P2 (VCO)
8,96 0,71

Rerata jumlah spermatid tertinggi
terdapat pada kontrol negatif (diet normal)
yaitu 107,73 buah dengan standar deviasi 8,5
sedangkan rerata jumlah spermatid terendah
terdapat pada kelompok perlakuan kelompok
P1 (Lemak Sapi) yaitu 90,49 buah dengan
standar deviasi 4,13. Adapun dari hasil analisis
statistik anova one way didapatkan nilai p =
0,0001 (p>0,05), berarti dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna rerata jumlah
spermatid di antara ketiga kelompok
perlakuan. Analisis lebih lanjut dengan
menggunakan post hoc bonferroni diketahui
bahwa terjadi penurunan spermatid pada
kelompok yang di beri perlakuan, dimana
kelompok yang di beri VCO (P2)
mempengaruhi penurunan spermatid yang
berbeda secara bermakna dengan kelompok
kontrol negatife (diet normal) ataupun yang di
beri lemak sapi (P1). Walaupun tidak berbeda
secara bermakna tetapi ternyata juga terjadi
penurunan spermatid pada kelompok yang di
beri lemak sapi dibandingkan dengan kontrol
negative
Diskusi:
1. Spermatogonium
Perbandingan hasil analisis rerata
jumlah spermatogonium tertinggi terdapat
pada kelompok perlakuan kontrol negatif yaitu
9,40 buah dengan standar deviasi 1,27
sedangkan rerata jumlah spermatogonium
terendah terdapat pada kelompok perlakuan P1
(Lemak Sapi) yaitu 6,56 buah dengan standar
deviasi 0,98 buah. Dari hasil analisis statistik
anova one way didapatkan nilai p = 0,00
(p<0,05), dapat disimpulkan terdapat
perbedaan bermakna rerata jumlah
spermatogonium di antara ketiga kelompok
perlakuan. Hasil uji Bonferroni ternyata
terjadi penurunan jumlah spermatogonium
pada kelompok yang di beri perlakuan, dimana
kelompok yang di beri Lemak Sapi sangat
mempengaruhi penurunan jumlah
spermatogonium yang berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol negatife
ataupun yang di beri VCO. Walaupun tidak
berbeda secara bermakna tetapi ternyata juga
terjadi penurunan jumlah spermatogonium
pada kelompok yang di beri VCO
dibandingkan dengan kontrol negatif
Pada kelompok kontrol negatif (diet
normal) ini hanya diberikan makanan standar
tanpa pemberian minyak jenis apapun. Pada
kelompok P1 (lemak sapi) disamping
diberikan makanan standar, juga diberikan
lemak sapi sebagai intervensinya. Lemak sapi
memiliki komposisi berbagai jenis asam lemak
dengan nilai tertinggi terdapat pada asam
lemak jenuh rantai panjang yaitu asam
palmitat (C16:0). Sedangkan pada kelompok
P2 (VCO) disamping diberikan makanan
standar, juga diberikan VCO sebagai
intervensinya. VCO memiliki kandungan asam
lemak dengan nilai tertinggi yang paling
banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak
jenuh/ saturated fatty acid).
Penurunan jumlah spermatogonium
pada kelompok P1 (lemak sapi), disebabkan
diet tinggi lemak pada tikus dapat
menyebabkan hiperkolesterolemia yang
berperan penting dalam peningkatan produksi
radikal bebas dan peroksidasi lipid yang
berlebihan pada tingkat jaringan yang bersifat
oksidan terhadap sel sel sel gonad sehingga
menyebabkan degenerasi sel-sel gonad
tersebut. Di lain pihak pada keadaan
hiperlipidemia terjadi penurunanan aktivitas
enzim 17-beta hydroxysteroid dehydrogenase
serta menurunnya enzim antioksidan (SOD,
Catalse, GSH, glutathione peroxidase), hal ini
semakin mendukung terjadinya penurunan
kualitas maupun kuantitas spermatozoa.
Rusaknya sel-sel sertoli mengakibatkan
gangguan pada proses spermiogenesis
maupuan proses spermatogenesis sedangkan
rusaknya sel-sel leydig menyebabkan
gangguan pada proses sintesis hormon
testosteron yang mengakibatkan penurunan
kadar hormon testosteron plasma, di mana
penurunan hormon testosteron ini akan
mengganggu proses spermatogenesis (Siti.,
2009)
Kelainan vaskuler tersebut dapat
mengganggu maturasi dari spermatozoa akibat
terganggunya pasokan nutrisi dari pembuluh
darah. Kondisi hiperlipidemia kronik yang
terjadi juga akan mengubah biokimiawi sel
dan menyebabkan terganggunya metabolisme
sel melalui jalur reduktase aldosa, jalur stess
oksidatif sitoplasmik, jalur pleiotropik protein
kinase yang akan meningkatkan kadar reactive
oxygen species (ROS) dan pembentukan
Advanced Glycation Endproduct (AGE) yang
dapat mengubah sifat protein baik secara
langsung maupun tidak langsung. ROS yang
terbentuk akan merusak struktur lipid pada
membran sel serta membran mitokondria (Sri.,
1995).
2. Spermatosit
Penelitian ini membuktikan bahwa
rerata jumlah spermatosit tertinggi terdapat
pada kelompok perlakuan Kontrol Negatif
yaitu 79,47 buah dengan standar deviasi 7,34
sedangkan rerata persentase jumlah
spermatosit primer terendah terdapat pada
kelompok P2 (VCO) yaitu 62,07 buah dengan
standar deviasi 3,78. Adapun dari hasil analisis
statistik anova one way didapatkan nilai p =
0,00 (p < 0,05), berarti dapat disimpulkan
terdapat perbedaan bermakna rerata jumlah
spermatosit di antara ketiga kelompok
perlakuan. Analisis lebih lanjut dengan
menggunakan post hoc bonferroni diketahui
bahwa terjadi penurunan jumlah spermatosit
pada kelompok yang di beri perlakuan, dimana
kelompok yang di beri VCO (P2) sangat
mempengaruhi penurunan jumlah spermatosit
yang berbeda secara bermakna dengan
kelompok kontrol negatife (diet normal)
ataupun yang di beri lemak sapi (P1).
Walaupun tidak berbeda secara bermakna
tetapi ternyata juga terjadi penurunan jumlah
spermatosit pada kelompok yang di beri lemak
sapi dibandingkan dengan kontrol negative
Pada kelompok kontrol negatif ini
hanya diberikan makanan standar tanpa
pemberian minyak jenis apapun. pada
kelompok P2 (VCO) disamping diberikan
makanan standar, juga diberikan VCO sebagai
intervensinya. VCO memiliki kandungan asam
lemak dengan nilai tertinggi yang paling
banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak
jenuh/ saturated fatty acid).
Pengaruh dari lemak sapi kemungkinan
hanya sampai pada tingkat spermatogonium,
pada tingkat spermatosit jumlahnya sudah
jauh berkurang justu pada VCO dibandingkan
lemak sapi. Walaupun tetap terjadi penurunan
jumlah spermatosit pada yang diberi lemak
sapi dibanding dengan kontrol negative.
Spermatogenesis adalah proses
perkembangan spermatogonia dari ephitelium
tubuli seminiferi yang mengadakan proliferasi
dan selanjutnya berubah menjadi spermatozoa.
Pada mamalia, spermatogenesis berlangsung
dalam tubulus seminiferus testis dan
berlangsung secara berkesinambungan
sepanjang masa reproduksi (de Kretser dan
Kerr, 1997).
Dalam sebuah studi terbaru, pemberian
makanan yang mengandung kolesterol pada
tikus jantan meningkatkan kolesterol plasma
total, trigliserida dan LDL, sementara itu kadar
HDL menurun. Diet tinggi kolesterol yang
mengakibatkan hiperlipidemia, menjadi faktor
penting dalam perkembangan abnormal dari
sistem reproduksi pria (Saleh, 2003).
Komposisi diet merupakan faktor
penting dalam penentuan konsentrasi
lipoprotein serum manusia (Ohara, Y et
al.,1993). Peningkatan kolesterol tersebut,
dapat menyebabkan peningkatan produksi
radikal oksigen (ROS) dan lipid peroksidasi
pada jaringan (Soehadi, K. 1996).
Peningkatan ROS berbanding searah
dengan peningkatan konsentrasi LDL pada
pasien hiperlipidemia, berbanding terbalik
dengan konsentrasi HDL. Hal inilah yang
memacu timbulnya stres oksidatif. Stres
oksidatif timbul sebagai konsekuensi
peningkatan yang berlebihan dari produksi
ROS dan terganggunya mekanisme pertahanan
oleh antioksidan (Soehadi, K. 1996).
ROS berpotensi toksik pada kulitas dan
fungsi sperma. Spermatozoa mudah terserang
oleh induksi stres oksidatif karena dalam
membran plasmanya banyak terkandung asam
lemak. Stres oksidatif berperan sebagai
mediator kerusakan pada membran plasma,
sehingga mengurangi kualitas sperma. ROS
menginduksi lipid peroksidasi yang
merupakan agen penyebab perubahan
morfologi sperma. Stres oksidatif menginduksi
kerusakan DNA yang mempercepat apoptosis
sel epitel germinal, sehingga menurunkan
hitung jumlah sperma (Soehadi, K. 1996).
3. Spermatid
Penelitian ini membuktikan bahwa
rerata jumlah spermatid tertinggi terdapat pada
kontrol negatif (diet normal) yaitu 107,73
buah dengan standar deviasi 8,5 sedangkan
rerata jumlah spermatid terendah terdapat pada
kelompok perlakuan kelompok P1 (Lemak
Sapi) yaitu 90,49 buah dengan standar deviasi
4,13. Adapun dari hasil analisis statistik anova
one way didapatkan nilai p = 0,00 (p<0,05),
berarti dapat disimpulkan terdapat perbedaan
bermakna rerata jumlah spermatid di antara
ketiga kelompok perlakuan. Analisis lebih
lanjut dengan menggunakan post hoc
bonferroni diketahui bahwa terjadi penurunan
spermatid pada kelompok yang di beri
perlakuan, dimana kelompok yang di beri
VCO (P2) mempengaruhi penurunan
spermatid yang berbeda secara bermakna
dengan kelompok kontrol negatife (diet
normal) ataupun yang di beri lemak sapi (P1).
Walaupun tidak berbeda secara bermakna
tetapi ternyata juga terjadi penurunan
spermatid pada kelompok yang di beri lemak
sapi dibandingkan dengan kontrol negative
Pada kelompok (diet normal) hanya
diberikan makanan standar tanpa pemberian
minyak jenis apapun. Sedangkan pada
kelompok P1 (lemak sapi) disamping
diberikan makanan standar, juga diberikan
lemak sapi sebagai intervensinya. Lemak sapi
memiliki komposisi berbagai jenis asam lemak
dengan nilai tertinggi terdapat pada asam
lemak jenuh rantai panjang yaitu asam
palmitat (C16:0).
Terjadi penurunan jumlah spermatid
pada kelompok yang diberi perlakuan baik
yang diberi VCO maupun lemak sapi.
Keadaan ini menunjukkan pada keadaan
hiperlipidemia terjadi gangguan pematangan
dan gangguan pada proses sintesis hormon
sehingga menyebabkan gangguan pada proses
pembentukan spermatozoa.Hal ini disebabkan
karena penurunan kemampuan defens
antioksidan melalui jalur reduktase aldosa,
perubahan sifat protein karena pembentukan
AGE dan peningkatan reactive oxygen species
(ROS) mengakibatkan kerusakan DNA dan
memodifikasi ekspresi genetik. (Hendaru.,
2009).
DAFTAR PUSTAKA
1. Agarwal A, Said TM. 2005, Oxidative
stress, DNA damage and apoptosis in
male infertility: a clinical approach. BJUI
; 95: 503-7

2. Agarwal A, Prabakaran SA. 2005,
Oxidative stress and antioxidants in male
infertility: a difficult balance. IJRM; 3:1-8
3. Bashandy AES. 2007, Effect of fixed oil
Nigella sativa on male fertility in normal
and hyperlipidemic rats. Int J Pharmacol
; 3:27-33
4. Centola GM, Ginsburg KA, editors. 1996,
Evaluation and treatment of the infertile
male. Cambrigde, Great Britain:
Cambrigde University Press
5. BPS. 2010, Rata-rata Konsumsi per
Kapita Sehari Menurut Kelompok
Makanan 1999. Survei Sosial Ekonomi
Nasional 2002-2009;: 1.
6. Dinarto, Murjiah. 2000, Nutrisi pada
Penyakit Vaskuler Aterosklerotik.
PDGMI; 86-91.
7. Dorland, WA Newman. 2000, Kamus
Kedokteran Dorland. Ed.29, Editor :
Huriawati Hartanto. Jakarta : EGC
8. Fauci, Braunwald, Isselbacher, Wilson,
Martin, Kasper, et al. 1998. In :
Harrisons Principle of Internal
Medicine.ed. Vol 2. New York:
McGrawHill ; p : 1980-1981
9. Garrow J.S dan W.P.T. James. 2001,
Human Nutrition and Dietetics 1993, hal.
83. Dikutip dari Buku Prinsip Dasar Ilmu
Gizi, Sunita Almatsir, hal 74
10. Guyton AC, Hall EJ. 1997Buku ajar
fisiologi kedokteran. Ed. 9, Editor :
Setiawan I, Jakarta : EGC. halaman 1045
11. Handayani, D. dan Bambang P. 2007
Pengaruh Pasta Tomat terhadap Jumlah
Sel Busa Aorta Tikus dengan Diet
Aterogenik. Jurnal Kedokteran Brawijaya;
23: 93-99.
12. Herdaru, premudito. 2009, Perbandingan
Kualitas Spermatozoa pada Kondisi
Diabetes Mellitus dan Hiperlipidemia
Artifisial
13. Janquiera LC, Caneiro J, Kelley RO. 1998
Basic Histology.9 ed. New York,
USA:McGrawHill. p.406-419
14. Keel BA, May JV, De Jonge CJ, editors.
2002, Handbook of assisted reproduction
laboratory. Boca Raton, USA: CRC Press
; p:82
15. Lipoeto, Nur Indrawaty. 2006, Zat Gizi
dan Makanan pada Penyakit
Kardiovaskuler. Padang: Andalas
University Press;
16. Montaque DK. 1998, Disorders of male
sexual function, Chicago: Yar Book
Medical Publisers, Inc
17. Moore KL, Agur AM.R. 2002, Anatomi
Klinis Dasar. Editor : Sadikin Vivi,
SaputraVirgi. Jakarta :
Hipocrates.halaman : 162-167
18. Murray, R.K., Daryl K.G., Victor W.R.
2009 Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta:
EGC;
19. Nieschlag E, Behre HM, 2000, editor.
Andrology Male Reproductive Health
Dysfunction. 2 ed. Berlin:Springer.p.24-
57
20. Ridwan, Achmad. 1999, Modul Mata
Kuliah Statistik. AKZI DEPKES
Palembang
21. Saleh RA, Agarwal A, Nada EA, El-
Tonsy MH, Sharma RK, Meyer A, et al.
2005, Negative Effects of Increased
Sperm DNA Damage in Relation to
Seminal Oxidative Stress in Men with
Idiopatic and Male Factor Infertility.
Fertility and Sterility
22. Siti, Untari Subekti.2009. Pengaruh
Vitamin E terhadap Proses
Spermatogenesis Mencit Jantan Strain Bal
B/C yang diberi Paparan Asap Rokok
23. Shier D, Butler J, Lewis R. 2003 Holes
Essential of Human Anatomy and
Physiology. 8 ed. New York, USA:
McGrawHill .p.498-508
24. Sikka, et al. 1996, Oxidative Stress and
Role of Antioxidant in Normal and
Abnormal Sperm Function. Frontiers in
Bioscience 1, e78-86
25. Soehadi, K. 1996. Diabetes Mellitus Pria
Profil Spermiogram, Hormone
Reproduksi dan Potensi Seks. Surabaya:
Airlangga University Press
26. WHO. General Guedelines for
Methodologies on Research and
Evaluation of Traditional Medicine.
http://www.who.int/medicinedocs/collect/
medicinedocs/pdf
27. Wuryantari MN. 2000 Perkembangan
Mutakhir Fisiologi Fungsi Testis: Dari
Organ Sampai Gen. Majalah Kedokteran
Indonesia ; 50: 337-84
28. Yanwirasti. 2008 Langkah-langkah Pokok
Penelitian Biomedik. Padang: FK Unand
Press

Anda mungkin juga menyukai